Keragaan Bahan Baku Kondisi Umum Industri Tempe di Desa Citeureup .1 Karakteristik Responden

kerja dalam keluarga. Sebesar 10 persen responden hanya menggunakan satu orang tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dan 20 persen sisanya menggunakan 4 orang tenaga kerja yang terdiri atas satu orang tenaga kerja dalam keluarga dan tiga orang tenaga kerja luar keluarga. Berikut disajikan tabel distribusi responden berdasarkan jumlah tenaga kerja. Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Tenaga kerja Jumlah orang Persentase 1 orang 2 10 2 orang 14 70 3 orang 4 orang 4 20 TOTAL 20 100

5.3.2 Keragaan Bahan Baku

Pengrajin tempe di daerah penelitian menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku utama. Seluruh responden tidak ada yang menggunakan kedelai lokal dalam kegiatan produksi mereka. Terdapat beberapa alasan responden memilih kedelai impor, diantaranya mutu kedelai tersebut lebih baik dan ukuran yang lebih besar, harga kedelai impor lebih murah, serta kedelai impor memang lebih mudah ditemui di pasaran dibandingkan kedelai lokal. Harga kedelai impor rata-rata yaitu Rp 6.900,00 – Rp 7.200,00 per kilogram sedangkan kedelai lokal mencapai Rp 8.000,00 – Rp 9.000,00 per kilogram. Penggunaan kedelai impor sebagai bahan baku tempe akan menghasilkan tempe dengan kualitas dan tekstur yang lebih baik. Kedelai impor yang digunakan para pengrajin tempe di daerah penelitian pada umumnya merupakan kedelai dari Amerika Serikat, China, dan Argentina. Pada awalnya pemenuhan kebutuhan kedelai tersebut merupakan tanggung jawab KOPTI Kabupaten Bogor. Akan tetapi sejak tahun 2007, KOPTI tersebut sudah tidak aktif lagi sehingga peranan pemasok kedelai diambil alih oleh pedagang besar di sekitar daerah penelitian. Pengrajin tempe dengan skala usaha di bawah 100 kilogram kedelai per hari pada umumnya membeli kedelai dari gudang atau pedagang besar tersebut sedangkan pengrajin dengan skala usaha relatif besar memilih untuk membeli langsung dari pedagang besar dari Jakarta. Sebagian responden melakukan pembelian kedelai disesuaikan dengan kapasitas produksi per hari. Namun terdapat juga responden yang membeli kedelai selain untuk kebutuhan satu kali produksi tapi juga untuk persediaan produksi selanjutnya. Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan modal yang dimiliki masing-masing responden. Bahan baku lain yang juga penting dalam kegiatan produksi yaitu ragi. Ragi ini dapat diperoleh dari pasar -pasar terdekat. Meskipun diperlukan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, peragian merupakan tahap yang sangat penting dalam pembuatan tempe. Banyaknya ragi yang digunakan sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Apabila hari panas maka ragi yang dipergunakan semakin sedikit sedangkan apabila hari hujan berlaku sebaliknya. Rata-rata untuk 100 kilogram kedelai hanya diperlukan ragi sebanyak 2-3 ons saja. Kisaran harga ragi yaitu Rp 15.000,00 per kilogram. Selain kedua bahan baku di atas, responden juga menggunakan bahan pewarna. Pewarna yang digunakan tidaklah terlalu banyak. Untuk 100 kilogram kedelai hanya dibutuhkan sekitar 4-5 bungkus pewarna. Penggunaan bahan ini dimaksudkan agar tempe yang dihasilkan berwarna kekuning-kuningan sehingga terkesan lebih cerah dan menarik. Pewarna ini dapat diperoleh di pasar tedekat dengan harga Rp 500,00 per bungkus. Pada awalnya, para pengrajin tempe menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar. Seiring dengan semakin meningkatnya harga minyak tanah, pengrajin tempe beralih menggunakan kayu bakar. Akan tetapi sejak awal tahun 2008, kayu bakar semakin sulit ditemukan dan harganya pun meningkat. Dalam rangka menekan biaya produksi, beberapa pengrajin mulai mengganti bahan bakarnya menjadi serbuk kayu sisa furniture. Rata-rata kayu bakar yang diperlukan untuk merebus 100 kilogram kedelai sebanyak satu karung dengan harga Rp 7.000,00 per karung. Apabila menggunakan serbuk kayu sisa furniture hanya dibutuhkan 0,75 karung dengan harga rata-rata Rp 5.000,00 per karung. Responden yang menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya yaitu sebesar 80 persen sedangkan sisanya yaitu sebesar 20 persen menggunakan serbuk kayu sisa furniture . Sebagai bahan pengemas, responden menggunakan plasik dan daun. Kemasan plastik lebih banyak digunakan dengan alasan harga plastik lebih murah dibandingkan harga daun tanpa mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan. Harga daun yaitu Rp 2.000,00 - Rp 2.200,00 per ikat sedangkan harga plastik yaitu Rp 20.000,00 per kilogram. Di samping faktor harga, masalah ketersediaan daun yang terbatas juga mempengaruhi dominasi plastik sebagai kemasan. Berikut disajikan tabel struktur biaya produksi pada industri tempe dengan skala usaha 100 kilogram per hari. Tabel 16. Biaya Produksi pada Industri Tempe dengan Skala Usaha Seratus Kilogram Kedelai Per Hari No Uraian Nilai Rp 1 Kedelai 701.500,00 2 Ragi 3.909,70 3 Daun 16.681,37 4 Plastik 22.284,31 5 Bahan bakar 5.647,05 6 Pewarna 2.230,39 7 Tenaga kerja 74.250,00 8 Penyusutan alat 54.188,65 9 Pajak 5.066,67 10 Sewa Tempat 6.666,67 TOTAL 894.358,14

5.3.3 Gambaran Kegiatan Produksi