Kajian formulasi opsi strategi kebijakan dalam konteks tenurial
                                                                                33
3 Karakteristik kependudukan
Kota  Balikpapan  memiliki  karakteristik  penduduk  heterogen,  baik  dari ragam  mata  pencaharian,  suku  bangsa  maupun  agama.  Komposisi  penduduk
Balikpapan  didominasi  oleh  penduduk  laki-laki.  Jumlah  penduduk  Kota Balikpapan  mengalami  peningkatan  drastis  dari  tahun  ke  tahun.  Semula,  tahun
2011  mencapai  557.579  jiwa  dan  bertambah  menjadi  660.437  jiwa  pada  bulan Agustus  2013  atau  meningkat  sebesar  24,80  Bappeda  dan  BPS  Kota
Balikpapan  2013.  Pada  tahun  2011,  kepadatan  penduduk  Balikpapan  mencapai 1.051,44  jiwakm
2
sedangkan  pada  pertengahan  tahun  2013  telah  meningkat menjadi 1.312,21 jiwakm
2
atau mengalami peningkatan sebesar 24,80. Apabila luas daratan Balikpapan dikurangi dengan kawasan yang berfungsi
lindung, maka kepadatan penduduk di kota Balikpapan meningkat drastis menjadi sebesar  31,69  menjadi  1.728,06  jiwakm
2
.  Angka  ini  akan  semakin  meningkat apabila dikurangi lagi dengan kawasan industri, pusat perkantoran, fasilitas umum,
lahan  pertanian,  dan  fasilitas  militer.  Nurrochmat  2012  mengingatkan  potensi kepemilikan  lahan  rata-rata  per  kapita  penduduk  Indonesia  kurang  dari  1  satu
hektar, sekalipun seandainya seluruh daratan ini dikapling. Bahkan faktanya, dari seluruh  luas  daratan  yang  terbatas,  hanya  sekitar  seperempatnya  yang  dapat
dimiliki dan dimanfaatkan. Tentunya, hal ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh
stakeholder
,  khususnya  pemerintah  daerah.  Implikasi  dari  persoalan  di atas  akan  menjadi  beban  utama  pengambil  kebijakan  dalam  menyusun  dan
memprediksi  strategi  penataan  fungsi  tata  ruang,  serta  daya  dukung  lahan  yang tepat, bermanfaat dan berkesinambungan.
4
Karakteristik pola ruang di kota Balikpapan
Berdasarkan Pasal 39 Perda No.12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah  RTRW  Kota  Balikpapan  Tahun  2012
–2032  diketahui  hutan  lindung kota  Balikpapan  terdiri  dari  HLSW  seluas  9.782  ha  dan  DAS  Manggar  seluas
4.999 ha, serta rencana perluasan HLSW seluas 1.402 ha Gambar 4. Pemerintah kota Balikpapan berkomitmen untuk mempertahankan konsistensi pola tata ruang
sebesar  52  sebagai  kawasan  lindung  dan  48  sebagai  kawasan  budidaya  dari total  luas  daratan  50.330,57  ha.  Kawasan  lindung,  meliputi  hutan  lindung  seluas
14.393,82 ha 28,60; kawasan lindung  privat  seluas 3.444,88 ha 6,84; dan kawasan mangrove seluas 3.019,85 ha 6.
Posisi  hutan  lindung  sangat  strategis,  yakni  tepat  berada  di  bagian  hulu sebelah  utara  wilayah  kota  Balikpapan  yang  berbatasan  langsung  dengan
kabupaten  Kutai  Kartanegara.  Mengacu  Perda  RTRW  Kota  Balikpapan,  sebagai bagian rencana perwujudan pengembangan kawasan hutan lindung yang strategis,
salah  satunya  dilaksanakan  dengan  mencegah  alih  fungsi  lahan.  Strategi perwujudan kelestarian fungsi kawasan lindung dalam Pasal 5 huruf d dan Pasal 6
ayat  4  hurf  b  dan  c,  dengan  menjaga  keberlanjutan  hutan  lindung  dan meningkatkan  fungsi  kawasan  lindung  yang  telah  menurun  akibat  cekaman
pengembangan  kegiatan  budidaya.  Maknanya,  kawasan  yang  sudah  ditetapkan sebagai kawasan lindung, seperti HLSW  DAS Manggar akan diupayakan agar
tidak terjadi perubahan fungsi di luar kawasan lindung.
