104
Respon terhadap tekanan penduduk terlihat pada pengaturan kelahiran jumlah  anggota  keluarga.  Sampai  awal  abad  ke-20  anggota  keluarga  dari
satu  ayah-ibu  masih  banyak  bahkan  berkisar  antara  8-15  orang.  Termasuk dalam urusan poligami bagi orang yang mempunyai status sosial terpandang
dalam masyarakat. Setelah kurun waktu sekitar tahun 1960-1970an, rata-rata jumlah anggota keluarga sudah berkisar antara 5-6 orang dan poligami sudah
jarang  dilakukan.  Ada  pandangan  dalam  masyarakat  bahwa  orang  yang berpoligami adalah  orang  malas karena  akan  membiarkan  isterinya  mencari
nafkah. Sejak tahun 1990an jumlah anak dalam satu keluarga terutama yang berstatus PNS rata-rata anak tiga sampai empat orang.
5.4. Pengembangan Ragam Mata Pencaharian
Ragam mata pencaharian disini adalah berbagai kegiatan di luar sektor pertanian desa dan  menjadi  mata  pencaharian  pokok  seperti  migrasi,
berlayar  dan  perdagangan.  Migrasi  adalah  aktivitas  keluar  masuknya masyarakat dari dan ke kampung halamannya untuk berlayar, berdagang dan
mencari kerja. Migrasi terbatas sudah terjadi sebelum kemerdekaan. La Ode Moane  mengakui  keinginan  masyarakat  untuk  berlayar  atau  merantau
ke  daerah  lain adalah  untuk bertani  atau  berdagang.  Tetapi  karena transportasi  perahu  layar  terbatas,  maka  belum  banyak  yang  keluar  daerah.
La  Ode  Moane  dan  keluarga  hanya  bisa  bermigrasi  di sekitar  Pulau  Wangi- Wangi  yaitu  ke  Kulisusu  untuk  berkebun  dan  kemudian  menetap.  La  Ode
Moane sejak tahun 1924 atau berumur 17 tahun telah diboyong orang tuanya ke Kulisusu untuk bertani dan sekaligus menjadi petinggi Kesultanan Buton di
Wilayah Barata Kulisusu.
78
Pada    awal  tahun  1960-an  masyarakat  sangat  merasakan  rendahnya daya  dukung  ekologi  lahan.  Akibat  tidak  seimbangnya  antara  kesempatan
kerja  yang  tersedia  dan  jumlah  tenaga  kerja  akibat  pertambahan  penduduk yang  tinggi  telah  mengakibatkan  pengangguran  dan  menguatnya
ketergantungan pada sektor pertanian. Hutan Kaindea yang sudah disepakati
78
Kulisusu  berada  di  daratan  utara  Pulau  Buton  yang  gunakan  sebagai  wilayah  pertahanan Kesultanan  Barata.  Dulu,  dari  Wangi-Wangi  ke  Kulisusu  di  capai  dengan  naik Sope-sope
perahu  layar  ukuran    satu  ton  dengan  perjalanan  sehari  semalam.  Saat  ini  sudah  dapat dicapai  dengan  kapal  motor  selama  5-6  jam  atau  dengan spead  boat  selama  dua  jam  pada
kondisi ombak yang tenang.
105
adat  sebagai  fungsi  lindung  dikhawatirkan  akan  terganggu. Pada  saat  yang sama,  sektor  pertanian  tidak  dapat  memberikan  jaminan  hidup  yang
memadai,  sehingga  umbi  hutanpun  harus  dimakan  karena  krisis  pangan. Seperti  yang  tuturkan  oleh  Wa  Ampo  58  tahun,  isteri  La  Ode  Wole tokoh
masyarakat Wanci, mengisahkan pelayaran suaminya: …..i wakutu meatu’e, meneado a PKI, o haraina susano togo. Ako tehoti
no susa , te kau jawa o molengo o’hotonei kene o bahuli. Jari bapak mai o laha kene kemia hele olaha te Bangka ako alumangke. Ane ke wumila
kua  Jawa,  ane uka  kua  Woru.  pada zaman itu, sebelum  PKI,  terasa sekali kesulitan di kampung. Untuk hidup sangat susah karena ubi kayu
lama  menghasilkan  dan  panennya  sangat  sedikit.  Sehingga  saat  itu, bapak  bersama kebanyakan  orang  mencari  perahu.  Ada  yang  berlayar
ke Jawa dan ada juga Woru.
