25 sosial dan pribadi, penyelidikan secara rasional dan filosofis terhadap inti nilai-
nilai dari stimulus yang diterima, respon afektif dan motif terhadap nilai tersebut, dan pengambilan keputusan terhadap hakikat nilai-nilai berdasarkan penyelidikan
dan tanggapan terhadap nilai-nilai yang ada pada dirinya. Inti sasaran dalam pendidikan nilai adalah menanamkan nilai-nilai luhur ke dalam diri peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas mengenai pendidikan nilai menurut beberapa ahli dapat ditarik benang merah bahwa pendidikan nilai merupakan bagian dari proses
dan tujuan pendidikan di Indonesia. Pendidikan nilai adalah upaya untuk menanamkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan serta membentuk
manusia agar dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. Pendidikan nilai berkaitan dengan mendidik untuk berpikir, menyadari, dan bertidak sesuai dengan
nilai-nilai positif yang telah dipilih dan diyakinin sesuai dengan patokan normatif. Dengan pendidikan nilai akan terbentuk generasi yang berkepribadian baik dan
mengembangkan potensi serta menjadi manusia yang berkarakter. Pendidikan nilai mengandung maksud yang sama dengan pendidikan karakter.
4. Tujuan Pendidikan Nilai
Tujuan pendidikan nilai secara umum adalah untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami, serta menerapkan nilai-nilai dalam
kehidupan sehari-hari Mulyana: 2004: 119. Nilai-nilai yang dimaksud dalam tujuan pendidikan nilai ini meliputi tindakan-tindakan pendidikan yang mengarah
pada perilaku dan sikap yang baik dan benar untuk diperkenalkan kepada peserta didik. Sedangkan Elmubarok 2009: 76 menyatakan bahwa tujuan dari
pendidikan nilai adalah penanaman nilai-nilai tertentu ke dalam diri anak atau
26 siswa. Pengajaran penanaman nilai bertitik tolak pada nilai-nilai sosial tententu
yang berkembang di masyarakat. Komite APEID Asia and the Pasific Programme of Educational Innovation
for Development mengemukakan bahwa pendidikan nilai dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus yang meliputi:
a. Menerapkan pembentukan nilai kepada anak
b. Menghasilkan sikap yang mencerminkan pada nilai-nilai yang diharapkan
c. Membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai yang diharapkan
Mulyana, 2004: 120. Dengan demikian, dapat ditarik benang merah bahwa tujuan pendidikan nilai
meliputi tindakan membimbing yang dilakukan mulai dari tindakan menyadarkan akan nilai, menerapkan pembentukan nilai, mewujudkan perilaku yang bernilai
dan sampai pada bimbingan terhadap perilaku dengan nilai-nilai tersebut.
5. Pelaksanaan Pendidikan Nilai di Sekolah
Sekolah sebagai tempat warga sekolah berinteraksi antara satu dengan lainnya dipastikan melibatkan beragam nilai kehidupan. Menurut Mulyana 2004:
141, nilai-nilai kehidupan di sekolah dapat berupa nilai yang secara sengaja dilembagakan melalui ketentuan formal dalam tatatertib sekolah atau diatur dalam
kurikulum tertulis. Selain itu juga terdapat nilai-nilai yang lahir secara pribadi dan ditampilkan dalam bentuk pikiran, ucapan, dan tindakan seseorang. Nilai yang
direfleksikan melalui tampilan seseorang tersebut berperan untuk membentuk iklim budaya sekolah yang penuh makna. Pada lingkungan sekolah terdapat nilai-
nilai yang sudah diatur dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis. Sekolah sebagai
27 salah satu tempat pelaksanaan kegiatan pendidikan tidak terlepas dari nilai-nilai
sehingga sekolah mempunyai peran dalam pendidikan nilai. Zuchdi 2010: 5 menyatakan bahwa pendidikan nilai dapat diberikan
dengan cara langsung atau tidak langsung. Cara langsung diberikan dengan penentuan perilaku yang dinilai baik, sedangkan cara tidak langsung diberikan
dengan menentukan perilaku yang diinginkan dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat diterapkan. Melihat kondisi masyarakat
saat ini, pelaksanaan pendidikan nilai tidak cukup hanya dengan cara langsung menentukan perilaku yang dinilai baik. Cara pendidikan nilai harus komprehensif.
Komprehensif mengandung maksud bahwa telah mencakup berbagai segi atau aspek.