Selain  itu,  Walikota  juga  menetapkan  kota  Balikpapan  sebagai  kawasan bebas  tambang  batubara,  berdasarkan  Peraturan  Walikota  No.12  Tahun  2013.
Walaupun,  potensi  batubara  di  Kota  Balikpapan  relatif  besar,  mencakup  hampir 60 dari wilayah daratan. Potensi aliran manfaat sumber daya  yang sangat besar
berpotensi  untuk  dieksploitasi.  Pola  penataan  ruang  kota  Balikpapan  memiliki potensi  risiko  bawaaan  tinggi.  Oleh  karenanya  diperlukan  konsistensi  komitmen
pimpinan  daerah  serta  dukungan  masyarakat  mempertahankan  keseimbangan tujuan dan keberlanjutan lingkungan dengan baik.
Sumber: Perda No.12 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Balikpapan Tahun 2012-2032
Gambar 4  Peta rencana pola ruang Kota Balikpapan tahun 2012-2032 Ketentuan umum peraturan zonasi rencana arahan pengendalian lahan dalam
Lampiran  V  Perda  No.12  Tahun  2012,  terutama  pada  hutan  lindung  hanya diperbolehkan  untuk  aktivitas  perlindungan  hutan  lindung,  suaka  alam,  wisata
alam,  wisata  pendidikan  dan  secara  terbatas  untuk  hutan  rakyat.  Implikasinya aktivitas  lain  seperti  kegiatan  budidaya  pertanian,  industri,  perekonomian,
perumahan, pertambangan tidak diperkenankan pada kawasan lindung.  Persoalan ini menjadi  salah satu  pokok bahasan penelitian  ini,  yakni mengenai  keselarasan
keberlanjutan  hutan  lindung  sebagai  kawasan  lindung  di  masa  mendatang  dan pemanfaatan bagi masyarakat yang sudah ada sebelum penetapan hutan lindung.
b.
Sejarah hutan lindung di Kota Balikpapan 1
Hutan Lindung Sungai Wain
Hutan  lindung  Sungai  Wain  atau  dikenal  dengan  HLSW  merupakan  hutan Dipterocarpa dataran rendah dengan keanekaragaman hayati yang unik dan khas.
35 Jenis  tegakan  dominan  HLSW,  antara  lain  bengkirai
Shorea  leavis
,  ulin
Eusideroxylon  zwageri
, kruing
Dipterocarpus  cornutus
dan nyatoh
Madhuca sp
.  Selain  itu,  terdapat  fauna  langka  seperti  macan  dahan
Neofelis  nebulosa
, beruang madu
Helarctos malayanus
, lutung merah
Presbytis rubicunda
, tarsius
Tarsius  bancanus
serta  primata  endemik  Kalimantan  yakni  bekantan
Nasalis larvatus
.  Termasuk  juga  berbagai  jenis  burung  endemik,  seperti  Tiong-Batu Kalimantan
atau
Bristlehead Pytiriasis gymnocephala
, pegar langka, pelatuk dan enggang.
Apabila  ditinjau  dari  sejarahnya,  HLSW  atau  sebelumnya  disebut  dengan nama  Sungai  Boegis  dan  Sungai  Wain  telah  ditetapkan  sebagai  Daerah  Tertutup
atau Hutan Tutupan oleh Sultan Kutai, berdasarkan keputusan No.4823-ZB1934 tanggal 15 Juni 1934 Gambar 5. Selanjutnya pada tahun 1947, dibangun waduk
Wain  oleh  perusahaan  pengolahan  minyak  bernama  Bataafsche  Petroleum Maatschappij. Pada akhirnya, sejak tahun 1972 dikelola oleh PT Pertamina
3
. Pada masa orde baru, areal kelompok hutan HLSW terbagi dalam dua kelompok hutan
lindung dan hutan produksi  yang dapat  dikonversi  dengan  masing-masing seluas ±3.295  ha  dan  ±6.100  ha.  Hal  ini  merujuk  lampiran  Surat  Keputusan  Menteri
Pertanian    No.24KptsUmI1983 tentang penetapan kelompok hutan di Provinsi Kalimantan Timur.
