Kerangka Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu

264 1. Peningkatan alternatif pendapatan dari kegiatan non-pertanian hubungan A, B dan C. Aktor kunci terkait adalah Pengusaha lokal produk tanaman pertanian, Bappeda Kab. Bogor, dan BP4K dan UPT BP3K Wil. Ciawi. Pihak pengusaha lokal produk pertanian diharapkan mampu mendorong pengembangan alternatif pendapatan dari kegiatan non-pertanian diantaranya usaha ternak sapi, kambing, kelinci, dan ojeg. Disamping pihak pengusaha lokal produk pertanian juga perlu didukung upaya pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan dalam bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan yang dilakukan oleh BP4K dan UPT BP3K Wilayah Ciawi. Kegiatan penyuluhan berupaya menyebarlaskan pengetahuan, teknologi, membangun persepsi, mendorong peningkatan kapasitas diri dan kelompok masyarakat lokal, serta menyerap program berbasis non-pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat lokal dengan teknologi tepat guna sesuai kapasitas masyarakat lokal. Hasil penyerapan program yang dibutuhkan masyarakat tersebut dikomunikasikan dengan instansi teknis Kabupaten Bogor terkait. Peran Bappeda Kabupaten Bogor dibutuhkan dalam rangka mengkoordinasikan perencanaan program pembangunan berdasarkan program kegiatan yang dibutuhkan masyarakat lokal. Bappeda mengkoordinasikan program kegiatan tersebut dengan seluruh instansi teknis terkait maupun UPT pemerintah pusat di daerah untuk merancang program secara terpadu dan dengan menyusun skala prioritas. 2. Pemanfaatan jasa wisata hubungan D, E, F. Aktor kunci terkait adalah Bappeda Kab. Bogor, BP4K dan UPT BP3K Wil. Ciawi, pemilik lahan dari luar DAS Ciliwung Hulu. Pemanfaatan jasa wisata dibutuhkan perencanaan matang dan komitmen dari Bappeda Kab. Bogor mencakup perencanaan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Kegiatan pemanfaatan jasa wisata di DAS Ciliwung Hulu berupa jasa wisata konvensional hiburan maupun ekowisata. Keadaan saat ini menunjukkan pada kondisi over- capacity dengan melihat kondisi lalu lintas jalan yang macet, jalur Bogor- Puncak pada kondisi normal dapat ditempuh 0,5 sd 1 jam, pada hari-hari libur 265 bisa ditempuh dalam waktu 4-6 jam. Kemacetan tersebut terjadi pada jalur utama maupun jalur alternatif dari Kota Bogor ke wilayah Puncak. Pengembangan wisata berbasis ekologi yang baik maka dibutuhkan dukungan lanscape DAS baik berupa penutupan vegetasi pohon maupun keutuhan alami. Lanscape yang baik hanya dapat didukung oleh ketersediaan lahan yang bisa dilakukan perbaikan penutupan lahannya yaitu lahan milik maupun lahan garapan yang dikuasai oleh masyarakat luar DAS Ciliwung Hulu. Penutupan lahan yang baik maka dapat mendukung kegiatan ekowisata serta menjaga iklim mikro yang lebih baik dan menjaga daya tarik wisata di wilayah Puncak maupun menjaga daerah tangkapan air di wilayah hulu. Dalam upaya meningkatkan penutupan lahan tersebut maka peran BP4K dan UPT Wilayah Ciawi berperan penting mengkomunikasikan program pemeliharaan DAS Hulu dan memperoleh dukungan kepada masyarakat lokal. 