Masalah struktural Merupakan konflik yang disebabkan ketimpangan akses dan kontrol sumber
daya alam yang dipicu oleh posisi pihak penguasa. Selanjutnya, Malik
et al
. 2003 mengungkapkan tiga wujud konflik. Pertama, konflik  tertutup
latent
dicirikan  munculnya  tekanan  yang  tidak  tampak,  tidak berkembang atau tidak muncul di permukaan. Para pihak sering tidak menyadari
potensi  konflik  karena  pertentangan  dapat  dirasionalisasikan.  Kedua,  konflik mencuat
emerging
yang  dicirikan  pihak  berkonflik  teridentifikasi  dengan  jelas. Pemicu  konflik  dapat  diketahui  dengan  jelas.  Namun,  proses  penyelesaiannya
belum  berkembang  atau  tidak  dapat  segera  diselesaikan.  Dan  ketiga,  konflik terbuka
manifest
dicirikan dengan para pihak yang aktif berkonflik, serta muncul ketegangan antar pihak.
b. Permasalahan tenurial dalam pengelolaan hutan lindung
Sistem  penguasaan  tanah
land  tenure  system
menjelaskan  hak  yang dimiliki, jarang dipegang satu pihak saja. Sebagai contoh, pada waktu dan bidang
tanah  yang  sama,  terdapat  sejumlah  pihak  yang  memiliki  hak  penguasaan  tanah secara  bersamaan,  tetapi  memiliki  sifat  hak  berbeda
bundle  of  rights
.  Istilah
bundle  of  rights
dikemukakan  Ostrom  dan  Schlager  1996  guna  menjelaskan lebih lanjut mengenai
workable
rezim
property rights
. Ilustrasi
bundle  of  rights
di  Indonesia,  salah  satunya  kondisi  di  taman nasional.  Hak  kepemilikan  tanah  taman  nasional  dipegang  negara,  namun  setiap
orang  memiliki  hak  mengunjungi  dan  menikmati  keindahan  alam.  Masyarakat sekitar dan dalam taman nasional dibatasi hanya memiliki hak memakai
right of use
untuk  kesejahteraan  dengan  memungut  hasil  hutan.  Dari  ilustrasi  tersebut, terlihat  bagaimana  pihak  yang  memiliki  hak  menguasai  tanah,  ternyata  belum
tentu memegang hak kepemilikan atas tanah tersebut Galudra
et al
. 2006. Lebih lanjut  dijelaskan  Nugroho  2011,  hak  timbul  sebagai  implikasi  keterkaitan
sumber  daya  akibat  persaingan  antar  individu  atau  kelompok.  Dengan  kata  lain, hak  akan  diakui,  apabila  terdapat  para  pihak  yang  saling  memperebutkan  aliran
manfaat, dalam konteks kajian ini adalah lahan di dalam hutan lindung.
Konflik  tenurial,  sebenarnya  tidak  hanya  terbatas  persoalan  perebutan  hak
rights
,  namun  lebih  mengenai  persoalan  akses
access
potensi  aliran  manfaat hutan.  Ribot  dan  Peluso  2003  mengungkapkan  akses  sebagai  kemampuan  dan
kekuatan  yang  menghasilkan  keuntungan,  termasuk  objek  material,  perorangan, institusi maupun simbol. Akses lebih berfokus kepada kemampuan, dibandingkan
kepemilikan sebagaimana dimaksudkan dalam teori
property rights
. Formulasi ini memberikan  perhatian  lebih  luas  dalam  konteks  hubungan  sosial.  Sebagai
hubungan  yang  memungkinkan  individu  tertentu  untuk  memperoleh  aliran keuntungan,  tanpa  melihat  perspektif  hubungan  properti.  Erat  kaitannya  dengan
kekuatan dan kekuasaan masing-masing pihak.
Secara  empiris,  akses  sebenarnya  berfokus  pada  isu  siapa  yang  bisa menggunakan  apa,  melalui  cara  apa,  kapan  serta  dalam  kondisi  seperti  apa.
Elemen  penting  konsep  ini,  selain  sumber  daya  alam  sebagai  obyek,  juga  terkait kekuasaan mampu mempengaruhi kemampuan individu untuk memperoleh aliran
manfaat.  Kekuasaan  meliputi:  kondisi  material,  budaya,  ekonomi  dan  politik. Kekuasaan  berada  dalam  ikatan  dan  jaring  kekuasaan
web  of  powers
,  yang
23 mengatur akses sumber daya Ribot dan Peluso 2003. Pendekatan teori ini, dapat
membantu  dalam  memahami  hubungan  sosial  antar  individu  untuk  memperoleh aliran  manfaat  sumber  daya.  Sekali  lagi  ditekankan,  tanpa  memperhatikan
hubungan propertinya.
Senada  dengan  pemikiran  Ribot  dan  Peluso  2003  di  atas,  Galudra
et  al
. 2006  mengungkapkan  konflik  sistem  penguasaan  tanah  yang  terjadi  akibat
kompetisi,  dikelompokkan  menjadi  tiga  konteks  utama.  Pertama,  terkait  akses
access
atau  kemampuan  menguasai  tanah  dan  sumber  daya  lainnya,  mengatur dan  mengalihkan  hak  tanah,  sebagai  sebuah  kesempatan  guna  memperoleh
keuntungan. Kedua, tentang hak guna
use
atau hak menggunakan tanah sebagai lahan  garapan.  Dan  ketiga,  tentang  kepastian
security
atau  kejelasan  status  hak seseorang, apakah diakui pihak lain dan ditegakkan oleh negara.
Lebih  lanjut  menurut  Yasmi  2007  keberhasilan  mengungkapkan  dan mengantisipasi  sumber  gangguan,  bagi  pihak  manajemen  akan  memudahkan
strategi  pencegahan  dalam  menghindari  eskalasi  konflik.  Malik
et  al
.  2003 menambahkan untuk memahami konflik, analisis harus dilaksanakan secara utuh.
Pemahaman  harus  direkonstruksikan  sesuai  dengan  informasi  terkait.  Megingat konflik  dapat  bertransformasi,  bertambah,  menghilang  maupun  berubah  bentuk.
Dalam  konteks  penelitian  ini,  tujuannya  adalah  berusaha  mengidentifikasi  usaha mitigasi  masalah  tenurial  pada  pengelolaan  hutan  lindung  yang  bersifat  CPRs.
Situasi  sumber  daya  CPRs  penuh  dengan  kepentingan  para  pihak,  pengetahuan dan
power
para
stakeholder
dalam pola interaksi sosial.
3 METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian  ini  menggunakan  pendekatan  kualitatif,  yakni  strategi  penelitian studi  kasus.  Menurut  Creswell  2010  pendekatan  ini  berdasarkan  pertimbangan
tempat  peneliti  mengumpulkan  data  lapangan  terhadap  isu  atau  masalah  yang diteliti  bersifat  alamiah.  Peneliti  berusaha  mengungkapkan  fakta,  tanpa
mengganggu  situasi  di  lapangan.  Selain  itu,  peneliti  menjadi  instrumen  kunci
researcher as key instrument
. Bersifat penafsiran
interpretive
atas yang dilihat, didengar,  dan  dipahami  peneliti  terhadap  proses  dan  peristiwa  di  lapangan
berdasarkan konsep tertentu.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian  telah  dilaksanakan  sejak  bulan  Mei  sampai  dengan  Juli  2014  di Kota  Balikpapan,  Provinsi  Kalimantan  Timur.  Penelitian  berlokasi  di  Hutan
Lindung  Sungai  Wain  dan  Daerah  Aliran  Sungai  DAS  Manggar  yang selanjutnya  disebut  HLSW  dan  DAS  Manggar.  HLSW  dan  DAS  Manggar
merupakan kawasan hutan seluas ± 14.741,38 ha atau mencapai ± 30 dari total luas  wilayah  kota  Balikpapan  yang  hanya  seluas  50.330,57  ha.  Secara
administrasif,  HLSW  dan  DAS  Manggar  berada  di  lima  kelurahan,  yakni
Kelurahan  Karang  Joang  Kecamatan  Balikpapan  Utara,  Kelurahan  Kariangau Kecamatan  Balikpapan  Barat,  serta  Kelurahan  Manggar,  Kelurahan  Teritip  dan
Kelurahan Lamaru di Kecamatan Balikpapan Timur Gambar 3.
Jenis Data
Guna  mengungkap  permasalahan  penelitian  diperlukan  data  pendukung. Data  dimaksud  merupakan  data  yang  terkait  langsung  dengan  pengelolaan  hutan
lindung, peraturan terkait  pengelolaan hutan lindung, data spasial  kawasan  hutan lindung,  data  administratif,  maupun  data  keadaan  umum  wilayah  sekitar  lokasi
penelitian. Serta, data atau informasi  yang diperoleh secara langsung dari subyek penelitian  melalui  wawancara  maupun  hasil  observasi  lapangan.  Selain  itu,
dikumpulkan data penunjang melalui penelaahanreview pustaka dan laporan.
