terhadap teori perdagangan internasional berdasarkan keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Heckscher-Ohlin dalam teoremanya
menyebutkan bahwa suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di
negara tersebut dan dalam waktu yang bersamaan akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara
tersebut. Keunggulan komparatif merupakan salah satu ukuran dayasaing suatu negara
dalam memproduksi komoditi tertentu berdasarkan analisis ekonomi. Dalam perhitungannya, konsep ini menggunakan harga sosial atau harga bayangan yang
merupakan harga yang terjadi pada kondisi pasar persaingan sempurna atau dengan kata lain apabila perekonomian tidak terdistorsi sama sekali. Akan tetapi
pada kenyataanya, kondisi tanpa distorsi tentu tidak akan ditemui dalam dunia nyata. Oleh karena itu diperlukan juga ukuran dayasaing suatu aktifitas produksi
pada kondisi perekonomian yang aktual.
3.1.3 Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif merupakan ukuran dayasaing pada kondisi perekonomian aktual. Konsep ini pada mulanya dikembangkan oleh Porter. Porter
menyebutkan bahwa faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional dipengaruhi oleh kondisi fakor; kondisi permintaan, industri pendukung dan
terkait; persaingan, struktur dan strategi perusahaan. Keempat faktor ini didukung oleh faktor lainnya yaitu peluang dan peran pemerintah. Konsep keunggulan
kompetitif digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu aktifitas serta
keuntungan privat yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha berdasarkan harga pasar.
Konsep keunggulan kompetitif bukanlah suatu konsep yang sifatnya saling menggantikan dengan dengan konsep keunggulan komparatif, akan tetapi suatu
konsep yang sifatnya saling melengkapi. Konsep keunggulan komparatif menggambarkan kelayakan suatu kegiatan usaha secara ekonomi dan
perhitungannya didasarkan pada harga sosial, sedangkan konsep keunggulan kompetitif menggambarkan kelayakan suatu kegiatan usaha secara finansial dan
didasarkan pada harga pasar. Suatu komoditi dapat memiliki keunggulan kompetitif sekaligus keunggulan komparatif, yang mengindikasikan bahwa
komoditi tersebut layak untuk diproduksi dan dapat bersaing di pasar internasional.
3.1.4 Kebijakan Pemerintah
Sering kali mekanisme pasar tidak dapat berfungsi secara efisien karena adanya kegagalan pasar sehingga memerlukan suatu bentuk campur tangan dari
pemerintah. Kebijakan pemerintah ditujukan untuk peningkatan ekspor ataupun sebagai usaha perlindungan terhadap produk dalam negeri. Intervensi pemerintah
ini dapat diterapkan baik pada output maupun input yang pada akhirnya akan menimbulkan perbedaan harga output dan input secara finansial dan secara
ekonomi. Klasifikasi kebijakan harga komoditi dapat dilihat pada Tabel 5 yang dapat
membantu untuk menjelaskan dampak perubahan kebijakan. Tabel tersebut membedakan tipe kebijakan berdasarkan tiga kriteria yaitu tipe instrumen,
kelompok penerimaan dan tipe komoditi Monke and Pearson, 1989. Berikut disajikan tabel klasifikasi kebijakan harga komoditi.
Tabel 6. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi
Instrumen Dampak pada Produsen
Dampak pada Konsumen Kebijakan subsidi
a. tidak merubah harga pasar dalam nageri
b. merubah harga pasar dalam negeri
Subsidi kepada produsen
b. pada barang impor S + PI ; S – PI
b. pada barang ekspor S + PE ; S – PE
Subsidi kepada konsumen
c. pada barang impor S + CI ; S – CI
b. pada barang ekspor S + CE ; S – CE
Kebijakan perdagangan merubah harga pasar
dalam negeri Hambatan pada barang-
barang impor TPI Hambatan pada barang-
barang ekspor TCE Sumber: Monke and Pearson, 1989.