Selanjutnya  pada  tahun  1988,  Gubernur  Kalimantan  Timur  mengajukan usulan  agar  kelompok  hutan  produksi  yang  dapat  dikonversi  seluas  ±6.100  ha
ditetapkan  sebagai  satu  kesatuan  dalam  kelompok  hutan  lindung  Sungai  Wain. Usulan  ini  disetujuai  oleh  Menteri  Kehutanan  melalui  penetapan  Keputusan
Menteri  Kehutanan  No.118Kpts-VII1988  tentang  Pembentukan  Kelompok Hutan Lindung Sungai Wain Seluas ±6.100 ha yang terletak di Kotamadya DATI
II  Balikpapan,  Propinsi  DATI  I  Kalimantan  Timur  menjadi  Hutan  Lindung. Dengan demikian, luas kelompok hutan lindung Sungai Wain bertambah menjadi
seluas ±10.025 ha.
Lebih  lanjut  diketahui  kondisi  biofisik  HLSW  mengalami  penurunan  yang signifikan  pasca  kebakaran  hutan  tahun  1990an.  Situasi  ini  akhirnya
memunculkan  keprihatinan  yang  mendalam  bagi
civil  society
lokal  maupun internasional.  Kondisi  ini  akhirnya  menjadi  pendorong  dan  penekan  Pemerintah
Kota Balikpapan beserta
stakeholder
terkait untuk terlibat aktif dalam melindungi HLSW. Kesamaan kepentingan maupun tujuan inilah yang menjadi latar belakang
pernyataan  dan  sikap  bersama  atau  yang  kemudian  dikenal  sebagai  Deklarasi Sungai  Wain.  Deklarasi  yang  dilaksanakan  pada  tanggal  15  Maret  2001  tersebut
berbunyi:
“
Kami  semua  pihak  yang  hadir  pada  Rapat  Kerja  Pengelolaan  Hutan Lindung  Sungai  Wain  mendeklarasikan  bahwa  kami  sepakat  untuk
melindungi  Hutan  Lindung  Sungai  Wain  sesuai  kapasitas  masing-masing
”. Deklarasi Penyelamatan Sungai Wain, 15 Maret 2001.
3
Informasi ini diperoleh dari buku yang berjudul Potret Hutan Lindung Sungai Wain: Kemarin, hari ini dan hari esok? Buku ini diterbitkan oleh BPHLSW dan NRM Program. Buku ini berisi
tentang persoalan yang terjadi di HLSW, seperti kebakaran hutan, perambahan dan penebangan liar  serta  potensi  sumber  daya  di  dalam  kawasan.  Menjadi  informasi  awal  dalam  penyusunan
dan pembahasan kebijakan pengelolaan HLSW.
Setelah  deklarasi  dilanjutkan  dengan  penyusunan  rancangan  perda  melalui mekanisme partisipasif  yang melibatkan hampir seluruh
stakeholder
. Mekanisme ini akhirnya menghasilkan suatu produk hukum berupa Perda No.11 Tahun 2004
tentang  Pengelolaan  Hutan  Lindung  Sungai  Wain  sebagai  acuan  pokok pengelolaan  di  tingkat  tapak.  Dan  ditindaklanjuti  dengan  pembentukan  struktur
organisasi Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain BP –HLSW.
Berdasarkan pengaturan zonasi Perda No.11 Tahun 2004, HLSW terbagi ke dalam  tiga  zona,  yakni  zona  perlindungan,  kegiatan  terbatas  dan  pemanfaatan.
