Kajian kinerja pengelolaan hutan lindung

31 Tabel 7 Kerangka tujuan penelitian, pendekatan, komponen yang diamati dan teknik pengumpulan data dan informasi penelitian Tujuan penelitian Pendekatan Dasar teori Komponen yang diamati Pengumpulan data dan informasi 1. Keragaan wacana kebijakan daerah dalam pengelolaan hutan lindung 1. Teks. 2. Kognisi sosial. 3. Konteks sosial. Teori discourse Van Dijk 1996 Eriyanto 2001 1. Narasi kebijakan sebagai teks, terbagi dalam struktur makro, meso dan mikro. 2. Kognisipikiran dan kesadaran yang membentuk atau mempengaruhi teks kebijakan. 3. Struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan di masyarakat. 1. Wawancara. 2. Review dokumen dan studi pustaka. 2. Kesenjangan implementasi kebijakan daerah Modifikasi kriteria Forest Governance FAO – PROFOR 2011 PROFOR 2012 1. Teori kelembagaan 2. Teori property rights Ostrom Schlager 1996 3. Teori akses Ribot Peluso 2003 4. Teori stakeholders Ekawati et al. 2012 1. Kualitas kebijakan dan pengaturan kehutanan daerah. 2. Kerangka kerja perlindungan hutan terkait tenurial dan property rights. 3. Peran dan fungsi utama kerangka kerja kelembagaan. 4. Instrumen payoff pemerataan aliran manfaat sumber daya hutan lindung. 5. Partisipasi, kapasitas dan tindakan stakeholders . 6. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan. 7. Kapasitas dan tindakan stakeholders. 8. Administrasi sumber daya hutan. 1. Wawancara. 2. Review dokumen studi pustaka. 3. Observasi di lapangan. 9. Enforcement kebijakan hutan. 10. Administrasi tenurial dan property rights . 11. Mekanisme akses hutan. 3. Formulasi opsi strategi kebijakan dari aspek tenurial Tenurial dan kelembagaan 1. Teori kelembagaan 2. Teori property rights Ostrom Schlager 1996 3. Teori akses Ribot Peluso 2003 1. Karakteristik arena tenurial kawasan. 2. Makna tenure security bagi para pihak. 3. Kelembagaan pengelolaan. 4. Akomodasi akses masyarakat sekitar hutan dalam pemerataan aliran manfaat hutan. 1. Wawancara. 2. Observasi lapangan. 3. Review dan studi pustaka. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Hutan Lindung Kota Balikpapan a. Kondisi Umum Kota Balikpapan 1 Letak dan luas wilayah Wilayah Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, meliputi daratan seluas 530,30 km 2 dan laut seluas 160,10 km 2 . Ibukota pemerintahan berkedudukan di Balikpapan. Kota Balikpapan secara geografis terletak pada 1 00‟–1 50‟ LS dan 116 50‟–117 00‟ BT. Sedangkan secara administrasif, wilayah kota Balikpapan berbatasan dengan: Sebelah Utara : berbatasan dengan kabupaten Kutai Kartanegara Sebelah Timur : berbatasan dengan selat Makassar Sebelah Selatan : berbatasan dengan selat Makassar Sebelah Barat : berbatasan dengan kabupaten Penajam Paser Utara Elevasi bervariasi antara 0 –100 meter dari permukaan laut dpl dengan bentuk topografi yang didominasi dataran rendah berbukit, serta 42,33 luas wilayah daratannya memiliki kelerengan 15 –40 Bappeda dan BPS Kota Balikpapan 2013. Dan secara administrasif wilayah kepemerintahan kota Balikpapan terbagi dalam enam wilayah kecamatan dan 34 kelurahan. 2 Struktur pemerintahan UU No.27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang Undang Darurat No.3 Tahun 1953 tentang Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan, menjadi cikal bakal penetapan Kota Balikpapan sebagai Kotapraja di Daerah Tingkat I Kalimantan Timur. Selanjutnya di kemudian hari, lebih dikenal dengan sebutan Kota Balikpapan. Saat ini, Pemerintah Kota Balikpapan dipimpin oleh Walikota dan Wakil Walikota serta lima orang pimpinan DPRD. Guna mendukung kegiatan operasional pemerintahan daerah, Pemerintah Kota Balikpapan membentuk 67 Satuan Kerja Pemerintah Daerah SKPD yang terdiri atas 13 SKPD setingkat dinas, 14 SKPD setingkat badan atau kantor, enam SKPD setingkat kecamatan dan 34 SKPD setingkat kelurahan. Termasuk didalamnya, Badan Lingkungan Hidup BLH sebagai mitra kerja utama