Gender dan Pembangunan Berkelanjutan

sumberdaya yang digunakan oleh setiap orang seperti air, sekolah, pendidikan dan lain-lain. Gender pada dasarnya membahas permasalahan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat agar terjadi keadilan dan kesetaraan. Kesetaraan gender adalah suatu kondisi yang setara, seimbang, dan sederajat dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi, hak, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki, sedangkan keadilan gender mengandung pengertian suatu kondisi dan perlakuan yang adil tanpa ada perbedaan dalam hubungan peran, fungsi, kedudukan, hak, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki.

2.4. Gender dan Pembangunan Berkelanjutan

Kesetaraan gender merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, karena pembangunan berkelanjutan secara sederhana diartikan sebagai perpaduan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi. Menurut konsepnya, perpaduan ini dapat dimengerti dan diterima tetapi dalam penerapannya tidak sederhana. Masing-masing tujuan tersebut perlu pendekatan yang tepat agar manfaat yang diperoleh menjadi optimal. Pendekatan yang tepat untuk melakukan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi adalah pendekatan keruangan spasial. Yang berarti penataan ruang dengan segala komponen dan proses yang ada di dalamnya menjadi bagian penting dalam pengelolaan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan. Pendekatan keruangan dalam upaya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya pertanian dimulai dari tahap penyusunan rencana dan pengendalian yang mengintegrasikan antara ruang sosial, ruang ekonomi dan ruang ekologi. Apabila konsep semacam ini belum dibangun, maka diperlukan upaya yang lebih besar dan kompleks untuk melakukan pemaduan, karena bisa jadi aktivitas ekonomi dan kerusakan ekologi akan memberikan dampak sosial bagi masyarakat Jika hal ini terjadi, perencanaan pengelolaan sistem usahatani akan berhadapan dengan kepentingan masyarakat yang 20 mempunyai tujuan yang berbeda, sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa, telah muncul konflik kepentingan yang tajam dalam merencanakan dan pengelolaan suatu sumberdaya pembangunan, Gerakan Perempuan Peduli Lingkungan Hidup GPPLH Berkelanjutan di Jakarta Utara merupakan model kiprah perempuan yang memberikan peran yang begitu besar dalam upaya menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan produktif. Model ini dapat diadopsi untuk diterapkan di berbagai wilayah dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk pengembangan sistem usahatani. Peran perempuan ternyata dapat memberikan sentuhan kebersamaan dan keharmonisan dalam suatu ikatan yang kuat untuk secara bersama-sama mengelola suatu sumberdaya dan memberikan hasil yang memuaskan dan produktif Dewanto et al, 2004. Dalam KTT Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2002 di Johannesburg telah disepakati bahwa kelompok perempuan mempunyai peran yang penting bagi keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup. Sebagai salahsatu di antara sembilan kelompok utama yang menjadi ujung tombak pengelolaan lingkungan, peran kelompok perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup perlu ditingkatkan dan diberdayakan agar dapat memiliki posisi tawar yang cukup untuk memperjuangkan hak mereka atas lingkungan yang baik dan sehat. Hal tersebut dapat direalisasikan jika pengarusutamaan gender diterapkan dalam pengelolaan lingkungan hidup Rwelamira, 1999. Pengarusutamaan gender dalam pengembangan sistem usahatani akan meningkatkan partisipasi, fungsi kontrol, distribusi sumberdaya, dan tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan usahatani. Hal ini diperkuat oleh Dokumen Agenda 21 Sektoral yang secara khusus membahas kondisi, kedudukan dan hak laki-laki dan perempuan dalam berbagai program pembangunan. Kesetaraan gender dalam program pembangunan dapat dilihat pada indikator sebagai berikut: 1 apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk memperoleh kredit usaha dan sumberdaya modal lainnya, 2 apakah perempuan 21 mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan laki-laki dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, dan 3 apakah perempuan memiliki peran dan fungsi yang sama dengan laki-laki dalam berbagai program kegiatan konservasi lingkungan. Keperluan perspektif gender dalam pengembangan sistem usahatani secara berkelanjutan didasari oleh kondisi-kondisi sebagai berikut Mitchell et al. 2003. 