Berdasarkan  data  tutupan  lahan  tahun  2012,  tutupan  lahan  HLSW  didominasi hutan lahan kering sekunder, hutan lahan kering primer dan pertanian lahan kering
bercampur semak, berturut-turut sebesar 51,38; 23,76; dan 22,56. Selain itu, HLSW terbagi dalam dua sub-daerah aliran sungai DAS, yakni Wain dan Bugis.
Dengan  status  sebagai  hutan  bekas  kebakaran,  saat  ini  kondisi  tutupan  lahan HLSW cukup menggembirakan.
Gambar 5  Sejarah pengelolaan HLSW  DAS Manggar Apabila  ditinjau  dalam  skala  nasional,  sampai  dengan  tahun  2014  telah
diberikan izin HKm kepada 248 kelompok tani atau koperasi seluas 80.833,11 ha tersebar di 13 provinsi, termasuk Provinsi Kalimantan Timur Kaltim. Ironisnya,
pada  Provinsi  Kaltim  baru  terdapat  satu  lokasi  HKm,  yakni  di  kawasan  HLSW kota Balikpapan. Terhitung sejak tahun 2011, Walikota mengeluarkan izin usaha
pemanfaatan HKm IUPHKm kepada 10 kelompok tani dengan areal kerja seluas 1.400 ha Lampiran 1 dan 2.
Sebelumnya,  pasca  pembentukan  perda  pengelolaan  hutan  lindung, pemerintah  daerah  mengeluarkan  izin  pemanfaatan  kawasan  IPK  untuk
budidaya pertanian terbatas di kawasan hutan lindung. Areal IPK terletak di lokasi zona  pemanfaatan  khusus  A,  yang  kemudian  ditetapkan  menjadi  areal  HKm.
Pengalokasian  sebagian  areal  yang  terletak  pada  zona  pemanfaatan  merupakan alternatif  penyelesaian  konflik  sosial  dengan  masyarakat  di  sekitar  hutan  yang
menggantungkan sumber kehidupan kepada lahan hutan lindung. 2
Hutan Lindung DAS Manggar
Hutan  lindung  Manggar  atau  yang  lebih  dikenal  dengan  sebutan  Hutan Lindung  Sungai  Manggar  atau  DAS  Manggar  ditetapkan  sebagai  hutan  dengan
37 fungsi lindung karena memiliki kekhasan untuk melindungi kelestarian tanah dan
tata  air  baku  bagi  masyarakat  Kota  Balikpapan.  Penetapan  sebagai  hutan  tetap dengan  fungsi  lindung  berdasarkan  Keputusan  Menteri  Kehutanan  No.267Kpts-
II1996 tanggal 10 Juni 1996. Merujuk keputusan tersebut, kelompok hutan sungai Manggar  ditetapkan  sebagai  kawasan  hutan  tetap  dengan  fungsi  hutan  lindung
seluas ± 4.999 ha. Hutan lindung ini sebagai lahan pengganti hutan lindung sektor I  dan  II  yang  dialihfungsikan  peruntukkannya  sebagai  dampak  perluasan
pembangunan  wilayah  perkotaan.  Saat  ini,  areal  sektor  I  dan  II  telah  berubah menjadi  kawasan  pemukiman,  perkantoran,  perdagangan  dan  fasilitas  instalasi
rumah sakit.
Lebih  lanjut  diketahui  penetapan  DAS  Manggar  tidak  memperhatikan keberadaan  masyarakat  yang  berada  di  lokasi  penetapan  hutan  lindung.  Pada
realitasnya,  dalam  kelompok  hutan  sungai  Manggar  terdapat  kelompok masyarakat
4
yang telah bermukim sejak tahun 1965an. Kelompok masyarakat ini selanjutnya  disebut  dengan  masyarakat  DAS  Manggar.  Mayoritas  masyarakat
berprofesi  sebagai  petani  perladangan  yang  mengusahakan  lahan  di  dalam maupun  di  sekitar  DAS  Manggar  sebagai  tempat  budidaya  pertanian.  Terhitung
sejak  tahun  2007,  hutan  lindung  DAS  Manggar  mulai  dikelola  oleh  BP –HLSW
berdasarkan  Keputusan  Walikota  No.188.45-2452007  tanggal  31  Juli  2007. Sehingga, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan BP
–HLSW DAS Manggar.