Keterangan : S +
= Subsidi S -
= Pajak PE
= Produsen barang orientasi ekspor PI
= Produsen barang substitusi impor CE
= Konsumen barang orientasi ekspor CI
= Konsumen barang substitusi impor TPI
= Hambatan barang impor TCE = Hambatan barang ekspor
Tipe Instrumen
Dalam tipe instrumen, subsidi dan kebijakan perdagangan merupakan dua hal yang dibedakan. Apabila dibayarkan dari pemerintah maka disebut subsidi.
Tujuan dan dampak subsidi yaitu menciptakan harga domestik berbeda dengan harga dunia. Sedangkan kebijakan perdagangan merupakan pembatasan atau
hambatan yang diberlakukan baik pada komoditi impor maupun ekspor. Hambatan perdagangan ini dapat diterapkan pada harga komoditi dalam bentuk
tarif maupun pada jumlah yang diperdagangkan dalam bentuk kuota. Kebijakan perdagangan dan subsidi dapat berbeda dalam tiga hal yaitu:
a. implikasinya pada anggaran pemerintah. Kebijakan perdagangan tidak berpengaruh pada anggaran pemerintah
sedangkan subsidi akan mengurangi anggaran pemerintah apabila berupa subsidi positif dan menambah anggaran pemerintah apabila berupa subsidi
negatif. b. tipe alternatif kebijakan.
Intervensi pemerintah dapat dibedakan menjadi delapan tipe subsidi dan dua hambatan perdagangan Monke and Pearson, 1989. Delapan tipe subsidi
untuk produsen dan konsumen pada barang ekspor maupun impor yaitu: 1. subsidi positif pada produsen barang impor S+PI
2. subsidi negatif pada produsen barang impor S-PI 3. subsidi positif pada produsen barang ekspor S+PE
4. subsidi negatif pada produsen barang ekspor S-PE 5. subsidi positif pada konsumen barang impor S+CI
6. subsidi negatif pada konsumen barang impor S-CI 7. subsidi positif pada konsumen barang ekspor S+CE
8. subsidi negatif pada konsumen barang ekspor S-CE Pada hambataan perdagangan hanya terdapat dua tipe yaitu hambatan
perdagangan pada barang ekspor dan hambatan perdagangan barang impor.
c. tingkat kemampuan penerapan. Kebijakan subsidi dapat diterapkan pada setiap komoditi baik komoditi
tradable maupun non tradable sedangkan hambatan perdagangan hanya
dapat diterapkan pada komoditi tradable.
Kelompok Penerimaan
Klasifikasi kelompok penerimaan pada kebijakan pemerintah dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagi produsen dan bagi konsumen. Adanya subsidi
maupun kebijakan perdagangan mengakibatkan terjadinya transfer diantara produsen, konsumen, dan pemerintah. Anggaran pemerintah yang tidak
dibayarkan seluruhnya mengakibatkan produsen diuntungkan dan konsumen dirugikan, demikian pula sebaliknya. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa
keuntungan yang diterima oleh satu pihak merupakan transfer dari kerugian yang diderita oleh pihak lain. Akan tetapi transfer ini disertai pula dengan efisiensi
ekonomi yang hilang sehingga keuntungan yang diterima lebih kecil daripada kerugian yang diderita.
Tipe Komoditi
Tipe komoditi dibedakan menjadi komoditi ekspor dan komoditi impor. Apabila tidak ada kebijakan harga, maka harga domestik akan sama dengan harga
dunia. Pada kondisi ini, harga yang digunakan untuk barang ekspor adalah harga fob
free on board sedangkan untuk barang impor digunakan harga cif cost insurance freight
.
3.1.4.1 Kebijakan Output
Kebijakan harga terhadap output dapat berupa subsidi subsidi positif dan subsidi negatif maupun hambatan perdagangan tarif dan kuota. Perubahan yang
terjadi akibat adanya intervensi pemerintah baik berupa subsidi maupun hambatan perdagangan yaitu perubahan pada harga barang, jumlah barang, surplus produsen
serta surplus konsumen Monke and Pearson, 1989. Ilustrasi penerapan subsidi baik pada barang impor maupun ekspor dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1a menunjukkan subsidi positif untuk produsen barang impor. Harga yang diterima produsen lebih tinggi dibandingkan harga dunia. Subsidi
positif sebesar P
d
-P
w
mengakibatkan output yang diproduksi dalam negeri meningkat dari Q
1
ke Q
2
dengan tingkat konsumsi tetap pada Q
3.
