Pengadaan Barang yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara

Kerugian negara bisa dalam bentuk potensial lose, maka unsur “dapat merugikan kerugian negara atau perekonomian negara” bertentangan atau tidak konsisten dengan unsur “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri,orang lain atau suatu korporasi”. Sebab unsur ini mensyaratkan bertambahnya keuntungan atau kekayaan harus benar-benar terjadi atau secara materil kekayaan dari pejabat atau pegawai negeri, orang lain, atau suatu korporasi itu menjadi bertambah dengan adanya penyalahgunaan wewenang. 122

3. Pengadaan Barang yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara

Kegiatan Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan negara salah satunya adalah dengan melakukan pengadaan barang yang diperlukan untuk mewujudkan pembangunan negara yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam kegiatan pegadaan barang kerap kali terjadi penyimpangan, salah satunya adalah penyalahgunaan wewenang yang dilakukakn oleh pejabat negara dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat menimbulkan kerugian keuangan negara sebagai akibat dari perbuatan tersebut. Perbuatan yang melawan hukum ini tindak pidana korupsi dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang yang merugikan keuangan negara banyak terjadi dikarenakan kesengajaan maupun kelalaian dari pihak yang melakukan kegiatan pengadaan barang tersebut. Hal ini telah dijelaskan dalam pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara menyatakan : 122 Ibid. Halaman 120 Universitas Sumatera Utara “Kerugian keuangan NegaraDaerah adalah kekurangan uang, surat berhrga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya akibatnya perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai” Isi Undang-Undang diatas menyatakan bahwa kerugian keuangan negaradaerah merupakan kekurangan yang dinilai dari uang, surat berharga, barang, dan perbuatan melawan hukum tersebut baik dilakukan sengaja ataupun lalai merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara. Karena kelalaian pejabat negara dalam melaksanakan tugas pengadaan barang yang menyebabkan kerugian keuangan negara dapat dipidana sesuai dengan ketentutan perundang- undangan yang merujuk pada ketentuan pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara. Dalam pengadaan barangjasa ada 3 tiga unsur yang dikategorikan sebagai praktek yang menyebabkan kerugian keuangan Negara. Pertama, penyalahgunaan wewenang yang dialkukan oleh pejabat yang berwenang ats pengadaan barangjasa tersebut. Kedua, memberikan keuntungan diri sendiri maupun orang lain atas pelaksanaan kegiatan pengadaan barangjasa tersebut. Ketiga, menimbulkan kerugian keuangan negara dalam pengadaan barangjasa tersebut. 123 Unsur-unsur yang diuraikan diatas terjadi karena adanya perbuatan – perbuatan pemicunya, sebagai berikut : 124 123 http:www.bppk.kemenkeu.go.idpublikasiartikel147-artikel-anggaran- danperbendaharaan20096-memahami-praktik-praktik-yang-memicu-tindak-pidana-dalam- pengadaan-barang-dan-jasa-pemerintah di akses pada tanggal 30 Maret 2015 pada pukul 12.00 124 ibid Universitas Sumatera Utara a. Penyuapan Penyuapan sebagai istilah sehari-hari yang dituangkan dalam Undang- Undang adalah sebagai suatu hadiah atau janji giften atau beloften yang diberikan atau diterima. Pelaku penyuapan dikategorikan menjadi penyuapan aktif active omkoping adalah jenis penyuapan yang pelakunya sebagai pemberi hadiah atau janji, sedang penyuapan pasif passive omkoping adalah jenis penyuapan yang pelakunya sebagai penerima hadiah atau janji. Penyuapan biasanya dilakukan oleh rekanan kepada bupati, walikota, gubernur, dirjen, menteri, pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, panitia penerima barang dan jasa, atau kepada anggota pokja ULP dengan tujuan agar pengelola pengadaan memenangkan penawaran dari rekanan dan supaya pengelola kegiatan menerima barangjasa yang diserahkan rekanan dimana kualitas dan atau kuantitasnya lebih rendah dibandingkan yang diperjanjikan dalam kontrak. b. Menggabungkan atau memecah paket pekerjaan Berkaitan dengan penggabungan dan pemecahan paket pekerjaan dalam pengadaan barangjasa bisa dilakukan dengan pertimbangan yang jelas dan sesuai dengan prinsip pengadaan yang efektif dan efisien. Pemecahan paket dapat dilakukan karena perbedaan target penyedia, perbedaan lokasi penerimapengguna barang yang cukup signifikan, atau