Istilah Tindak Pidana Korupsi

hasilnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda, namun kenyataannya justru sangat memprihatinkan. 51 Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. 52 Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parahnya. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. 53

1. Istilah Tindak Pidana Korupsi

Penggunaan istilah korupsi dalam peraturan tersebut terdapat pada bagian konsiderannya, yang antara lain menyebutkan, bahwa perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara yang oleh khalayak ramai 51 http:syafieh74.blogspot.com201305korupsi-dan-perkembangannya-di- indonesia.html diakses tanggal 23 Februari 2015 pukul 23:42 52 Ibid, halaman 2 53 Rohim, SH, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Pena Multi Media, Jakarta, 2008, halaman 3 Universitas Sumatera Utara dinamakan korupsi. 54 Korupsi pertama kali dianggap sebagai tindak pidana di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 24 Prp. Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya, Undang-Undang ini dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan terakhir sejak tanggal 16 Agustus 1999 diganti denga Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 55 Tujuan pemerintah dan pembuatan undang-undang melakukan revisi atau mengganti produk legislasi tersebut merupakan upaya untuk mendorong institusi yang berwenang dalam pemberantasan korupsi, agar dapat menjangkau berbagai modus operandi tindak pidana korupsi dan meminimalisir celah-celah hukum, yang dapat dijadikan alasan untuk dapat melepaskan pelaku dari jeratan hukum. 56 Pemahaman atas hal tersebut sangat membantu mempermudah segala tindakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi, baik dalam bentuk pencegahan preventif maupun tindakan represif. Pemberantasan korupsi tidak hanya memberikan efek jera bagi pelaku, tetapi juga berfungsi sebagai daya tangkal. Secara umum perbuatan korupsi adalah suatu perbuatan yang melanggar norma-norma kehidupan bermasyarakat dimana dampak yang ditimbulkan sangat merugikan masyarakat dalam arti luas dan jika dibiarkan secara terus menerus, maka akan merugikan keuangan Negara perekonomian Negara yang 54 H. Elwi Danil. Opcit, halaman 5 55 Ibid. 56 Ibid. Universitas Sumatera Utara mengakibatkan Negara tersebut gagal dalam mencapai tujuan pembangunannya, yaitu menciptakan suatu masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Black ‘s Law Dictionary mendefenisikan korupsi sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hal-hak dari pihak lain. 57 Syed Husein Alatas mengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan benang merah yang menjekujuri dalam ativitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat. 58 Kartono memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber- sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan 57 Rohim, SH, Opcit, halaman 7 58 http:definisipengertian.com2012pengertian-definisi-korupsi-menurut-para-ahli halaman 1 Universitas Sumatera Utara pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. 59 Modus operandi dan pelaku dari tindak pidana korupsi, kejahatan korupsi bisa dikategorikan sebagai white collar crime dalam kategori kejahatan jabatan occupational crime. Kejahatan jabatan dapat ditujukan terhadap berbagai kepentingan hukum, baik kepentingan hukum dari masyarakat maupun kepentingan hukum dari individu-individu. Suatu cirri yang bersifat umum dari kejahatan jabatan tampak pada kenyataan bahwa semua kejahatan tersebut juga ditujukan terhadap kepentingan hukum dari Negara. 60 Pengertian korupsi secara huku m adalah “tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi”. 61 Syed Hussein Alatas mengemukakan secara sosiologis ada tiga tipe fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi, yakni penyuapan briebery, pemerasan, dan nepotisme. 62 Syed Hussein Alatas menjelaskan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut: 63 a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang; b. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka 59 http:syafieh74.blogspot.com201305korupsi-dan-perkembangannya-di- indonesia.html diakses tanggal 23 Februari 2015 pukul 23:42 60 P.A.F. Lamintang Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan dan Kejahatab Jabatan tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, halaman 7 61 Firman Wijaya, Opcit, halaman 7 62 Ibid. 63 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, halaman 1 Universitas Sumatera Utara yang berada dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya; c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan yang dimaksud tidak selalu berupa uang; d. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum; e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu; f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan public atau umum masyarakat; g. Setiap tindakan korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan. Selanjutnya ia mengembangkan 7 tujuh tipologi korupsi sebagai berikut: 64 1. Korupsi Transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara seorang pendonor denga resipien untuk keuntungan kedua belah pihak; 2. Korupsi Ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi; 3. Korupsi Investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang; 64 Chaerudin Dkk Editor Aep Gunarsa, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, PT Refika Aditama, 2008, halaman 2-3 Universitas Sumatera Utara 4. Korupsi Nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan kantor public maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat; 5. Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam insiders information tentang berbagai kebijakan public yang seharusnya dirahasiakan; 6. Korupsi Supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan; dan 7. Korupsi Defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan. Marwan membagi jenis tindak pidana korupsi dalam aspek sosiologis, yaitu : 65 1. Korupsi karena kebutuhan. Bagi karyawan dan pegawai rendahan pada umumnya melakukan korupsi karena terdorong dari kebutuhan pribadi yang terasa belum dapat dicukupi dari gaji mereka. Mulai dari mencuri peralatan kantor, memeras pelanggan, menerima suap sampai dengan mengkorupsi waktu kerja. 2. Korupsi untuk memperkaya diri. Biasanya dilakukan oleh golongan pejabat eselon didorong oleh sikap serakah, melakukan mark up terhadap pengadaan barang kantor dan melakukan berbagai pungutan liar. Penyebabnya karena gengsi, gaya hidup mewah, haus pujian dan kehormatan, serta tidak memiliki sense of crisis. 65 Marwan Mas, Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi, Galiah Indonesia, Bogor, 2014, halaman 12 Universitas Sumatera Utara 3. Korupsi karena ada peluang. Pejabat atau sebagian anggota masyarakat ketika mereka mengangap diberikan sedikit peluang akan memanfaatkan keadaaan tersebut, karena: a penyelenggara negara, khususnya pelayanan publik yang terlalu birokratis, b manajemen yang tidak terkordinasi, c pejabat atau petugas yang tidak bermoral. Mengacu pada uraian di atas, maka secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku korupsi terjadi di Indonesia karena hal berikut : 66 1. Sistem yang keliru. Negara yang baru merdeka selalu mengalami keterbatasan SDM, modal, teknologi, dan Manajemen. Oleh karena itu, perlu perbaikan atas sistem administrasi pemerintahan dan pelayanan masyarakat yang kondusif terhadap terjadinya korupsi. 2. Gaji yang rendah. Rendahnya gaji membuka peluang terjadinya korupsi. 3. Law enforecement tidak berjalan. Sering terdengar dalam masyarakat kalau pencuri ayam dipenjarakan, pejabat korup lolos dari jeratan hukum. Ini karena pejabat yang berwenang, khususnya penegak hukum mudah menerima suap dari koruptor atau pejabat yang membuat kesalahan. Akhirnya, koru psi berjalan secara berantai melahirkan apa yang disebut sebagai korupsi sistemik. 4. Hukuman yang ringan. Memang UU korupsi mengancam penjatuhan pidana mati, tetapi harus memiliki syarat tertentu, ancaman pidana penjara seumur hidup, denda yang besar, serta ancaman membayar uang pengganti sejumlah yang dikorupsi, tetapi kalau tidak mampu membayar dapat diganti subsidair 66 Ibid,halaman 12-13 Universitas Sumatera Utara dengan hukuman penjara ringan Pasal 18 UU Korupsi. Hal tersebut tidak memberikan efek jera dan tidak menimbulkan rasa takut bagi yang lain. 5. Tidak ada keteladanan pemimpin. Sebagai masyarakat agraris rakyat Indonesia cenderung paternalistik, yaitu mereka akan mengikuti apa yang dipraktikkan oleh pemimpin, senior, atau tokoh masyarakat. Tapi tidak adanya teladan yang baik dari pemimpin di Indonesia menyebabkan perekonomian di Indonesia masih dililit hutang dan korupsi. 6. Masyarakat yang apatis. Pemerintah mengeluarkan PP 68 1999 yang menempatkan masyarakat sebagai elemen penting dalam pemberantasan korupsi. KPK membentuk Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, yang antara lain bertugas menerima dan memproses laporan dari masyarakat.

2. Sejarah dan Perkembangan Peraturan Tindak Pidana Korupsi

Dokumen yang terkait

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN)

6 100 148

Pembayaran Uang Pengganti Sebagai Salah Satu Bentuk Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

2 48 143

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn)

2 101 101

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Kewenangan Jaksa Pengacara Negara Dalam Gugatan Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi Yang Terdakwanya Meninggal Dunia (Studi Putusan No. Reg 02/Pdt. G/2010/PN.DPK)

0 55 105

Kewenangan Bpkp Dan Kejaksaan Dalam Penentuan Unsur Kerugian Keuangan Negara Terhadap Tindak Pidana Korupsi

0 78 186

Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Sebagai Salah Satu Faktor Yang Meringankan Hukuman Dalam Tindak Pidana Korupsi

0 40 121

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pembayaran Uang Pengganti Sebagai Salah Satu Bentuk Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

0 0 29