123
Berdasarkan Tabel 17 tampak bahwa sebaran Kaindea di bekas Wilayah Adat Mandati lebih banyak yaitu dua unit Kaindea u’sara dan
delapan unit Kaindea u’santuha. Pada bekas Wilayah Adat Wanci terdapat empat unit Kaindea u’sara dan dua unit Kaindea u’santuha.
95
Secara keseluruhan di Pulau Wangi-Wangi, Kaindea u’sara berjumlah enam unit dan
Kaindea u’santuha berjumlah 10 unit. Berdasarkan penilaian emik
96
terlihat bahwa kinerja Kaindea di Mandati lebih baik dibandingkan dengan Kaindea di
Wanci baik pada Kaindea u’sara maupun Kaindea u’santuha. Malahan Kaindea u’santuha di Wanci sudah dimiliki oleh individu keluarga.
6.3.2. Kinerja Etik
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa status berdasarkan kepemilikan, Kaindea dibagi atas dua bagian yaitu Kaindea milik adat Sara
dan Kaindea milik keluarga Santuha. Dalam hal ini akan diperbandingkan sejauhmana kinerja Kaindea di Wilayah Adat Mandati dan Wanci pada
Kaindea milik Sara Kaindea u’sara dalam perspektif etik, yaitu pada aspek produktivitas, keberlanjutan, keadilan dan efisiensi. Penilaian berdasarkan
perspektif etik dengan pertimbangan untuk menilai keselarasan dengan penilaian emik pada Kaindea u’sara yang masih dikelola berdasarkan aturan-
aturan kelembagaan adat. Termasuk adanya kesepakatan masyarakat yang tetap menganggap bahwa Kaindea u’sara merupakan milik komunal dan
semua masyarakat adat memiliki akses yang sama.
Produktivitas
Produktivitas adalah kemampuan Kaindea menghasilkan keluaran output hasil hutan non-kayu pada suatu kawasan. Vegetasi yang tumbuh di
Kaindea pada awalnya dibudidayakan. Kaindea u’sara dan Kaindea u’santuha merupakan hutan yang sengaja ditanam oleh komunitas adat pada
tanah-tanah yang subur di sekitar kebun masyarakat dengan pohon utama adalah enau, kenari, mangga dan bambu. Dalam perkembangannya berbagai
vegetasi lain dibiarkan tumbuh di dalamnya dan tidak boleh ditebang kecuali
95
Kaindea u’santuha di Wanci pada kenyataannya sudah diklaim individu dan diolah menjadi kebun masyarakat. Pengelola beralasan bahwa sejak dahulu tidak ada yang menjaganya.
96
Ukuran yang dipakai masyarakat berdasarkan penutupan lahan dan keamanan kawasan.
124
tanaman bambu. Dari bagian tengah sampai ke pinggir umumnya mempunyai jenis-jenis vegetasi yang mirip.
Pemeliharaan tanaman hanya dilakukan pada tanaman yang diambil atau diolah hasilnya seperti enau dan bambu. Bambu dapat diambil
batangnya untuk berbagai keperluan seperti tiang, dinding, lantai serta rebug tunas bambu untuk sayur. Dibandingkan dengan Kaindea keluarga, Kaindea
u’sara milik adat lebih banyak menyediakan hasil hutan non-kayu seperti bambu, rebug, buah kenari, nira Suka.
97
Dalam pemanfaatan hasil, Kaindea milik adat untuk kepentingan adat dan komunitas secara keseluruhan,
sedangkan Kaindea milik keluarga hanya untuk keperluan keluarga tertentu. Tekanan pemanfaatan pada Kaindea milik keluarga lebih tinggi dari
pada Kaindea milik adat karena jumlah keluarga yang terus meningkat yang membutuhkan lahan berkebun. Dari aspek produktivitas, Kaindea milik adat
masih lebih baik dibandingkan Kaindea milik keluarga. Dari aspek wilayah adat, Kaindea di Mandati mempunyai produktivitas yang lebih baik karena
masih dapat dimanfaatkan dibandingkan dengan di Wanci. Namun secara umum, produktivitas Kaindea di dua wilayah ini rendah karena yang
diutamakan adalah fungsi lindung dan sosial.
Keberlanjutan
Keberlanjutan adalah tingkat kemampuan agrosistem Kaindea untuk menjaga produktivitasnya dari masa ke masa yang dapat menyediakan
manfaat bagi pemiliknya. Seperti telah dijelaskan bahwa Kaindea telah berumur ratusan tahun yang berfungsi konservasi tanah dan air Pamonini’a
u’togo, ketahanan pangan Sowoa u’sara dan penegasan status sosial Potuha’a. Keberadaan Kaindea telah lama berfungsi bagi kehidupan
masyarakat adat di Pulau Wangi-Wangi. Posisi Kaindea menyebar dan dikelilingi oleh kebuh-kebun masyarakat yang memiliki Kaindea tersebut.
