Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berkembangnya dunia pendidikan saat ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Persaingan antar negara pada era global mengharuskan semua masyarakat sadar akan pendidikan. Dengan peningkatan kualitas pendidikan, diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat. Dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan peserta didik dalam menampilkan keunggulan dirinya yang cerdas, kreatif serta mandiri. Untuk menciptakan peserta didik yang unggul tersebut, pendidikan harus berorientasi untuk menciptakan generasi muda yang mandiri dengan memberikan pendidikan yang bermutu. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah satunya yaitu pengembangan pendidikan yang berdimensi keunggulan. Pendidikan harus disesuaikan dengan bakat dan kemampuan anak peserta didik. Implikasinya adalah bahwa bagi mereka yang memiliki kecerdasan dan bakat- bakat yang luar biasa diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Perhatian khusus kepada peserta didik yang berpotensi cerdas atau bakat istimewa selaras dengan fungsi utama pendidikan, yaitu mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Melalui penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan dan atau berbakat istimewa yang selanjutnya disingkat menjadi pendidikan khusus bagi perserta didik CI BI, diharapkan potensi- potensi yang selama ini belum dikembangkan secara optimal akan tumbuh dan menunjukkan kinerja yang baik. Pendidikan khusus bagi peserta didik CIBI Cerdas Istimewa Bakat Istimewa di Indonesia sendiri dikenal dengan program Akselerasi, yaitu program percepatan belajar Depdiknas,2007:2. Pendidikan khusus bagi peserta didik CI BI ini dilatarbelakangi dari hasil penelitian Herry dkk 1996 terhadap peserta didik SD di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung dan Kalimantan Barat, menunjukkan bahwa 22 dari peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berisiko 2 tinggal kelas nilai rata- rata rapornya kurang dari 6,00. Demikian pula hasil penelitian terhadap peserta didik SMP di empat provinsi yang sama menunjukkan bahwa 20 dari peserta didik SMP yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa juga berisiko tinggal kelas. Sementara itu, hasil penelitian Yaumil Achir 1990 di jakarta terhadap peserta didik SMA yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa menunjukkan bahwa sekitar 38,7 dari sampel tergolong underachiever, yaitu tidak maksimalnya kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik CIBI kondisi berprestasi rendah. Dari hasil penelitian tersebut maka muncullah perhatian khusus dari pemerintah akan jaminan pelayanan pendidikan bagi peserta didik cerdas dan atau berbakat istimewa tersebut Depdiknas, 2007:24. Jaminan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat akademik intelektual atau lazim disebut peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa CI BI mulai tampak sejak diterbitkannya Undang- undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Penegasan yang dimaksud secara eksplisit dinyatakan pada pasal 24, yaitu “setiap peserta didik pada satuan pendidikan mempunyai hak- hak sebagai berikut: Ayat 1 Mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; Ayat 2 Mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri, maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah diberlakukan; Ayat 6 Menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan”. Tingkat keseriusan pemerintah tampak dalam pemberian pelayanan pendidikan anak berbakat yang selalu dituangkan dalam setiap GBHN periode lima tahunan. Dalam GBHN tahun 1998 dinyatakan bahwa “peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa mendapat perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa mengabaikan potensi peserta didik lainnya”. Bertolak dari amanat- amanat itu, Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas tahun 2000 yang bertepatan dengan hari 3 Pendidikan Nasional, mencanangkan program percepatan belajar untuk SD, SMP dan SMA Reni Akbar- Hawadi,2004:19. Pembelajaran yang dilaksanakan pada program Akselerasi sama halnya dengan pembelajaran pada program regular. Proses pembelajaran tersebut melalui beberapa tahap, yaitu persiapan preparation, implementasi implementation, dan evaluasi evaluation. Tahap persiapan preparation adalah tahapan dimana seorang guru mempersiapkan Bahan Ajar, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Silabus dan Media Pembelajaran. Tahap Implementasi Implementation yaitu tahapan penggunaan segala sesuatu yang sudah dipersiapkan guru pada tahap persiapan. Sedangkan tahap evaluasi evaluation adalah tahapan dimana seorang guru melakukan penilaian terhadap hasil belajar peserta didik. Menurut Suharsimi Arikunto, “Prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, yaitu: a tujuan pembelajaran; b kegiatan pembelajaran; c evaluasi 2010:24. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain. Keberhasilan dari suatu kegiatan belajar mengajar dapat dilihat pada tujuan pembelajaran dengan hasil evaluasinya, melalui kegiatan belajar mengajar. Kegiatan evaluasi hasil belajar memerlukan data yang diperoleh melalui kegiatan pengukuran. Kegiatan pengukuran memerlukan alat ukur atau instrumen yang diharapkan menghasilkan data yang sahih dan andal. Kegiatan evaluasi hasil belajar dilakukan dalam bentuk tugas- tugas rumah, kuis, ulangan harian, ulangan tengah semester dan akhir semester. Keberhasilan kegiatan evaluasi belajar sangat bergantung pada instrumen tes yang digunakan. Instrumen tes memiliki peran penting dalam mengukur hasil belajar siswa. Sehingga diperlukan instrumen tes yang baku yaitu suatu instrumen tes yang telah melalui beberapa percobaan dan telah diuji akurasinya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Apabila instrumen tes yang digunakan kurang baik, maka akan berdampak pada hasil evaluasi yang kurang maksimal. Dari data yang diperoleh peneliti berupa contoh soal dari beberapa SMA yang memiliki program Akselerasi di wilayah Surakarta, ditemukan bahwa penulisan soal masih belum sesuai dengan aturan yang berlaku. Program 4 Akseleari mengharuskan guru untuk memberikan bobot materi jenjang C4 hingga C6. Sedangkan yang terjadi dilapangan adalah beberapa soal masih tergolong C2 maupun C3. Selain itu, panjang distraktor masih belum sama dan kalimat soal masih menimbulkan penafsiran yang berbeda. Dari contoh soal tersebut ditemukan pula penyebaran soal dengan jenjang C4, C5 maupun C6 tidak merata. Penilaian hasil belajar peserta didik di sekolah menggunakan tes buatan guru bidang studi. Padahal instrumen tes buatan guru bidang studi belum teruji. Guru memberikan soal evaluasi yang belum memenuhi standar baku suatu tes karena belum melalui serangkaian uji tes. Kebanyakan guru hanya mengira- ira tingkat kesulitan soal evaluasi tanpa memprtimbangkan patokan tingkat kesulitan kognitif tes C1-C6 Taksonomi Bloom. Apabila tes yang mudah ditujukan pada sekelompok subjek yang memiliki kemampuan tinggi, maka tidak akan menghasilkan suatu akurasi sebab tidak sesuai dengan levelnya. Begitupun sebaliknya, tes yang sulit tidak akan cocok apabila ditujukan pada sekelompok subjek yang memiliki kemampuan rendah. Tes yang baik adalah suatu tes yang mampu mengukur tingkat kemampuan subjek sasaran. Pada program Akselerasi proses pembelajarannya menuntut high level thinking yaitu level berpikir tinggi, sehingga mengharuskan guru menetapkan bobot materi juga harus bertipe C4 analisis dan jika dimungkinkan sampai C6 evaluasi. Penilaian yang digunakan dalam pendidikan khusus bagi peserta didik CI BI adalah penilaian otentik Authentic Assesment , yaitu proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa Depdiknas,2007:58. Salah satu cara untuk melakukan penilaian otentik adalah dengan melakukan tes formatif. Tes formatif adalah tes hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah terbentuk setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam waktu tertentu Anas Sudijono, 1995:71. Tes formatif ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Informasi yang dihasilkan dari suatu hasil tes dapat dijadikan umpan balik untuk menyempurnakan proses pembelajaran. Menurut penelitian Ajogbeje 2013, tes formatif memberikan dampak yang positif terhadap kebiasaan belajar siswa. Siswa akan lebih konsisten belajar setiap 5 hari dibandingkan jika mengerjakan tes dalam jangka waktu mingguan ataupun periode tiga mingguan. Sedangkan menurut Dufresne, dkk 2011 dalam penelitiannya, disimpulkan bahwa guru harus memakai item instrumen tes berkualitas yang cocok dengan peserta didik. Salah satunya dengan menggunakan tes formatif, sebab tes formatif memusatkan pada proses pembelajarannya. Dari uraian fakta diatas maka perlu adanya pengembangan instrumen tes formatif bagi sekolah khusus akselerasi agar menghasilkan tes yang baku yag cocok untuk mengukur kemampuan peserta didik CI BI yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa. Instrumen tes baku adalah suau instrumen yang telah melalui beberapa percobaan dan telah diuji akurasinya baik secara kualitatif maupun kuantitatif Suharsimi,2009:35. Sehingga diharapkan guru dapat menggunakan instrumen te yang baik tersebut untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik CI BI dan dapat dijadikan sebagai patokan oleh guru Akselerasi dalam membuat instrumen tes.

B. Identifikasi Masalah