Berdasarkan penelitian mereka, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap industri tempe secara umum adalah kedelai sebagai bahan baku utama, ragi, bahan
pengemas, bahan bakar, air, listrik, peralatan, dan tenaga kerja. Skala produksi industri tempe pada umumnya tergantung pada ketersediaan bahan baku,
permintaan pasar, serta ketersediaan modal.
2.3.2 Studi Mengenai Analisis Nilai Tambah
Berbagai studi mengenai analisis nilai tambah telah dilakukan oleh beberapa akademisi. Studi mengenai analisis usaha dan nilai tambah pengolahan ikan pada
industri kerupuk ikanudang di Indramayu dilakukan oleh Apriyadi 2003. Menurut Apriyadi, usaha ini layak untuk dikembangkan dengan nilai RC atas
biaya tunai maupun biaya total yang lebih besar dari satu. Berdasarkan analisis nilai tambah dapat disimpulkan bahwa semakin besar output yang diproduksi
maka semakin besar nilai tambah yang diperoleh, semakin efisien produsen dalam berusaha, serta semakin besar pula dayasaing tenaga kerja.
Analisis nilai tambah pada pengolahan kain tenun sutera alam di Kabupaten Garut dilakukan oleh Muflikh 2003. Untuk menghitung besarnya nilai tambah
yang dihasilkan perusahaan, digunakan analisis nilai tambah Metode Hayami. Penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan perusahaan
adalah 60 persen dari nilai output. Penggunaan benang sutera alam dalam negeri memberikan nilai tambah dan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan
penggunaan benang sutera impor. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kain tenun ikat paling tinggi karena harga jualnya paling mahal.
Jati 2005 melakukan studi mengenai analisis pendapatan dan nilai tambah industri kecil keripik dan sale hasil produk olahan pisang di Banten. Analisis yang
digunakan yaitu analisis pendapatan dan analisis nilai tambah. Nilai RC atas biaya tunai dan biaya total usaha tersebut lebih besar dari satu, yang berarti kedua
kegiatan pengolahan sudah efisien, menguntungkan, dan layak untuk dilaksanakan. Kegiatan pengolahan pisang menjadi keripik memberikan nilai
tambah yang lebih besar dibandingkan sale.
2.3.3 Studi Mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Penelitian yang menggunakan analisis keunggulan komparatif dan kompetitif telah banyak dilakukan. Dewi 2004 menggunakan Policy Analysis Matrix dan
analisis sensitivitas untuk mengetahui keunggulan komparatif dan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan kedelai di Kabupaten Boyolali,
Jawa Tengah. Berdasarkan studi Dewi, diperoleh kesimpulan bahwa pengusahaan kedelai di daerah penelitian memiliki keunggulan kompetitif maupun komparatif
dengan nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu. Melemahnya nilai tukar rupiah sebesar empat persen tidak begitu berpengaruh terhadap keunggulan komparatif
dan kompetitif pengusahaan kedelai sedangkan kebijakan subsidi mendorong produsen untuk meningkatkan produksinya.
Dhuhana 2004 melakukan penelitian untuk melihat keunggulan komparatif dan kompetitif usaha emping melinjo di Kabupaten Serang. Kesimpulan studi
Dhuhana yaitu keuntungan usaha emping melinjo baik dengan intervensi maupun tanpa intervensi berada di atas normal dengan nilai DRC dan PCR lebih kecil dari
satu. Selain itu, diketahui pula bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berdampak pada peningkatan keunggulan komparatif dan
kompetitif. Meningkatnya suku bunga dan upah tenaga kerja berdampak pada
penurunan keuntungan sosial dan privat serta peningkatan sumberdaya domestik dan rasio biaya privat pada usaha emping melinjo.
Studi mengenai analisis dayasaing dan dampak perubahan kebijakan pemerintah terhadap komoditi susu sapi di Desa Tajurhalang, Kabupaten Bogor
dilakukan oleh Kuraisin 2006. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah PAM dan analisis sensitivitas. Berdasarkan penelitian Kuraisin
disimpulkan bahwa pengusahaan susu sapi menguntungkan dan efisien secara finansial dan ekonomi dengan nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu. Perubahan
kebijakan pemerintah seperti peningkatan harga pakan sebesar 30 persen, harga susu sapi sebesar 5 persen serta gabungan keduanya tidak mempengaruhi
keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas susu sapi di daerah penelitian. Studi terdahulu yang telah dilakukan pada industri tempe di beberapa daerah
pada umumnya terkait dengan perkembangan industri, permintaan dan penawaran, pola konsumsi, serta analisis usaha pada industri tersebut. Penelitian mengenai
dayasaing industri tempe di Kabupaten Bogor dengan menggunakan Policy Analysis Matrix
PAM belum dilakukan. Mengingat tingginya ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor dalam hal pemenuhan bahan baku industri
olahan, maka diperlukan penelitian untuk menganalisis keunggulan kompetitif dan komparatif pada industri tersebut. Selain itu perlu dihitung besaran nilai tambah
yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan pengolahan kedelai menjadi tempe. Kedelai yang didatangkan secara impor sebaiknya digunakan pada kegiatan yang
dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi agar sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan bagi pengadaan bahan bakunya.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Definisi Dayasaing