Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman yang dimilikinya. Luasnya wilayah Indonesia mengandung beraneka sumber daya alam, budaya, suku, bahasa daerah, dan adat istiadat yang berbeda-beda pada setiap daeranya. Tetapi, walaupun setiap wilayah berbeda-beda namun wilayah tersebut merupakan satu kesatuan sebagai negara Indonesia. Kesatuan yang dimiliki saat ini merupakan hasil perjuangan para pahlawan dalam mewujudkan kemerdekaan negara Indonesia. Negara Indonesia adalah satu kesatuan wilayah yang mempunyai bendera negara, bahasa negara, lambang negara, dan lagu kebangsaan serta dengan semboyang Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Keanekaragaman yang dimiliki negara Indonesia seringkali menimbulkan berbagai kasus yang terjadi di lapisan masyarakat, seperti konflik antar suku, agama, ras, dan golongan, serta tindakan anarkis yang terjadi baik pada orang dewasa, remaja, dan bahkan anak-anak. Selain itu juga semakin maraknya kasus korupsi di lembaga pemerintahan negara. Kasus inilah yang akan memudarkan rasa persatuan dan kesatuan negara Indonesia serta kecintaan kepada tanah air Indonesia. Salah satu cara untuk memupuk dan menjaga persatuan dan kesatuan serta cinta tanah air Indonesia adalah melalui pendidikan. Menurut Siswoyo, dkk 2013: 21, pendidikan berperan dalam menyiapkan manusia sebagai warga negara yang baik, yaitu warga negara yang menyadari dan melaksanakan semua 2 hak dan kewajibannya dengan baik. Dan melalui pendidikanlah diupayakan agar warga negara dapat menjadi patriotisme nasional. Kegiatan pendidikan mempunyai tujuan sehingga kegiatan pendidikan menjadi bermakna. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan akhir yang berlaku untuk semua kegiatan di lembaga pendidikan yang ada. Tujuan pendidikan nasional Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Makna tujuan pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya yaitu manusia yang baik dan cerdas. Baik dan cerdas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan sebab menjadi manusia yang baik saja ataupun cerdas saja itu tidak cukup. Secara utuh menjadi manusia yang baik dan cerdas dalam sikap, pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mulyana 2004: 117 menyatakan bahwa pendidikan sebagai usaha untuk mendewasakan manusia yang belum dewasa atau mengusahakan manusia agar lebih manusiawi. Dengan demikian, misi utama pendidikan adalah proses menyadarkan nilai-nilai kehidupan kepada anak didik sehingga antara nilai dengan pendidikan mempunyai hubungan fungsional. Proses tersebut dapat berlangsung secara integral dalam keseluruhan proses pendidikan yang kemudian 3 disebut dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai merupakan pendidikan yang membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh dalam masyarakat yang bertanggungjawab dan bersifat proaktif serta kooperatif Elmubarok, 2009: 19. Melalui pendidikan nilai manusia dapat menjadi pribadi yang unggul dalam aspek akademis, keterampilan, dan watak yang luhur. Pendidikan nilai inilah salah satu cara dalam membentuk manusia yang baik dan cerdas sebagai tujuan pendidikan nasional. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, sekolah adalah lembaga pendidikan yang mempunyai peranan besar dalam kelangsungan kehidupan suatu negara. Melalui sekolah dapat dilakukan penanaman nilai-nilai positif kepada siswa. Tentunya harus ada kerjasama antara kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa dalam penanaman nilai-nilai positif. Akan tetapi, guru merupakan sosok yang berpengaruh cukup besar terhadap keberlangsungan dan keberhasilan dalam pendidikan di sekolah. Guru dalam proses pendidikan mempunyai dua tugas yaitu mendidik dan mengajar Siswoyo, dkk., 2013: 121. Di mana tugas mendidik ini berkaitan dengan proses transformasi nilai-nilai dan pembentukan pribadi, sedangkan tugas mengajar ini berkaitan dengan proses transformasi ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada siswa. Guru adalah sosok yang sangat penting di lingkungan sekolah. Saat di sekolah, maka peran orang tua dalam keluarga menjadi tugas guru. Pendidikan nilai-nilai pada anak dilakukan oleh guru sebagai pendidik anak di sekolah. Oleh 4 karena itu, guru harus mempunyai kompetensi kepribadian dan sosial yang baik agar proses pendidikan nilai pada anak dapat berhasil. Pendidikan nilai akan lebih berhasil jika dilakukan dengan keteladan dari guru sebab jika hanya sebuah ucapan saja tanpa adanya tindakan maka anak akan sulit untuk menerimanya. Dan pada hakikatnya menurut Siswoyo, dkk 2013: 123, guru ditantang untuk senantiasa mengembangkan tanggung jawab moral dan ilmiah agar identitas kebudayaan nasional kita dapat bertahan dan berkembang dalam kompetisinya dengan perkembangan budaya-budaya asing. Berdasarkan pendapat Siswoyo tersebut, menanamkan nilai merupakan salah satu tanggung jawab guru. Salah satu nilai tersebut adalah nilai nasionalisme, dengan nilai nasionalisme diharapkan identitas kebudayaan nasional dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan saat ini telah banyak yang menunjukkan rendahnya nilai yang dimiliki oleh generasi sekarang. Salah satunya adalah nilai nasionalisme. Hal itu ditunjukkan dengan adanya anak-anak di sekolah yang tidak hafal teks Pancasila yang selalu dibacakan setiap hari Senin. Selain itu, rasa kecintaan terhadap kebudayaan nasional juga sudah mulai luntur. Hal tersebut terlihat pada kehidupan anak zaman sekarang yang lebih menyukai kebudayaan asing seperti lagu-lagu, bahasa dan cara berpakaian yang beberapa hal kurang sesuai dengan kebudayaan sendiri. Hal tersebut dilakukan oleh anak sekarang karena mengikuti gaya hidup yang ada di masyarakat. Padahal, jika hal seperti itu terus menerus dilakukan oleh masyarakat maka lama kelamaan identitas nasional kita akan hilang karena terganti dengan identitas asing. Seperti yang telah terjadi beberapa tahun kemarin, Forum Masyarakat Peduli Budaya Indonesia FORMASBUDI 5 mencatat setidaknya terdapat 10 kebudayaan Indonesia yang diklaim sebagai milik Malaysia tribunnews.com, 21 Februari 2015. Kesepuluh budaya tersebut adalah batik, lagu rasa sayange, reog Ponorogo, wayang kulit, kuda lumping, rendang padang, keris, angkulung, tari pendet, tari piring, dan gemalan Jawa. Kelalaian yang terjadi tersebut menjadi bukti bahwa semakin menurunnya nilai nasionalisme yang dimiliki generasi saat ini. Bangsa Indonesia memiliki budaya yang sangat kaya dari berbagai kebudayaan setiap daerah. Tetapi saat ini tidak mempunyai kepercayaan diri terhadap kebudayaan lokalnya. Hal tersebut akan menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kehilangan identitas bangsanya, sehingga hanya menjadi sekumpulan orang yang tidak lagi mempunyai kebudayaan lokalnya. Tingginya arus globalisasi juga dikawatirkan akan mengikis rasa cinta pada kebudayaan, dan karekter bangsa. Kemerosotan karakter telah menyebabkan menurunya rasa nasionalisme pada generasi muda sekarang. Di mana terjadi kecenderungan para generasi muda sekarang yang tidak mengerti sulitnya para pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Dengan semangat persatuan dan kecintaan terhadap tanah air, para pahlawan rela berjuang demi kepentingan bangsa. Semangat para pahlawan kemerdekaan merupakan wujud rasa nasionalisme yang harus diteladani oleh generasi penerus bangsa. Nasionalisme menurut Sunarso, dkk 2013, 38 merupakan perwujudan semangat persatuan dengan dasar cita-cita hidup bersama dalam satu negara nasional. Dimilikinya nilai nasionalisme dapat mencegah adanya perpecahan, pengklaiman budaya Indonesia, kehilangan identitas bangsa. 