Cara atau metode komprehensif dalam pendidikan nilai menurut Zuchdi 2010: 36 yaitu di dalam pendidikan nilai mencakup inkulkasi penanaman nilai,
pemberian keteladanan, dan penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan pengajarkan dan memfasilitasi pembuatan keputusan moral secara bertanggung
jawab dan keterampilan-keterampilan hidup yang lain. Tidak cukup saat ini memberikan pendidikan nilai hanya dengan inkulkasi atau penanaman nilai saja
kepada peserta didik jika keteladanan yang ada belum mencerminkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai. Hal penting bagi generasi saat ini dalam
pendidikan nilai yaitu mengenai apa yang didengar dan dilihat sebagai bentuk keteladanan dan pembiasaanya dalam berperilaku sesuai dengan nilai.
Pendidikan nilai hendaknya juga terjadi dalam kesemua proses pendidikan baik di kelas, kegiatan ektrakurikuler, proses bimbingan, upacara pemberian
28 penghargaan, dan semua aspek kehidupan Zuchdi, 2010: 36. Senada dengan hal
itu, Muslich 2011: 84 menyatakan bahwa dalam pendidikan nilai di sekolah harus melibatkan semua komponen-komponen pendidikan yaitu isi kurikulum,
proses dan penilaian pembelajaran, kualitas hubungan, pengelolaan mata pelajaran, pelaksanaan kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan semangat kerja seluruh warga sekolah. Pendidikan nilai perlu menggunakan pendekatan komprehansif yang
harapannya dapat menghasilkan generasi yang mempu membuat keputusan moral dan memiliki perilaku yang baik berkat adanya pembiasaan dalam proses
pendidikan. Pendekatan komprehensif dalam pendidikan nilai menurut Krischenbaum Zuchdi, 2010: 46 dapat ditinjau dari segi metode atau cara yang
digunakan yaitu inkulkasi, keteladanan, fasilitasi, dan pengembangan keterampilan. Berikut ini penjelasan dari segi metode dalam pendidikan nilai
dengan pendekatan komprehensif tersebut. a.
Inkulkasi Nilai Inkulkasi merupakan metode pendidikan nilai dengan penanaman nilai.
Inkulkasi berbeda dengan indoktrinasi, sebab keduanya memiliki ciri-ciri yang sangat bertolak belakang. Berikut ini ciri-ciri inkulkasi yang dipaparkan oleh
Zuchdi 2010: 46. 1
Mengomunikasikan kepercayaan disertai dengan alasan yang mendasari. 2
Memperlakukan orang lain secara adil. 3
Menghargai pandangan orang lain. 4
Mengemukakan keragu-raguan atau perasaan tidak percaya disertai dengan alasan, dan dengan rasa hormat.
5 Tidak sepenuhnya mengontrol lingkungan untuk meningkatkan kemungkinan
penyampaian nilai-nilai yang dikehendaki, dan mencegah kemungkinan penyampaian nilai-nilai yang tidak dikehendaki.
29 6
Menciptakan pengalaman sosial dan emosional mengenai nilai-nilai yang dikehendaki secara tidak ekstrem.
7 Membuat aturan, memberikan penghargaan, dan memberikan konsekuensi
disertai alasan. 8
Tidak membuka komunikasi dengan pihak lain yang tidak setuju. 9
Memberikan kebebasan bagi adanya perilaku yang berbeda-beda apabila sampai pada tingkat yang tidak dapat diterima, diarahkan untuk memberikan
kemungkinan berubah.
Inkulkasi dilakukan untuk mendemontrasikan kepada subyek didik mengenai cara terbaik untuk mengatasi berbagai masalah. Inkulkasi penanaman
nilai menurut Muslich 2011: 108 dinyatakan bahwa memberikan penakanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Inkulkasi merupakan metode
penyampaian pendidikan nilai secara langsung, sebab dimulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik kemudian ditanamkan ke dalam diri.
b. Keteladanan
Keteladanan atau modeling merupakan metode yang biasa digunakan dalam pendidikan nilai dan spiritualitas. Untuk dapat menggunakan metode ini menurut
Zuchdi 2010: 47 terdapat dua syarat yang harus dipenuhi yaitu guru atau orang tua harus berperan sebagai model yang baik bagi anak-anaknya, dan anak-anak
harus meneladani orang-orang terkenal yang berakhlak mulia. Perilaku yang secara alami dijadikan model oleh anak-anak adalah cara guru dan orang tua
menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat anak, dan mengkritik orang lain secara santun. Dan apabila mereka berperilaku sebaliknya, maka anak-
anak secara tidak sadar akan menirunya. Oleh karena itu harus berhati-hati dalam bertutur kata dan bertindak agar tidak tertanam nilai-nilai negatif dalam diri anak.
Sama halnya dengan inkulkasi, keteladanan juga mendemontrasikan kepada subyek didik mengenai cara terbaik untuk mengatasi masalah-masalah.
