54 penyelesaian kasus sengketa tanah di desa – desa lain di wilayah Ciamis, Tasik,
dan Garut. Pasca pertemuan dengan Agustiana di depan gedung BPN, Pak Oman
mengumpulkan warga Banjaranyar untuk membicarakan usulan bergabungnya gerakan warga Banjaranyar dalam menuntut hak atas tanah dengan Serikat Petani
Pasundan SPP. Pertemuan yang digelar setelah waktu sholat isya dan diadakan di dekat rumah Pak Oman juga turut dihadiri Agustianan sebagai perwakilan dari
YAPEMAS. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, pada akhirnya warga Banjaranyar bersepakat untuk bergabung dengan Serikat Petani Pasundan SPP.
Tanggal 24 Januari 2000 di Kota Garut, bersama dengan petani dari daerah Ciamis, Tasik, Garut, warga Desa Banjaranyar ikut mendeklarasikan berdirinya
Serikat Petani Pasundan SPP. Panitia Pembebasan Tanah yang semula menjadi wadah organisasi gerakan petani Banjaranyar dalam menuntut hak atas tanah
dibubarkan dan digantikan dengan Organisasi Tani Lokal OTL Banjaranyar.
4.4 Makna Tanah Bagi Petani Banajaranyar
“dulu beno waktu awal nikah, beras aja dikirim dari sini. Coba liat sekarang, alahamdulillah udah mulai bisa mandiri.
Tanah dia 250 bata ajah, cukup tuh buat idup...” Wati, petani penggarap
Hubungan – hubungan yang terjadi antara tanah dengan petani Banjaranyar tidak hanya didasarkan pada hubungan ekonomi semata. Tanah boleh
jadi merupakan tempat dimana mereka menjalani mata pencaharian sebagai petani. Terlebih lagi, diatas tanah tersebut jugalah petani Banjarnyar menjalin
hubungan yang berdasarkan ikatan – ikantan solidaritas sosial. Ketika ada petani yang gagal panen atau mengalami musibah maka beban ini tidak semata – mata
ditanggung oleh petani tersebut. Begitu pula ketika terdapat salah saorang anak muda yang baru menikah. Anggota komunitas lainnya secara swadaya akan
membantu guna mengurangi beban yang diderita. Bantuan sering kali berupa beras dan hasil bumi lainnya, tetapi tidak jarang bantuan dapat pula berupa
pekerjaan seperti menggarap tanah garapan tetangganya.
55 “kalo saya mening punya tanah tapi susah makan daripada
bisa makan tapi gak punya tanah. Bingung de, kalo gak punya tanah mah....” Ati, petani penggarap
Bagi petani Banjaranyar tanah erat kaitannya dengan rasa aman, aman dari sisi ekonomi dan aman sisi sosial. Aman dari sisi ekonomi berarti petani tersebut
mempunyai jaminan atas penghasilan yang akan didapatnya dari hasil pertanian. Keberadaan tanah garapan memungkinkan petani untuk dapat memanfaatkan
potensi dari tanah tersebut. Sehingga Tercipta garansi – garansi secara psikologis, bahwa masih ada harapan akan hasil panen dari tanaman di atas tanah garapan,
menciptakan kepercayaan diri bagi si petani dalam mengarungi hidup. Aman dari sisi sosial dapat dilihat dari persepsi masyarakat prihal orang
yang tidak punya tanah garapan. Orang yang tidak punya tanah garapan dipersepsikan sebagai manusia yang miskin ekonominya, miskin kemauannya,
dan miskin semangatnya.
“susah berarti kalo gak punya tanah.. dari dulu juga kan, orang sini tanah jarang yang beli... paling sekarang –
sekarang aja ada yang beli, itu juga bukan beli, paling sewa buat balong... lagian sih... masa tinggal ngegarap aja gak
mau... berarti kan dia males orangnya... kalo ada gitu anak muda sini yang gak ada tanah, sepetak aja gitu... dijamin
susah cari istri juga...” Jandi, Sekdes Banjaranyar
Penduduk Banjaranyar cenderung tidak memiliki banyak pilihan mata pencaharian. Sebagian besar masyarakat merupakan orang yang menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian. Hal inilah yang kemudian menciptakan ketergantungan yang tinggi antara penduduk Banjaranyar dengan tanah.
Rasa aman yang diberikan dari keberadaan tanah inilah yang kemudian terusik dengan kehadiran PT RSI dilahan eks-perkebunan pada awal tahun
1980an. Kuatnya institusi Negara dan Pemerintahan yang cenderung represif selama masa Orde Baru, membuat petani Banjaranyar tidak mampu untuk
melakukan gerakan perlawanan. Baru setelah kejatuhan rezim Orde Baru dan melemahnya institusi Negara pada tahun 1998, petani Banjaranyar berani
melakukan gerakan perlawanan.
