rumah tangga paling sedikit yaitu 25 buah sedangkan yang paling banyak mencapai 400 buah. Rata-rata harga rak kerai adalah Rp 20.000,00 per buah.
Peralatan lain yang juga diperlukan diantaranya ember dan pisau. Masing- masing pengrajin umumnya minimal memiliki satu buah pisau dan dua buah
ember. Daya tahan kedua alat ini relatif lama yaitu bisa mencapai tiga tahun. Harga ember rata-rata yaitu Rp 15.000,00 per buah sedangkan harga pisau sekitar
Rp 7.500,00 per buah.
5.3.4 Pemasaran
Beberapa cara pemasaran tempe di daerah penelitian yaitu dengan dijual berkeliling ke desa sekitar dan dijual ke pasar-pasar terdekat. Responden yang
berjualan keliling umumnya sudah memiliki pelanggan tetap di desa tujuan. Pelanggan mereka adalah warung kelontong dan pedagang sayur.
Cara pemasaran lainnya yaitu di pasar-pasar terdekat, seperti pasar Citeureup, Cileungsi, Cibinong, Jonggol, dan Wanaherang. Pengrajin yang menjual
produknya ke pasar terdekat umumnya menghadapi pembeli yang terdiri atas pedagang, rumah makan dan konsumen rumah tangga. Di samping itu, apabila ada
permintaan dari katering rumah tangga maka responden akan berproduksi melebihi kapasitas biasa per hari untuk memenuhi permintaan tersebut.
Perbedaan harga antara produk yang dijual berkeliling dengan produk yang dijual di pasar yaitu rata-rata Rp 300,00 – Rp 500,00 per bungkus. Tempe tersebut
dijual dalam berbagai ukuran diantaranya ukuran 12 x 25, ukuran 13 x 25, ukuran 14 x 25, ukuran 14 x 35, ukuran 15 x 30, ukuran 20 x 30 dan ukuran 25 x 35.
Berikut disajikan tabel harga tempe menurut ukuran dengan harga pasar.
Tabel 17. Harga Tempe Menurut Ukuran pada Harga Pasar
Ukuran tempe cm Harga per bungkus Rp
12 x 25 1.500,00
13 x 25 2.000,00
14 x 25 2.500,00
14 x 35 3.500,00
15 x 30 4.000,00
20 x 30 5.000,00
25 x 35 6.500,00
VI PEMBAHASAN 6.1 Analisis Nilai Tambah pada Industri tempe di Desa Citeureup
Aktifitas pengolahan kedelai pada industri tempe merupakan salah satu bentuk kegiatan yang mengakibatkan bertambahnya nilai komoditi kedelai.
Besaran nilai tambah tersebut dapat diketahui melalui analisis nilai tambah Metode Hayami. Melalui analisis ini dapat diuraikan proses produksi tempe
menurut sumbangan masing-masing faktor produksi dan diketahui pula distribusi nilai tambah terhadap tenaga kerja dan pengrajin.
Perhitungan analisis nilai tambah dilakukan pada periode produksi Maret 2008. Pada dasarnya, pengrajin tempe di daerah penelitian melakukan kegiatan
produksinya setiap hari sehingga strukur biaya yang digunakan merupakan struktur biaya produksi rata-rata setiap hari dikali tiga puluh.
Struktur biaya produksi pada industri tempe terdiri atas biaya pengadaan bahan baku utama, bahan baku lainnya, tenaga kerja, penyusutan peralatan, pajak,
dan sewa tempat. Bahan baku utama pada industri tempe yaitu kedelai sedangkan bahan baku lain diantaranya ragi, daun, plastik, bahan bakar, dan pewarna.
Masing-masing komponen biaya memiliki persentase kontribusi terhadap total biaya yang berbeda. Kedelai sebagai bahan baku utama memiliki persentase
kontribusi yang paling tinggi yaitu sebesar 78,44 persen. Selanjutnya pada urutan kedua dengan kontribusi sebesar 8,30 persen ditempati oleh biaya tenaga kerja.
Biaya penyusutan alat dan bahan baku lainnya secara berurutan masing-masing memberikan kontribusi sebesar 6,06 persen dan 5,67 persen. Selain keempat
komponen biaya di atas, terdapat dua komponen biaya lainnya yaitu pajak dan
sewa tempat. Pajak memberikan kontribusi sebesar 0,78 persen sedangkan sewa tempat sebesar 0,75 persen dari total biaya produksi.
Kedelai, 78.44 Bahan baku
lainnya, 5.67 Tenaga kerja,
8.30 Penyusutan alat,