30 Keteladanan merupakan perilaku dan sikap seseorang yang patut untuk
dicontoh. Kemendiknas 2010: 17 menyatakan bahwa keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam memberikan
contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk meneladani atau mencontohnya. Sementara itu,
Muslih 2011: 175 mengungkapkan bahwa keteladana atau kegiatan pemberian contoh bisa dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf adminitrasi di sekolah
yang dapat dijadikan model bagi peserta didik. Apabila sekolah ingin agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai
dengan nilai-nilai karakter bangsa, maka guru dan tenaga kependidikan lain yang ada di sekolah merupakan tokoh pertama dan utama yang memberikan contoh
dalam berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa. Keteladanan atau pemberian contoh di sekolah misalnya berpakaian rapi, dapat
tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata yang sopan, jujur, menjaga kebersihan lingkunga.
c. Fasilitasi
Berbeda dengan inkulasi dan keteladana yang mendemontrasikan mengenai cara terbaik dalam mengatasi masalah, fasilitasi lebih melatih subyek didik dalam
mengatasi masalah-masalah. Zuchdi 2010: 48 menyatakan bahwa bagian terpenting dalam metode ini adalah pemberian kesempatan kepada subyek didik.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subyek didik dalam pelaksanaan metode ini membawa dampak positif pada perkembangan kepribadiannya. Hal tersebut
31 dinyatakan oleh Kirschenbaum dalam Zuchdi 2010: 48-49 dikarenakan kegiatan
fasilitasi dapat membantu beberapa hal berikut ini: 1
secara signifikan dapat meningkatkan hubungan pendidik dan subyek didik, 2
menolong subyek didik memperjelas pemahaman, 3
menolong subyek didik yang sudah menerima suatu nilai tetapi belum mengamalkannya secara konsisten untuk meningkat dari pemahaman sampai
ke bertindak, 4
menolong subyek didik berpikir lebih jauh mengenai nilai yang dipelajari, menyebabkan pendidik lebih dapat memahami pikiran dan perasaan subyek
didik, dan 5
memotivasi subyek didik menghubungkan persoalan nilai dengan kehidupan, kepercayaan, dan perasaan mereka sendiri.
Fasilitasi memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan perbuatan moral dalam mengatasi masalah-masalah. Pada kegiatan fasilitasi di sekolah akan
membantu dalam menjalin hubungan baik antara guru dan siswa, menolong siswa dalam memahami suatu nilai, membantu siswa bertindak sesuai nilai secara
konsisten, dan terus termotivasi untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan nilai. Kegiatan fasilitasi akan memberikan dorongan siswa dalam
pemahaman, kesadaran, dan tindakan nilai sehingga akan menjadi suatu semangat untuk selalu menjunjung tinggi nilai dalam kehidupannya.
d. Pengembangan keterampilan akademik dan sosial
Menurut Zuchdi 2010: 49 terdapat berbagai keterampilan yang diperlukan agar seseorang dapat mengamalkan nilai-nilai yang dianut sehingga berperilaku
konstruktif dan bermoral dalam masyarakat. Ketermpilan tersebut antara lain adalah berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi secara jelas, meyimak,
bertindak asertif, dan menemukan resolusi konflik yang secara ringkas disebut keterampilan akademik dan keterampilan sosial.
32 Keterampilan akademik dan sosial dalam pendekatan pendidikan diperlukan
untuk mengenal dan memahami nilai dengan kemampuan berpikir anak dalam mengatasi suatu permasalahan dengan baik. Melalui kemampuan berpikir anak
mengarahkan pada sifat bijaksana dengan menganalisis informasi yang diterima secara cermat dan membuat keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat
merupakan tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan solusi pemecahan terhadap suatu permasalahan. Oleh karena itu, keterampilan akademik dan sosial
diperlukan dalam mengenal kemudian bertindak dengan tepat sesuai dengan nilai- nilai kehidupan yang dipercaya.
Berdasarkan uraian mengenai metode pendidikan nilai dengan pendidikan komprehensif di atas dapat dikatahui bahwa terdapat empat metode yaitu
inkulkasi nilai, keteladanan nilai, fasilitasi, dan pengembangan keterampilan akademik dan sosial. Keempat metode tersebut merupakan inovasi agar
pendidikan nilai tidak bersifat indoktrinasi. Indoktrinasi menimbulkan kekauan terhadap nilai karena pendidikan nilai membutuhkan keteladanan dan pembiasaan
dalam kehidupan sehari-hari. Sedikit berbeda dengan pendapat Krischenbaum, Elmubarok 2009: 60-74
menyatakan bahwa model pendekatan pendidikan nilai yang populer berdasarkan kajian Superka terdapat lima pendekatan pendidikan nilai. Lima pendekatan
pendidikan nilai tersebut yaitu pendekatan penanaman nilai, pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, pendekatan klarifikasi
nilai, dan pendekatan pembelajaran berbuat. Berikut ini penjelasan dari kelima pendekatan tersebut.
