6.2.1 Analisis Keunggulan Kompetitif
Analisis keunggulan kompetitif dapat dilihat dari analisis keuntungan privat atau Private Profitability PP dan analisis rasio biaya privat atau Private Cost
Rasio PCR. Keuntungan privat merupakan keuntungan yang dihitung
berdasarkan harga yang sesungguhnya diterima pengrajin, telah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Nilai ini diperoleh dari penerimaan finansial dikurangi
biaya finansial baik yang bersifat tradable maupun non tradable. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel PAM, terlihat bahwa aktifitas pengolahan kedelai
menjadi tempe memiliki keuntungan privat private profitabiliy senilai Rp 2.228,50 per kilogram. Jika nilai keuntungan privat lebih besar dari nol berarti
industri tempe di daerah penelitian layak secara finansial untuk diusahakan dalam kondisi kebijakan dan kegagalan pasar yang ada.
Bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi finansial dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya privat PCR. PCR merupakan
rasio antara biaya input non tradable dengan selisih antara penerimaan dan input tradable
pada tingkat harga finansial harga privat. Suatu aktifitas dikatakan efisien secara finansial atau dapat dikatakan juga memiliki keunggulan kompetitif
apabila nilai PCR lebih kecil dari satu PCR 1. Semakin kecil nilai PCR maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif suatu aktifitas usaha.
Analisis yang dilakukan pada industri tempe menghasilkan PCR dengan nilai 0,7166 PCR 1. Hal ini berarti bahwa industri tempe di Desa Citeureup efisien
secara finansial atau dengan kata lain memiliki keunggulan kompetitif. Nilai PCR sebesar 0,7166 dapat diinterpretasikan bahwa untuk meningkatkan nilai tambah
output sebesar satu satuan pada harga finansial maka dibutuhkan tambahan biaya faktor domestik senilai 0,7166.
6.2.2 Analisis Keunggulan Komparatif
Analisis keunggulan komparatif diukur dengan pendekatan nilai keuntungan sosial atau Social Profitability SP dan rasio biaya sumberdaya domestik atau
Domestic Resource Cost DRC. Berbeda dengan analisis keunggulan kompetitif,
perhitungan pada analisis keunggulan komparatif didasarkan pada harga sosial atau shadow prices. Keuntungan sosial merupakan selisih antara penerimaan
sosial dengan biaya-biaya sosial baik yang bersifat tradable maupun non tradable. Rasio sumberdaya domestik diperoleh dari rasio antara biaya input non tradable
dengan selisih antara penerimaan dan input tradable pada tingkat harga sosial analisis ekonomi.
Berdasarkan hasil analisis, industri tempe di daerah penelitian memiliki keuntungan sosial sebesar Rp 4.225,80. Hal ini dapat diartikan bahwa pada
kondisi pasar yang tidak mengalami distorsi kebijakan pun, industri tempe tetap menguntungkan secara ekonomi.
Selain itu, analisis yang dilakukan pada industri tempe di Desa Citeurep menghasilkan nilai DRC sebesar 0,5597. Apabila nilai DRC suatu usaha lebih
kecil dari satu maka dapat dikatakan usaha tersebut efisien secara ekonomi atau memiliki keunggulan komparatif. Demikian halnya dengan industri tempe yang
nilai DRC nya 0,5597 DRC 1. Semakin kecil nilai DRC maka usaha tersebut semakin memiliki keunggulan komparatif dalam kondisi tanpa adanya intervensi
pemerintah atau kondisi pasar persaingan sempurna.
Keuntungan privat yang diterima oleh pengrajin tempe di daerah penelitian lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan sosialnya PP SP. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa adanya intervensi pemerintah yang berupa distorsi pasar tidak memberikan insentif yang baik kepada para pengrajin tempe
sehingga keuntungan yang diterima pada kondisi tanpa adanya intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan adanya intervensi pemerintah.
Perbedaan yang terjadi antara analisis finansial dan analisis ekonomi disebabkan oleh adanya perbedaan nilai penerimaan, biaya domestik dan biaya
input tradable akibat kebijakan pemerintah. Perbedaan penerimaan dikarenakan pada analisis ekonomi menggunakan harga output berdasarkan harga perbatasan
fob yang nilainya lebih tinggi dibandingkan harga finansial harga privat. Selain
itu, dari sisi komponen biaya domestik terdapat perbedaan nilai akibat dari perbedaan upah tenaga kerja tidak terdidik yang digunakan pada industri tempe
dimana nilainya dipengaruhi oleh tingkat pengangguran di desa. Pada biaya input tradable
, kedelai sebagai bahan baku dihitung berdasarkan harga perbatasan cif pada analisis ekonomi. Nilai cif kedelai tersebut lebih rendah dibandingkan harga
finansial sehingga biaya produksi pada analisis ekonomi pun menjadi lebih rendah dibandingkan pada analisis finansial.
6.2.3 Analisis Kebijakan Pemerintah