6 Presiden Joko Widodo menekankan perlunya pendidikan nasional fokus pada pembentukan karakter bangsa sebab nasionalisme, rasa kebersamaan dan persatuan, demokrasi dan sikap kemandirian saat ini dirasa semakin mengkhawatirkan Kompas, 27 Oktober 2016. Sejalan dengan hal itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud Muhadjir Effendy sedang mematangkan konsep Penguatan Pendidikan Karakter PPK sebagai upaya revitalisasi pendidikan karakter yang telah berlangsung sejak tahun 2010. Terdapat lima nilai utama karakter yang menjadi prioritas pada PPK yaitu religius, nasionalis, mandiri, integritas, dan gotong royong Kemendikbud.go.id, 10 Januari 2017. Nasionalisme merupakan salah satu bagian dari nilai utama karakter yang menjadi prioritas pada program PPK. Oleh karena itu, guru berperan dalam pelaksanaan pendidikan nilai nasionalisme kepada siswa di sekolah. Pendidikan nilai nasionalisme merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan agar generasi saat ini berjiwa nasionalisme yang kuat. Melalui pendidikan nilai dapat dilakukan pembiasaan dan keteladanan mengenai bagaimana menjadi warga negara Indonesia yang berjiwa nasionalisme. Kedua hal itu merupakan hal penting yang harus diupayakan dalam pendidikan nilai sebab tantangan pendidikan di Indonesia saat ini yaitu berkaitan dengan apa yang dilihat dan didengarkan oleh anak. Sementara tantangan pendidikan nilai sendiri yaitu implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada koordinasi antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masayarakat dalam pelaksanaan pendidikan nilai. Pendidikan nilai nasionalisme merupakan salah satu upaya untuk mengatasi hilangnya nasionalisme pada generasi saat ini. 7 Pendidikan nilai nasionalisme telah diupayakan untuk ditanamkan pada beberapa sekolah. Peneliti telah melakukan observasi pada dua sekolah dasar negeri yang ada di Yogyakarta yaitu SD X dan SD Y. Kedua SD tersebut telah mengupayakan menanamkan nilai secara nyata. Salah satu upayanya adalah menanamkan nilai patriotisme di sekolah tersebut dengan apel pagi pada jam 07.00 WIB secara rutin. Kegiatan apel pagi dilakukan dengan cara menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Akan tetapi, kedua sekolah tersebut masih menggunakan kurikulum ganda yaitu kurikulum 2006 KTSP untuk kelas II, III, V, dan VI. Sedangkan untuk kelas I dan IV sudah menggunakan kurikulum 2013. Padahal, nilai nasionalisme secara jelas termuat dalam kurikulum 2013 pada Kompetensi Inti sikap sosial untuk kelas V dan VI yaitu menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan tetangganya serta cinta tanah air. Dapat diketahui bahwa dalam kurikulum 2013 memuat nilai nasionalisme yang harus diintegrasikan dalam setiap pembelajaran. Dan pendidikan nilai nasionalisme tidak hanya diintegrasikan dalam kegiatan rutin sekolah saja. Oleh karena itu, peneliti memilih kelas V dimana Kompetensi Inti sikap sosial pada kelas V sudah mencakup sikap sosial dalam lingkup nasional. Sementara kelas sebelumnya baru dalam lingkup lokal atau sekitarnya. Pentingnya nilai nasionalisme di sekolah menarik peneliti untuk mengamati SD Negeri 1 Pandowan. Hal tersebut karena SD Negeri 1 Pandowan sebagai sekolah percontohan di kecamatan