33 a.
Pendekatan Penanaman Nilai Pendekatan penanaman nilai inculcation approach merupakan suatu
pendekatan pedidikan nilai yang lebih memberi penekanan pada penanaman nilai- nilai sosial ke dalam diri siswa Elmubarok, 2009: 60. Tujuan pendekatan ini
adalah agar diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai- nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Dengan
ditanamkannya nilai-nilai ke dalam diri siswa, harapnnya siswa dapat menerima dan selanjutnya dapat merubah nilai-nilai yang tidak sesuai agar sesuai
berdasarkan nilai-nilai yang telah diterimanya. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan pendekatan ini yaitu metode keteladanan, penguatan
positif dan negatif, simulasi, permainan peran, dan lain sebagainya. Sebenarnya pendekatakan ini merupakan pendekatan tradisional sehingga
banyak kritik dalam berbagai litelatur Barat yang ditujukan kepada pendekatan ini Muslich, 2011: 108. Terdapat beberapa anggapan mengenai pendekatan ini
diantaranya yaitu: 1
dipandang indoktrinasi sehingga tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi,
2 mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas.
Kedua hal di atas tidak sesuai dengan keadaan pendidikan Barat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan individu. Akan tetapi, Superka dalam Muslich 2011:
108 menyatakan bahwa pendekatan ini digunakan secara meluas dalam berbagai masyarakat utamanya dalam penanaman nilai-nilai agama dan budaya. Hal ini
didasarkan pada beberapa hal bahwa:
34 1
terdapat nilai-nilai ideal yang bersifat global dan mempunyai kebenaran mutlak seperti dalam ajaran agama,
2 nilai-nilai itu harus diterima dan dipercayai sehingga harus bertitik tolak dari
nilai-nilai tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan
penanaman nilai merupkan pendekatan yang menekankan pada penanaman nilai- nilai sosial ke dalam diri siswa sehingga dapat menerima nilai-nilai sosial tertentu
dan merubah nilai-nilai sosial ke arah yang diinginkan. Pendekatan ini mungkin tidak sesuai dengan pendidikan Barat, akan tetapi Muslich 2011: 120
menyatakan bahwa pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling tepat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan nilai di Indonesia. Dan Zuchdi 2010:
46 juga telah menjelaskan perbedaan mengenai metode indoktrinasi yang memiliki ciri-ciri yang bertolak belakang dengan penanaman. Oleh karena itu,
pendekatan ini tidak ada salahnya jika digunakan dalam pendidikan nilai. b.
Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif Pendekatan perkembangan moral kognitif merupakan pendekatan yang
mempunyai karakteristik penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya Elmubarok, 2009: 62. Sementara itu, Muslich 2011: 109 menyatakan bahwa
pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif menganai masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Tujuan utama pendekatan
ini ada dua yaitu membantu siswa membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan pada nilai yang lebih tinggi dan mendorong siswa untuk
mendiskusikan alasan-alasannya memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah
35 moral. Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan pada dilema
moral, yaitu dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Muslich 2011: 109 menyatakan bahwa diskusi kelompok dalam
pendekatan perkembangan moral kognitif dilaksanakan dengan memberi perhatian pada tiga kondisi penting yaitu:
1 mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi,
2 adanya dilema baik dilema hipotetikal maupun faktual berhubungan dengan
nilai dalam kehidupan sehari-hari, 3
suasana yang mendukung bagi keberlangsungan diskusi dengan baik. Oleh karena itu melalui pendekatan ini diharapkan siswa dapat menuju tingkat
perkembangan moral lebih tinggi dengan diskusi yang dilakukan melalui dilema moral. Proses diskusi tersebut dapat dimulai dengan penyajian cerita yang
memuat dilema kemudian siswa didorong untuk menentukan posisi apa yang seharusnya dilakukan orang yang terlibat dengan disertai alasannya.
Konsep perkembangan moral menurut teori Kohlberg dalam Muslich 2011: 112 terdiri dari empat ciri utama yaitu:
1 tingkat perkembangan moral terjadi dalam rangkaian yang sama pada semua
orang, 2
tingkat perkembangan moral selalu tersusun berurutan secara bertingkat, 3
tingkat perkembangan moral terstruktur sebagai suatu keseluruhan, dan 4
tingkat perkembangan moral memberi penekanan pada struktur pertimbangan moral, bukan pada isi pertimbangannya.
Berdasarkan keempat ciri utama tersebut maka dapat diketahui bahwa seseorang tidak pernah melompati suatu tingkat perkembangan dan
perkembangannya selalu kearah tingkat yang lebih tinggi. Jika seseorang membuat pertimbangan moral pada tingkat tinggi, maka sudah tentu dapat dengan
36 mudah memahami pertimbangan moral tingkat yang lebih rendah. Hal tersebut
karena menurut perkembangan moral, pertimbangan moral seseorang selalu konsisten. Dan yang lebih diutamakan adalah struktur pertimbangan moralnya.