79
Wawancara telepon, Pebruari 2009. Kondisi  ekologi  pulau  dan  terjadinya  krisis  pangan  di Pulau  Wangi-
Wangi  mendorong masyarakat  ingin  keluar daerah.  Kuntowijoyo  2002:83 menyatakan  bahwa  yang  menjadi
“dorongan”  migrasi keluar  pada
masyarakat Madura disebabkan tanah pertanian yang kurang dan jarangnya makanan. Faktor ekologi dan tekanan penduduk ini telah memberikan respon
kepada  masyarakat  khususnya  kepala  rumah  tangga  untuk  mencari pekerjaan lain dengan melakukan migrasi berlayar dan mencari kerja untuk
mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidup. Tahun 1970 arus migrasi yang  bekerja  ke  Malaysia  Timur mulai  intensif meski  jauh  sebelumnya  telah
ada  pelayaran  rakyat  terbatas.
80
Setelah  intensif  pelayaran  ke  luar  negeri tahun 1980-an, tekanan pada Kaindea dan kebun mulai berkurang khususnya
di  Mandati.
81
Puncak  migrasi  terjadi  setelah  kontak  dagang  dengan  luar negeri  Singapura dan  Malaysia  dalam  kurun  waktu  1980-1987  Rabani
1997. Dalam  kurun tersebut,  masyarakat  Wangi-Wangi  khususnya di
Mandati  telah  terlibat  arus  mobilitas  perekonomian  pasar  global  dan  sarana transportasi berubah dari perahu layar menjadi kapal motor dengan kapasitas
yang  lebih  besar.  Pada  periode tersebut  banyak  masyarakat  Wakatobi  dan
79
Woru  secara  harfiah  berarti  “bawah”.Tetapi  jika  berkaitan  dengan  letak, Woru  menunjukkan arah  sebelah  barat  dimana  perahu  berlayar  ke arah  barat  sebagai daerah  yang  mempunyai
sumberdaya ekonomi yang melimpah, yaitu Singapura dan Jawa.
80
Wawancara  Haeruma  71  tahun  yang  menceritakan  ayah  mereka  La  Ruku  telah  merantau dan berlayar ke Balikpapan sebelum Jepang masuk ke Indonesia.
81
Saat ini di Mandati, konflik dan tekanan terhadap kebun dan Kaindea terasa berkurang. Lahan kebun hanya menjadi pekerjaan sambilan. Kebun keluarga biasanya hanya diwariskan ke anak
bungsu yang belum mempunyai penghasilan tetap. Namun kebijakan pemerintah dapat memicu konflik pertanahan dan konversi lahan.
106
Wangi-Wangi khususnya  Wanci  dan  Liya  berangkat ke  Maluku  menjadi pemetik cengkeh musiman dan sebagian berkebun.
Intensif  dan  jauhnya  jarak serta  tingginya mobilitas  dalam  melakukan aktivitas ekonomi menunjukkan juga bahwa perubahan ekonomi pasar telah
mempengaruhi  masyarakat di  Pulau Wangi-Wangi.  Kalau  pada  awalnya mobilitas  pelayaran  hanya  untuk  mempertahankan  kehidupan, maka pada
pada periode 1980-an telah berubah menjadi pemenuhan kehidupan modern. Terbukanya  pasar  di  Indonesia  Timur  yang  didukung  oleh  transportasi  laut
yang  lancar  mengakibatkan  mobilitas  perekonomian  dari  barat ke  timur menjadi  sangat  pesat.  Kontak dagang dengan  Singapura,  Malaysia,  Jawa
Timur  dan  Maluku  serta  beberapa  daerah  di  Sulawesi  Tenggara  telah membawa  perubahan  dalam  struktur  ekonomi  dan juga stratifikasi  sosial.
82
Dampaknya  pada  perubahan  pembangunan  fisik  seperti  perumahan  dan sarana  prasarana  transportasi  darat  turut  berkembang dan  berbeda  dengan
sebelum  tahun  1980-an.  Dalam  kaitan  itu, Kuntowijoyo  1995:93-94 memaparkan  bahwa  perkembangan  dan  perubahan  sosial  ekonomi  suatu
masyarakat  terjadi  karena  akibat  dari  kontak  dengan  ekonomi  di  luar  sektor pertanian.  Perubahan  itu  dapat  berwujud  pada  perubahan  perilaku,
pergeseran struktur sosial, segmentasi dan proses sosial. Menggambarkan
perkembangan Pulau
Wangi-Wangi sangat
bergantung  pada sejarah bekas Kadie  di  masa  lalu  yang  tidak  terlepas  dari sejarah  perekonomian  kesultanan  dalam  kontak  dagang  dengan  VOC  dan
daerah  di  sekitarnya  sejak  abad  ke-17. Sejarah  telah  membentuk  perilaku sosial-ekonomi  masyarakat  untuk  mencapai  kesuksesan  dan  kemandirian.
