Prosedur Kerja UJI EKSTRAK DAUN MARA TUNGGAL (Clausena excavata Burm F.) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L.)).

38 V2 = Volume air M1= Konsentrasi ekstrak daun mara tunggal yang akan dibuat M2 = Konsentrasi ekstrak daun mara tunggal 100 Pembuatan ekstrak 20 , maka: � � = � � VI = 100 20 100 V1 = 100 x 20 100 V1 = 20 ml Pembuatan dosis ekstrak daun mara tunggal konsentrasi 20 adalah campuran 20 ml ekstrak + 80 ml air. Pembuatan variasi konsentrasi ekstrak Ekstrak daun mara tunggal Clausena excavata Burm F. dengan tiga dosis yaitu: a. Ekstrak daun mara tunggal Clausena excavata Burm F. 17,5 17,5 ml ekstrak starter daun mara tunggal dicampur dengan 87,5 ml air. b. Ekstrak daun mara tunggal Clausena excavata Burm F. 20 20 ml ekstrak starter daun mara tunggal dicampur dengan 80 ml air. c. Ekstrak daun mara tunggal Clausena excavata Burm F. 22,5 22,5 ml ekstrak starter daun mara tunggal dicampur dengan 77,5 ml air. 39 7. Aplikasi perlakuan Aplikasi dilakukan setelah satu hari hama diinfeksikan. Aplikasi penyemprotan menggunakan handsprayer dengan volume 40 ml setiap tanaman dan waktu penyemrotan dilakukan pada sore hari pukul 15.00 – 17.00 WIB. Penyemprotan diaplikasikan pada daun, batang, tanah dan dilakukan pada waktu sore hari karena larva Spodoptera litura aktif makan pada saat malam hari. Penyemprotan dilakukan setiap 2 hari sekali. Selain itu, peneliti menggunakan insekisida kima untuk mengetahui perbandingan dengan insektisida nabati dengan dosis sesuai anjuran pakai yakni 0,0025 . 8. Pengamatan a. Persentase Mortalitas Larva Spodoptera litura Larva yang mati adalah larva yang tidak bergerak lagi. Pengamatan dilakukan 1 hari setelah penyemprotan. Penyemprotan dilakukan sebanyak 2 hari sekali. Persentase mortalitas dihitung dengan rumus: M = a x 100 N Keterangan: M = Prosentase Mortalitas a = Jumlah hama yang mati N = Jumlah hama yang diinfeksikan b. Persentase Larva instar III Spodoptera litura yang Menjadi Pupa Persentase larva yang menjadi pupa dihitung dengan menggunakan rumus: P = p x 100 N 40 Keterangan: P = Presentase Pupa p = Jumlah larva Instar III yang menjadi pupa N = Jumlah hama yang diinfeksikan.

F. Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis Homogenitas dan Normalitas lalu dilanjutkan Uji One Way Anova Analysis of Variance untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila hasil uji ANOVA menunjukkan hasil signifikan atau beda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji DMRT Duncan Multiple Range Test dengan taraf 5 untuk mengetahui perbedaan antar masing- masing perlakuan Suhandoyo, 2010:6. 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Ekstrak Daun Mara Tunggal Clausena excavata Burm F.

terhadap Mortalitas Hama Spodoptera litura Berdasarkan penelitian, dilakukan pengamatan mortalitas hama Larva Instar III Spodoptera litura pengamatan dilakukan tiga hari setelah infeksi hama, yakni satu hari setelah penyemprotan dengan ekstrak daun mara tunggal yang pertama. Pengamatan ke dua dilakukan pada satu hari setelah penyemprotan ke dua. Berikut adalah data mortalitas larva yang dihasilkan selama perlakuan.

1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Spodoptera

litura Data pengamatan mortalitas larva selama perlakuan dengan dua kali pengamatan beserta persentase mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura Jumlah hama diinfeksikan Dosis Pengamatan ke- Sub Total Mortalitas Jumlah Total Mortalitas Persentase Mortalitas 25 1 2 25 17,5 1 2 14 56 2 12 25 20 1 4 21 84 2 17 25 22,5 1 5 25 100 2 20 25 Pestisida Sintetik 1 25 25 100 2 Keterangan : Penyemprotan : Penyemprotan 1 : Rabu, 08 Februari 2017 Penyemprotan 2 : Jum’at, 10 Februari 2017 Pengamatan : Pengamatan Ke-1 : Kamis, 09 Februari 2017 Pengamatan ke-2 : Sabtu, 11 Februari 2017 42 Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis bioinsektisida yang diberikan memberikan efek jumlah mortalitas yang semakin tinggi juga. Hal tersebut berkaitan dengan konsentrasi bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun mara tunggal. Dosis optimal pemberian insektisida nabati adalah 20 dan 22,5 . Mortalitas terbanyak terjadi setelah penyemprotan kedua atau pengamatan hari ke 4 setelah infeksi. Penelitian uji ekstrak daun mara tunggal Clausena excavata Burm F. menunjukkan adanya perbedaan jumlah mortalitas larva instar III Spodoptera lituratera litura yang diinfeksikan pada tanaman sawi. Dilihat dari Tabel 2, konsentrasi 20 mampu mematikan larva Spodoptera litura sebanyak 84 dan konsentrasi 22,5 dapat mematikan larva sebanyak 100 . Menurut Mumford dan Norton 1981; Permana, dkk. 2016:5, suatu insektisida dikatakan efektif apabila mampu mematikan minimal 80 serangga uji. Berikut adalah diagram grafik mortalitas larva setelah perlakuan. Gambar 5. Grafik Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura 2 4 5 12 17 20 20 40 17.50 20 22.50 Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura Pengamatan 1 Pengamatan 2 43 Dari Gambar 5, terlihat bahwa larva banyak mati pada pengamatan ke 2, yakni setelah dilakukan dua kali penyemprotan. Pemberian ekstrak daun mara tunggal sebagai bioinsektisida memberikan efek insektidal pada hama. Larva cukup lama untuk bisa mati dengan teknik penyemprotan, hal tersebut diduga efek racun dalam tubuh serangga bekerja secara lamban karena dosisnya yang cukup rendah. Berdasarkan pengamatan, larva kebanyakan mati pada hari ke empat setelah infeksi, sesuai dengan pernyataan Sinaga 2009:15, bahwa insektisida nabati cepat terurai dan kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering. Sesuai dengan hal tersebut, serangga dapat mati setelah disemprot sebanyak 2 kali, sedangkan menggunakan Pestisida Sintetik, serangga langsung mati dalam kurun waktu 2 jam setelah penyemprotan. Setiap tanaman mengandung zat metabolit sekunder dengan konsentrasi berbeda-beda, bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah zat metabolit sekunder yang mengenai kulit semakin banyak, sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian serangga lebih banyak. Tanaman yang berinteraksi dengan serangga menyebabkan adanya usaha mempertahankan diri sehingga tanaman mampu memproduksi metabolit sekunder untuk melawan serangga hama. Dengan adanya zat bioaktif yang dikandung oleh tanaman yang dibuat bioinsektisida akan menyebabkan aktivitas larva terhambat, sesuai pengamatan ditandai dengan gerakan larva lamban, tidak memberikan respon gerak, nafsu makan kurang dan akhirnya mati Sutoyo, 1997; Sinaga, 2009:16.