perbedaan waktu pemakaian dari barang dan jasa tersebut. Universitas Sumatera Utara Pelanggaran – pelanggaran juga sering terjadi dalam hal penggabungan dan pemecahan paket ini. Oleh karena itu, pengguna anggaran memiliki larangan – larangan dalam melakukan hal tersebut yaitu antara lain : a. menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di beberapa lokasidaerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasidaerah masing- masing; b. menyatukan beberapa paket pengadaan yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya bisa dipisahkan danatau besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil; c. memecah Pengadaan BarangJasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari pelelangan; danatau d. menentukan kriteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang diskriminatif danatau dengan pertimbangan yang tidak obyektif. Larangan – larangan tersebut yang merujuk pada pasal 24 ayat 3 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah. c. Penggelembungan Harga Praktek penggelembungan harga ini diawali dari penentuan HPS yang terlalu tinggi karena penawaran harga peserta lelangseleksi tidak boleh melebihi HPS sebagaimana diatur pada pasal 66 Perepres 54 tahun 2010 dimana HPS adalah dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk Pengadaan BarangPekerjaan KonstruksiJasaLainnya dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran. Penyusunan HPS Universitas Sumatera Utara dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Merujuk pada Perpres 54 tahun 2010 diatur mengenai etika pengadaan dimana pada pasal 6 disebutkan salah satunya adalah menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa. Etika pengadaan tersebut menegaskan bahwa rekanan maupun pengelola pengadaan secara tegas dilarang melaksanakan pengadaan barangjasa yang dapat mengakibatkan pemborosan keuangan negara. Semua peristiwa tindak pidana pengadaan barang dan jasa hampir selalu mengakibatkan pemborosan. d. Mengurangi Kuantitas danatau Kualitas BarangJasa. Dalam kontrak selalu diatur tentang kuantitas dan kualitas barang dan jasa yang diperjanjikan, sehingga setiap usaha untuk mengurangi kuantitas atau kualitas barang dan jasa adalah tindak pidana. Pengurangan kuantitas dan kualitas ini seringkali dilakukan bersamaan dengan pemalsuan dokumen berita acara serah terima barang, dimana penyerahan barang diikuti berita acara yang menyatakan bahwa penyerahan barang telah dilakukan sesuai dengan kontrak. e. Penunjukkan Langsung. Penunjukan langsung adalah metode pemilihan penyedia barangjasa dengan menunjuk langsung 1 penyedia barangjasa yang memenuhi syarat. penunjukkan langsung dapat dilakukan dalam hal keadaan tertentu danatau pengadaan Barang khususPekerjaan Konstruksi khususJasa Lainnya yang bersifat khusus. Hal ini merujuk pada pasal 38 Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Universitas Sumatera Utara f. Kolusi Antara Penyedia dan Pengelola barangjasa. Dalam hal kolusi yang dapat memicu terjadinya tindak pidana ialah . Membuat spesifikasi barangjasa yang mengarah ke rekanan tertentu, MengaturMerekayasa Proses Pengadaan, dan Membuat syarat-syarat untuk membatasi peserta lelang. . Universitas Sumatera Utara BAB IV TINJAUAN YURIDIS HUKUM PIDANA TERHADAP PENGADAAN BARANG YANG MENYEBABKAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM KASUS DENGAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NOMOR 19Pid.Sus.K2014PT.MDN

A. Posisi Kasus 1. Kronologis Perkara

Dokumen yang terkait

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN)

6 100 148

Pembayaran Uang Pengganti Sebagai Salah Satu Bentuk Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

2 48 143

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn)

2 101 101

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Kewenangan Jaksa Pengacara Negara Dalam Gugatan Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi Yang Terdakwanya Meninggal Dunia (Studi Putusan No. Reg 02/Pdt. G/2010/PN.DPK)

0 55 105

Kewenangan Bpkp Dan Kejaksaan Dalam Penentuan Unsur Kerugian Keuangan Negara Terhadap Tindak Pidana Korupsi

0 78 186

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Sebagai Salah Satu Faktor Yang Meringankan Hukuman Dalam Tindak Pidana Korupsi

0 40 121

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pembayaran Uang Pengganti Sebagai Salah Satu Bentuk Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

0 0 29