Berdasarkan  tutupan  lahan  tahun  2012,  kondisi  DAS  Manggar  didominasi oleh  pertanian  lahan  kering  bercampur  semak  dan  semak  belukar  yang  masing-
masing  sebesar  55,66  dan  37,84.  Kondisi  ini  cukup  memprihatinkan mengingat di bagian hilir terdapat waduk Manggar yang menjadi penghasil utama
air baku masyarakat kota Balikpapan. c.
Sejarah pengelolaan hutan lindung Sungai Wain dan DAS Manggar
Menindaklanjuti  kesepahaman  tujuan  dalam  Deklarasi  Sungai  Wain dibentuk  BP
–HLSW  beserta  struktur  kepengurusannya  berdasarkan  Keputusan Walikota No.06 Tahun 2001 tanggal 4 Oktober 2001 dan SK No.188.45-1232001
tanggal  18  Oktober  2001.  Badan  Pengelola  ini  selanjutnya  menjadi  cikal  bakal pembentukan  pengelola  sampai  dengan  saat  ini.  BP
–HLSW  berfungsi  sebagai wadah  pemersatu  para  pihak  guna  memperkuat  pengelolaan  hutan  yang  dapat
memberikan manfaat nyata dan berkelanjutan. Struktur  keanggotaan  BP
–HLSW  bersifat  partisipasif
multi  stakeholder
s guna merangkul pihak terkait untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan lindung.
Bertujuan  agar  pihak  terkait  mau  dan  memiliki  komitmen  yang  tinggi  untuk bekerja  sama  dalam  membangun  pengelolaan  hutan.  Pada  awalnya,  BP
–HLSW bertugas  membangun  kesepahaman  para  pihak  untuk  bersama  mengelola  hutan
4
Kelompok  masyarakat  ini  tinggal  di  Kelurahan  Karang  Joang  KM  15  dan  sekitarnya.  Pada mulanya  merupakan  masyarakat  transmigrasi  swakarsa  yang  didatangkan  pada  tahun  1965.
Masyarakat transmigran didominasi oleh masyarakat yang berasal dari daerah di Provinsi Jawa Tengah,  yakni  berasal  dari  Kabupaten  Semarang,  Kabupaten  Pati  dan  Kabupaten  Banyumas
yang masing-masing terdiri 35 kepala keluarga KK, 35 KK dan 55 KK. Selain itu, kelompok masyarakat  ini  telah  memasuki  generasi  yang  ketiga.  Saat  ini  masyarakat  transmigran  telah
berkembang  dan berbaur dengan  kelompok  masyarakat lain  di sekitar DAS Manggar, dengan beragam jenis pekerjaan.
lindung. Namun, setelah terbentuk kesamaan pandangan dan tujuan bersama, BP –
HLSW berkewajiban mempersiapkan kebijakan dan program kerja  yang menjadi target operasional  yang dijalankan unit pengelola. Lingkup kegiatan pengelolaan,
meliputi:   Pemantauan dan pelestarian sumber daya alam, rehabilitasi dan pemulihan
fungsi dan daya dukung hutan   Pendidikan,  penelitian,  laboratorium  hidup  dan  penyadaran  konservasi
serta Pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat   Pengamanan, penegakan, pengawasan dan pengendalian hutan, dan
  Pengadaan sarana dan prasarana, promosi dan publikasi serta monitoring dan evaluasi
Pasca  pembentukan  perda,  struktur  organisasi  BP –HLSW  mengalami
beberapa  kali  penyesuaian.  Penyesuaian  terakhir  dituangkan  dalam  Keputusan Walikota  No.14  Tahun  2004  tentang  Pembentukan  Badan  Pengelola  Hutan
Lindung Sungai Wain. Badan pengelola bertugas merestrukturisasi organisasi dan pengaturan  kelembagaan  pengelolaan  HLSW  dan  DAS  Manggar.  Antara  lain,
mengoordinasikan  dan  fasilitasi  perencanaan  program  antar  pihak,  penyusunan arah  kebijakan  pengelolaan  hutan,  persiapan  pembentukan  Unit  Pelaksana  BP
– HLSW serta monitoring dan evaluasi program.
