18
2.4. Pengelolaan Adaptif dan Kelestarian Sumberdaya
Pengelolaan adaptif terhadap kelestarian berkaitan dengan persoalan lingkungan yang semakin kompleks untuk memilih pilihan. Barlett 1980
mengemukakan pilihan petani ditentukan dua aspek. Pertama, lingkungan alami curah hujan produksi kakao di Nigeria Timur, suhu, tipe tanah, irigasi
India Selatan, arah angin, kemiringan; tidak mengadopsi varietas baru. Kedua, lingkungan manusia sosial, politik dan ekonomi merupakan faktor
yang mengambat dalam produksi pertanian. Barlett menjelaskan bahwa dalam kaitan dengan aspek lingkungan alam, petani akan menyesuaikan
dengan pertanian dengan kondisi lingkungan seperti topografi, curah hujan, arah angin, suhu dan sebagainya, sehingga dipilih beberapa varietas yang
cocok. Aspek ekonomi petani menyesuaikan dengan permintaan pasar sehingga menanam tananam yang bernilai tinggi. Kebijakan pemerintah dan
politik berhubungan dengan kesiapan produksi kopi Puerto Rico, cotton Tanzania, keamanan kepemilikan lahan, respon terhadap teknologi baru.
Barlett menjelaskan variabel yang melibatkan strategi pertanian dan interaksi analisis detail dalam tingkat rumah tangga dengan empat isu utama, yaitu:
kepadatan penduduk dan intensifikasi pertanian, tingkat akses sumberdaya, pengaruh tenaga kerja rumah tangga, dan siklus sumberdaya dan kebutuhan
rumah tangga. Barlett menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada pola pertanian
di negara-negara berkembang. Di sini ditemukan dua hal, pertama, terdapat sebuah trend untuk mengikuti pendekatan yang didasarkan pada ekonomi
antropologi, ekologi budaya dalam kajian proses produksi. Dan kedua, penelitian mengenai produksi pertanian mempunyai kaitan secara langsung
dengan beberapa isu-isu antropologi yang trend saat ini dan menyiapkan data-data yang relevan bagi para praktisi maupun akademisi. Dengan
meningkatnya kesadaran terhadap kurangnya kualitas pada distribusi dan sumber-sumber produksi termasuk persediaan makanan di beberapa negara,
perhatian orang berpindah dari petani tradisional, berpindah kepada mereka yang mempunyai lahan untuk melayani masyarakat.
Sebagai suatu proses, pengelolaan adaptif dikemukakan Taylor 1998 bahwa pengelolaan adaptif merupakan proses sistematik dan ilmiah yang
19
secara terus
menerus berupaya
mengakomodasi perubahan
dan memperbaiki kebijakan dan praktek pengelolaan melalui pengalaman di
lapangan. Ruang lingkupnya meliputi sintesis pengetahuan yang ada, eksplorasi tindakan alternatif dan menyusun secara jelas prediksi hasil yang
akan dicapai output. Pengelolaan adaptif tidak terlepas dari peranan institusi untuk mengatur
aktivitas pengelolaan sumberdaya dikemukakan oleh Roy 1998 bahwa salah satu peran institusi itu tidak hanya dapat dilihat pada pertumbuhan
hutan, tetapi perubahan sikap masyarakat dan pengguna hutan terhadap pengelolaan dan kepercayaan masyarakat pada kemampuan masyarakat
desa yang tergabung dalam program. Ini memudahkan upaya untuk memonitor perubahan yang terjadi dan menyelesaikan konflik-konflik
horisontal baik yang berhubungan dengan pengelolaan hutan maupun tidak serta adanya kontrol masyarakat terhadap hutan.
Pengelolaan adaptif dijelaskan Berkes and Jolly 2001 pada masyarakat lokal Pelabuhan di Kutub Utara, Barat Kanada atas terjadinya
perubahan iklim yang mempengaruhi perkerjaan sebagai nelayan sepanjang tahun 1990. Ada dua pola kapasitas yang adaptif dari masyarakat yang
berhubungan dengan perubahan iklim. Pertama tanggapan jangka pendek atas perubahan aktivitas di darat adalah masyarakat menggunakan peralatan
teknologi video untuk mengamati perubahan iklim sehingga kapan akan melaut. Kedua dihubungkan dengan adaptasi ekologis dan budaya ini
menghadirkan strategi yang adaptif jangka panjang. Dalam kaitan ini, institusi co-management dikembangkan untuk membangun sistem komunikasi umpan
balik yang potensial dalam tingkat yang berbeda dari sistem. Olsson et al. 2004 juga menjelaskan bahwa Ecomuseum Kristianstads Vattenrike EKV
merupakan organisasi fleksibel sebagai jembatan para aktor lokal dengan pemerintah dalam pengelolaan adaptif lahan basah. EKV menopang kondisi
sosial politik dan ekonomi untuk meningkatkan daya tahan dari sistem sosial ekologi baru. Perubahan bentuk sosial itu penting untuk peningkatan
kapasitas dalam mengatur keberlanjutan ekosistem bagi kesejahteraan manusia.