56 Secara
de jure, sesungguhnya petani yang menggarap tanah eks- perkebunan AGRIS NV belum diakui kepemilikan atas tanah garapannya oleh
Negara. Karena Badan Pertanahan Nasional BPN selaku pihak yang berwenang belum mengeluarkan setifikat kepemilikan atas tanah tersebut, baik itu setifikat
kepemilikan per-individu ataupun secara kelompok.. Tanah, bagi petani Banjaranyar juga dapat dipandang sebagai sarana
ekstistensi mereka dikehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh, iuran wajib bulanan di Organisasi Tani Lokal OTL Banjaranyar didasarkan pada luasan
tanah yang digarap oleh masing – masing petani. Petani yang menggarap tanah satu kavling akan ditarik iuran sebesar dua puluh ribu rupiah dan untuk dua
kavling akan dikenakan iuran empat puluh ribu rupiah. Pasca masa perebutan tanah eks-perkebunan AGRIS NV oleh warga, tanah
dijadikan alat penghargaan bagi warga Banjaranyar yang dinggap berjasa bagi perjuangan perebutan tanah. Orang – orang tersebut mendapatkan tanah garapan
lebih besar daripada warga pada umumnya. Apabila masing – masing warga hanya mendapatkan satu hingga dua kapling tanah. Orang yang dianggap berjasa
dalam perjuangan perebutan tanah akan mendapatkan empat hingga lima kavling tanah, dengan satu kavling sama dengan dua ratus lima puluh bata.
“tanah itu idup mati.. bapak dapetnya susah.. mesti gelut dulu sama orang yang loreng – loreng itu... jadi gak bakal dijual,
kepikiran juga enggak...” Oman, petani penggrap “embung jual tanah sih... ibu kan dah tua, garap juga gak
kuat... tinggal ke haji belom... makanya nanem jengjeng, tar kalo dah gede baru jual... nambahin ongkos munggah haji...”
Adminah, petani penggarap
Segala macam kegiatan ekonomi yang terjadi diatas tanah garapan memang tidak dapat menyingkirkan makna tanah dari unsur ekonomi. Kegiatan –
kegiatan seperti “ngaborong” untuk pekerja penggarap tanah, “ijon” tanaman kayu rakyat, dan jual beli pohon dibawah tegakan kayu, mudah kita temui di Desa
Banjaranyar.
57
BAB V GERAKAN PETANI BANJARANYAR
5.1 Organisasi Gerakan
Bergabungnya gerakan petani Banjaranyar dengan Serikat Petani Pasundan SPP membawa sejumlah konsekuensi. Konsekuensi tersebut berupa
pembubaran Panitia Pembebasan Tanah Banjaranyar, kepatuhan pada segala tata pertaturan di dalam SPP, mekanisme penerimaan anggota, dan kesediaan untuk
mengikuti aksi – aksi atau demonstrasi yang dilakukan oleh SPP. Pada tanggal 26 April 1999, warga Banjaranyar membentuk Panitia
Pembebasan Tanah Banjaranyar. Organisasi ini merupakan wadah perjuangan warga Banjaranyar untuk mendapatkan hak atas tanah di lahan eks-perkebunan
AGRIS NV. Pasca bergabungnya warga Banjaranyar dengan Serikat Petani Pasundan SPP, Panitia Pembebasan Tanah Banjaranyar dibubarkan dan
digantikan dengan Organisasi Tani Lokal OTL Banjaranyar. Bergabungnya gerakan Banjaranyar dengan Serikat Petani Pasundan SPP ditandai dengan ikrar
bersama di Garut pada tahun 2000, yang diikuti oleh warga Banjaranyar dan petani lain dari wilayah Ciamis, Garut, Tasik.
Oraganisai Tani Lokal OTL Banjaranyar merupakan salah satu dari organisasi petani lokal yang berada dibawah Serikat Petani Pasundan SPP. OTL
berdiri ditingkatan desa dengan tujuan menjaga kesinambungan gerakan massa di tingkat akar rumput. Selain bertujuan untuk menanamkan nilai – nilai gerakan,
OTL juga merupakan sarana penghubung atau jalur informasi antara anggota SPP di desa dengan kesekertariatan SPP di Kota Ciamis. OTL inilah yang kemudian
mempermudah sekertariat SPP untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi desa dan segala permasalahan yang ada di dalam masyarakat desa.
Menurut Agustiana, Sekjen SPP, pendirian OTL baik itu di Desa Banjaranyar ataupun di desa – desa lainnya bertujuan untuk menjaga massa pada
tingkat akar rumput agar tetap teguh pada garis perjuangan SPP. Pendefinisian garis perjungan SPP dijabarkan melalui 9 kewajiban anggota SPP, yaitu :
1. Wajib memiliki rasa solidaritas baik sesama anggota maupun sesama manusia tanpa memandang suku.