Sesuai dengan Syarat Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, maka makanan jajanan yang dijajakan di sekitar Sekolah Dasar SD Kelurahan Timbang Deli
Kecamatan Medan Amplas belum memenuhi syarat kesehatan. Menurut Kepmenkes RI 2003 higiene sanitasi merupakan upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
Mengingat pentingnya makanan bagi tubuh, maka sangat perlu diperhatikan aspek higiene dan sanitasi makanan tersebut, dengan adanya higiene dan sanitasi
makanan yang baik, maka akan dihasilkan makanan dengan kualitas baik juga Utami dkk, 2011.
5.2 Kandungan Bakteri Escherichia coli pada Makanan Jajanan
Kandungan bakteri Escherichia coli pada makanan jajanan yang dijajakan di sekitar Sekolah Dasar SD Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan
Amplas diharapkan memenuhi standar yang mengacu pada Permenkes RI No. 1096MENKESPERVI2011 yaitu menunjukkan angka kuman Escherichia coli 0
nol melalui pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada makanan jajanan
yang dijajakan di Sekolah Dasar SD Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas, dari 10 sampel makanan jajanan terdapat 9 sampel yaitu Sampel I Es
Jagung, Sampel II Air Es, Sampel III Tahu Bakar, Sampel IV Es Buah, Sampel V Mie Goreng, Sampel VI Air Es, Sampel VII Lontong, Sampel VIII
Air Es
,
Sampel IX Telur Dadar Gulung yang mengandung bakteri Escherichia coli berkisar antara 8,8
Universitas Sumatera Utara
sampai 240 koli tinja dan hanya Sampel X yakni Bakso Kuah Kari yang tidak mengandung bakteri Escherichia coli.
Pembahasan dari masing-masing penjual makanan jajanan mengenai faktor- faktor risiko sehingga makanan jajanan tersebut tercemar bakteri Escherichia coli
adalah sebagai berikut: 1.
Penjual Es Jagung Penjual es jagung memiliki kuku yang tidak bersih dan tidak mencuci tangan
setiap kali hendak menjamah makanan. Ia juga tidak memiliki tempat untuk menyimpan peralatan, sehingga sedotan dan plastik untuk wadah es hanya di gantung
atau diletak begitu saja padahal lokasi berjualan tepat di pinggir jalan dan tidak terhindar dari debu. Penutup wadah yang digunakan juga tidak bersih, sehingga
berisiko mencemari minuman tersebut. 2.
Penjual Air Es I Penjual air es beraneka rasa ini tidak memiliki tangan, kuku dan pakaian yang
bersih ketika berjualan, ia juga tidak mencuci tangan setiap kali hendak menjamah dagangannya. Penjual ini menggunakan cawan kecil untuk menuangkan air es
kedalam plastik, namun cawan kecil tersebut dimasukkan langsung ke dalam wadah air es karena tidak memiliki tempat untuk menyimpan peralatan, sehingga
memungkinkan kontaminasi silang dari tangan penjual ke cawan kecil lalu masuk ke wadah air es.
Lokasi berjualan yang terletak di pinggir jalan dan tidak memiliki tempat membuang sampah, menyebabkan minuman tersebut tidak terhindar dari debu.
Universitas Sumatera Utara
Penjual ini juga menjual jajanan berupa somboi yang tidak ada tanggal kadaluwarsanya dan tidak terdaftar di Departemen Kesehatan RI.
3. Penjual Tahu Bakar
Berdasarkan hasil observasi, penjual tahu bakar merokok ketika menjamah makanan serta tidak memiliki kuku yang bersih dan tidak mencuci tangan setiap kali
hendak menjamah makanan serta tidak memiliki tempat sampah. Tahu bakar sangat berisiko tercemar debu pada saat di bakar karena lokasinya tepat berada di pinggir
jalan. 4.
Penjual Es Buah Penjual es buah ini tetap berjualan meskipun sedang batuk tetap berjualan dan
memiliki kuku yang tidak bersih serta tidak mencuci tangan setiap kali hendak menjamah minuman. Lokasi berjualan juga berada di pinggir jalan dan tidak terhindar
dari debu. 5.
Penjual Mie Goreng Penjual mie goreng tidak mencuci tangan setiap kali hendak menjamah
makanan dan makanan yang dibungkus biasanya menggunakan daun pisang yang hanya di bersihkan dengan cara dilap menggunakan kain lap bersih. Penjual ini juga
tidak memiliki tempat untuk menyimpan peralatan, sehingga sendok diletakkan di atas meja tanpa ditutup dan piring serta peralatan lainnya diletakkan di dalam
keranjang di bawah meja, padahal lokasi berjualan berada di pinggir jalan dan sangat berisiko tercemar.