1. Perempuan dilihat sebagai ”kapital” dalam proses transformasi sosial ekonomi. Hal ini menyebabkan munculnya usaha yang cukup kuat untuk membicarakan dan mendorong ”partisipasi perempuan” yang lebih besar dalam berbagai kegiatan program pembangunan. 2. Tanggungjawab perempuan dalam menyediakan makanan yang sehat, air bersih, dan bahan bakar dan beban tersebut semakin bertambah pada saat sumber bahan makanan, bahan bakar, dan air berkurang. Perempuan cenderung mempunyai minat yang besar dalam melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat dimanfaatkan secara lestari. 3. Peran ganda perempuan dalam pekerjaan reproduktif, produktif, dan sosial kemasyarakatan berimplikasi pada kondisi, perempuanlah yang harus memulai kerja setiap hari, dan seringkali perempuan juga yang paling akhir berhenti bekerja. 4. Banyak kegiatan produktif dan kemasyarakatan dalam hal ekonomi tidak terlihat, sehingga kontribusi perempuan terhadap keluarga, masyarakat dan negara seringkali tidak dinilai oleh keluarga dan pemimpin-pemimpin politik. 5. Semakin kecilnya kesempatan perempuan untuk mencari pendapatan tambahan mengakibatkan status dan kekuasaan perempuan dalam keluarga dan masyarakat semakin berkurang. 6. Kurangnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan politik kemasyarakatan, terutama dalam pembuatan keputusan, menyebabkan adanya bias gender, sehingga peran perempuan 22 menjadi status quo, dianggap perempuan memang lebih rendah daripada laki-laki. Pengembangan sistem usahatani berkelanjutan responsif gender memberikan penekanan pada peningkatan kemampuan dan peran perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki. Pembangunan yang responsif gender lebih menekankan pendekatan untuk pengelolaan yang bersifat dari bawah ke atas bottom up daripada dari atas ke bawah top down.Responsif gender memberi fasilitas kepada perempuan agar lebih menjadi percaya diri, melalui perubahan transformasi kebiasaan serta struktur, seperti peraturan ketenagakerjaan, peraturan sipil, kebiasaan serta hak berdasarkan agama dan budaya. Analisis gender dapat dilaksanakan dengan baik, bila pengertian pengertian antara kata akses, kontrol, manfaat, dan partisipasi dapat dibedakan. Akses didefinisikan sebagai peluang untuk berpartisipasi, menggunakan, atau mendapatkan manfaat dari sumberdaya alam. Kontrol merujuk pada dominasi, kepemilikan, dan kemampuan untuk menentukan bagaimana sumberdaya digunakan. Sebagai contoh, perempuan dapat menggunakan tanah untuk bercocok tanam akses, tetapi tidak punya kontrol untuk menjual tanah tersebut. Manfaat adalah keuntungan penggunaan sumberdaya alam dalam segi ekonomi, sosial, politik, dan psikis. Sedangkan Partisipasi adalah hasil keputusan untuk terlibat baik secara aktif maupun pasif dalam kegiatan usahatani. Perbedaan akses, kontrol, manfaat, dan partisipasi terhadap sumberdaya alam diakibatkan oleh faktor-faktor sebagai berikut Calvo, 2003: a Perempuan dan laki-laki bekerja di level yang berbeda yang menghasilkan pengalaman, ketertarikan, dan penggunaan sumberdaya, barang, dan layanan yang juga berbeda. b Hukum dan tradisi biasanya menentukan perempuan dan laki-laki mempunyai akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang ada. c Kepemilikan dan manfaat sumberdaya biasanya diperuntukkan ke individu yang bertanggung jawab pada level produktif. 23 d Laki-laki lebih mendapatkan kekuasaan untuk menguasai sumberdaya karena mempunyai peluang yang besar untuk memperoleh pendidikan dan pengetahuan yang lebih maju. Selain itu, laki-laki mendapatkan pengakuan sosial yang lebih baik. Perbedaan sosial dan ketidaksamaan dalam distribusi sumberdaya, barang dan layanan menghasilkan situasi yang mensubordinasikan perempuan sehingga tidak ikut dalam pengambilan keputusan. Situasi ini menghambat perempuan untuk menyampaikan keinginan dan permasalahan yang mereka hadapi. Hal ini juga memperlambat kontribusi pengetahuan dan pengalaman mereka untuk pembangunan komunitas. Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan harus ditingkatkan pada level yang lebih demokratif dan efektif karena keputusan tersebut secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kehidupan mereka.

2.5. Analisis Gender