22
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori
Penelitian ini memfokuskan kajian pada Kaindea sebagai strategi adaptasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya sebagai respon
masyarakat terhadap perubahan lingkungan dan menjelaskan implikasinya pada kinerja dan kelestarian hutan. Pendekatan Teori “Cultural Ecology”
Steward 1955 menjadi rujukan dalam menjelaskan hubungan dialektika antara lingkungan dan kebudayaan sebagai strategi adaptasi masyarakat
terhadap perubahan dalam pengelolaan Kaindea. Konsep cultural ecology menjelaskan bagaimana manusia sebagai mahluk hidup menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan geografi tertentu. Untuk menjelaskan bagaimana variabel kebudayaan menyesuaikan dengan lingkungan pada konteks
penelitian, Steward merumuskan tiga prosedur dasar, yaitu 1 analisis saling hubungan teknologi produktif atau eksploitatif dan lingkungan; teknologi
mencakup suatu bagian yang sangat penting yang disebut “material cultural”; 2 analisis pola-pola perilaku yang terlibat dalam eksploitasi daerah khusus
dengan cara-cara teknologi khusus; dan 3 mengetahui sejauhmana pola- pola perilaku dalam eksploitasi lingkungan mempengaruhi aspek lain dari
kebudayaan. Untuk mengamati perubahan lingkungan ekologi, konsep adaptasi cultural ecology secara operasional dijelaskan bahwa variabel
ekologi yaitu geografi, penduduk, ekonomi serta politik berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dan masyarakat akan berusaha menyesuaikan
terhadap perubahan dan kemampuan mencari pola baru Geertz 1983; Kuntowijoyo 2002; dan Fox 1996 .
Geertz 1983 menyatakan adaptasi sebagai hubungan timbal balik kebudayaan berdasarkan dalam sistem budaya sistem gagasan dan
teknologi. Penyesuaian sosial kultural karena perubahan lingkungan oleh Geertz dilihat pada tiga hal, yaitu: kenaikan jumlah penduduk, pengelolaan
pertanian yang tidak ramah lingkungan dan motivasi ekonomi dengan melakukan perluasan lahan dengan membakar kawasan hutan. Geertz
menekankan bahwa perubahan yang terjadi juga karena faktor sejarah yang dikaitkan intervensi politik penjajah. Kuntowijoyo 2002 melihat hubungan
23
variabel ekologi dan sosial pada konteks ekonomi dimana hubungan antara tanah dan penduduk berpengaruh pada teknologi pertanian yang pada
gilirannya mempengaruhi jalannya sejarah. Indikator ekologi antara lain demografi, geografi dan sistem pertanian. Indikator ekonomi menekankan
pada potensi dan peranan serta pengaruh pelaku ekonomi terhadap permintaan dan persediaan barang atau jasa. Indikator sosial budaya
menekankan pada organisasi sosial dan dinamika politik lokal. Sementara Fox 1996 melihat keterbatasan ekologi dengan tekanan penduduk
menyebabkan perubahan ekologis sistem perladangan menjadi tidak ramah lingkungan. Fox mengamati tekanan penduduk, motivasi ekonomi dan
hubungan antar suku dalam memenuhi kebutuhan hidup mempengaruhi perilaku masyarakat pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara Timur.
Dalam penelitian ini akan menjelaskan hubungan perubahan lingkungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan Kaindea. Hubungan konsep ini
mengacu hasil sintesis yang dikembangkan oleh Steward, Geertz, Kuntowijoyo dan Fox tentang hubungan lingkungan dan kebudayaan.
Perubahan lingkungan akan dilihat pada aspek tekanan penduduk, perubahan ekonomi dan politik. Tekanan penduduk diukur dari pertumbuhan,
kepadatan dan mobilitas penduduk Geertz 1983; Fox 1996; Kuntowijoyo 2002; perubahan ekonomi diukur dari peranan pasar terhadap perubahan
komoditi, pelaku ekonomi dan sistem produksi Geertz 1983; Kuntowijoyo 2002; Fox 1996; dan intervensi politik diukur dari kebijakan pemerintah
Geertz 1983; Kuntowijoyo 2002. Respon masyarakat dilihat pada aspek organisasi sosial, teknologi, pengaturan tenaga kerja keluarga dan
pengembangan ragam mata pencaharian Steward 1955; Geertz 1983; Fox 1996; Kuntowijoyo 2002. Pentingnya melihat hubungan lingkungan dan
kebudayaan dalam konteks pengaturan sumberdaya didukung Werner 1941 yang dikutip Utomo 1975 menyebutkan tiga lapangan kehidupan suatu
masyarakat, yaitu social organization, the technical system dan the religious system.
Berdasarkan uraian di atas, maka antara masyarakat Pulau Wangi- Wangi memiliki hubungan dialektika yang erat dengan lingkungan dan
sumberdaya hutan Kaindea. Kaindea dalam perspektif masyarakat bukan hanya kumpulan pohon-pohon yang berfungsi ekologis, tetapi mempunyai
24
fungsi ekonomi dan sosial-budaya. Sehingga secara hipotetik dalam penelitian ini ingin menegaskan bahwa perubahan lingkungan seperti tekanan
penduduk, perubahan ekonomi dan dinamika politik akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Pulau Wangi-Wangi dalam
mengelola dan memanfaatkan sumberdaya Kaindea. Dengan kebudayaan yang dimilikinya,
masyarakat akan merespon perubahan lingkungan
tersebut dengan melakukan penyesuaian unsur-unsur kebudayaan seperti penyesuaian
organisasi sosial, teknologi, pengaturan tenaga kerja, dan pengembangan mata pencaharian. Dengan kata lain, setiap perubahan eksternal lingkungan
yang mempengaruhi kehidupan, maka akan diikuti dengan pengaturan internal kebudayaan dan sebaliknya. Hubungan dialektika antara perubahan
lingkungan dan pengaturan pengelolaan sumberdaya Kaindea dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka pemikiran teoritis
Menjelaskan Dijelaskan
-
Organisasi sosial I
-
Teknologi I
-
Pengaturan tenaga kerja I
-
Ragam mata
-
Organisasi sosial II
-
Teknologi II
-
Pengaturan tenaga kerja II
-
Ragam mata
- -
T T
e e
k k
a a
n n
a a
n n
p p
e e
n n
d d
u u
d d
u u
k k
I I
- -
P P
e e
r r
u u
b b
a a
h h
a a
n n
e e
k k
o o
n n
o o
m m
i i
I I
- -
D D
i i
n n
a a
m m
i i
k k
a a
p p
o o
l l
i i
t t
i i
k k
-
Tekanan penduduk II
-
Perubahan ekonomi II
-
Dinamika politik
- Mengapa pengaturan Kaindea menjadi pilihan masyarakat.
- Bagaimana implikasi pengaturan pengelolaan terhadap kinerja dan kelestarian
Kaindea Perubahan
Lingkungan Pengaturan
Pengelolaan
25
3.2. Pendekatan Penelitian