Ringkasan Hasil RINGKASAN HASIL DAN PEMBAHASAN UMUM

253 milik dan lahan garapan sebesar 70-80 dikuasai masyarakat luar DAS. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan DAS belum mengaturmenata kewajiban pemegang hak atas lahan. Hak dan kewajiban pemegang hak privat atas lahan perlu diatur secara seimbang karena dapat mempengaruhi fungsi lahan secara umum terhadap proses hidrologi di dalam sistem DAS. Permasalahan yang dihadapi bersama masyarakat lokal DAS Ciliwung Hulu adalah rusaknya ekologi DAS sehingga fungsi DAS sebagai pengatur hidrologi semakin berkurang. Kondisi ini mengakibatkan ketersediaan air permukaan tanah dan air bawah tanah semakin berkurang sehingga masyarakat lokal mengalami kekurangan pasokan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada musim kemarau. Kondisi demikian mendorong kesadaran bersama masyarakat lokal untuk melakukan aksi bersama collectice action meningkatkan perbaikan lingkungan dengan mempertahankan penutupan hutan, rehabilitasi lahan dan kiri-kanan alur sungai dengan tanaman pohon. Berdasarkan hasil analisis aktor di DAS Ciliwung Hulu ternyata terdapat lima aktor kunci yang berperan penting pengaruhnya terhadap rendahnya nilai indeks keberlanjutan DAS Ciliwung Hulu yaitu : a. Masyarakat luar yang menguasai lahan milik maupun lahan garapan di DAS Ciliwung Hulu. b. Bappeda Kabupaten Bogor. c. Biyong makelar tanah. d. Pengusaha lokal untuk produk pertaniankehutanan. e. BP4K dan UPT BP3K Wilayah Ciawi Badan Penyuluhan Pertanian, Perkebunan, Perikanan, dan Kehutanan. Pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ditentukan oleh 5 lima faktor kunci yaitu n alternatif pendapatan petani dari kegiatan non-pertanian, w pemanfaatan jasa wisata untuk pengembangan ekonomi wilayah, v perubahan penutupan lahan bervegetasi menjadi non vegetasi maupun menjadi lahan terbangun, s kegiatan penyuluhan pembangunan pertanian, kehutanan.dan pertanian, dan k kapasitas koordinasi organisasi pemerintah. Model abstrak kualitatif pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu adalah P = f n, w, v, s, k. Pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS merupakan hasil interaksi faktor-faktor kunci dan 254 pengembangan kebijakan dilakukan melalui intervensi atau peningkatan kinerja terhadap kelima faktor kunci tersebut. Skenario yang paling realistis dan memungkinkan dapat dilaksanakan secara terintegratif adalah Skenario II moderat dan mampu meningkatkan indeks keberlanjutan menjadi 51,84 cukup berkelanjutan. Pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu dilakukan melalui peningkatan pendapatan dari kegiatan non-pertanian tanaman pangan n, menjaga kelestarian pemanfaatan jasa wisata w, mengendalikan tingkat perubahan penutupan lahan menjadi lebih rendah v, menjaga dan meningkatkan kualitas kegiatan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan s, dan meningkatkan kapasitas koordinasi instansi pemerintah k menjadi setingkat lebih baik. Rangkuman hasil analisis pengelolaan DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Gambar 32. Gambar 32 Rangkuman hasil analisis pengelolaan DAS Ciliwung Hulu 255

8.2 Pembahasan Umum

Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu merupakan daerah yang telah mengalami perubahan biofisik akibat pesatnya perkembangan pembangunan di wilayah lokal maupun wilayah perkotaan di sekitarnya. Dampak pembangunan wilayah perkotaan tersebut telah mendorong meningkatnya permintaan terhadap kebutuhan pokok sehingga pengelolaan lahan pertanian semakin intensif dan cenderung eksploitatif. Aktivitas pertanian telah didorong untuk meningkatkan produksi bahan pangan, sayuran dan buah-buahan. Produk bahan pangan tersebut diperjualbelikan di wilayah Kota Bogor, Kabupaten Bogor maupun DKI Jakarta dan sekitarnya. Disamping aktivitas pertanian tersebut, permintaan jasa wisata semakin meningkat seiring dengan tingginya aktivitas ekonomi di wilayah perkeotaan diantaranya Kota Bogor, Depok, Jakarta dan wilayah sekitarnya. Aktivitas wisata yang telah berkembang dan dimanfaatkan masyarakat dari wilayah sekitar Bogor dan DKI Jakarta dan sekitarnya berupa wisata alam ekowisata maupun wisata buatan dan kombinasi keduanya. Tahun 2008, aktivitas wisata di DAS Ciliwung Hulu telah menarik pengunjung lebih dari 50 dari jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Bogor.