Hal  itu  dibuktikan  dengan pesatnya pembangunan  fisik  wilayah seperti perumahan, fasilitas umum, transportasi laut dan darat yang cukup memadai.
Saat  ini  kondisi  perumahan  hampir  sama,  yakni  kebanyakan  terdiri  atas rumah permanen. Kalaupun ada yang belum permanen namun sudah dalam
bentuk rumah papan yang dilengkapi dengan ventilasi kaca, antena parabola, televisi, tape  recorder,  kamera,  kursi  sofa  telah  menghiasi  ruang  tamu.
Semua  itu  merupakan  hasil  aktivitas  migrasi  seperti  yang  terjadi  pada beberapa keluarga seperti Haji  Kamaluddin  dan  Haji  La  Aba  di  Mandati dan
82
Orientasi status mulai bergeser status sosial seperti keturunan ke status ekonomi.
107
Haji  Arhawi,  Haji  Alida  di  Wanci.  Mereka  adalah  sebagian  dari  pengusaha muda yang mempunyai sejumlah properti seperti beberapa kapal laut, mobil,
sepeda  motor,  beberapa  buah  rumah,  rumah  toko  ruko  dan  hotel.  Bahkan Haji  Husma  di  samping  memiliki sejumlah properti  juga  membangun  pasar
atas  biaya  sendiri. Pembangunan  Asrama  Koramil  pada  tahun  1982  dan Gedung  Wanita tahun 1993  menjadi  catatan  peran  kegiatan  migrasi  dan
sumbangan  para  pedagang  lokal  dalam pembangunan  fasilitas  dan
infrastruktur di Wangi-Wangi. Sarana dan prasarana individu dan sosial yang berkembang merupakan  bukti  keberhasilan  migran  dalam  pembangunan
ekonominya Rabani 1997. Kondisi di  atas menunjukkan  bahwa  migrasi dan  perdagangan
disamping  berdampak  positif juga menimbulkan  dampak negatif.  Dampak positifnya adalah  tekanan  terhadap  lahan  dan Kaindea  berkurang  karena
sebagian  masyarakat  mengalihkan  sumber  mata  pencaharian.  Sedangkan dampak  negatifnya  adalah  terjadinya
perubahan  perilaku  sebagian masyarakat  yang  mengancam  nilai-nilai  kearifan  dalam  pengelolaan
sumberdaya. Kebutuhan yang  meningkat  oleh tekanan  penduduk dan perkembangan  ekonomi  direspon  dengan  migrasi.  Migrasi  merupakan  cara
penduduk  menghadapi  tekanan dan  menghindari  kemiskinan  seperti migrasi pada  masyarakat  Madura
dalam  mensiasati keterbatasan
ekologi Kuntowijoyo 2002:83.
Sejarah telah  menunjukkan bahwa  apa  yang  terjadi  sekarang  adalah hasil  dari  proses  masa  lampau  yang  mengalami  perubahan.  Dalam  konteks
ini sisi Pulau  Wangi-Wangi  dan  masyarakatnya  dapat  dijelaskan.  Penelitian Effendie  memperjelas  perspektif  dalam  memahami  perkembangan  kawasan
terutama  ditinjau  dari  aktivitas migrasi yang  dilakukan.  Menurut  Effendie 1993:2-3  yang  menyebabkan  terjadinya  migrasi  dan  perubahan  sosial
ekonomi  masyarakat  adalah  perkembangan  pasar  yang  diikuti  oleh  lajunya ekonomi  uang  moneter,  letak dan  keadaan  kawasan  geografis  dan
menipisnya  isolasi  daerah  sebagai  akibat  dari  perkembangan  sarana  dan prasarana transportasi dan komunikasi. Dampak dari perkembangan ekonomi
dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya Kuntowijoyo 2002.
108
VI. IMPLIKASI ADAPTASI TERHADAP KINERJA DAN KELESTARIAN KAINDEA
6.1. Sistem Pengelolaan Hutan di Pulau Wangi-Wangi 6.1.1. Pembagian Hutan