BP –HLSW DAS Manggar dalam pengelolaan HLSW dan DAS Manggar. Pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan memerlukan dukungan pembiayaan cukup besar, baik bersumber dari anggaran daerah maupun negara. Anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD Kota Balikpapan berdasarkan Perda No.17 Tahun 2014 tentang Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran TA 2013, meliputi pendapatan sebesar 2,42 trilyun rupiah, belanja daerah sebesar 2,42 trilyun rupiah serta pembiayaan netto sebesar 0.96 trilyun rupiah. Anggaran yang cukup besar bagi daerah yang tidak mengeksploitasi sumber daya alam sebagai basis utama penerimaan daerah. 33 3 Karakteristik kependudukan Kota Balikpapan memiliki karakteristik penduduk heterogen, baik dari ragam mata pencaharian, suku bangsa maupun agama. Komposisi penduduk Balikpapan didominasi oleh penduduk laki-laki. Jumlah penduduk Kota Balikpapan mengalami peningkatan drastis dari tahun ke tahun. Semula, tahun 2011 mencapai 557.579 jiwa dan bertambah menjadi 660.437 jiwa pada bulan Agustus 2013 atau meningkat sebesar 24,80 Bappeda dan BPS Kota Balikpapan 2013. Pada tahun 2011, kepadatan penduduk Balikpapan mencapai 1.051,44 jiwakm 2 sedangkan pada pertengahan tahun 2013 telah meningkat menjadi 1.312,21 jiwakm 2 atau mengalami peningkatan sebesar 24,80. Apabila luas daratan Balikpapan dikurangi dengan kawasan yang berfungsi lindung, maka kepadatan penduduk di kota Balikpapan meningkat drastis menjadi sebesar 31,69 menjadi 1.728,06 jiwakm 2 . Angka ini akan semakin meningkat apabila dikurangi lagi dengan kawasan industri, pusat perkantoran, fasilitas umum, lahan pertanian, dan fasilitas militer. Nurrochmat 2012 mengingatkan potensi kepemilikan lahan rata-rata per kapita penduduk Indonesia kurang dari 1 satu hektar, sekalipun seandainya seluruh daratan ini dikapling. Bahkan faktanya, dari seluruh luas daratan yang terbatas, hanya sekitar seperempatnya yang dapat dimiliki dan dimanfaatkan. Tentunya, hal ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh stakeholder , khususnya pemerintah daerah. Implikasi dari persoalan di atas akan menjadi beban utama pengambil kebijakan dalam menyusun dan memprediksi strategi penataan fungsi tata ruang, serta daya dukung lahan yang tepat, bermanfaat dan berkesinambungan. 4 Karakteristik pola ruang di kota Balikpapan Berdasarkan Pasal 39 Perda No.12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Balikpapan Tahun 2012 –2032 diketahui hutan lindung kota Balikpapan terdiri dari HLSW seluas 9.782 ha dan DAS Manggar seluas 4.999 ha, serta rencana perluasan HLSW seluas 1.402 ha Gambar 4. Pemerintah kota Balikpapan berkomitmen untuk mempertahankan konsistensi pola tata ruang sebesar 52 sebagai kawasan lindung dan 48 sebagai kawasan budidaya dari total luas daratan 50.330,57 ha. Kawasan lindung, meliputi hutan lindung seluas 14.393,82 ha 28,60; kawasan lindung privat seluas 3.444,88 ha 6,84; dan kawasan mangrove seluas 3.019,85 ha 6. Posisi hutan lindung sangat strategis, yakni tepat berada di bagian hulu sebelah utara wilayah kota Balikpapan yang berbatasan langsung dengan kabupaten Kutai Kartanegara. Mengacu Perda RTRW Kota Balikpapan, sebagai bagian rencana perwujudan pengembangan kawasan hutan lindung yang strategis, salah satunya dilaksanakan dengan mencegah alih fungsi lahan. Strategi perwujudan kelestarian fungsi kawasan lindung dalam Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat 4 hurf b dan c, dengan menjaga keberlanjutan hutan lindung dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat cekaman pengembangan kegiatan budidaya. Maknanya, kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung, seperti HLSW DAS Manggar akan diupayakan agar tidak terjadi perubahan fungsi di luar kawasan lindung. Selain itu, Walikota juga menetapkan kota Balikpapan sebagai kawasan bebas tambang batubara, berdasarkan Peraturan Walikota No.12 Tahun 2013.