Pada Kaindea u’sara dikelilingi oleh kebun sekelompok keluarga yang masih turunan dari perangkat Sara yang tertinggi seperti turunan Meantu’u Mandati,
Meantu’u Agama, dan seterusnya. Semakin jauh kebun dari lingkaran Kaindea menunjukkan posisi dalam lembaga adat atau keluarga semakin
97
Suka atau nira adalah minuman yang disadap dari pohon enau Kowala. Kalau diolah lagi lebih lanjut melalui penyulingan akan menghasilkan arak Kalawate. Air nira dapat diolah
menjadi gula merah, tetapi jarang dilakukan masyarakat dengan alasan ekonomis.
125
rendah. Pada Kaindea u’santuha dimiliki oleh keluarga besar pemangku adat Santuha yang terdiri dari keluarga inti Sara
98
maupun keluarga jauh
99
namun dalam pemanfaatannya lebih banyak dilakukan oleh keluarga jauh.
Kaindea keluarga lebih banyak mengalami tekanan karena kebutuhan keluarga jauh ini semakin besar dan pertambahan penduduk di sekitarnya.
Pada akhirnya masyarakat yang berasal dari desa tempat Kaindea keluarga akan membuka kebun di sekitarnya. Untuk pemanfatan hasil hutan non-kayu,
tetap dilakukan oleh keluarga jauh yang ditunjuk oleh keluarga Sara untuk mengawasi. Tingkat kerusakan Kaindea khususya milik Sara di Mandati
sangat kecil. Kaindea di Wanci rusaknya mencapai 50-100 dimana pada Kaindea milik Sara sudah rusak semua dan menjadi kebun masyarakat dan
Kaindea milik keluarga telah dikonversi menjadi kebun. Di Mandati juga saat ini banyak Kaindea milik keluarga mengalami tekanan karena pertambahan
anggota keluarga yang bertani. Juga kebijakan pembukaan jalan umum yang melalui hutan tersebut menyebabkan rawan pencurian yang akan sulit
dideteksi. Perawatan, Kaindea u’sara masih lebih baik dibanding milik. Juga keberlanjutan Kaindea u’Sara di Mandati masih lebih baik.
Keadilan
Keadilan adalah tingkat pemerataan distribusi produk agrosistem Kaindea atau kebun diantara yang berhak berdasarkan tingkat distribusi
pengelolaan dan manfaat bagi suatu komunitas. Hasil hutan dan kebun menjadi hak pemiliknya baik Sara maupun Santuha. Keluarga yang sudah
mempunyai ekonomi yang mapan atau telah berusaha pada bidang jasa dan perdagangan, maka pemungutan hasil hutan atau kebun lebih banyak
diserahkan kepada keluarga yang tidak mampu secara ekonomi atau yang masih mengandalkan kehidupan dari pertanian lahan kering. Penyerahan ini
disertai syarat.
100
Institusi keluarga Sara akan mengatur lebih banyak pada Kaindea u’sara sementara pada Kaindea u’santuha diserahkan kepada
98
Jika tidak mendapatkan lahan untuk berkebun di dekat Kaindea u’sara, maka keluarga dapat mencarikan kebun yang dikelola oleh Santuha.
99
Keluarga Santuha dibagi atas dua, yaitu keluarga karena hubungan darah atau perkawinan dan keluarga karena hubungan baik atau pernah mengabdi pada keluarga bangsawan.
100
Syaratnya adalah melaporkan secara periodik tentang kondisi Kaindea atau kebun, hasil yang dicapai dan mengamankan kawasan dari pencurian atau kebakaran. Biasanya hasil
hutankebun yang paling baik akan dibagi juga kepada pemiliknya sebagai tanda terima kasih.