Gambar 3  Lokasi penelitian di HLSW dan DAS Manggar, Balikpapan
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dan informasi melalui wawancara mendalam
in- depth  interview
,  observasi  lapangan,  dan  review  dokumen.  Pengumpulan  data dengan memperhatikan waktu, situasi, kesediaan, kesesuaian informan, ketepatan
observasi  atas  objek  penelitian  Irawan  2006.  Penelitian  kualitatif  menurut Creswell  2010,  peneliti  menjadi  instrumen  kunci  dalam  pengumpulan  data  dan
informasi. a.
Wawancara mendalam
Wawancara  mendalam
in-depth  interview
untuk  memperoleh  informasi mengenai  fokus  yang  dikaji  peneliti.  Pemilihan  narasumber  secara
purposive
. Wawancara  Creswell  2010  melalui
face-to-face  interview
kepada  narasumber dengan  memberikan  pertanyaan  terbuka,  bertujuan  memunculkan  pandangan
narasumber.  Wawancara  dilakukan  secara  sengaja  dengan  pertimbangan
25 narasumber  adalah  individu  di  instansi  pemerintah  daerah  dan  masyarakat  di
sekitar  kawasan,  antara  lain:  pejabat  daerah,  tokoh  masyarakat,  LSM,  akademisi dan  masyarakat  yang  menggantungkan  hidup  kepada  hutan.  Narasumber
merupakan pelaku yang mempengaruhi pengambilan kebijakan pengelolaan hutan lindung, baik langsung maupun tidak langsung, serta terlibat dalam implementasi
kebijakan  pengelolaan  hutan  lindung.  Khusus  analisis  wacana  dilakukan wawancara  teks  kebijakan.  Bertujuan  memahami  bagaimana  narasi  kebijakan
diproduksi dan dipengaruhi atau mempengaruhi pengetahuan
stakeholder
.
b. Review dokumen
Review  dokumen  untuk  memperoleh  gambaran  atau  informasi  yang mendukung  pemahaman  detail  suatu  obyek  penelitian.  Dokumen  berupa  naskah
kebijakan  pemerintah  daerah,  seperti  Perda  No.11  Tahun  2004,  SK  Walikota, turunan peraturan lainnya maupun hasil kajian instansi terkait.
c.
Observasi lapangan
Teknik  ini  untuk  memperoleh  gambaran  wajar  mengenai  kondisi  yang sebenarnya.  Observasi  diharapkan  mampu  memberikan  gambaran  lugas,  untuk
menggali  informasi  serta  menegaskan  informasi  hasil  wawancara.  Dalam pandangan  Creswell  2010  observasi  adalah  mengamati  perilaku  dan  aktivitas
individu.  Observasi  dilakukan  secara  bersamaan  dengan  wawancara  terhadap narasumber.  Observasi  objek  penelitian  penting  untuk  mendapatkan  deskripsi
utuh  dan lugas  tentang  kondisi  riil  lapangan.  Berguna  dalam  menggali  informasi dan uji silang fakta lapangan.
Analisis Data
Analisis  data  merupakan  proses  mencari  dan  mengatur  secara  sistematis data dan informasi  untuk memahami fenomena penelitian  serta  menjawab tujuan
berupa  temuan  penelitian
riset  findings
.  Creswell  2010  menjelaskan pendekatan  analisis  data,  yakni:  1  Mengolah  dan  mempersiapkan  data;  2
Membaca  keseluruhan  data;  dan  3  Menganalisis  lebih  detail  dengan  menyusun kode  suatu  data.  Proses  ini  untuk  mengetahui  reliabilitas  dan  validitas  yang
diperoleh melalui pendokumentasian prosedur penelitian secara cermat. Penelitian berfokus pada tiga kajian penelitian, yakni: mengenai keragaan wacana kebijakan
pengelolaan hutan lindung, kinerja pengelolaan hutan lindung ditinjau dari aspek tenurial  dan  kelembagaan,  serta  formulasi  strategi  kebijakan  tenurial  dalam
kerangka evaluasi kebijakan daerah. a.
Kajian keragaan wacana kebijakan pengelolaan hutan lindung
Sebelum  memahami  kesenjangan  kebijakan,  terlebih  dahulu  dilakukan analisis wacana. Sutton 1999 dan IDS 2006 mengungkapkan proses pembuatan
kebijakan  selalu  melibatkan  tiga  unsur  yang  saling  terkait,  yakni;  narasi  atau diskursus, aktor atau jaringan dan kepentingan dibangun sebagai produk kebijakan.
Dalam  kajian  ini,  obyek  analisis  adalah  peraturan  daerah  tentang  pengelolaan hutan  lindung.  Berguna  dalam  menjelaskan  bagaimana
how
pemaknaan  narasi kebijakan.