73 Pengelola mengoptimalkan kerja sama kegiatan bersama
stakeholder
terkait dalam  kegiatan  pembinaan  dan  pengembangan  kapasitas  masyarakat,  baik
masyarakat  HKm  dan  DAS  Manggar  Tabel  12.  Dukungan
stakeholder
perlu ditingkatkan melalui inovasi program agar
stakeholder
mau mengeluarkan sumber daya  ekonomi,  sebagai  bentuk  dukungan  biaya  operasional  maupun  kegiatan
lainnya. Tabel 12   Kerjasama pengelola bersama
stakeholder
lain
No  Uraian kegiatan Nama
stakeholder
Lokasi 1
Bantuan kebun bibit rakyat BP DAS Mahakam Berau
DAS Manggar 2
Penanaman, perawatan tanaman hasil penanaman
dan reboisasi BP DAS Mahakam Berau,
Novotel Balikpapan, Astra Group, PT. Technip, BLH
DAS Manggar 3
Pengujian sampel air waduk   PDAM DAS Manggar
4 Rekonstruksi tata batas
HLSM BPKH Wilayah IV, BPDAS
Mahakam Berau DAS Manggar
5 Pemetaan lahan antar
kelompok tani HKm BPDAS Mahakam Berau,
BLH HKm HLSW
6 Rehabilitasi lahan di HLSW
PT Singlurus Pratama HLSW
7 Kegiatan penelitian
Peneliti, lembaga penelitian HLSW  DAS
Manggar 8
Pendampingan HKm untuk penyusunan RO dan RU
KBCF HKm HLSW
9 Studi banding HKm
HKm, BLH, PT Pertamina Lombok Barat
10 Penyediaan bibit karet
Pemprov, pemkot Hkm HLSW
11 Bimtek pengelolaan karet
HKm, BLH Palembang
12 Pelatihan staf
Kemenhut, LIPI Balikpapan
Sumber: Laporan kegiatan UP HLSW  DAS Manggar
8. Administrasi sumber daya hutan
a Kecukupan kapasitas SDM pengelola
Core  business
pengelolaan  hutan  dilaksanakan  Divisi  Pengamanan,  Divisi Sosek  dan  HKm,  Divisi  Perijinan  dan  Litbang  serta  Divisi  DAS  Manggar  yang
didukung sekretariat dan keuangan. Saat ini, jumlah karyawan UP HLSW  DAS Manggar  hanya  sebanyak  49  personil  dengan  beban  tanggung  jawab  mengelola
hutan  lindung  seluas  ±14.741,38  ha.  Meliputi:  seorang  direktur;  straf  sekretariat sebanyak  tujuh  personil;  divisi  keuangan  sebanyak  empat  personil;  divisi
pengamanan sebanyak 24 personil; divisi perijinan sebanyak tujuh personil; divisi sosek  dan  HKm  sebanyak  tiga  personil;  dan  divisi  DAS  Manggar  sebanyak  tiga
personil.
Terdapat  kekosongan  personil  untuk  posisi  jabatan  kepala  divisi  perijinan dan  divisi  DAS  Manggar.  Tentunya  menambah  berat  operasional  pengelolaan  di
tingkat  tapak.  Sejak  pengelolaan  tahun  2001,  masyarakat  sekitar  kawasan  telah dilibatkan  dalam  pengelolaan  hutan.  Lebih  lanjut  diketahui  dari  40  personil
karyawan,  mayoritas  meurpakan  masyarakat  yang  tinggal  di  sekitar  hutan  atau mencapai 82 dari total karyawan. Memiliki jenjang pendidikan SMASMK atau
sederajat  dan  sebagian  menempuh  pendidikan  sarjana  atau  penyetaraan  lainnya Gambar 20.
Jumlah personil UP HLSW  DAS Manggar belum cukup untuk mengelola hutan  lindung.  Kecukupan  kapasitas  SDM  pengelola  tidak  dapat  dilepaskan  dari
seberapa besar alokasi pendanaan pemerintah untuk program peningkatan kualitas SDM.  Faktor  keterbatasan  jumlah  personil  ditengarai  dipengaruhi  oleh  alokasi
anggaran yang habis untuk pembayaran belanja pegawai. Hal ini cukup dilematis, saat  beban  pengelolaan  terbesar  ditumpukan  kepada  pengelola  tingkat  tapak,
yakni UP HLSW  DAS Manggar.