126
masyarakat yang dipercaya dan masih mempunyai hubungan keluarga dekat seperti hubungan darah atau perkawinan atau hubungan baik karena
pengabdian. Namun komunitas adat tetap akan melakukan pengawasan jika sewaktu-waktu dilaporkan adanya penyimpangan baik pada pengelolaan
hutan maupun pada pengaturan lahan di sekitar kawasan tersebut. Rumpun keluarga diberikan lahan di sekitar Kaindea pada awalnya
sekitar satu hektar. Namun seiring dengan bertambahnya anggota keluarga, maka sekarang dalam satu keluarga mendapatkan kebun rata-rata dengan
luas 250-300 m
2
. Luasan ini bagi sebagian keluarga sudah dianggap cukup karena ada anggota keluarga tidak lagi menggantungkan hidup dari hasil
kebun dan kegiatan pertanian lainnya. Kalau mereka mengelola kebun, hanya dilakukan secara sambilan atau dipinjamkan kepada keluarga dekat
atau diberikan kepada anak bungsu yang belum mempunyai pekerjaan tetap. Tapi bagi keluarga yang kehidupannya bergantung pada pertanian, maka
luasan itu dianggap tidak cukup menghidupi keluarga. Walaupun demikian dalam pengelolaan Kaindea di Mandati khususnya milik Sara Kaindea
Nto’oge belum ada keluhan terhadap akses. Semua masyarakat Mandati mendapatkan akses yang sama berdasarkan aturan adat sehingga Kaindea
tetap lestari. Di Wanci, akses pada Kaindea u’sara banyak dilakukan oleh
masyarakat ”tertentu”
101
dengan mengkonversi lahan untuk kebun, sementara Kaindea u’santuha dikonversi oleh warga di sekitar hutan setelah melihat
contoh dari keluarga Sara yang seharusnya menjaga sumberdaya. Hal ini didorong oleh keterbatasan lahan dan berbagai kepentingan ekonomi lainnya
sehingga banyak terjadi perambahan hutan secara diam-diam atau pencurian hasil hutan yang tidak diketahui pelakunya. Menyikapi rendahnya sumber
pendapatan dari pertanian subsisten, sebagian masyarakat melakukan pelayaran dan berdagang antar pulau atau melakukan migrasi ke daerah
Maluku untuk membuka kebun. Ada juga yang melakukan migrasi temporer menjadi pemetik cengkeh pada musim cengkeh. Setelah itu mereka akan
kembali ke kampung halaman sampai musim cengkeh berikutnya. Sebagian mereka yang tidak kembali akan menjadi pedagang kecil di pasar-pasar
101
Hasil wawancara dengan berbagai sumber mengatakan bahwa masyarakat tertentu adalah keluarga Sara sendiri yang yang merambah Kaindea.
127
Maluku. Keluarga laki-laki merantau ke luar negeri Singapura atau Malaysia sekitar satu atau dua tahun bahkan ada yang lebih. Hasil kerjanya
dikirim untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di kampung dan selebihnya untuk modal usaha atau persiapan kawin.
Efisiensi
Efisiensi adalah kondisi dimana Kaindea sebagai property rights memenuhi
komponen universality,
transferability, exclusivity
dan enforceability. Secara umum pengelolaan dan pemanfaatan Kaindea adat
dan Kaindea keluarga dapat diakses oleh semua anggota masyarakat yang berhak dan juga mengeluarkan pihak lain yang tidak berhak. Pada Kaindea
milik adat, semua masyarakat Mandati mempunyai hak untuk memanfaatkan hasil hutan seperti meminta bambu, mengambil rebug, menyadap nira,
memungut buah-buahan. Demikian juga Kaindea keluarga juga dapat diakses oleh keluarga tersebut. Dalam pelaksanaan dan pengawasan, Kaindea milik
Sara lebih ketat dibandingkan Kaindea milik keluarga. Walaupun terjamin kepemilikannya, ada aturan yang mengikat bahwa Kaindea tidak dapat
dipindahtangankan kepada
pihak manapun,
termasuk dalam
pemanfaatannya harus sesuai dengan izin pada awalnya. Akses pengelolaan dan pemanfaatan Kaindea u’sara di Mandati lebih
terjamin bagi seluruh komunitas adat dibandingkan pada Kaindea keluarga yang hanya diakses oleh keluarga tertentu. Pengelolaan Kaindea milik Sara
lebih ketat dibandingkan dengan Kaindea milik keluarga terutama dalam pemanfaatan hasilnya. Demikian pula dengan tingkat keamanannya, Kaindea
Sara lebih baik dibanding Kaindea keluarga. Hal ini karena Kaindea Sara disamping di kelilingi oleh kebun inti dari kerabat Sara dan juga masyarakat
umum sehingga lebih mudah terpantau. Pelanggaran dalam pengelolaan Kaindea akan mendapatkan sanksi dari masyarakat adat. Tidak ada informasi
apakah ada pihak luar komunitas yang pernah masuk memanfaatkan Kaindea u’sara di Mandati. Sementara Kaindea milik keluarga sering ada
laporan gangguan namun cepat diantisipasi. Potensi ancaman Kaindea justru datang dari internal sendiri pemilik.
Kaindea di Wanci pengawasannya sangat lemah, karena Sara sebagai pemangku adat dan pengontrol sumberdaya sudah tidak berfungsi lagi.
128
Demikian pula dengan hubungan kekerabatan keluarga jauh yang lemah sehingga kontrol sosial relatif longgar terhadap upaya perambahan.
102
Kondisi ini memberikan justifikasi ke masyarakat untuk berbuat yang sama.
6.3.3. Komparasi Kinerja