Universitas Sumatera Utara
6. Penjual Air Es II
Penjual air es beraneka rasa yang kedua ini tidak mencuci tangan setiap kali hendak menjamah dagangannya, tangan dan kukunya bersih tetapi kukunya tidak
pendek. Penjual ini sama seperti penjual air es yang pertama, menggunakan cawan kecil untuk menuangkan air es kedalam plastik, namun cawan kecil tersebut
dimasukkan langsung ke dalam wadah air es karena tidak memiliki tempat untuk menyimpan peralatan, sehingga memungkinkan kontaminasi silang dari tangan
penjual ke cawan kecil lalu masuk ke wadah air es. Lokasi berjualan yang terletak di pinggir jalan dan tidak memiliki tempat membuang sampah, menyebabkan minuman
tersebut tidak terhindar dari debu. 7.
Penjual Lontong Berdasarkan hasil observasi, penjual lontong tersebut tidak memiliki tangan
dan kuku yang bersih ketika berjualan, ia juga tidak mencuci tangan setiap kali hendak menjamah dagangannya serta tetap berjualan meskipun sedang batuk. Penjual
ini tidak menggunakan alat ketika menjamah makanan, dengan alasan supaya lebih cepat melayani pembeli, makanan yang dijajakan juga tidak selalu ditutup padahal
lokasi berjualan berada dipinggir jalan, sehingga makanan tersebut sangat berisiko terkontaminasi oleh pencemar.
8. Penjual Air Es III
Penjual air es beraneka rasa yang ketiga berikut ini tidak memiliki tangan dan kuku yang bersih ketika berjualan, ia juga tidak mencuci tangan setiap kali hendak
menjamah dagangannya. Penjual ini sama seperti penjual air es lainnya, menggunakan cawan kecil untuk menuangkan air es kedalam plastik, namun cawan
Universitas Sumatera Utara
kecil tersebut dimasukkan langsung ke dalam wadah air es karena tidak memiliki tempat untuk menyimpan peralatan, sehingga memungkinkan kontaminasi silang dari
tangan penjual ke cawan kecil lalu masuk ke wadah air es. Lokasi berjualan yang terletak di pinggir jalan dan tidak memiliki tempat membuang sampah, menyebabkan
minuman tersebut tidak terhindar dari debu. 9.
Penjual Telur Dadar Gulung Penjual ini tetap berjualan meskipun sedang menderita influenza dan tidak
mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan. Lokasi berjualan berada di pinggir jalan, tetapi makanan yang dijajakan tidak tertutupterbungkus sehingga
mudah tercemar, dengan alasan karena telur dadar gulung tersebut hanya ditiriskan sebentar saja dari minyak dan sebentar lagi akan ada yang membeli. Peralatan yang
digunakan untuk meniriskan makanan tersebut adalah wadah beralaskan koran. 10.
Penjual Bakso Kuah Kari Berdasarkan hasil pemeriksaan di Laboratorium, bakso kuah kari tidak
mengandung bakteri Escherichia coli. Hal ini bukan berarti higiene sanitasi penjual bakso kuah kari adalah baik, karena makanan ini dijajakan dalam keadaan panas.
Penjual ini sama seperti penjual yang lainnya, tidak mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan dan tidak menggunakan pakaian yang bersih. Ia juga
menggunakan kembali botol air kemasan yang dirancang hanya untuk sekali pakai, tidak memiliki tempat untuk membuang sampah dan lokasi terletak di pinggir jalan,
sehingga tidak terhindar dari debupencemaran.
Universitas Sumatera Utara
Kontaminasi bakteri pada makanan jajanan dapat terjadi karena seluruh penjamah makanan jajanan tidak mencuci tangan setiap kali hendak menjamah
makanan jajanan, terdapat juga beberapa penjamah makanan jajanan yang memiliki tangan dan kuku tidak bersih ketika menjamah makanan jajanan serta sarana untuk
menjajakan makanan jajanan yang tidak terhindar dari debupencemaran. Lokasi untuk menjajakan makanan jajanan berada tepat di pinggir jalan, sehingga sangat
mudah untuk terkontaminasi debu yang mengandung bakteri. Kontaminasi Escherichia coli pada makanan atau alat-alat pengolahan pangan
merupakan suatu praktik sanitasi yang kurang baik Supardi dkk, 1999. Apabila makanan yang tercemar Escherichia coli dikonsumsi, maka dapat menyebabkan diare
dan nyeri yang terkadang disertai demam dan muntah Arisman, 2009. Untuk mencegah pertumbuhan bakteri ini pada makanan, sebaiknya makanan
disimpan pada suhu yang rendah. Bakteri ini juga relatif sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemanasan makanan
Supardi dkk, 1999. Pencegahan lainnya juga dapat dengan menjaga higiene, makanan dimasak dengan baik dan mencegah air dari kontaminasi oleh tinjakotoran
atau bila perlu air diberi perlakuan khlorinasi Nurwantoro dkk, 1997.
5.3 Kandungan Rhodamin B pada Makanan Jajanan