8.2.1 Kondisi Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu

Sebagai wilayah tujuan wisata, DAS Ciliwung Hulu dikenal dengan wilayah wisata Puncak. Wilayah Puncak memiliki lansekap dengan pemandangan yang bagus dan menarik, suhu udara sejuk sd dingin, obyek wisata alami, maupun obyek wisata buatan yang khas. Dengan berkembangnya aktivitas wisata tersebut maka telah menarik minat masyarakat luar untuk memiliki lahan. Kondisi kepemilikan lahan di DAS Ciliwung Hulu sebesar 70-80 dimiliki masyarakat luar dan sisanya 20-30 dimiliki masyarakat lokal. Tingkat kepemilikan lahan masyarakat lokal sebesar rata-rata 0,28 haKK atau dari sampling responden lahan petani lokal rata-rata 0,12 ha berupa lahan milik dan 0,27 ha lahan garapan. Dengan tingkat penguasaan lahan seluas tersebut maka rata-rata diperoleh pendapatan keluarga Rp. 437.500,- per-bulan atau masih berada di bawah tingkat kebutuhan fisik minimum KFM sebesar Rp. 480.000,- per-bulan. Masyarakat DAS Ciliwung Hulu dalam kondisi kurang sejahtera. 256 Kepemilikan lahan mayoritas dikuasai oleh masyarakat luar DAS Ciliwung Hulu terutama DKI Jakarta, maka pengambilan keputusan terhadap pengelolaan lahan berada di tangan pemilik dari luar tersebut. Lahan milik masyarakat luar tersebut digarap oleh masyarakat lokal untuk budidaya tanaman pangan, dipinjamkan kepada masyarakat digarap untuk keperluan sosial, dikerjasamakan untuk usaha komersial tanaman sayuran dan buah-buahan, sebagian dibangun vila, wisma, hotel atau rumah peristirahatan lainnya, ataupun lahan dibiarkan terlantar menjadi “lahan gontai” ditumbuhi alang-alang. Lahan- lahan milik masyarakat tersebut banyak yang dibiarkan dan bahkan sulit dilacak keberadaan pemiliknya dan bahkan sipemilik sudah pada generasi kedua waris. Di lain pihak, keputusan pengelolaan lahan masih tetap berada di tangan pemilik yang berada di luar DAS Ciliwung Hulu tersebut. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya akses kepada pemilik lahan sehingga upaya koordinasi baik oleh pihak pemerintah lokal maupun kelompok tani sering mengalami kegagalan. Keadaan demikian mengakibatkan banyak “lahan gontai” dan upaya rehabilitasi dan konservasi di atas lahan ini sering mengalami kegagalan. Memperhatikan kondisi tersebut dalam upaya pengelolaan DAS Ciliwung Hulu, banyak kebijakan pemerintah dalam rangka menangani permasalahan belum efektif. Kebijakan pemerintah melalui Kepresperpres mulai tahun 1967 sd 2008 dan terakhir melalui Perpres 54 tahun 2008 belum menunjukkan hasil yang signifikan. Pelanggaran masyarakat terhadap kebijakan pemerintah antara lain berupa pembangunan permukiman secara illegal di dalam kawasan lindung maupun di atas lahan eks-perkebunan maupun lahan perkebunan yang masih aktif. Kebijakan penataan ruang tidak ditindaklanjuti dengan implementasi program nyata di lapangan. Program pembangunan yang dijalankan pemerintah tidak mampu menjawab permasalahan yang dihadapi. Program-program tersebut tidak menjawab terhadap akar permasalahan dan tidak dilakukan koordinasi dengan pelaku kunci dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. Kebijakan masih bersifat teknis dan mekanis sedangkan permasalahan lapangan lebih bersifat sosial dan ekonomis. Hal ini mengakibatkan kebijakan pemerintah dalam menangani permasalahan buruknya kinerja DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah tangkapan air DTA tidak efektif. 257 Kebijakan publik yang ditempuh oleh pemerintah melalui pendekatan sektoral telah menimbulkan fragmentasi terhadap permasalahan di lapangan. Kebijakan pemerintah melalui pendekatan sumberdaya air telah menimbulkan dissinergi dengan sektor lainnya. Melalui UU 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan PP 42 tahun 2008 telah mengamanatkan bahwa pengelola sumberdaya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumberdaya air. Kegiatan pengelolaan air meliputi air yang berada pada, di atas, maupun di bawah permukaan tanah maupun air hujan PP 20 tahun 2006 pasal 1 mencakup kegiatan konservasi SDAir, pendayagunaan SDAir dan perlindungan, pengendalian daya rusak air dan sistem informasi SDAir pasal 5. Pengelolaan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan pasal 3 dan pasal 11 UU No. 72004. Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai dan air tanah pada cekungan air tanah. pasal 12 ayat 1-2. Penetapan wilayah sungai ditentukan melalui keputusan Presiden setelah memperhatikan pertimbangan Dewan SDAir Nasional. Pengelolaan SDAir mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air dilakukan melalui wadah koordinasi yaitu Dewan SDAir pasal 85-86. Pasal 88 ayat 86, wadah koordinasi yang bersifat multisektoral dan multipelaku ini menilai bahwa dengan koordinasi dalam wadah Dewan SDAir sudah cukup. Pengelolaan SDAir tidak didasarkan pada karakteristik ekosistem DAS yang salah satu komponen penyusunnya adalah SDAir dan sumberdaya manusia komponen pelaku terpenting di dalam DAS. DAS merupakan wilayah dengan keterkaitan hubungan hidrologi antar wilayah DAS. Hal ini menimbulkan kesan bahwa pengelolaan SDAir cukup dilaksanakan secara sektoral , dan tidak perlunya penyusunan rencana pengelolaan berbasis ekosistem wilayah. Belum ada komitmen antar sektor dan antar pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam di dalam DAS dengan berpedoman pada rencana bersama yang dipedomani oleh berbagai sektor dan pelaku Berdasarkan wilayah spasialnya pengelolaan SDAir mencakup seluruh wilayah daratan dan juga merupakan wilayah pengelolaan DAS. Keberadaan SDAir secara spasial berada di dalam sumber air yaitu tempat atau wadah air alami dan atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan air pasal 1. Pemahaman pengelolaan sumber air tersebut dimaknai serupa atau