Subsidi ini menyebabkan impor turun dari Q
3
- Q
1
menjadi Q
3
– Q
2
. Transfer total dari pemerintah ke produsen yaitu sebesar Q
2
x P
d
-P
w
atau P
d
ABP
w
. Subsidi menyebabkan barang yang seharusnya diimpor menjadi diproduksi sendiri dengan
biaya korbanan sebesar Q
1
Q
2
AC sedangkan jika barang tersebut diimpor biaya korbanan yang seharusnya yaitu Q
1
Q
2
BC sehingga efisiensi ekonomi yang hilang sebesar CAB.
Gambar 1b memperlihatkan subsidi positif untuk konsumen barang impor. Adanya subsidi yang diberikan pemerintah mengakibatkan harga di pasar
internasional lebih tinggi dibandingkan harga domestik. Subsidi positif sebesar P
w
-P
d
mengakibatkan peningkatan konsumsi dari Q
3
ke Q
4
sedangkan output produksi dalam negeri menurun dari Q
2
ke Q
1
sehingga impor mengalami peningkatan dari Q
3
-Q
2
menjadi Q
4
-Q
1
. Transfer yang terjadi sebesar P
w
GHP
d
terdiri dari dua bagian yaitu transfer dari pemerintah pada konsumen sebesar AGHB dan transfer dari produsen pada konsumen sebesar P
w
ABP
d.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kehilangan efisiensi ekonomi pada sisi produksi dan
konsumsi. Pada sisi produksi, penurunan output dari Q
2
ke Q
1
mengakibatkan
B A
C
Q
1
Q
2
Q
3
Q
4
Q
3
Q
2
Q
1
A F E G
Pw Pd
Pd Pw
kehilangan pendapatan sebesar P
w
x Q
1
-Q
2
atau Q
1
AFQ
2
sedangkan input yang dihemat sebesar Q
2
Q
1
BF sehingga terdapat efisiensi ekonomi yang hilang sebesar FAB. Pada sisi konsumsi, opportunity cost akibat peningkatan konsumsi dari Q
3
ke Q
4
yaitu P
w
x Q
4
-Q
3
atau sebesar Q
3
EGQ
4
sedangkan kempuan konsumen untuk membayar sebesar Q
3
EHQ
4
sehingga efisiensi ekonomi yang hilang sebesar EGH.
P S P S
D B H D Q Q
a S + PI b S + CI
Gambar 1. Dampak subsidi positif terhadap produsen dan konsumen barang impor S+PI dan S+CI
Sumber: Monke and Pearson, 1989 Gambar 2a menerangkan subsidi bagi produsen barang ekspor. Sama
dengan subsidi pada produsen barang impor, harga domestik lebih tinggi daripada harga dunia. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah output yang diproduksi
dari dari Q
3
ke Q
4
dan penurunan konsumsi dari Q
2
ke Q
1
sehingga jumlah ekspor pun berubah dari Q
3
-Q
2
menjadi Q
4
-Q
1.
Subsidi yang diberikan pemerintah yaitu sebesar GBAH. Gambar 2b merupakan ilustrasi pemberian subsidi bagi
konsumen barang ekspor. Gambar tersebut menunjukkan bahwa harga di pasar internasional lebih tinggi dibanding harga domestik sehingga konsumsi barang
ekspor meningkat dari Q
1
ke Q
2
. Biaya korbanan dari peningkatan konsumsi yaitu
B H
Q
1
Q
2
Q
3
Q
2
Q
1
C B
Pw Pd
Pw Pd
Q
4
sebesar P
w
x Q
2
-Q
1
atau sebesar Q
1
CBQ
2
sedangkan kemampuan membayar konsumen sebesar Q
1
CAQ
2
sehingga efisiensi ekonomi yang hilang sebesar CAB. P
S P G E F A
A
D Q Q
a S + PE
b S + CE
Gambar 2. Dampak subsidi positif terhadap produsen dan konsumen barang ekspor S+PE dan S+CE
Sumber: Monke and Pearson, 1989 Ilustrasi penerapan hambatan perdagangan dengan mengambil contoh pada
komoditi impor dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 memperlihatkan bahwa hambatan perdagangan pada barang impor mengakibatkan peningkatan harga baik
bagi produsen maupun konsumen. Kondisi harga yang tinggi ini menyebabkan output domestik meningkat dari Q
1
ke Q
2
dan konsumsi turun dari Q
3
ke Q
4
sehingga impor berkurang dari Q
3
-Q
1
menjadi Q
4
-Q
2
. Terjadi transfer pendapatan dari konsumen sebesar P
d
-P
w
x Q
4
atau P
d
ABP
w
. Transfer ini terdiri atas transfer yang diterima produsen sebesar P
d
EFP
w
dan yang diterima pemerintah sebesar FEAB. Efisiensi ekonomi yang hilang dari sisi konsumen yang merupakan
perbedaan antara opportunity cost dari perubahan konsumsi Q
4
BCQ
3
dengan kesediaan membayar Q
4
ACQ
3
adalah sebesar daerah ABC, sedangkan efisiensi ekonomi yang hilang pada sisi produksi yaitu sebesar EFG.
Gambar 3. Dampak hambatan perdagangan pada komoditi impor Sumber: Monke and Pearson, 1989
3.1.4.2 Kebijakan Input
Input merupakan fakor yang berperan penting dalam aktifitas produksi. Input dapat digolongkan menjadi input tradable dan input non tradable. Kebijakan yang
berlaku bagi input tradable dapat berupa kebijakan subsidi baik itu positif maupun negatif dan hambatan perdagangan, sedangkan bagi input non tradable
hanya berlaku kebijakan subsidi baik itu positif maupun negatif. Kebijakan hambatan perdagangan tidak berlaku pada input non tradable karena input
tersebut diproduksi dan digunakan dalam domestik. 1. Kebijakan input tradable.
Gambar 4 di bawah ini memperlihatkan dampak kebijakan subsidi negatif pajak dan subsidi positif pada input tradable. Pada Gambar 4a, pajak yang
dikenakan pemerintah bagi input tradable mengakibatkan peningkatan biaya produksi pada tingkat ouput yang sama sehingga terjadi penurunan produksi
output domestik dari Q
1
ke Q
2
atau kurva supply bergeser ke kiri atas. Efisiensi ekonomi yang hilang yaitu seluas daerah segitiga ABC; daerah ini merupakan
S
D Q
Q
3
Q
4
Q
2
Q
1
A E
G F
B C
P
perbedaan antara nilai output yang hilang atau Q
2
CAQ
1
dengan biaya untuk memproduksi output tersebut atau Q
2
BAQ
1
. Dampak penerapan subsidi positif bagi input tradable dapat dilihat pada
Gambar 4b. Pada gambar ini, terlihat bahwa kebijakan tersebut menyebabkan peningkatan penggunaan input dari Q
1
ke Q
2
atau kurva supply bergeser ke kanan bawah. Efisiensi ekonomi yang hilang yaitu sebesar ABC yang merupakan
perbedaan biaya produksi yang semakin bertambah atau Q
1
ACQ
2
dengan kenaikan nilai output atau Q
1
ABQ
2
.
a b
Gambar 4. Pajak dan subsidi pada input tradable Sumber: Monke and Pearson, 1989
2. Kebijakan input non tradable. Efek pengenaan subsidi positif dan negatif pada input non tradable dapat
dilihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5a terlihat bahwa pengenaan pajak subsidi negatif sebesar P
c
-P
p
mengakibatkan produksi turun dari Q
1
ke Q
2.
Harga di tingkat produsen turun menjadi P
p
sedangkan harga di tingkat konsumen naik menjadi P
c.