Mengacu Perda No.11 Tahun 2004, BP –HLSW bertanggungjawab langsung
kepada  Walikota.  Mekanisme  ini  berbeda  dengan  pertanggungjawaban  SKPD pada
umumnya. SKPD
di lingkungan
pemerintah daerah
biasanya bertanggungjawab  kepada  Walikota  melalui  Sekretaris  Daerah.  Selain  itu,
komposisi  personil  BP –HLSW  dan  unit  pelaksana  dibawahnya  juga  berbeda
dengan  SKPD.  Selain  itu,  Badan  Pengelola  didesain  memiliki  fleksibilitas operasional dan anggaran serta memiliki akses langsung kepada pimpinan daerah.
Dengan  demikian,  organisasi  BP –HLSW  memiliki  posisi  dan  peran  strategis
tersendiri, khususnya dilihat dari kerangka pengelolaan hutan lindung. Seiring berjalannya waktu dan rencana memasukkan DAS Manggar dalam
pengelolaan  BP –HLSW,  maka  ditetapkan  Keputusan  Walikota  No.188.45-
132007  yang  direvisi  melalui  Keputusan  Walikota  No.188.45-2452007  tentang pembentukan  Badan  Pengelola  Hutan  Lindung  Sungai  Wain  dan  DAS  Manggar
atau  disebut  sebagai  BP –HLSW    DAS  Manggar.  Ditindaklanjuti  dengan
pembentukan Divisi  DAS Manggar  yang berada  dibawah kendali dan koordinasi UP
–HLSW  DAS Manggar. Tugas pokoknya adalah melaksanakan pengelolaan kawasan untuk konservasi air, tanah dan hutan serta pengembangan pemanfaatan
kawasan  berdasarkan  prinsip  konservasi  bersama  masyarakat.  Terakhir,  struktur BP
–HLSW    DAS  Manggar  ditetapkan  berdasarkan  Keputusan  Walikota No.188.45-082014 beranggotakan 18 orang personil.
Saat  ini,  BP –HLSW    DAS  Manggar  membawahi  tiga  unit  pelaksana,
yakni:  unit  pelaksana  HLSW    DAS  Manggar,  unit  pengelola  kawasan  wisata pendidikan  lingkungan  hidup,  dan  unit  pelaksana  kebun  raya  Balikpapan
Gambar  5.  Adapun  jumlah  personil  masing-masing  unit  pengelola  secara berturut-turut  adalah  54  personil,  42  personil  dan  36  personil.  Dalam  kajian  ini
yang  menjadi  fokus  utama  adalah  BP
–HLSW  dan  DAS  Manggar  serta  Unit Pelaksana UP HLSW  DAS Manggar.
Guna  mendukung  pelaksanaan  pengelolaan  hutan  lindung  dialokasikan sejumlah  anggaran  bagi  unit  pelaksana.  Alokasi  anggaran  diberikan  sejak  tahun
39 2001.  Sumber  pendanaan  operasional  didominasi  dari  APBD  Kota  Balikpapan.
Lebih  lanjut  diketahui  distribusi  alokasi  dana  pengelolaan  hutan  lindung mengalami  perubahan  menyesuaikan  dinamika  sistem  anggaran  administrasi
keuangan  daerah.  Sejak  tahun  2011,  anggaran  pengelolaan  dialokasikan  melalui BLH Kota Balikpapan dalam bentuk program dan kegiatan.
Gambar 6  Struktur organisasi BP –HLSW dan DAS Manggar
                