74 untuk memenuhi biaya sekolah anaknya. Sedangkan sepuluh pohon sengon
sisanya akan ditebang nanti, ketika anaknya memerlukan biaya untuk masuk ke Sekolah Menengah Atas SMA. Kemerdekaan semacam inilah yang tidak dapat
dimiliki oleh petani pada pengelolaan lahan berbasis sistem perkebunan. Karena pada sistem pengelolaan lahan berbasis perkebunan, pengambilan keputusan
berada pada tingkat pengelola lahan perkebunan manajer perkebunan atau administrature bukan pada rumah tangga petani.
6.3 Organisasi Wanita
Tahun 2005, setelah dilaksanakannya redistribusi lahan ditahun 2000, terjadi penurunan semangat para anggota OTL Banjaranyar. Hal ini ditandai
dengan semakin sedikitnya partisipasi anggota dalam berbagai kegiatan OTL, seperti pertemuan rutin, iuran aksi demontrasi, relawan untuk menjadi massa aksi,
dan partisipasi dalam berbagai kegiatan di sekretariat SPP. Ibu Wati, yang pada tahun 2005 sudah menjadi Ketua OTL Banjaranyar,
memberikan usulan agar setiap OTL memiliki organisasi wanita. Usulan ini disampaikannya pada rapat tiga bulanan ketua – ketua OTL di sekretariat SPP. Ia
berpendapat bahwa, wanita terutama ibu – ibu bisa lebih militan dibanding bapak – bapak. Sehingga, ketika semangat para bapak – bapak sedang menurun, tugas
sang wanitalah untuk menumbuhkan semangat itu kembali.
“kalo ibu – ibu mah gak hese... dimintain iuran juga cepet... kan kalo ditagih gitu ibu – ibu pada malu... jadi bayarnya
cepet... lagian ibu – ibu juga lebih kompak... coba liat pengajian bapak – bapak, mana ada yang awet... kalo
pengajian ibu – ibu sampe sekarang juga masih...” Wati, Ketua OTL Banjaranyar
Tahun 2005 dibentuklah organisasi wanita OTL Banjaranyar yang secara struktural berada di bawah Organisasi Tani Lokal OTL Banjaranyar. Organisasi
ini berisikan para wanita yang telah dewasa, terutama para istri dan anak dari anggota OTL yang sebagian besar laki – laki. Keberadaan dari Organisasi
Kewanitaan didukung penuh oleh Serikat Petani Pasundan SPP selaku organisasi induk. Hal tersebut terlihat dalam pelatihan – pelatihan yang
difasilitasi SPP, seperti pelatihan kepemimpinan, pelatihan organisasi, pelatihan
75 penangan konflik, dan pelatihan pertanian. Pelatihan kepemimpinan dan
penanganan konflik, sesungguhnya berangkat dari kenyataan bahwa para ibu inilah yang memiliki intensitas yang lebih tinggi dengan tanah garapan dan rumah
tangga daripada para lelaki. Di Desa Banjaranyar, para wanita yang tergabung di organisasi wanita
OTL berperan besar dalam persiapan aksi demonstrasi. Ibu – ibu inilah yang kemudian berkeliling desa guna mengumpulkan uang iuran aksi dan melakukan
pendataan bagi anggota yang akan ikut aksi demonstrasi. Penarikan uang iuran antar sesama ibu – ibu mempermudah pengumpulan uang. Bahkan, tidak jarang
penarikan uang iuran aksi juga dibantu oleh anak – anak gadis yang berumur belasan tahun.
Keberadaan organisasi ini telah berhasil menumbuhkan kembali semangat perjuangan petani Banjaranyar. Penguatan organisasi gerakan tidak lagi hanya
dilakukan pada tingkatan kelompok ataupun desa. Tetapi, penguatan organisasi dilakukan pada tingkat rumah tangga. Intensitas yang tinggi antara seorang ibu
dan anggota anggota keluarga yang lain dalam satu rumah tangga petani, membuat penyebaran ide gerakan berjalan secara efektif dan efisien. Bahkan,
melalui tangan para ibu, penyebaran ide gerakan bisa dilakukan setiap hari di dalam rumah setiap anggota OTL.
6.4 Koperasi