3. Perubahan lahan menjadi lahan terbangun hubungan G, H, I dan J. Aktor kunci terkait dalam pengendalian perubahan lahan menjadi lahan terbangun adalah Pemilik lahan dari luar DAS Ciliwung Hulu, Biyong, Bappeda Kab. Bogor, BP4K dan UPT BP3K Wilayah Ciawi. Alih kepemilikan lahan milik maupun lahan garapan dari masyarakat lokal maupun antar masyarakat luar DAS Ciliwung Hulu melibatkan peran Biyong. Peran Biyong sangat besar dalam transaksi jual beli lahan milik maupun lahan garapan ini. Bappeda berwenang dalam mengkoordinasikan hak dan kewajiban dalam pengaturan kepemilikan lahan. Lahan berfungsi sosial pasal 6 UU Pokok Agraria No. 51960 sehingga kepemilikan lahan secara privat berkewajiban menghindarkan penggunaan lahan yang secara sosial tidak dapat diterima avoidance of socially unacceptable uses Hanna et al. 1995. Pengakuan hak oleh pemerintah yang dilakukan BPN disesuaikan dengan arahan fungsi ruang RTRW Kab. Bogor PP No. 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Bappeda Kabupaten Bogor berwenang mengkoordinasikan dalam mengatur kewajiban pemegang hak dalam penggunaan pemanfaatan lahannya. Dalam transaksi alih kepemilikan lahan dan proses penggunaan 266 lahan maka pemilik lahan diwajibkan sesuai dengan arahan penggunaan ruang dan kebijakan pemerintah Kabupaten Bogor di wilayah tersebut yaitu agar menjaga fungsi lindung kawasan serta dalam pemanfaatan lahannya agar dilakukan dengan tindakan konservasi lahan. Lahan-lahan milik orang luar DAS Ciliwung Hulu perlu didorong dengan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan kewajiban pihak pemilik atau penguasa lahan untuk melakukan kegiatan konservasi tanah dan air. BP4K dan UPT BP3K Wilayah Ciawi berperan besar untuk mendorong kesadaran konservasi ini dengan melibatkan pihak yang terkait di lapangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara terpadu agar dapat diwujudkannya keseimbangan antara hak atas lahan dan kewajiban pemilik lahan untuk memelihara fungsi lahan secara sosial. Penanganan pengelolaan lahan milik ini maka dapat diupayakan 70 permasalahan DAS Ciliwung Hulu dapat ditangani karena hampir 70-80 kepemilikan lahan dikuasai oleh masyarakat DAS Ciliwung Hulu. 4. Kapasitas koordinasi organisasi pemerintah. Pihak terkait dengan hal ini adalah Bappeda Kabupaten Bogor hubungan K. Wilayah pemerintahan Kabupaten Bogor juga mencakup DAS Ciliwung Hulu. Wilayah pemerintahan sebagai wilayah pembangunan berfungsi komplek yaitu wilayah ekonomi, wilayah sosial termasuk wilayah sosial politik, maupun wilayah ekosistem DAS. Kegiatan perencanaan pembangunan wilayah pada era desentralisasi selama ini lebih cenderung memperlakukan wilayah sebagai wilayah ekonomi dan wilayah sosial-politik. Sebagai wilayah ekonomi maka wilayah direncanakan pengembangnnya kedalam pusat-pusat pertumbuhan nodal dan wilayah pendukungnya hinterland. Proses pembangunan wilayah ekonomi dalam implmentasinya ditarik oleh kepentingan sosial politik yaitu wilayah konstituen politik. Kondisi ini mengakibatkan perimbangan alokasi kegiatan pembangunan yang berbasis pada wilayah politik yaitu pemerataan program-program pembangunan. Penyusunan rencana pembangunan yang mengakomodir kepentingan ekonomi dan sosial- politik tersebut dapat menghambat penyusunan prioritas pembangunan 267 wilayah. Di satu sisi kondisi keuangan pemerintah terbatas, sementara itu program kegiatan pembangunan berbasis wilayah sosial-politik tersebar di wilayah yang luas. Prioritas kegiatan pembangunan menjadi kurang fokus pengelolaannya. Dalam wilayah administrasi pemerintahan juga ada keterkaitan antar wilayah dan sifatnya lintas wilayah kabupaten ataupun lintas provinsi yaitu wilayah dengan keterkaitan hidrologi DAS Ciliwung. Kompleksitas wilayah hidrologi mengaitkan hubungan antara wilayah hulu, tengah dan hilir; antar organisasi perorangan, antar sektor maupun antar level pemerintahan. Kompleksitas wilayah perencanaan yang mampu mengakomodir wilayah pembangunan sebagai wilayah ekonomi, wilayah sosial ekonomi, dan wilayah ekosistem DAS Ciliwung ini maka dibutuhkan peningkatan kapasitas koordinasi organisasi pemerintah termasuk Bappeda Kabupaten Bogor yang lebih baik dari kondisi saat ini. Peran Bappeda sebagai organisasi pemerintah Kabupaten Bogor sangat sentral dalam mengkoordinasikan antar pelaku di DAS Ciliwung Hulu. 5. Kegiatan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan. Pihak paling berkompeten dalam hal ini adalah BP4K dan khususnya UPT BP3K Wilayah Ciawi hubungan L dan M. Kegiatan penyuluhan pembangunan yang dilakukan oleh BP4K Kabupaten Bogor dan dengan dukungan UPT BP3K di 12 wilayah khususnya UPT BP3K Wilayah Ciawi. Kegiatan penyuluhan diarahkan pada upaya konservasi tanah dan air, peningkatan produksi pertanian, pengembangan budidaya perkebunan dan perikanan. Ke depan, kegiatan penyuluhan agar disinkronkan dengan permasalahan yang ada di DAS Ciliwung Hulu yaitu terkait dengan pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan laju perubahan lahan menjadi lahan terbangun. Kegiatan penyuluhan melakukan transfer ilmu pengetahuan dan transfer teknologi tepat guna serta dalam rangka pemberdayaan masyarakat mencakup peningkaan kapasitas diri, kapasitas kelompok maupun peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. Umpan balik dari kegiatan penyuluhan adalah mampu menyajikan program kegiatan yang berasal kebutuhan masyarakat 268 lokal. Program kegiatan tersebut selanjutnya dikoordinasikan oleh Bappeda Kabupaten Bogor dengan instansi teknis terkait lingkup pemerintah Kabupaten Bogor maupun UPT pemerintah pusat di wilayah Kabupaten Bogor. Koordinasi ini diharapkan dapat dipertajam, disusun skala prioritas, serta tahapan program kegiatan pembangunan yang dirancang bersama. Program kegiatan yang diimplementasikan di wilayah DAS Ciliwung Hulu hendaknya program kegiatan yang sesuai dari program kebutuhan yang diusulkan dari masyarakat dan mendapatkan dukungan dari berbagai instansi teknis terkait. Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu ke depan agar lebih baik maka dibutuhkan pengelolaan kelima faktor kunci tersebut secara hati-hati dan lebih intensif. Pengelolaan DAS agar lebih efektif maka diperlukan koordinasi pembagian tugas disesuaikan dengan tupoksi dan potensi masing-masing pihak dalam satu Sistem Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. Kondisi tersebut dapat diwujudkan jika kapasitas koordinasi semua instansi pemerintah maupun kapasitas Bappeda Kabupaten Bogor menjadi lebih baik kapasitas koordnasi lemah ditingkatkan menjadi sedang. Koordinasi dilakukan antar sektor, antar pelaku, antar wilayah maupun antar level pemerintahan. Koordinasi yang baik diperlukan untuk menyusun aturan main bersama rule-in-form guna mewujudkan tujuan bersama dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. Pengelolaan sumberdaya alam di dalam DAS dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat yang selama ini dilaksanakan secara sektoral sesuai tupoksi masing-masing sehingga lebih mengarah pada maksimalisasi tujuan sektoral. Dampak negatif dari sistem sektoral ini adalah tidak ada satu pihakpun yang mengelola dan mengendalikan eksternalitas negatif kegiatan sektoralnya masing-masing. Dampak negatif yang ditimbulkan tidak diperhitungkan dalam pendapatan net-sektoral dan hal ini berubah menjadi urusan