Muslich 2011: 112-113 menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang menyatakan bahwa pendekatan ini dapat digunakan dalam proses pendidikan di
sekolah, diantaranya yaitu: 1
memberikan penekanan pada aspek perkembangan kemampuan berpikir, 2
memberikan perhatian sepenuhnya terhadap isu moral dan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pertentangan nilai tertentu dalam masyarakat
sehingga pendekatan ini menjadi menarik, dan 3
dapat menghidupkan suasana kelas. Akan tetapi, pendekatan ini juga memiliki kelemahan-kelemahan salah satunya
adalah menampilkan bias budaya Barat, yaitu: 1
menjunjung tinggi kebebasan pribadi yang berdasarkan filsafat liberal, 2
tidak mementingkan kriteria benar salah untuk suatu perbuatan sebab yang terpenting adalah pertimbangan moralnya.
Berdasarkan pemaparan mengenai pendekatan perkembangan moral kognitif di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan ini merupakan pendekatan
yang memberi penekanan pada aspek kognitif dan perkembangan moral. Pendekatan ini dapat menghidupkan suasana kelas dan menjadi menarik dengan
adanya perhatian pada isu moral dan penyelesaian masalah serta penekanan pada aspek perkembangan kemampuan berpikir. Akan tetapi, dalam proses pendidikan
dan pengajaran tidak mementingkan kriteria benar salah mengenai suatu perbuatan karena yang terpenting adalah pertimbangan moralnya. Dengan
demikian, pendekatan ini dapatlah tetap digunakan dalam pendidikan nilai dengan catatan perlu adanya arahan sampai pada kesimpulan akhir yang sama sesuai
37 dengan nilai-nilai sosial tertentu yang bersumber dari nilai dan budaya luhur
bangsa Indonesia Muslich, 2011: 122. c.
Pendekatan Analisis Nilai Pendekatan analisis nilai merupakan pendekatan yang memberikan
penekanan kepada perkembangan kemampuan anak dalam berpikir secara logis melalui cara anak dalam menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan nilai-
nilai sosial Elmubarok, 2009: 68. Tujuan utama pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada dua yaitu membantu siswa menggunakan kemampuan berpikir
logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang berkaitan dengan nilai tertentu, dan membantu siswa menggunakan proses berpikir rasional
dan analitik dalam menghubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai mereka. Adapun metode pengajaran yang digunakan adalah pembelajaran secara
individu atau kelompok, mengenai masalah sosial yang memuat nilai, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas.
Terdapat enam langkah analisis yang perlu dan penting diperhatikan dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini yang dikemukakan oleh Hersh
dan Elias dalam Muslich 2011: 114-115, yaitu: 1
mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait, 2
mengumpulkan fakta yang berhubungan, 3
menguji kebenaran fakta yang berkaitan, 4
menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan, 5
merumuskan keputusan moral sementara, 6
menguji prisip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Keenam langkah tersebut menjadi dasar dan sejajar dengan enam tugas
penyelesaian masalah berhubungan dengan nilai. Enam tugas tersebut yaitu: 1
mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait,
38 2
mengurangi perbedaan dalam fakta yang berhubungan, 3
mengurangi perbedaan kebenaran tentang fakta yang berkaitan, 4
mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutab, 5
mengurangi perbedaan dalam merumuskan keputusan sementara, dan 6
mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang diterima Muslich, 2011: 115.
Pendekatan ini mempunyai kekuatan untuk mudah diaplikasikan dalam
ruang kelas. Hal tersebut dikarenakan adanya penekanan pada pengembangan kemampuan kognitif dan menawarkan langkah-langkah yang sistematis dalam
pelaksanaan proses pembelajaran moral. Akan tetapi, pendekatan ini hanya berdasarkan pada prosedur analisis nilai yang ditawarkan dan metode pengajaran
yang digunakan. Selain itu, pendekatan ini juga sangat penekankan pada aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif dan perilaku, serta sangat memberi
penekanan pada proses dan kurang mementingkan isi nilai seperti dalam pendekatan perkembangan kognitif dan pendekatan klarifikasi nilai Muslich,
2011: 115-116. Dengan demikian, dapatlah mungkin pendekatan ini digunakan dalam pendidikan nilai dengan metode pengajaran pada pendekatan ini khususnya
prosedur analisis nilai dan penyelesaian masalah yang ditawarkannya. d.
Pendekatan Klarifikasi Nilai Pendekatan klarifikasi nilai menekankan pada usaha untuk membantu anak
dalam mengkaji perasaan dan perbutannya sendiri sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai mereka sendiri Elmubarok, 2009: 70.
Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan nilai ada tiga yaitu membantu menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai diri sendiri dan orang lain; membantu
berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain yang berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri; dan membantu menggunakan secara bersama-sama
39 kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, memahami perasaan,
nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Dengan pendekatan ini, proses pengajaran dilakukan dengan metode dialog, menulis, diskusi dalam kelompok
besar atau kecil, dan lain sebagainya. Menurut Zuchdi 2010: 10, pendekatan ini digunakan untuk mengajarkan
suatu bentuk inkuiri nilai yang melibatkan tiga proses yaitu menghargai kepercayaan dan perilaku pribadi, memilih kepercayaan dan perilaku pribadi, dan
bertindak sesuai dengan kepercayaan pribadi. Sejalan dengan hal tersebut, Muslich 2011; 117 juga menyatakan bahwa terdapat tiga proses klarifikasi
menilai menurut pendekatan ini yaitu memilih, menghargai, dan bertindak. Dengan pendekatan ini menyebabkan seseorang lebih menyadari kepercayaan diri
dan kepercayaan orang lain, dan apa yang harus dianggap bernilai. Pendekatan ini mencoba membuat siswa menyadari nilai-nilai yang mereka yakini dan nilai-nilai
yang diyakini oleh orang lain. Isi nilai dalam pendekatan ini tidak terlalu penting, sebab yang terpenting adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam
melakukan proses menilai. Menurut pendekatan ini, Elias dalam Muslich 2011: 117 menyatakan
bahwa guru bukan berperan sebagai pengajar nilai, akan tetapi sebagai role model dan pendorong. Guru mendorong siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang
relevan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai. Sehingga pendekatan ini mempunyai kekuatan dalam memberikan
penghargaan yang tinggi kepada siswa sebagai individu yang mempunyai hak untuk memilih, menghargai, dan bertindak berdasarkan kepada nilainya sendiri.
40 Tetapi sama halnya dengan pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan ini
juga menampilkan bias budaya Barat. Kriteria benar salah dalam pendekatan ini sangat relatif karena sangat mementingkan nilai perseorangan.
Muslich 2011: 122 menyatakan bahwa metode pembelajaran dalam pendekatan ini dapat digunakan dalam pendidikan nilai. Hal tersebut dengan
memperhatikan faktor keadaan serta bahan pelajaran yang relevan. Akan tetapi, Prayitno dalam Muslich 2011: 122 juga menyatakan bahwa perlu kehati-hatian
supaya tidak membuka kesempatan bagi siswa untuk memilih nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat.
e. Pendekatan Pembelajaran Berbuat
Pendekatan pembelajara berbuat merupakan pendekatan pendidikan nilai yang menekankan kepada usaha untuk memberikan kesempatan pada anak untuk
melakukan perbuatan-perbuatan moral, yang yang dilakukan secara individual maupun secara berkelompok Elmubarok, 2009: 73. Terdapat dua tujuan utama
pendidikan nilai menurut pendekatan ini yaitu memberi kesempatan siswa untuk melakukan perbuatan moral baik secara individu atau kelompok, dan mendorong
siswa untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama. Metode pengajaran dalam pendekatan ini yaitu
pembelajaran secara individu atau kelompok, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, diskusi kelas, projek-projek tertentu di sekolah atau
masyarakat, praktik keterampilan dalam berorganisasi. Pendekatan ini diprakarsai oleh Newmann dengan memberikan perhatian
mendalam pada usaha melibatkan siswa dalam melakukan perubahan-perubahan
41 sosial. Menurut Eliash dalam Muslich, 2011: 119, tujuan yang paling penting
adalah memberikan pengajaran kepada siswa supaya mereka berkemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat
yang demokratis sehingga akan menghasilkan warga negara yang aktif. Warga negara aktif yaitu yang memiliki kompetensi yang diperkuat dalam lingkungan
hidupnya yaitu kompetensi fisik, kompetensi hubungan antarpribadi, dan kompetensi kewarganegaraan.
Keunggulan pendekatan ini adalah pada program-program yang disediakan dan memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam
kehidupan demokrasi. Akan tetapi, Elias dalam Muslich 2011: 120 menyatakan bahwa hal tersebut sulit dipraktikan. Berdasarkan hal tersebut, metode pengajaran
dalam pendekatan ini bermanfaat untuk diterapkan dalam pengajaran pendidikan nilai. Siswa pada tingkat tertentu lebih tepat untuk malakukan tugas-tugas di luar
ruang kelas untuk meningkatkan kompetensi yang berhubungan dengan lingkungan.
Perlu dirumuskan
program-program yang
sederhana dan
memungkinkan untuk dilaksanakan pada masing-masing sekolah agar pendekatan ini dapat digunakan dengan batas-batas yang memungkinkan.
