Pemanfaatan Hasil Hutan Sistem Pengelolaan Hutan di Pulau Wangi-Wangi 1. Pembagian Hutan

112 pengelolaan dan pemanfaatannya. Solum tanah di Motika sangat dangkal dan berbatu, warna tanah merah-kecoklatan. Umur Motika lebih lama karena jenis tanaman merupakan kayu alam tropis yang tumbuh secara alamiah. Motika merupakan hutan yang dicadangkan untuk kepentingan umum sehingga hutan ini dapat diambil kayunya untuk kepentingan umum hutan konversi. Pada kondisi mendesak, lahan Motika dapat dikonversi untuk kepentingan orang banyak Mia u’togo untuk pembangunan fasilitas umum seperti perkantoran, sekolah, rumah sakit dan sebagainya.

6.1.2. Pemanfaatan Hasil Hutan

Menurut aturan adat, pada hutan Kaindea tidak diperbolehkan menebang kayu kecuali mengambil hasil hutan non-kayu dari pohon yang ada seperti air enau nira, buah, umbi, rebug bambu atau untuk kebutuhan pangan. Sementara pada Motika diperbolehkan penebangan kayu atas seizin Sara dan pemerintah desa. Izin diberikan sepanjang hanya memenuhi aturan sebagai berikut: 1 masyarakat miskin diberikan untuk kebutuhan pribadi dalam membangun rumah atau perahu mencari ikan. Izin bagi orang yang tidak mampu tersebut dilihat pada jasa dan tingkah lakunya dalam masyarakat. Jika berjasa dan tingkah lakunya baik maka akan dizinkan; 2 kebutuhan umum, seperti pembangunan rumah jabatan Kamali, tempat pertemuan Baruga, perahu layar kecil Londe dan sebagainya; dan 3 untuk kebutuhan kayu pada upacara adat jika ternyata di hutan Motika tidak tersedia, maka dapat dicarikan di hutan Kaindea atas sepengetahuan Sara Wati dan disampaikan ke Meantu’u untuk mendapatkan persetujuan. Prosesnya adalah pihak keluarga yang mempunyai hajatan terlebih dahulu melapor secara lisan kepada anggota Sara Wati. Dalam laporan tersebut tercantum detail kebutuhan, peruntukkan, masa eksploitasi dan hal-hal lain yang dianggap perlu. Laporan akan disampaikan kepada Meantu’u secara berjenjang berdasarkan tata cara informasi. Dalam waktu yang singkat Sara akan mengeluarkan keputusan bahwa diizinkan atau ditolak. Jika disetujui, maka Sara akan menentukan zona mana yang dapat dimanfaatkan dan berapa jumlah pohonnya. Tata cara perizinan adalah menyampaikan maksud dan tujuan. Kemudian jika sudah selesai, maka yang bersangkutan akan 113 pamit dan menutupnya dengan perkataan “Te ikami o luasi akokamimo te sara” sesungguhnya kami telah diluaskan oleh Sara. Aturan pemanfaatan juga dimungkinkan pada kondisi mendesak bagi individu seperti dalam keadaan lapar atau haus. Syaratnya jika mendesak dan yang akan diambil atau dikonsumsi hanya sedikit maka yang bersangkutan harus 1 memukulmembunyikan Kalong-kalong; 89 dan 2 jika alat tersebut tidak ada di sekitarnya maka terlebih dahulu menyimpan “tanda” seperti topi atau baju atau barang lain yang mudah diidentifikasi. Tanda tersebut disimpan di atas kayu setinggi badan yang ditancapkan pada pintu masuk. Jika melanggar diberi sanksi yaitu barang yang diambil akan disita. Salah satu hasil hutan Kaindea non-kayu adalah enau. Enau merupakan pohon yang menghasilkan minuman segar yaitu nira Suka dan biasanya disajikan pada setiap upacara adat. Dahulu dikatakan bahwa tanpa nira maka acara tidak akan segera dimulai. Enau mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat, walaupun minuman tersebut dapat memabukkan. Enau memiliki nilai ekonomi dan politik sehingga Sara mendelegasikan pengelolaan enau di Kaindea kepada masyarakat setempat yang dipercaya sekaligus penjaga Kaindea. Enau disadap untuk kebutuhan lokal dan upacara. Kompensasinya adalah pengelola dapat menjual enau untuk kebutuhannya, namun jika Sara membutuhkan maka tidak perlu membelinya. Pengelola harus memelihara atau merevegetasi enau. Pengelola juga mengawasi masyarakat yang telah meminta izin untuk mengambil hasil hutan non-kayu seperti rebug dan bambu jika ada kebutuhan sosial. Proses perizinan juga berlaku pada pemanfaatan hasil hutan non-kayu. Dengan pola ini, kebutuhan sosial dan kelestarian hutan tetap dipertahankan. Kegiatan konversi Kaindea sama sekali tidak diperkenankan. Semua lahan khususnya dalam wilayah adat di Mandati telah dizonasi peruntukkannya. Untuk kepentingan umum dicadangkan hutan Motika untuk diambil hasil kayunya dan Padangkuku untuk lahan pertanian. Pelanggaran aturan pengelolaan akan dikenai sanksi tanpa pandang bulu. Aturan sanksi juga berlaku pada pemanfaatan sumberdaya alam lainnya. 90 89 Kalong-kalong merupakan sejenis alat informasi yang terbuat dari potongan bambu yang dibatasi ruas dengan memberi lubang sepanjang 23 bagiannya selebar 5 cm. 90 Sanksi berlaku pada siapa saja yang melakukan pelanggaran baik pelanggaran umum pidana maupun pelanggaran etika. Sanksi-sanksi yang lazim diberikan: 1 hukuman mati dengan 114 PETA SEBARAN HUTAN DI PULAU WANGI-WANGI KAB. WAKATOBI LEGENDA Pulau Wangi-Wangi Jalan Raya Hutan Kaindea Sara Hutan Kaindea Santuha Hutan Motika Hutan Peo Batas Kadhie Sara N Sulawesi Tenggara Wakatobi 120 120 121 121 122 122 123 123 124 124 125 125 -6 -6 -5 -5 -4 -4 -3 -3 P. Wangi-Wangi N E W S Waha Bira Topa Kolo Longa Sousu Sombu Wanci Kapota Numana Patuno Bastio Maleko Wungka Tindoi Padakuru Waelumu Wandoka Liyamawi Melaione Pokambua Matahora Lia Togo Mandati I Topanuanda Mandati II Mola Utara Mola Selatan 60 60 120 Miles NUR ARAFAH, SP, M.Si E061050031 PS. Ilmu Pengetahuan Kehutanan Institut Pertanian Bogor 2008 6.2. Gambaran Umum Kaindea 6.2.1. Persebaran Kaindea