domain publik. Kegiatan sektoral memberikan keuntungan maksimal bagi pelaku sektoral benefit cost ratio atau BCR 1 . Namun di sisi lain pada wilayah publik maka keuntungan tersebut bersifat negatif karena biaya sosial yang ditanggung publik lebih besar daripada yang diterimanya cost C benefit B. 269 Peningkatan akuntabilitas kinerja sektoral dalam pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu dibutuhkan upaya transformasi ekonomi sektoral melalui upaya internalisasi 3 tiga faktor kunci ke dalam program antar sektor sektoral dinas terkait secara terpadu. Program-program kegiatan yang direncanakan harus mencakup ketiga faktor kunci tersebut yaitu 1 pemanfaatan jasa wisata, 2 upaya pengendalian perubahan lahan menjadi lahan terbangun, dan 3 kegiatan produktif yang mampu memberikan peningkatan terhadap pendapatan masyarakat petani. Kerangka terpadu pengembangan kelembagaan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Gambar 35. Gambar 36 Kerangka pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu Total BC BC1 270 Faktor kunci kegiatan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang bersifat transfer pengetahuan dan keterampilan knowledge dan skill perlu ditingkatkan kualitas dan diperluas bidang garapannya. Bidang materi penyuluhan yang diperluas tidak hanya menyangkut program-program sektoral pemerintah tetapi juga secara aktif menampung input program kebutuhan dari masyarakat. Kegiatan penyuluhan yang paling mendesak dengan permasalahan DAS Ciliwung Hulu diantaranya menyangkut pengendalian pertumbuhan penduduk, pengendalian perubahan lahan menjadi lahan terbangun, dan pengembangan kegiatan produktif bernilai ekonomi tinggi berbasis non-lahan lainnya. Upaya kordinasi dapat dibangun melalui pengembangan kelembagaan baru dengan beberapa perbaikan terhadap regulasi aturan main yang mengatur perilaku sektoral di dalam satu wadah kelembagaan Sistem Pengelolaan DAS Ciliwung Terpadu. Regulasi kelembagaan baru mengatur perilaku para pihak dan sektoral untuk melakukan atau untuk tidak melakukan sesuatu dalam rangka optimalisasi pemanfaatan SDAlam untuk menunjang pembangunan berkelanjutan di dalam wilayah perencanaan DAS. Dalam upaya meningkatkan kebijakan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu maka instansi yang bertanggung jawab terhadap pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS harus memperhatikan ketiga faktor kunci 1 pemanfaatan jasa wisata, 2 perubahan lahan bervegetasi menjadi terbangun, dan 3 pendapatan petani dari kegiatan non-pertanian untuk melakukan transformasi ekonomi kedalam kegiatan sektoral sesuai tugas dan wewenang sektoralnya masing-masing dilakukan secara terpadu dalam satu kerangka Sistem Pengelolaan DAS Ciliwung Terpadu. Terhadap faktor 4 kegiatan penyuluhan pembangunan pertanian, perkebunan, perikanan dan kehutanan maka pihak BP4K diupayakan peran, kapasitas dan kualitasnya agar ditingkatkan sehingga lebih efektif terhadap upaya transfer pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat petani maupun kelompok tani. Koordinasi oleh Bappeda Kabupaten Bogor dengan berbagai instansi terkait baik instansi horizontal maupun vertikal perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya sehingga program kegiatan yang dihasilkan mampu meningkatkan kinerja publik menjadi lebih baik. Upaya koordinasi juga perlu 271 ditingkatkan terhadap para pemilik lahan yang berdomisili di luar DAS Ciliwung Hulu melalui peningkatan peran Bappeda Kabupaten Bogor, SPKPP4S dan kelompok tani lokal. DAS Ciliwung Hulu sebagai salah satu sumberdaya yang memiliki keterkaitan hidrologis dengan wilayah di hilir dan wilayah tengahnya juga memiliki karakteristik lahan yang dikuasai oleh masyarakat luar DAS. Agar pengembangan kebijakan pengelolaan DAS tersebut dapat berjalan dengan baik maka perlu diupayakan pengaturan kepemilikan lahan property right of land yang mengatur tentang hak dan kewajiban bagi pemegang pemilik atas lahan di DAS Ciliwung Hulu. DAS Ciliwung Hulu terdiri dari sekumpulan lahan dengan rejim kepemilikan negara state property, kepemilikan pribadi privat property, kepemilikan bersama common property, maupun kepemilikan umum public property . Sebagai wilayah hulu dengan prioritas sebagai fungsi perlindungan dan daerah tangkapan air catchment area, penggunaan salah satu atau beberapa lahan privat dapat mempengaruhi kondisi dan fungsi kepemilikan secara bersama di dalam keterkaitan hidrologi DAS. Memperhatikan lahan di DAS Ciliwung Hulu dikuasai sebagian besar 70-80 oleh masyarakat luar, maka pengaturan hak kepemilikan property right of land merupakan dasar bagi berfungsinya pengembangan kebijakan dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu.

8.2.3 Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Wilayah Perkotaan

Daerah Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu terletak di Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan Kota Bogor dan berada 45 km dari Kota DKI Jakarta, secara normal rata-rata dapat ditempuh dari Kota Jakarta selama + 1 jam sehingga DAS ini dapat dikategorikan sebagai DAS Perkotaan yaitu DAS yang berada di wilayah perkotaan. DAS Ciliwung Hulu memiliki potensi kesuburan tanah, kondisi iklim memiliki udara sejuk sampai dingin, pemandangan scene indah dan banyak obyek wisata alam. Sebagai daerah wisata dengan 12 obyek wisata alami dan buatan dan telah lama berkembang sejak 1960-an maka prasarana jalan dan sarana transportasi angkutan perkotaan angkot telah berkembang sehingga antar titik-titik di wilayah tersebut sudah dapat dikunjungi oleh masyarakat dari luar wilayah. Keadaan tahun 2009-2011, sarana angkutan 272 berupa ojeg dapat dijumpai di setiap titik-titik persimpangan jalan, sehingga tidak ada kendala bagi masyarakat untuk mengunjungi setiap titik di wilayah ini. Nilai lahan sudah bergeser dari nilai ekonomi kesuburan lahan Ricardian rent menjadi bernilai ekonomi menurut jarak pusat perekonomian locational rent. DAS Ciliwung dapat disebut sebagai DAS perkotaan karena memiliki karakteristik biofisik lahan lebih bernilai ekonomi, kepemilikan lahan masyarakat lokal sempit dan penguasaan lahan oleh masyarakat kota, kegiatan pertanian tidak bisa diandalkan sebagai sumber mata pencaharian keluarga petani, dan perubahan fungsi kawasan sempadan kiri-kanan sungai dari fungsi lindung menjadi kawasan permukiman. DAS perkotaan seperti karakter DAS Ciliwung Hulu yang umumnya kepemilikan lahan dikuasai oleh masyarakat perkotaan dan sebagian kecil oleh masyarakat lokal. Sebagian besar lahan dikuasai oleh masyarakat perkotaan sebagai bentuk investasi usaha atau untuk tujuan permukiman peristirahatan maka sebelum lahan tersebut dimanfaatkan maka banyak dijumpai lahan tidur lahan gontai. Penguasaan lahan di DAS perkotaan per-kepala keluarga KK yang sempit dibawah 0,5 ha sehingga kegiatan budidaya tanaman pangan tidak menjamin untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga baik berupa bahan pangan maupun biaya untuk kegiatan sosial lainnya. Kondisi demikian memaksa masyarakat petani lokal untuk mengembangkan alternatif pendapatan dari kegiatan non-pertanian atau off-farm diantaranya budidaya ternak sapi, domba, kelinci, budidaya sayur dan buah-buahan serta kegiatan ekonomi berbasis non- lahan lainnya. Dengan mengembangkan kegiatan alternatif ekonomi ini maka pendapatan keluarga petani semakin dapat ditingkatkan. Dalam melaksanakan usaha tani masyarakat cenderung eksploitatif dan bertani monokultur serta tidak menerapkan prinsip pertanian ramah lingkungan. Masyarakat lokal cenderung memiliki permukiman di kiri-kanan sungai karena lahan yang tersisa semakin sempit, mudah membuang limbah rumah tangga, serta kemudahan mencukupi kebutuhan air. Kondisi penutupan lahan umumnya berupa lahan terbuka tidak bervegetasi, semak dan alang-alang. Lahan di kiri-kanan sungai yang semula diperuntukkan bagi fungsi perlindungan dengan vegetasi bambu, buah-buahan, vegetasi perkayuan, perlindungan dari longsor dan sumber-sumber air telah diubah menjadi lahan permukiman atau lahan pertanian 273 intensif. Masyarakat kota yang memiliki lahan umumnya mengubah vegetasi untuk perlindungan dan lanscape perdesaan diubah menjadi pertamanan dengan penutupan rumput lawn dan mengganti dengan tanaman hias serta berubah menjadi lantai bersemen. Perubahan penutupan lahan menjadi lahan terbangun dan pertamanan memberikan efek negatif terhadap iklim mikro dan tidak berperan positif sebagai daerah tangkapan air DTA. Konservasi tanah dan sumberdaya air tidak berjalan secara baik yang dicirikan oleh tingginya tingkat erosi, sedimen dan bahan-bahan terlarut, serta kualitas air sungai semakin tercemar. Dengan perubahan penutupan lahan tersebut maka fungsi perlindungan dari longsor semakin berkurang, alur sungai dan sumber-sumber air menjadi kering pada musim kemarau termasuk sumur-sumur masyarakat. Untuk mempertahankan DAS sebagai daerah tangkapan air DTA maka perlu dipertegas aturan dan implementasinya terhadap kepemilikan lahan oleh masyarakat perkotaan di wilayah hulu mencakup batasan luas kepemilikan lahan, ketentuan koefisien dasar bangunan KDB, koefisien lantai bangunan KLB, penanaman tumbuhan berkayu, pembuatan sumur resapan, kewajiban pemilik lahan selama belum dibangun selama menjadi lahan tidurlahan gontai, serta hak dan kewajiban lainya dalam upaya konservasi tanah dan air. Pengendalian pemanfaatan ruang terhadap bangunan-bangunan di wilayah hulu sebagai DTA perlu ditingkatkan implementasinya baik pada lahan milik maupun lahan garapan. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di dalam DAS maka perlu ditingkatkan peran pemerintah dengan mengembangkan alternatif pendapatan bagi masyarakat petani yang berasal dari kegiatan non-pertanian misalnya budidaya ternak sapi, domba, kelinci, bertani komoditi ekspor buah- buahan dan tanaman hias, dan kegiatan ekonomis off-farm lainnya. Dengan kepemilikan lahan yang dikuasai oleh masyarakat luar perkotaan maka untuk meningkatkan fungsi DAS sebagai konservasi tanah dan air perlu ditingkatkan kapasitas koordinasi instansi pemerintah. Peran instansi teknis yang bertugas mengurusi konservasi tanah dan air sudah kurang tepat lagi karena permasalahan pada penguasaan lahan dan akses terhadap lahan untuk konservasi tanah dan air serta pemberdayaan masyarakat lokal. Kegiatan konservasi tanah dan air dilakukan melalui upaya rehabilitasi vegetatif harus mampu memberikan