Elmubarok 2009: 75 menyatakan bahwa dari kelima pendekatan pendidikan nilai yang telah diuraikan di atas, pendekatan penanaman nilai
merupakan pendekatan yang paling tepat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan nilai di Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada nilai-nilai luhur dan
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia serta falsafah bangsa yaitu Pancasila. Sejalan dengan hal itu, Muslich 2011, 120 juga berpendakat yang sama bahwa
42 pendekatan penanaman nilai merupakan pendekatan yang paling tepat. Dengan
pendekatakan penanaman nilai, anak akan dikenalkan terlebih dahulu mengenai nilai-nilai yang berlaku sesuai dengan norma sosial di masyarakat. Nilai-nilai
tersebut berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Setelah anak kenal dengan nilai-nilai tersebut, selanjutnya anak dapat menyadari dan
melaksanakan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan norma sosial yang berlaku.
Berdasarkan berbagai macam pendeketan pendidikan nilai menurut Krischenbaum dan Emubarok yang telah dipaparkan di atas dapat diketahui
bahwa terdapat berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan dalam pendidikan nilai. Hal itu diperlukan akan tidak hanya ditanamkan nilai pada diri
anak, akan juga ada kesadaran yang diwujudkan dalam tindakan yang berdasarkan nilai. Inkulkasi merupakan pendekatan penanaman nilai dimana nilai-nilai yang
diinginkan diberikan dengan penanaman secara langsung kepada anak atau siswa. Penanaman harus didukung dengan keteladanan sebab jika hanya ditanamkan saja
tanpa ada keteladanan maka penanaman akan sia-sia begitu saja. Sementara fasilitasi dilakukan untuk melatih dalam mengatasi permasalahan dengan
pemberian kesempatan kepada siswa. Hal itu sama halnya dengan pendekatan pembelajaran berbuat yang memberikan kesempatan untuk melakukan perbuatan
moral sendiri. Sementara pengembangan keterampilan akademik dan sosial dengan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah sama halnya
dengan pendekatan perkembangan moral kognitif yang menekankan pada aspek kognitis siswa, pendekatan analisis nilai dengan kemampaun berpikir secara logis
43 dalam menganalisis permasalahan, dan pendekatan klarifikasi nilai dengan
kesadaran akan nilai-nilainya sendiri dengan kemampuan akademik dan sosial yang dimiliki.
Peneliti dalam penelitian ini akan melihat secara langung mengenai pendekatan apa yang digunakan guru dalam pendidikan nilai kepada siswa. Tidak
menutup kemungkinan guru menggunakan pendekatan lain selain pendekatan penanaman nilai inkulkasi. Sebab kesemua pendekatan tersebut dapat digunakan
guru dalam pendidikan nilai dengan metode yang tepat. Hal tersebut dinyatakan Muslich 2011, 122 bahwa berbagai metode pembelajaran yang digunakan dalam
pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan juga dalam pembelajaran pendidikan nilai. Kondisi saat ini juga mengharuskan pendidikan nilai diberikan dengan
pendekatan komprehensif sehingga mencakup sebagai aspek baik isi, cara, dan lingkup pelaksanaanya.
Pelaksanaan pendidikan nilai dengan pendekatan komprehensif dapat dilakukan dengan mengintegrasikan dalam pembelajara pada setiap mata
pelajaran. Kemendinas 2010: 18 menyatakan bahwa pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok
bahasan dari setiap mata pelajaran. Pendidikan nilai di sekolah diintegrasikan dalam mata pelajaran dilakukan dengan mencantumkan nilai-nilai yang akan
diintegrasikan dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembalajaran. Berikut ini pengembangan nilai-nilai dalam silabus menurut Kemendiknas 2010: 18-19
dilakukan melalui cara-cara berikut ini:
44 1
mengkaji Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD pada Standar Isi SI untuk menentukan apakah nilai-nilai karakter yang tercantum sudah
tercakup di dalamnya, 2
menggunakan nilai-nilai karakter yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan
dikembangkan, 3
menentukan nilai-nilai karakter dalam nilai-nilai karakter itu ke dalam silabus, 4
mencantumkan nilai-nilai yang sudah ada dalam silabus ke dalam RPP, 5
mengambangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi
nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai, dan 6
memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasikan nilai maupun untuk menunjukkan nilai dalam
perilaku. Pengintegrasian nilai dalam pembelajaran perlu memperhatian pengunaan
pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat. Selain itu, juga perlu disesuaikan dengan SK, KD, maupun SI yang dicantumkan dalam silabus yang
kemudian dimasukkan ke dalam RPP. Untuk sekolah yang telah menggunakan kurikulum 2013, maka pengintegrasian nilai dalam pembelajaran disesuaikan