Efisiensi ekonomi yang hilang dari sisi produsen yaitu sebesar DBA dan dari sisi konsumen sebesar BCA.
A C
B
Q
1
Q
2
S
Q
B
A
Q
1
Q
2
S C
P
w
P S’
P
w
P
Q S’
Gambar 5b menerangkan dampak subsidi positif pada input non tradable. Kebijakan tersebut berdampak pada peningkatan produksi dari Q
1
ke Q
2.
Harga yang diterima produsen meningkat dari P
d
menjadi P
p
sedangkan harga yang diterima konsumen menurun dari P
d
menjadi P
c
. Efisiensi ekonomi yang hilang diukur dari perbedaan biaya produksi akibat meningkatnya output yang dihasilkan
atau Q
1
ABQ
2
dengan kesediaan membayar konsumen. Total efisiensi yang hilang yaitu seluas daerah ACD yang terdiri dari inefisiensi ekonomi dari sisi produsen
ACB dan dari sisi konsumen ABD.
a b
Gambar 5. Pajak dan subsidi pada input non tradable Sumber: Monke and Pearson, 1989
3.1.5 Policy Analysis Matrix
Policy Analysis Matrix PAM pertama kali diperkenalkan oleh Eric. A.
Monke dan Scott Pearson pada tahun 1989. Hasil analisis PAM ini dapat digunakan untuk melihat dampak kebijakan pemerintah pada suatu sistem
komoditi. Menurut Pearson and Gotsch 2004, tiga tujuan utama dari metode PAM pada hakekatnya ialah memberikan informasi dan analisis untuk membantu
pengambil kebijakan pertanian terkait dengan isu-isu penting bidang pertanian, menghitung tingkat keuntungan sosial sebuah usahatani, serta menghitung
S A
D Q
P C
B
D
Q
2
Q
1
Q
3
P
d
P
p
P
c
P
p’
P S
D D
B
C A
Q
1
Q
2
P
d
P
p
P
c
Q
transfer effects. Matriks PAM terdiri dari dua identitas yaitu identitas tingkat
keuntungan atau profitability identity dan identitas penyimpangan atau divergences identity
Pearson and Gotsch, 2004. Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis PAM yaitu:
1.pada analisis finansial, perhitungan didasarkan pada harga pasar yang merupakan harga yang benar-benar terjadi dan diterima oleh produsen dan
konsumen setelah adanya kebijakan; 2.pada analisis ekonomi, perhitungan didasarkan pada harga sosial yang
merupakan harga bayangan atau harga pada kondisi PPS apabila tidak terdapat distorsi sama sekali;
3.ouput bersifat tradable dan input dapat dipisahkan dalam komponen asing dan domestik;
4. eksternalitas positif dan negatif saling meniadakan. PAM merupakan suatu analisis yang dapat mengidentifikasi tiga analisis
yaitu analisis keuntungan privat dan sosial; analisis dayasaing keunggulan kompetitif dan komparatif; analisis dampak kebijakan. Berkut disajikan matriks
analisis PAM.
Tabel 7. Matriks Analisis Kebijakan PAM
Keterangan Penerimaan
Biaya Keuntungan
Input tradable
Input nontradable
Harga Privat A
B C
D Harga Sosial
E F
G H
Dampak kebijakan I
J K
L Sumber: Pearson and Gotsch, 2004
A. Analisis keuntungan
1. Keuntungan Privat D = A – B – C Keuntungan privat menunjukkan selisih antara penerimaan dengan seluruh
biaya yang dikeluarkan yang dihitung dengan menggunakan harga pasar. Nilai keuntungan privat yang lebih besar dari nol berarti secara finansial komoditi
tersebut layak untuk diusahakan. Demikian sebaliknya, jika nilai keuntungan privat kurang dari nol maka kegiatan usaha tersebut tidak menguntungkan pada
kondisi adanya intervensi pemerintah. 2. Keuntungan sosial H = E – F – G
Keuntungan sosial merupakan selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan yang dihitung dengan menggunakan harga bayangan.