Galur Kulon Progo yang telah menggunakan kurikulum 2013 sejak tahun 2014. Dan saat ini sudah mengimplementasikan 8 kurikulum 2013 untuk semua jenjang kelas. Dan tentunya juga telah mengimplementasikan pendidikan nilai nasionalisme sebagaimana sekolah lainnya. Selain itu, SD Negeri 1 Pandowan mempunyai visi “Unggul dalam prestasi, mampu berkreasi menuju hidup mandiri berdasar kan iman dan taqwa”. Adapun visi tersebut dijabarkan dalam empat indikator sebagai berikut: 1. Unggul dalam bidang akademik yang dicapai melalui ketekunan dan kejujuran. 2. Unggul dalam ketrampilan, kesenian, budaya dan kerajinan serta menguasai teknologi untuk mampu hidup mandiri. 3. Unggul dalam berbangsa, bernegara, dan cinta tanah air. 4. Unggul dalam bidang keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan indikator visi sekolah tersebut dapat diketahui pada poin tiga bahwa sekolah tersebut mempunyai visi untuk mengambangkan nilai nasionalisme di sekolah yaitu unggul dalam berbangsa, bernegara, dan cinta tanah air. Berdasarkan pemikiran tersebut, peneliti melakukan observasi dan wawancara di SD Negeri 1 Pandowan pada hari Selasa, 14 Februari 2017. Berdasarkan hasil observasi di kelas V, peneliti menemukan bahwa di dalam ruang kelas tersebut terdapat beberapa benda yaitu bendera merah putih, lambang negara, foto presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar alat musik tradisional, gambar tokoh pahlawan, gambar macam-macam motif batik, hasil karya siswa, dan peta ASEAN. Selain itu, yang lebih menarik lagi yaitu pada gapura sekolah juga terdapat motif batik yang ada di Indonesia. Kesemuanya itu merupakan upaya sekolah dalam menanamkan kecintaan kepada identitas dan kebudayaan bangsa Indonesia. 9 Pada kegiatan pembelajaran guru juga telah menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa baik dengan penanaman nilai seperti nasehat guru yang menyatakan bahwa jangan pernah takut untuk sesuatu yang baik. Selain itu, siswa juga diminta berdiskusi bersama temannya untuk menganalisis sikap kepahlawanan dari tokoh Penyu dalam ceri ta “Penyu menjadi Pahlawan”. Dalam menganalisis, siswa juga diminta untuk menunjukkan bukti yang ada dalam cerita tersebut. Dengan demikian, siswa menemukan sendiri sikap-sikap kepahlawanan dalam cerita tersebut yang kemudian dapat diteladani oleh siswa. Peneliti juga mendapatkan beberapa informasi melalui kegiatan wawancara singkat dengan guru kelas V SD Negeri 1 Pandowan. Berdasarkah hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa SD Negeri 1 Pandowan telah berupaya menanamkan nilai karakter di sekolah dalam beberapa program, seperti kegiatan rutin dipagi hari dan siang hari dengan berdoa, tadarus bersama, literasi, menyanyikan lagu nasional, piket kelas; dan kegiatan ektrakurikuler pramuka, batik, tari, dan qiroah. Kesemua program tersebut tidak lepas dari peran guru dan sekolah dalam upaya menanamkan nilai nasionalisme kepada siswa di sekolah. Berdasarkan paparan di atas mengenai hasil observasi dan wawancara di kelas V SD Negeri 1 Pandowan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di kelas tersebut. Peneliti ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan nilai nasialisme di kelas V SD Negeri 1 Pandowan Galur Kulon Progo yang merupakan sekolah percontohan di kecamatan Galur Kulon Progo dan telah mengimplementasikan kurikulum 2013 sejak tahun 2014, serta memiliki salah satu indikator visi “Unggul dalam berbangsa, bernegara, dan cinta tanah air”. Oleh 10 karena itu, peneliti mengangkat judul “Pendidikan Nilai Nasionalisme di SD Negeri 1 Pandowan Galur Kulon Progo”.

B. Identifikasi Masalah