7 sebatas redistribusi tanah melainkan juga perombakan tatanan sosial ekonomi
politik yang lebih luas Wiradi, 2000. Pandangan ini menempatkan reforma agraria dalam konteks perubahan struktur mendasar dan perubahan institusi
aturan, nilai, dan norma, sehingga reforma agraria seharusnya tidak sepotong – sepotong dan hanya berwujud pembagian tanah tetapi merupakan perombakan
besar pada struktur sosial ekonomi politik yang terkait dengan tanah pada kehidupan petani.
Semangat reforma agraria di Indonesia dipercaya merujuk pada paham neo – populis yang dipopulerkan oleh A.V. Chayanov Chrysantini, 2005. Neo –
populis melihat bahwa satuan ekonomi rumah tangga merupakan bentuk ekonomi yang efisien. Oleh karena itu setiap rumah tangga petani wajib menguasai tanah
meskipun kecil. Raforma agraria di Indonesia yang tercermin dalam Undang Undang Pokok Agraria memiliki semangat untuk memperkuat fondasi ekonomi di
level masyarakat desa, dengan penekanan pada kepemilikan tanah. Petani memiliki peran vital dalam perkembangan sejarah dunia, khususnya
Indonesia. Apabila kita telisik jauh kebelakang, dalam sejarah masyarakat Indonesia, terutama dalam sejarah Jawa Abad XIX, pemberontakan petani yang
oleh penjajah dianggap sebagai wabah atau penyakit sosial merupakan bukti bahwa petani memiliki peran penting dan posisi politik yang diperhitungkan
dalam perkembangan sejarah Indonesia Sadikin, 2005.
2.1.1.1 Makna Tanah Bagi Petani
Bagi petani tanah tidak hanya sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga bermakna sosial dan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan tempat sumber
makanan, tempat mencari penghidupan, sebagai tempat melakukan aktivitas produktif, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani. Secara
sosial tanah berarti eksistensi diri, sebagai tempat untuk menemukan dirinya secara utuh, bahkan tanah merupakan simbol status sosial di dalam masyarakat.
Di dalam makna keamanan, tanah akan membawa rasa aman tertentu bagi petani jika sesuatu terjadi pada diri mereka, yang berarti tanah membawa efek psikologis
bagi petani.
8 Tanah menempati kedudukan strategis dalam kehidupan petani, karena
tanah merupakan modal utama, disanalah tempat atau pangkal dari budaya petani itu sendiri. Ketika kemudian tanah dapat dimiliki dan diwariskan oleh para petani,
tanah memiliki nilai yang begitu besar. Didalam beberapa kebudayaan, tanah bahkan dipandang sebagai sikep istri kedua Bahri, 1999.
Bahri 1999 menyatakan, jika menempatkan penekanan pada gerakan petani dan hubungannya dengan tanah, maka dengan sendirinya akan
memperlihatkan cara – cara pemaknaan petani terhadap tanah. Makna tanah bagi petani akan tergambar dalam nilai – nilai yang mereka anut atau percayai. Di
dalam kasus gerakan petani yang ada pada era 1980an, memperlihatkan bahwa petani memberikan makna yang bersifat ideologis terhadap tanah. Petani
mempertahankan tanah bukan hanya karena nilai komoditasnya, tetapi merupakan akumulasi dari nilai – nilai ideologis yang membentuknya. Petani tanpa tanah
serasa bukan menjadi petani lagi, tanah merupakan warisan dari leluhur yang harus dijaga keberadaannya nilai sakral, tanah secara utuh merupakan gambaran
eksistensi dari si petani itu sendiri. Pemaknaan petani terhadap tanah juga dapat dilihat dari pola kehidupan
livelihood dari petani itu sendiri. Thennakoon 2002 dalam sebuah tulisan yang berjudul Rural Livelihood Strategi and Five Capital : A Comparative Study in
Selected Villages in Sri Langka, menyatakan bahwa di dalam segala aktivitas yang dilakukan petani di pedesaan seperti bercocok tanam, perburuhan, penjualan kayu,
pertambangan, penyimpanan hasil produksi pertanian dan perdagangan kesemuanya berkaitan erat dengan tanah. Tanah merupakan bagian penting bagi
petani. Karena tanah merupakan penopang kehidupan petani. Berkurang atau direbutnya tanah yang dimiliki petani akan membuat mereka tidak dapat
memenuhi kebutuhan subsistensinya. Kalau tanah sulit untuk didapatkan atau tidak cukup maka salah satu jalan yang ditempuh adalah berkerja semakin keras
atau mengintensifikasikan produksi pertanian. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa tanah bagi petani, seperti halnya
tenaga kerja Labor, merupakan biaya tetap fixed cost yang menjadi aset mutlak agar petani bisa memenuhi kebutuhan subsistensi keluarganya Chrysantini,
2005. Di dalam pandangan neo – populis, ukuran luas tanah minimal yang dapat
9 dimiliki petani amat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Hal inilah yang
kemudian disebut sebagai labor – consumer balance yaitu petani bertindak sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen, memperhitungkan efisiensi
pemilikan atau penguasaan tanah sesuai dengan kebutuhan hidup minimum berdasarkan jumlah anggota keluarganya Kitching, 1982.
Petani tidak dapat ditempatkan pada pilihan yang dikotomis di dalam pemaknaan mereka terhadap tanah. Tanah bagi petani memiliki makna yang
multidimensional. Pertama, dari sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara sosial tanah dapat
menetukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai budaya dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya.
Keempat, tanah bermakna sakral karena berurusan dengan warisan dan masalah – masalah transendental Handayani, 2004
2.1.2 Sumber Radikalisasi Petani