Apabila nilai keuntungan sosial lebih besar dari nol berarti pada kondisi pasar persaingan sempurna, aktifitas pengusahaan komoditi tersebut menguntungkan
secara ekonomi.
B. Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif
1. Rasio Biaya Privat PCR = B
A C
− Rasio biaya privat merupakan rasio antara biaya input domestik privat
dengan selisih antara penerimaan privat dengan biaya input tradable privat. Jika nilai PCR lebih kecil dari satu berarti aktifitas pengusahaan komoditi tersebut
efisien secara finansial atau memiliki keunggulan kompetitif pada kondisi terdapat intervensi pemerintah. Berlaku sebaliknya jika nilai PCR lebih besar dari satu.
2. Biaya Sumberdaya Domestik DRC = F
E G
−
Apabila nilai Domestic Resousce Cost lebih kecil dari satu, maka kegiatan pengusahaan suatu komoditi dikatakan efisien pada kondisi tanpa ada kebijakan
pemerintah atau memiliki keunggulan komparatif. Demikian sebaliknya apabila hasil perhitungan DRC lebih besar dari satu.
C. Analisis dampak kebijakan
1. Kebijakan output ~ Transfer output I = A – E
Transfer output merupakan selisih antara nilai penerimaan berdasarkan harga finansial dan penerimaan berdasarkan harga sosial. Nilai transfer output positif
mencerminkan besarnya transfer dari masyarakat ke produsen karena masyarakat membeli output dengan harga di atas harga yang seharusnya. Sedangkan nilai
transfer output negatif menunjukkan bahwa kebijakan yang berlaku mengakibatkan harga output yang diterima produsen lebih rendah dari harga
seharusnya. ~ Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO =
E A
Koefisien proteksi output nominal merupakan rasio antara penerimaan berdasarkan harga finansial dan penerimaan berdasarkan harga sosial. Apabila
nilai NPCO lebih besar dari satu berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan harga output di pasar lokal lebih tinggi dibandingkan harga di pasar dunia.
2. Kebijakan input ~ Transfer input J = B – F
Transfer input merupakan selisih antara biaya berdasarkan harga finansial dan biaya berdasarkan harga sosial. Nilai transfer input menunjukkan adanya
kebijakan pemerintah pada input tradable. Nilai transfer input positif
mencerminkan bahwa produsen harus membayar inputnya lebih mahal. Apabila nilai transfer input negatif berarti bahwa produsen tidak perlu membayar secara
penuh korbanan sosial yang seharusnya dibayarkan. ~ Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI =
F B
Koefisien proteksi input nominal merupakan rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga finansial dan biaya input tradable berdasarkan harga sosial.
Nilai NPCI yang lebih besar dari satu menunjukkan adanya proteksi dari pemerintah terhadap produsen input sehingga sektor yang menggunakan input
tersebut terpaksa dirugikan dengan tingginya biaya produksi. ~ Transfer fakor K = C – G
Transfer fakor merupakan indikator yang digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap input non tradable. Apabila transfer fakor
bernilai positif berarti terdapat kebijakan pemerintah yang sifatnya melindungi produsen input domestik. Nilai transfer faktor diperoleh dari selisih antara biaya
input non tradable privat dengan biaya input non tradable sosial. 3. Kebijakan Input-Output
~ Transfer bersih = D – H Transfer bersih merupakan selisish antara keuntungan bersih yang benar-
benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. ~ Koefisien Proteksi Efektif EPC =
F E
B A
− −
Nilai EPC menggambarkan arah kebijakan pemerintah apakah bersifat melindungi atau justru menghambat kegiatan pengusahaan suatu komoditi.
~ Koefisien keuntungan = H
D
Apabila nilai koefisien keuntungan lebih besar dari satu, maka berarti secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen.
Sebaliknya apabila nilai koefisien keuntungan lebih kecil dari satu, berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih
kecil dibandingkan tidak ada intervensi pemerintah. ~ Rasio Subsidi bagi Podusen SRP =
B A
L −
Nilai SRP yang lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya
di atas biaya sosial yang seharusnya dikeluarkan.
3.1.6 Harga Bayangan