Kelestarian Fungsi Ekologis Kelestarian Kaindea Nto’oge 1. Kelestarian Fungsi Sosial

146 Tabel 28 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kelestarian usaha dari pengelolaan dan pemanfaatan hutan di Mandati dalam kategori jelek 1,33. Pemanfaatan hasil hutan non-kayu saat ini seperti nira Suka dan bambu Wemba hanya diperuntukkan bagi masyarakat lokal Mandati sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan komunitas dan kebutuhan uang bagi pengelola. Kuantitasnya dibatasi sesuai dengan kemampuan regenerasi pohon dan ketersediaan enau. Peruntukkannya lebih banyak dipesan pada acara adat untuk minuman segar bagi masyarakat yang berpesta. Bambu digunakan untuk kebutuhan adat atau ekonomi rumah tangga seperti lantai rumah, memasak nasi bambu Luluta, pagar, dinding, alat tangkap ikan tradisional. Sementara itu, terkait dengan upaya investasi dan re-investasi pengelolaan sumberdaya hutan, yang dicirikan adanya alokasi dana khusus bagi perbaikan kinerja pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan belum tersedia. Salah satu contohnya adalah belum tersedianya alokasi dana khusus kepada tenaga operasional lembaga adat yang tetap. Hutan dibiarkan begitu saja secara alamiah, sementara untuk pengamanannya diserahkan kepada pengelola sebagai balasan atas insentif mereka memungut hasil hutan. Selama ini dana operasional untuk Sara hanya diperuntukkan untuk memakmurkan mesjid, walaupun secara tidak langsung merupakan upaya mempertahankan fungsi Sara sebagai pemangku adat. Hasil Kaindea tidak mungkin diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat apalagi untuk kepentingan perbaikan kinerja pengelolaan. Dengan demikian, Kaindea sebagai kawasan hutan yang diperuntukkan sebagai kawasan lindung adat, dalam aspek kelestarian usaha tidak mungkin diharapkan untuk memenuhi fungsi memenuhi kebutuhan masyarakat.