Penelusuran  dokumen  DPA  pengelolaan  HLSW    DAS  Manggar  tahun 2012, 2013 dan 2014 diketahui anggaran belanja pegawai mencapai 50
–79 dari total anggaran, sedangkan belanja barang dan jasa hanya berkisar antara 21
–27 dari  total  anggaran.  Khusus  pada  tahun  2013  dan  2014,  belanja  barang  dan  jasa
hanya  cukup  dialokasikan  untuk  belanja  rutin  pengelola.  Serta  belum  terdapat alokasi  kegiatan  pengelolaan  hutan,  seperti  pengembangan  kapasitas  masyarakat
dan pemeliharaan kawasan. Apabila merujuk Gambar 18 pada poin 3 dan Gambar 21,  selama  kurun  waktu  dua  tahun  terakhir  telah  terjadi  penurunan  anggaran,
berkisar  antara  0,08
–0,09  dari  total  belanja  daerah  atau  mencapai  sekitar 38,30
–48,60  apabila  diperhitungkan  dari  total  penerimaan  DBH  kehutanan. Artinya,  masih  terdapat  ruang  yang  cukup  guna  meningkatkan  alokasi  anggaran
dalam  mengantisipasi  meningkatnya  tantangan  dan  persoalan  pengelolaan  hutan lindung.
Sumber: UP HLSW  DAS Manggar, 2015
Gambar 20  Tingkat pendidikan karyawan UP HLSW  DAS Manggar
75
Gambar 21  Perbandingan alokasi anggaran terhadap belanja daerah
b Kendala penyelenggaraan pengelolaan di tingkat tapak
Fokus  utama  divisi  pengamanan  hutan  adalah  penjagaan  dan  patroli kawasan Mulanya, patroli dilaksanakan setiap hari apabila tidak ada kendala hujan.
Guna  mengantisipasi  pelanggaran  hukum  oleh  perambah  atau  pembalak  kayu, diikutsertakan  petugas  dari  kepolisian  dan  TNI  yang  secara  fungsional  di-BKO-
kan  ke  UP  HLSW    DAS  Manggar.  Sejak  pengurangan  anggaran,  patroli ngepos  atau  bermalam  jarang  dilakukan  akibat  keterbatasan  logistik.
Implikasinya  jangkauan  patroli  rutin  tidak  mampu  menjangkau  daerah  berisiko pembalakan,  perburuan  atau  perambahan.  Meskipun  areal  pengelolaan  hutan
meliputi dua kawasan, namun konsentrasi patroli pengamanan hanya berfokus di HLSW.
Di  balik  segala  keterbatasan,  tindakan  terhadap  aktivitas  pencurian  kayu, perambahan lahan, maupun perburuan binatang tetap dilaksanakan. Sebagaimana
diungkapkan  Narasumber  berikut
Penangkapan  merupakan  suatu  bentuk kegagalan  bagi  Divisi Pengamanan
Bd, Juni 2014. Artinya, dalam pandangan petugas  tersebut,  pengamanan  dianggap  kurang  berhasil  dalam  mencegah
perbuatan melanggar hutan lindung. Penjelasan  Direktur  dan  mantan  Direktur  UP  HLSW    DAS  Manggar
mengungkapkan  persoalan  anggaran  Divisi  Pengamanan  merupakan  dilema tersendiri  bagi  pihak UP  HLSW  DAS Manggar.  Walaupun sebetulnya alokasi
anggaran pengamanan mendapatkan alokasi terbesar apabila dibandingkan dengan divisi lain. Keterbatasan anggaran juga dialami divisi sosek dan HKm serta divisi
DAS  Manggar.  Sehingga  kapasitas  personil  perlu  ditingkatkan  dan  pendanaan dirasakan  belum  cukup  mengatasi  dinamika  sosial  di  lapangan.  Implikasinya
diperlukan usaha dan inovasi untuk memperoleh sumber pendanaan di luar APBD agar mampu mengatasi persoalan biaya operasional pengelolaan hutan lindung.
