Menyusun Masalah kebijakan desentralisasi kehutanan Indonesia

- Berkembangnya sektor riil kehutanan - Terjaganya keutuhan dan fungsi alokasi kawasan hutan Menurut PROFOR-FAO 2011 forest governance dapat diartikulasikan sebagai bentuk pengelolaan hutan yang efektif dan efisien serta akuntabel dalam memberikan keseimbangan alokasi sumber daya dan manfaat. Lebih lanjut Kishor dan Rosembaum 2012 mendefinisikan forest governance sebagai serangkaian norma, proses, instrumen, orang dan organisasi yang mengatur bagaimana interaksi manusia terhadap hutan. Inti good forestry governance Nugroho 2013 adalah mengatur mekanisme inter-relasi para aktor melalui instrumen pengontrol untuk mencapai tujuan bersama. Pencapaian predikat good governance akan diperoleh melalui dukungan dan hubungan kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta dan civil society . Walaupun pemerintah merupakan kunci keberhasilan, pihak swasta dan civil society juga memberikan peranan penting dalam tata kelola hutan. Forest governance yang baik Kishor dan Rosembaum 2012 menjadi fundamental pencapaian manfaat pembangunan kehutanan yang berkelanjutan, terkait efisiensi pengelolaan hutan, peningkatan kontribusi ekonomi yang mampu memberikan keseimbangan distribusi manfaat. Kerangka kerja forest governance ini PROFOR –FAO 2011 melihat dan menganalisis kelembagaan dan interaksi dalam sektor kehutanan yang mampu menciptakan kondisi dan kemungkinan tata kelola kehutanan Gambar 2. Uraian mengenai kerangka kerja dimaksud terdiri atas pilar, komponen, kriteria dan sub- kriteria yang didaptasi dalam kajian kinerja pengelolaan hutan lindung dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar 2 Kerangka kerja forest governance PROFOR –FAO 2011 Konsepsi Kelembagaan Terminologi kelembagaan menurut Kasper dan Streit 1998 dimaknai sebagai seperangkat aturan yang membatasi aktivitas individu. Bertujuan mempermudah tingkat pendugaan apa yang bisa atau tidak mungkin dilakukan 17 oleh individu dalam suatu komunitas. Menurut Schmid 2004 kelembagaan merupakan hubungan antar manusia yang membentuk kesempatan dan kendala. Kendala bagi seseorang merupakan kesempatan bagi orang lain. Dengan kata lain, kelembagaan memungkinkan individu atau kelompok individu untuk berbuat sesuatu yang tidak mungkin dapat dilakukan sendiri tanpa pihak lain. Sedangkan Ostrom 2005 lebih mengartikan kelembagaan sebagai preskripsi rules of the game yang dipahami oleh manusia secara bersama-sama, dalam situasi berulang dan membentuk interaksi antar individu. Interaksi antar individu ditentukan oleh aturan, norma dan strategi yang berimplikasi terhadap tindakan individu. Dalam analisis kelembagaan, variabel kontekstual yang membentuk dan mempengaruhi arena aksi perlu didefinisikan secara spesifik. Termasuk variabel yang terkait dengan biofisik yang mempengaruhi interaksi aktor, atribut komunitas dan kelembagaan atau rule in-use . Pada dasarnya, kelembagaan ditentukan manusia untuk meningkatkan pendugaan dan menentukan arah dari kondisi lingkungan yang tidak pasti. Hal ini dapat meningkatkan kecenderungan individu untuk bekerja sama dan memfasilitasi produksi public goods Crawford dan Ostrom 1995. Fenomena kelembagaan Kartodihardjo dan Jhamtani 2006 merupakan transaksi antar organisasi maupun anggota dalam organisasi. Pendekatan biaya transaksi dipengaruhi oleh hak kepemilikan, penguasaan faktor produksi, pengetahuan maupun akses informasi. Secara umum, Field 1994 mengartikan biaya transaksi sebagai biaya untuk mencapai dan mengatur kesepakatan, yang menggambarkan perilaku organisasi atau anggota organisasi. Perilaku terbentuk menurut Schmid 2004 memiliki ambang batas stabilitas dan perilaku kolektif tertentu yang dapat berubah, sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Merujuk beberapa definisi dan ruang lingkup di atas, mengisyaratkan betapa pentingnya penguatan kelembagaan yang ada. Peran kelembagaan adalah mengatur hubungan interdependensi antar individu dalam situasi tertentu. Kasper dan Streit 1998 menjelaskan terdapat tiga fungsi utama kelembagaan. Pertama, kelembagaan mampu menjelaskan dan memprediksi proses hubungan interaksi individu yang kompleks. Kedua, kelembagaan dapat menegakkan hak privat yang bersifat otonomi dari pengaruh kekuatan pihak luar. Dan ketiga, kelembagaan berperan dalam memitigasi konflik dalam interaksi antar individu. Ketiga fungsi dapat berjalan, apabila terdapat penegakan aturan dan norma yang disepakati bersama. Kegagalan kelembagaan erat hubungannya dengan konflik kepentingan, kekuasaan, kewenangan, perilaku oportunistik dan motivasi pencari rente, ketidakseimbangan informasi serta masalah dalam implementasi kebijakan Kartodihardjo dan Jhamtani 2006. Guna menghindari kegagalan kelembagaan perlu upaya bersama untuk penguatan kapasitas para aktor dan penegakan aturan main. Menurut Ostrom 2008 untuk memperoleh bentuk kelembagaan yang efektif, perlu pendekatan berbasis eksperimental di tingkat tapak, dibanding pendekatan top-down . Salah satunya, melalui kolaborasi kelembagaan formal dan informal sistem pengelolaan hutan agar mendukung kelestarian. Aturan dimaknai sebagai norma formal maupun informal yang mengijinkan, melarang serta tindakan tertentu atau kemanfaatan dan pemberian sanksi apabila aturan tidak dijalankan Crawford dan Ostrom 1995. Ostrom et al . 1994 berpendapat aturan membentuk serangkaian informasi mengenai tindakan aktor,