6.5.3. Kelestarian Fungsi Ekologis

Kelestarian fungsi ekologis diterminologikan sebagai kemampuan pengelolaan dalam mendukung dan memelihara keseimbangan integrasi komunitas kehidupan hayati, yang memiliki komposisi jenis, keanekaragaman, dan berbagai fungsi yang seimbang dan terpadu, seperti kondisi habitat alaminya. Kriteria yang digunakan untuk menganalisisnya antara lain: 1 stabilitas ekosistem hutan yang dapat dipelihara serta gangguan terhadapnya dapat diminimalisir dan dikelola; dan 2 sintasan 147 spesies endemik, langka, atau dilindungi dapat dipertahankan dan gangguan terhadap sintasan tersebut diminimalisir. Stabilitas Ekosistem Hutan Dipelihara dan Gangguan terhadapnya dapat Diminimalisir dan Dikelola Pengelolaan setiap sistem penggunaan lahan harus mempertimbangkan karakteristik dan batas wilayah yang dilindungi dengan intensitas penggunaan yang berbeda-beda. Dalam Wilayah Adat Mandati, keseluruhan Kaindea merupakan kawasan yang dilindungi baik lahan maupun isinya. Eksistensi kawasan bergantung sepenuhnya kepada kinerja masyarakat adat. Hasil penilaian terhadap kriteria stabilitas ekosistem hutan disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Skor kriteria stabilitas ekosistem hutan dapat dipelihara dan gangguan terhadapnya dapat diminimalisir dan dikelola No Indikator Bobot Nilai Skor 1 Adanya tata batas dan upaya pengelolaan kawasan yang seharusnya dilindungi dalam areal 1.0 5.0 5.0 2 Tersedianya aturan kelola produksi yang meminimasi gangguan terhadap integritas lingkungan 1.0 5.0 5.0 3 Ketersediaan informasi dan dokumen dampak kegiatan 1.0 3.0 3.0 4 Adanya kegiatan kelola lingkungan yang efektif 1.0 3.0 3.0 5 Adanya pemantuan terhadap kondisi kawasan oleh komunitas 1.0 5.0 5.0 Rerata nilai Skor 4.2 Sumber: Data primer setelah diolah 2008. Tabel 29 menunjukkan bahwa penilaian terhadap stabilitas ekosistem pada pengelolaan hutan di Mandati masuk dalam kategori baik 4,2. Salah satu komponen penting dalam menjaga kestabilan ekosistem hutan pada kawasan yang dilindungi adalah adanya tata batas yang jelas, sehingga dapat dibedakan dengan kawasan kebun. Meskipun tidak terdapat batas- batas fisik di lapangan, namun masyarakat Mandati pada umumnya mampu untuk mengenali dan membedakan berdasarkan ciri-ciri wilayah yang dilindungi oleh Sara. Ciri-ciri ini diketahui oleh masyarakat, dan mereka secara jelas mendeskripsikannya seperti adanya bambu atau adanya batu besarkerang laut yang ditanam di dalam tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa umumnya masyarakat Mandati terutama yang berkebun di sekitar 148 Kaindea mengetahui tata batas sehingga masyarakat tidak melampaui batas kawasan. Sara mempunyai aturan main untuk mengendalikan pemanfaatan sumberdaya hutan yang berlebihan guna memberi peluang bagi pemulihan ekosistem. Pemanfaatan hasil hutan non-kayu seperti bambu, nira dan buah- buahan pada kawasan tersebut hanya diperkenankan dengan jumlah yang terbatas sesuai keperluan sosial keluarga, sehingga tidak menimbulkan dampak kerusakan terhadap ekosistem. Dalam upaya mencegah terjadinya konversi, secara periodik Sara menugaskan Wati atau penyadap untuk memantau kondisi Kaindea dan melaporkannya pada lembaga adat. Sara juga mendapatkan laporan dari penyadap atau masyarakat yang berkebun di sekitar hutan. Upaya tersebut dimaksudkan agar lembaga adat dapat memiliki informasi aktual perihal kondisi hutan di wilayah kelolanya. Hal tersebut membuktikan bahwa meskipun pihak Sara atau pemangku adat tidak setiap saat mendatangi lokasi pemanfaatan, namun masyarakat tetap patuh dan tidak melakukan pelanggaran. Dalam hal pemantauan, peranan masyarakat yang berkebun dan penyadap enau sangat penting. Mereka hampir setiap hari berada di lokasi, sehingga kondisi kawasan secara langsung berada dalam pemantauan. Hal inilah yang membuat eksistensi kawasan Kaindea dapat diminimalisasi dari gangguan. Sintasan Spesies Endemik Dilindungi, Dipertahankan, dan Gangguannya dapat Diminimumkan Tersedianya informasi mengenai spesies endemik atau spesies dilindungi beserta habitatnya, utamanya dalam kawasan yang dikelola, merupakan salah satu faktor penunjang kinerja pengelolaan. Informasi tentang spesies satwa terutama burung cukup lengkap, namun yang berkaitan dengan spesies endemik tidak diketahui karena tidak ada informasi dari pihak berwenang. Selama ini lembaga adat hanya mengandalkan informasi dari Wati atau dari masyarakat. Hasil penilaian sintasan spesies endemik dilindungi dan dipertahankan, serta gangguannya dapat diminimumkan disajikan pada Tabel 30. 149 Tabel 30 Skor kriteria sintasan spesies endemik dilindungi dan dipertahankan, serta gangguannya dapat diminimumkan No Indikator Bobot Nilai Skor 1 Tersedianya informasi mengenai spesies endemik langka dilindungi dan agihan habitatnya yang penting dalam kawasan 1.0 1.0 1.0 2 Adanya upaya meminimumkan dampak kelola produksi terhadap spesies 1.0 3.0 3.0 Rerata nilai Skor 2.0 Sumber: Data primer setelah diolah 2008. Tabel 30 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kriteria tersebut termasuk dalam kategori jelek 2,0. Sampai saat ini belum ada kajian tentang kondisi spesies di Pulau Wangi-Wangi seperti di kawasan Kaindea. Berdasarkan informasi masyarakat dan wawancara dengan Maliki 55 tahun, sejak dulu Kaindea lebih banyak dihuni oleh berbagai macam burung seperti maleo Koso, nuri, kakatua raja Kea, burung kenari Ma’a, Wokira, Hune, Kao-kao, elang Kangka. Sedangkan jenis mamalia adalah musang dan jenis reptil adalah ular. Pada saat pengamatan lapangan, hanya suara burung kenari yang terdengar dan beberapa burung yang terbang di sekitar kebun seperti Wokira, Kalirihu. Pengelola mengakui bahwa maleo dan kakatua raja jarang sekali terlihat, namun masih ada. Pada tahun 1980-1987 merupakan kurun waktu ancaman paling serius bagi keberadaan burung. Burung ditangkap lalu dijual ke Singapura atau Malaysia. Meskipun tidak semua burung berasal dari Wangi-Wangi tetapi lebih banyak berasal dari Maluku. Kondisi tersebut menyebabkan banyak spesis burung mulai jarang terlihat di sekitar Kaindea. Meskipun demikian terdapat aturan adat yang melarang penangkapan burung di kawasan hutan tetapi di luar kawasan sama sekali tidak ada pelarangan untuk menangkap burung. Bila mengacu pada kondisi ini, maka keberadaan spesies endemik terutama burung sulit untuk dipertahankan terutama yang berkaitan dengan perilaku masyarakat. Terkait dengan potensi flora di Kaindea, lembaga adat memiliki informasi tentang jenis-jenis tanaman namun belum terdokumentasi. Sara belum memiliki informasi menyangkut struktur dan komposisi. Hasil pengamatan tidak ditemukan adanya spesies endemik di kawasan Kaindea. 150 Saat ini Pemda Wakatobi mulai memprogramkan rehabilitas dan penghijauan kawasan hutan terutama Kaindea. Namun program tersebut masih dilakukan pada kawasan yang sudah rusak seperti pada kawasan Kaindea Teo di Wilayah Adat Wanci.

6.6. Penilaian Tingkat Kelestarian Kaindea Nto’oge