dengan Kompetensi Inti KI dan Kompetensi Dasar KD pada tema yang ada. Pendidikan nilai selain dilakukan dengan berbagai pendekatan komprehensif
dan pengintegrasi dalam pembelajaran yang telah diuraikan di atas juga dilakukan melalui kegiatan di luar pembelajaran, yaitu kegiatan ektrakurikuler. Pelaksanaan
45 kegiatan ektrakurikuler yang diselenggarakan sekolah merupakan salah satu
media yang potensial untuk pembinaan nilai dan peningkatan mutu akademik peserta didik Muslich, 2011: 86. Menurut Kemendiknas 2010: 19, kegiatan
ektrakurikuler merupakan bagian dari budaya sekolah. Budaya sekolah menurut Kemendiknas 2010: 19 memiliki cakupan yang
luas, biasanya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ektrakurikuler, proses pengambilan keputusan, kebijakan
maupun interkasi sosial antarkomponen di sekolah. Ritual merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan sehingga menjadi suatu budaya sekolah yang
mencerminkan suatu nilai. Kebiasaan merupakan hal yang penting seperti keteladanan dalam pendidikan nilai. Hal itu disebabkan kebiasaan merupakan
upaya pendidikan nilai yang dilakukan secara konstan sehingga menjadi suatu pembiasaan pada siswa. Siswa awalnya hanya mengenal dalam bertindak
kemudian menjadi kebiasaan atau budaya yang mencerminkan nilai yang baik dengan pembisaan yang dilakukan. Pendidikan nilai dalam budaya sekolah dapat
dilakukan melalui kegiatan yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru, konselor, tenaga adminitrasi saat berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan
fasilitas yang ada di sekolah. Wibowo 2012: 93 menyatakan bahwa budaya sekolah dapat dikatakan
sebagai pikiran, kata-kata, sikap, perbutaan, dan hati setiap warga sekolah yang tecermin dalam semangat perilaku maupun simbol serta slogan khas identitas
mereka. Sementara itu, dalam Kemendiknas 2010: 19 dinyatakan bahwa budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi
46 dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai
adminitrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok sekolah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah adalah kata-kata dan
perbuatan yang dilakukan oleh warga sekolah dalam berinteraksi menggunakan fasilitas yang ada di sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keremahan, toleransi,
kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikebangkan dalam budaya
sekolah. Sementara itu, menurut Kemendikbud tt: 18 dalam Konsep dan Pedoman
Penguatan Pendidikan Karakter PPK Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang merupakan kelanjutan dan kesinambungan dari
pendidikan nilai di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui tiga kegiatan yaitu: a.
Kegiatan Intrakurikuler Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh sekolah secara teratur dan terjadwal, yang wajib diikuti oleh setiap peserta didik. Kegiatan ini berisi berbagai kegiatan untuk meningkatkan Standar
Kompetensi Lulusan SKL melalui Kompetensi Dasar KD yang harus dimiliki peserta didik yang dilaksanakan sekolah secara terus menerus setiap hari sesuai
dengan kalender akademik. b.
Kegiatan Kokurikuler Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang terkait dan
menunjang kegiatan intrakurikuler, yang dilaksanakan di luar jadwal intrakurikuler. Tujuannya adalah agar peserta didik lebih memahami dan
47 memperdalam materi dalam kegiatan intrakurikuler. Kegiatan kokurikuler dapat
berupa penugasan, proyek, ataupun kegiatan pembelajaran lainnya yang berhubungan dengan materi intrakurikuler yang harus diselesaikan oleh peserta
didik. c.
Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pengembangan karakter yang
dilaksanakan di luar jam pelajaran intrakurikuler. Aktivitas ekstrakurikuler berfungsi menyalurkan dan mengembangkan minat dan bakat peserta didik
dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kearifan lokal, dan daya dukung yang tersedia.
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai pelaksanaa pendidikan nilai di sekolah, maka pelaksaan pendidikan nilai di sekolah dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan. Peneliti dalam penelitian ini mengacu pada pelaksanaan pendidikan nilai melalui pendekatan pendidikan nilai yang komprehensif,
pelaksanaan pendidikan nilai melalui pengintegrasian dalam mata pelajaran, dan pendidikan nilai di luar pembelajaran yaitu dalam budaya sekolah yang mencukup
berbagai aspek salah satunya yaitu kegiatan ektrakurikuler. Pendekatan pendidikan nilai meliputi pendekatan penanaman nilai inkulkasi; keteladanan;
pendekatan pembelajaran berbuat fasilitasi; pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai dan pendekatan klarifikasi nilai yang
merupakan bagian dari pengembangan keterampilan akademik dan sosial peserta didik.
48
B. Kajian tentang Nilai Nasionalisme