Penyusutan alat, Analisis nilai tambah dan dayasaing serta dampak kebijakan pemerintah terhadap industri tempe di kabupaten Bogor (kasus: desa Citeureup, kecamatan Citeureup)

sewa tempat. Pajak memberikan kontribusi sebesar 0,78 persen sedangkan sewa tempat sebesar 0,75 persen dari total biaya produksi. Kedelai, 78.44 Bahan baku lainnya, 5.67 Tenaga kerja,

8.30 Penyusutan alat,

6.06 Kedelai Bahan baku lainnya Tenaga kerja Penyusutan alat Gambar 11. Persentase Empat Komponen biaya penting dalam industri tempe Analisis nilai tambah yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari pengadaan bahan baku kedelai sampai dengan produk tempe dapat dipasarkan. Dasar perhitungan dalam analisis nilai tambah pada industri tempe menggunakan per satuan kilogram kedelai sebagai bahan baku utama. Harga rata-rata bahan baku kedelai di daerah penelitian yaitu Rp 7.015,00 per kilogram. Tabel 19 memperlihatkan hasil perhitungan analisis nilai tambah pada industri tempe di Desa Citeureup dengan menggunakan Metode Hayami. Rata- rata setiap harinya pengrajin tempe di daerah tersebut memproduksi tempe sebanyak 163,2 kilogram sehingga dalam satu bulan dapat dihasilkan tempe sebanyak 4.896 kilogram. Output tersebut dipasarkan dengan harga rata-rata per satuan Rp 6.500,00. Dari sisi bahan baku, jumlah kedelai yang digunakan yaitu 3.060 kilogram per bulan. Berdasarkan hasil pembagian besaran total output dan input bahan baku utama didapatkan nilai faktor konversi sebesar 1,6. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap satu kilogram kedelai yang diolah akan menghasilkan 1,6 kilogram tempe. Tabel 18. Hasil Analisis Nilai Tambah pada Industri Tempe di Desa Citeureup Maret 2008 URAIAN NILAI OUTPUT, INPUT, HARGA 1. Total output kgbulan 4.896 2. Input bahan baku kgbulan 3.060 3. Tenaga kerja HOKbulan 61,71 4. Faktor konversi 12 1,60 5. Koefisien tenaga kerja 32 0,02 6. Harga output rata-rata Rpkg 6.500 7. Upah rata-rata tenaga kerja RpHOK 36.096,25 PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN 8. Harga bahan baku Rpkg 7.015 9. Sumbangan input lain Rpkg kedelai 1.186,08 10. Nilai output 4 x 6 10.400 11. a. Nilai tambah 10 - 9 - 8 2.198,91 b. Rasio nilai tambah 11a10 x 100 21,14 12. a. Pendapatan tenaga kerja 5 x 7 727,94 b. Pangsa tenaga kerja 12a11a x 100 33,10 13. a. Keuntungan 11a - 12a 1.470,97 b. Tingkat keuntungan 13a11a x 100 66,89 BALAS JASA FAKTOR PRODUKSI 14. Margin 10 - 8 3.385 a. Pendapatan tenaga kerja 12a14 x 100 21,50 b. Sumbangan input lain 914 x 100 35,03 c. Keuntungan 13a14 x 100 43,45 Proses produksi pada industri tempe tentu tidak terlepas dari komponen tenaga kerja. Rata-rata industri tempe dengan skala usaha seratus kilogram kedelai per hari menggunakan hanya dua orang tenaga kerja dimana keduanya berasal dari dalam keluarga. Apabila digunakan tenaga kerja dari luar keluarga maka sistem pengupahan yang berlaku adalah sistem harian sebesar Rp 41.250,00 per orang. Tenaga kerja tersebut bekerja selama delapan jam per hari yang terdiri dari 1,143 HOK bagi tenaga kerja pria dan 0,914 HOK bagi tenaga kerja wanita dengan asumsi 1HOK = 7 jam dan 1HOK pria = 0,8 HOK wanita. Atau dengan kata lain, upah yang diterima pekerja adalah sebesar Rp 36.096,25 per HOK. Total pemakaian jasa tenaga kerja selama satu bulan periode produksi adalah 61,71 HOK. Nilai koefisien tenaga kerja diperoleh dari hasil pembagian jumlah total Hari Orang Kerja HOK selama satu bulan periode produksi dengan jumlah input bahan baku yang diolah dalam satu bulan. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan nilai koefisien tenaga kerja pada industri tempe di daerah penelitian adalah 0,02. Nilai ini dapat diinterpretasikan sebagai jumlah Hari Orang Kerja HOK yang diperlukan untuk memproduksi satu kilogram kedelai hingga menjadi tempe adalah 0,02 HOK 1HOK = 7 jam kerja. Sumbangan input lain adalah biaya-biaya yang juga dikeluarkan industri selain biaya bahan baku kedelai dan tenaga kerja. Sumbangan input lain pada kegiatan pengolahan kedelai menjadi tempe terdiri dari biaya bahan baku lainnya ragi, daun, plastik, pewarna, dan bahan bakar, biaya penyusutan alat, pajak dan sewa tempat. Nilai total sumbangan input lain pada industri tempe dengan skala usaha seratus kilogram per hari yaitu Rp 118.608,10. Nilai tersebut kemudian dibagi dengan jumlah input bahan baku utama yang digunakan sehingga diperoleh sumbangan input lain per satuan kilogram kedelai sebesar Rp 1.186,08. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output per kilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada industri tempe disini yaitu sebesar Rp 10.400,00. Nilai output tersebut memberikan nilai tambah sebesar Rp 2.198,91 dengan rasio nilai tambah 21,14 persen. Nilai ini dapat diinterpretasikan bahwa sebesar 21,14 persen merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Nilai tambah disini merupakan nilai tambah kotor karena belum memperhitungkan imbalan tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja yang merupakan perkalian dari koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja per HOK adalah sebesar Rp 727,94 dan pangsa tenaga kerja sebesar 33,10 persen. Hal ini berarti 33,10 persen dari nilai tambah merupakan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja. Industri tempe pada penelitian ini berhasil memperoleh keuntungan sebesar Rp 1.470,97 per kilogram. Tingkat keuntungan yang dimiliki yaitu 66,89 persen yang berarti bahwa 66,89 persen dari nilai tambah merupakan keuntungan pengrajinpengusaha. Keuntungan ini merupakan keuntungan bersih karena sudah memperhitungkan imbalan tenaga kerja. Berdasarkan tabel hasil analisis nilai tambah di atas dapat diketahui bahwa margin dari pengolahan kedelai pada industri tempe adalah sebesar Rp 3.385,00. Nilai ini diperoleh dari selisih harga atau nilai output dengan nilai input bahan baku utama. Margin ini kemudian didistribusikan menjadi imbalan bagi tenaga kerja, sumbangan input lain serta keuntungan pengusahapengrajin. Margin yang didistribusikan sebagai imbalan bagi tenaga kerja sebesar 21,50 persen. Margin bagi sumbangan input lain sebesar 35,03 persen dan margin bagi keuntungan pengrajin sebesar 43,45 persen.

6.2 Analisis Daya Saing