Sistem Kebun KELANGSUNGAN GERAKAN PETANI BANJARANYAR

71 pinggir jalan desa maka akan mendapatkan tanah seluas 140 bata atau 2000 meter persegi. Sedangkan petani yang mendapatkan tanah di tengah atau jauh dari jalan desa, maka akan mendapatkan tanah garapan seluas 33000 meter persegi. Segala tata peraturan redistribusi tanah yang ada di Desa Banjaranyar, merujuk pada peraturan redistribusi tanah yang dikeluarkan oleh Serikat Petani Pasundan SPP. Peraturan tersebut pada awalnya dimusyawarahkan di dalam pertemuan rutin tiga bulanan para ketua OTL di sekretariat SPP. Setelah disepakati secara bersama, barulah peraturan tersebut diterapkan diseluruh OTL, termasuk OTL Banjaranyar. Pada tingkat pelaksanaan, redistribusi tanah diserahkan kepada pengurus OTL dengan terlebih dahulu bermusyawarah bersama para anggota OTL.

6.2 Sistem Kebun

Sartono Kartodirdjo 1991 menyatakan bahwa, sistem perkebunan komersial pada dasarnya merupakan sistem perkebunan Eropa European plantation. Sistem perkebunan tersebut sama sekali berbeda dengan sistem kebun garden system yang telah lama ada di Indonesia. Sistem kebun merupakan usaha pertanian dengan skala kecil, tidak padat modal, penggunaan lahan terbatas, kurang berorientasi pasar dan sumber tenaga kerjanya terpusat pada anggota keluarga. Tanah redistribusi warga pada mulanya merupakan lahan perkebunan kopi. Pada saat Indonesia dikuasai oleh Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, lahan tersebut dikelola oleh perusahaan perkebunan AGRIS NV, dengan karet sebagai komoditas utama. Perubahan kepemimpinan nasional, juga turut merubah kondisi perkebunan. Pasca kemerdekaan, tepatnya pada era Ode Baru, hak pengelolaan lahan diberikan kepada PT. RSI. Pada perjalanannya, terjadi tukar guling hak kelolaan lahan antara PT RSI dengan Perhutani. Hingga tahun 1998, Perhutani melakukan penanaman pohon jati pada lahan tersebut. Pada tahun 2000, tanah seluas 708 hektar dibagikan kepada warga di desa sekitar perkebunan. Di Desa Banjaranyar, para petani menggarap secara mandiri dan dengan sendirinya menghapuskan sistem perkebunan yang semula ada. Tenaga kerja yang dipergunakan untuk menggarap tanah terpusat pada tenaga 72 kerja keluarga. Sehingga besar kecilnya jumlah anggota keluarga amat mempengaruhi cepat lambatnya penggarapan dan jenis tanaman yang akan ditanam. Apabila ada perkerjaan yang tergolong berat, seperti pembuatan kolam ikan, pembersihan dan pembukaan lahan, ataupun pemanenan dalam jumlah yang besar, maka pekerjaan tersebut akan dibantu oleh buruh tani. Tanah yang digarap oleh petani Banjaranyar sebagian besar merupakan kebun campur yang didominasi oleh tanaman sengon jengjeng, singkong, pisang, dan kelapa. Tanaman pangan seperti singkong dan pisang pada umumnya dikonsumsi sendiri. Sedangkan kelapa dijual kepada pengumpul kelapa yang ada di Kota Banjarsari, Ibu Kota Kecamatan. Setiap butir buah kelapa dihargai tujuh ratus rupiah. Menurut penuturan Jandi, Sekdes Sekertaris Desa Banjaranyar, harga kelapa jatuh pasca kepemimpinan SBY. Harga tetinggi ada pada massa kepemimpinan Presiden Habiebie, untuk setiap butir kelapa dihargai lima ribu rupiah. Salah satu hal yang paling menonjol dari tanah garapan petani Banjaranyar ialah keberadaan dari tanaman kayu, khususnya pohon sengon jengjeng. Seorang petani di Desa Banjaranyar bisa menanam empat puluh hingga seratus pohon sengon di atas tanah garapannya. Menurut penuturan Oman, pemimpin gerakan petani Banjaranyar, pohon sengon merupakan salah satu tanaman yang banyak ditanam karena memberikan penghasilan besar bagi petani. Batang kayu pohon sengon sangat mudah untuk dijual dan memiliki harga yang tinggi. Sedangkan daun dan ranting – ranting muda, dapat digunakan sebagai pakan ternak. Terdapat tiga cara yang biasa digunakan petani Banjaranyar untuk menjual kayu sengon jengjeng, yaitu menjual ke-pengumpul, sistem ijon dan dijual langsung pabrik pengolahan. Pengumpul merupakan sebutan bagi orang yang memborong tanaman kayu rakyat. Apabila petani ingin menjual pohon sengon mereka kepada pengumpul mereka tidak perlu membawa batang pohon sengon ketempat pengumpulan kayu. Mereka cukup menunggu di tanah garapan mereka masing – masing. Karena hampir setiap hari, selalu ada saja pengumpul yang berkeliling desa untuk memborong kayu. Pohon sengon apabila dijual kepada pengumpul, 73 lima puluh tanaman sengon yang berumur lima tahun, akan dibeli dengan harga tiga juta rupiah. Ijon merupakan cara penjualan pohon sengon sebelum masa panen tiba. Setelah waktu panen barulah sengon tersebut diambil oleh penangguk ijon. Memang terdapat kelemahan ketika menjual pohon sengon dengan cara ijon, yaitu petani akan mendapatkan harga jual yang rendah. Sebagai contoh untuk lima puluh batang pohon sengon yang dijual dengan sistem ijon hanya dihargai satu setengah juta rupiah, atau tiga puluh ribu per batang. Hal ini sungguh merugikan petani, karena apabila dijual pada waktu panen, pohon sengon akan berharga tidak kurang dari enam puluh ribu per batang. Penangguk ijon tidak selalu berperan sebagai pengumpul, karena sering kali petani sengon meng-ijon-kan tanaman sengonnya kepada warga desa lain yang dianggap kaya. Ketiga ialah menjual pohon sengon langsung ke pabrik pengolahan kayu. Penjualan pohon sengon langsung ke pabrik pengolahan kayu lebih menguntungkan petani. Karena harga beli per batang kayu sengon bisa mencapai Rp 100.000,00. Hanya saja untuk memasukan kayu ke pabrik petani harus menanggung sendiri biaya penebangan dan pengangkutan kayu. Pabrik tidak menyediakan fasilitas penjemputan dan penebangan di Desa Banjaranyar. Terdapat dua pabrik yang biasa menjadi tempat tujuan penjualan kayu sengon petani Banjaranyar yaitu PT. AP dan PT. BKL. Sistem kebun garden system juga dapat dilihat sebagai jalan yang ditempuh petani Banjaranyar untuk mendapatkan kemerdekaan pada sektor ekonomi. Sistem kebun memberikan keleluasaan kepada petani untuk dapat menanam dan memanfaatkan hasil pertanian sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Hal ini dimungkinkan karena pengambilan keputusan yang berkaitan dengan komoditas pertanian dan pemanfaatan hasil berada pada tingkat rumah tangga petani. Sebagai contoh, Beno seorang petani penggarap di Desa Banjaranyar, membutuhkan uang untuk biaya anaknya masuk Sekolah Menengah Pertama SMP. Ia memiliki dua puluh pohon sengon diatas tanah garapannya. Pada bulan Juni, ia menjual sepuluh pohon sengon, dan menunda penjualan sepuluh pohon sengon sisanya. Ia beranggapan bahwa sepuluh batang pohon sengon sudah cukup 74 untuk memenuhi biaya sekolah anaknya. Sedangkan sepuluh pohon sengon sisanya akan ditebang nanti, ketika anaknya memerlukan biaya untuk masuk ke Sekolah Menengah Atas SMA. Kemerdekaan semacam inilah yang tidak dapat dimiliki oleh petani pada pengelolaan lahan berbasis sistem perkebunan. Karena pada sistem pengelolaan lahan berbasis perkebunan, pengambilan keputusan berada pada tingkat pengelola lahan perkebunan manajer perkebunan atau administrature bukan pada rumah tangga petani.

6.3 Organisasi Wanita

Dokumen yang terkait

Dinamika Organisasi Kelompok Tani Di Kabupaten Langkat (Kelompok Tani Kelas Pemula Dan Utama, Desa Kwala Begumit Dan Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat)

14 118 86

Pendapatan Usahatani Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu Di Desa Purwasari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

2 9 69

KRIYA ANYAM LIDI DI DESA CIHERANG KECAMATAN BANJARSARI KABUPATEN CIAMIS.

0 31 48

Implementasi Peraturan Desa Imbanagara Raya Nomor 07 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Imbanagara Raya Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis | nurlela | DINAMIKA 393 1830 1 PB

0 0 13

Kinerja Penyuluh Pertanian BP3K Kecamatan Ciamis Dalam Rangka Pemberdayaan Petani Di Desa Pawindan Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis | Mulyana | DINAMIKA 392 1829 1 PB

0 1 12

Pelayanan Kesehatan Oleh Poskesdes di Desa Sindanghayu Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis | maspupah | DINAMIKA 503 2040 1 PB

0 0 12

PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI DESA MANGKUBUMI KECAMATAN SADANANYA KABUPATEN CIAMIS | Sulastri | DINAMIKA 673 2662 1 PB

0 0 8

EFEKTIVITAS KINERJA TENAGA PENGGERAK DESA DAN KELURAHAN DALAM REALISASI PROGRAM KB DI KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS | SUKMAWATI | DINAMIKA 670 2611 1 PB

0 0 7

KINERJA PERANGKAT DESA DI KANTOR KEPALA DESA KARANGAMPEL KECAMATAN BAREGBEG KABUPATEN CIAMIS | septiani | DINAMIKA 676 2583 1 PB

0 0 9

RENTABILITAS DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA AGROINDUSTRI TEMPE (StudiKasus Pada Seorang Perajin Tempe di Desa Sukasari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis)

0 0 5