9. Penegakan kebijakan hutan
Penegakan  hukum  sektor  kehutanan  tidak  akan  berjalan  optimal  tanpa melibatkan  peran  serta  masyarakat.  Peningkatan  kapasitas  masyarakat  sekitar
hutan tentang arti penting keberlanjutan hutan agar mampu berdampingan secara harmonis  merupakan  cara  mengatasi  gejala  masalah  pengelolaan  seperti
perambahan  lahan  dan
illegal  logging
.  Saat  ini,  salah  satu  aktivitas  utama  UP HLSW  DAS Manggar adalah kegiatan patroli dan pengawasan hutan.
Berdasarkan  analisis  pemberitaan  media  lokal  diketahui  selama  periode tahun 2012
–2013 diketahui terdapat sembilan kali pemberitaan ancaman aktivitas batu  bara  di  sekitar  kawasan,  perambahan  dan  pencurian  kayu  serta  enam
pemberitaan  mengenai  ancaman  kebakaran  hutan.  Kondisi  tersebut  memvalidasi tidak ada sistem pengelolaan hutan yang terbebas dari masalah pelanggaran.
Inovasi  strategi  pengamanan  hutan  diperlukan  dalam  menyiasati keterbatasan  sumber  daya  pendukung  kegiatan.  Seperti  contohnya  himbauan
kepada  kelompok  tani  agar  melaporkan  kegiatan  pembukaan  lahan  guna mengantisipasi  risiko  kebakaran  lahan.  Meski  dalam  kenyataannya,  masih
terdapat aktivitas pembakaran lahan yang tidak terkendali. Seperti kejadian tahun 2014,  terjadi  kebakaran  lahan  akibat  aktivitas  pembukaan  lahan  di  areal  HKm
yang kurang memperhatikan tata cara pembukaan lahan.
Setiap  kejadian  pelanggaran  ditindaklanjuti  dengan  laporan  kepada  aparat berwajib  untuk  diproses  lebih  lanjut  sesuai  hukum  yang  berlaku.  Berbagai
pengaturan  telah  diberlakukan  dalam  pengelolaan  hutan,  namun  tidak  mungkin terhindar  dari  kejadian  pelanggaran.  Situasi  ini  juga  terjadi  dalam  pengelolaan
HLSW    DAS  Manggar.  Kapasitas  pengelola  yang  ada  belum  cukup  untuk memenuhi harapan pengelolaan. Optimasi pengelolaan tidak akan mampu tercapai
tanpa evaluasi secara simultan guna memperbaiki persoalan yang belum atau tidak terdeteksi.
10.
Administrasi tenurial dan
property rights
a Batas kawasan diberikan tanda yang jelas
Kedua kawasan hutan lindung telah ditata batas, bekerja sama dengan Balai Pemantapan  Kawasan  Hutan  BPKH  Wilayah  IV  Samarinda.  Seluruh  batas
kawasan telah ditetapkan dalam berita acara tata batas. Termasuk tata batas antar kelompok  tani  di  areal  HKm.  Batas  kawasan  HKm  menjadi
barrier
antara pengelola dan petani HKm agar tidak terjadi aktivitas perambahan lahan ataupun
penebangan  liar.  Pada  kawasan  HLSW,  batas  yang  disepakati  bersama memberikan kepastian bagi pengelola maupun kelompok HKm.
Usaha pemerintah kota terkait penataan kawasan adalah dengan pemagaran di sekeliling kawasan HLSW. Hampir semua batas kawasan HLSW telah dipagar
enclosure
,  kecuali  sebagian  wilayah  berbatasan  langsung  dengan  areal  HKm. Pagar  hutan  lindung  berfungsi  sebagai
“penanda”  areal  tersebut  ada  yang menguasai.  Artinya,  apabila  terdapat  aktivitas  memasuki  zona  dilarang  maka
pengelola berkewajiban menegakkan hak, misalnya melalui penangkapan. Namun, masih terdapat  anggota masyarakat  yang mengklaim lahan mereka
belum diakomodir dalam areal HKm seluas 1.400 ha. Implikasinya, masih terjadi aktivitas  perambahan  lahan  pada  periode  tahun  2012  dan  2013,  ditandai