Tekanan lingkungan dapat menyebabkan pengelolaan adaptif menjadi mal-adaptif. Tekanan ekonomi dan lemahnya sistem sosial dapat merupakan
20
penyebab terjadinya praktek yang merusak lingkungan Mardiyanto 1999; Amilda dan Laksono 2004; Nath et al. 2005. Rendahnya kapasitas
menyebabkan daya tahan ekologis menjadi terbatas Lebel et al. 2006; Abel et al. 2006. Tekanan lingkungan tidak selamanya bersifat mal-adaptif.
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Sawu dan Roti menyesuaikan perubahan lingkungan dengan memanfaatkan pohon lontar sebagai sumber
kehidupan baru akibat perubahan ekologi Fox 1996; Sundawati 2001. Perubahan perilaku masyarakat Sawu dengan memaksimalkan pohon lontar
sebagai sumber ekonomi rumah tangga menyebabkan daya dukung alam dapat ditingkatkan dari 49 jiwa per km
2
menjadi 361 jiwa per km
2
Sundawati 2001.
Oleh karena itu untuk memastikan pengelolaan dapat berkelanjutan maka kelestarian sumberdaya harus menjadi perhatian utama. Dalam aspek
kelestarian sumberdaya, Downs 2000 menyatakan bahwa kesuksesan masyarakat dalam memelihara keberlanjutan sosial dan lingkungan
ditunjukkan pada kesiapan, interaksi sosial, teknologi dan nilai etika yang sejalan dengan realitas ekologi. Tekanan penduduk, teknologi dan ekonomi
merupakan hal yang tidak dipisahkan dari kehidupan manusia sehingga dalam menyiasatinya diperlukan kebudayaan sebagai cara hidup manusia
Odum 1996. Juga dikemukakan bahwa tujuan pelestarian lingkungan, yaitu 1 memastikan pengawetan kualitas lingkungan yang mengindahkan estetika
dan kebutuhan rekreasi maupun hasilnya, dan 2 memastikan kelanjutan hasil yang berguna dengan menciptakan siklus yang seimbang. Sementara
dalam konsep LEI 2004 dikatakan bahwa kelestarian dilihat pada prinsip, kriteria dan indikator sosial, produksi dan ekologi.
Kelestarian adalah perbandingan bentuk-bentuk pemanfaatan lahan lainnya, seperti perkebunan, peternakan atau pemanenan hutan yang mana
hutan-hutan yang dikelola juga mempunyai tingkat biodiversitas yang relatif tinggi Gonner 2002. Mengukur kelestarian sangat erat kaitannya dengan
prinsip, kriteria dan indikator kelestarian sumberdaya hutan yang dikembangkan oleh LEI 2004, yang terdiri atas prinsip, kriteria, dan indikator
serta verifer. Hal ini untuk menjamin agar pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip pengelolaan hutan lestari. Kriteria dan indikator pengelolaan hutan
lestari mutlak diperlukan dalam kegiatan pengelolaan hutan, agar
21
pengelolaan dapat diukur secara relatif terhadap berbagai tujuan dan persyaratan lain yang telah ditetapkan sebagaimana pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur kriteria dan indikator kelestarian hutan LEI 2004 Prinsip konteks pengelolaan hutan lestari diperlakukan sebagai
kerangka primer bagi terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari. Selain itu, prinsip berfungsi untuk memberikan landasan pemikiran pada kriteria,
indikator dan pengukur. Kriteria didefenisikan sebagai sejumlah aspek yang dianggap penting untuk menilai kinerja pengelolaan hutan lestari, di mana
sebuah kriteria dicirikan atau dilengkapi dengan sekumpulan indikator yang dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Lestari
Tipologi PHBML
Kelestarian Fungsi Produksi
Kelestarian Fungsi Sosial
Kelestarian Fungsi Ekologis
K el
es tar
ian S
um ber
d ay
a
K el
es tar
ian H
as il
K el
es tar
ian U
s a
ha
K e
je la
s a
n h
a k
p e
n g
u a
s a
a n
l a
h a
n
d a
n H
u ta
n y
a n
g d
ip e
rg u
n a
k a
n
T er
ja m
in n
y a
p e
n g
e m
b a
n g
a n
k e
ta h
a n
a n
e k
o n
o m
i k
o m
u n
it a
s
T e
rb a
n g
u n
n y
a h
u b
u n
g a
n s
o s
ia l
y a
n g
s e
ta ra
d lm
p ro
s e
s p
ro d
u k
s i
K e
a d
ila n
m a
n fa
a t
m e
n u
ru t
k e
p e
n ti
n g
a n
k o
m u
n it
a s
S ta
b ili
ta s
e k
o s
is te
m h
u ta
n d
a p
a t
d ip
e lih
a ra
n g
a n
g g
u a
n d
a p
a t
d im
in im
a lis
ir d
a n
d ik
e lo
la
S in
ta s
a n
e k
o s
is te
m l
a n
g k
a
d a
p a
t d
ip e
rt a
h a
n k
a n
g a
n g
g u
a n
te rh
a d
a p
n y
a d
a p
a t
d im
in im
a lis
ir
22
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori