Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah.

(1)

Skripsi

KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI,

KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH

ARKANIYATI I34070012

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(2)

ABSTRACT

ARKANIYATI. Gender Equality and Equity in Red Onion Farms of Sidakaton Village, Sub District of Dukuhturi, Tegal District, Central Java Province.

Supervised by SITI AMANAH.

Red onion is the main agricultural commodity of Tegal District. The red onion farms were mainly managed by small and medium farmers. Men and women play an important role in red onion farm activities. Thus, the research aims were to analyze correlation between farmer socio economic factors (sex, age, education level, tenure and land area) with gender relations in the division of labor and gender equality and equity household in the village and to analyze division of labor between men and women in households that associated with local socio-cultural aspects. The research site was village Sidakaton of Dukuhturi District. Survey method was used to collect data. The population study were 446 households of farmers. Sample respondents were 45 households of farmers. Respondents were chosen using dispropotional random sampling technique. Based on the scale of onion farm land. The finding showed the at the early phase of onion farming activities is very heavy, and men dominated the work. Following planting the seed, women continue working in the field, since the work tend to be more light. Women involve in some activities includes planting, watering, pest control, and harvest. The other hand men dominate an the manufacture of trench, plowing, fertilizing, irrigation, transportation, seed purchasing. Men took decision making in using input and managing the work of the business. There was still gap in the payment of the labor where women were paid lower than men due to stereotype and subordination that could lead to marginalization.

Key words: gender gap, red onion farm, decision making, acces and control


(3)

RINGKASAN

ARKANIYATI. Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Di bawah bimbingan SITI AMANAH.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian.

Desa Sidakaton merupakan desa yang mata pencaharian penduduknya sebagian besar di sektor swasta /informal antara lain sebagai pedagang warung makan (warteg) di luar desa terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan lain-lain. Sebagian lagi,bekerja sebagai petani dan buruh tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya merupakan areal pertanian adalah bawang merah

Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik. Hal tersebut terlihat dari fenomena pasar komoditas bawang merah nasional yang sangat ditentukan oleh kinerja produksi domestik dengan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud terutama ditunjukkan oleh kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi nasional, sementara jumlah impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan domestik baik untuk kebutuhan konsumsi, benih dan industri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: Menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi gender dalam pembagian kerja dan Kesetaraan dan Keadilan Gender rumahtangga petani di Desa Sidakaton. Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga petani bawang merah di Desa Sidakaton yang dikaitkan dengan nilai sosial budaya yang terwujud dalam rumahtangga petani bawang merah.


(4)

Penelitian ini dilakukan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Populasi penelitian sebanyak 446 Rumahtangga petani bawang merah Desa Sidakaton. Responden penelitian sebanyak 45 rumahtangga petani yang diambil secara acak disproporsional . berdasarkan luas lahan yang digarap.

Hasil penelitian menunjukkan relasi gender dalam pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah lebih menempatkan peran perempuan pada kegiatan reproduktif sekaligus produktif, sehingga perempuan mengalami beban kerja berlebih . Di sisi lain laki-laki hanya ditempatkan dalam pekerjaan produktif dan lebih dominan dalam kegiatan kemasyarakatan. Pembagian kerja produktif pada pengelolaan usahatani bawang merah dipengaruhi oleh stereotipi yang berkembang dalam masyarakat. Jenis pekerjaan yang berbeda yang dilakukan responden laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah mengakibatkan berbeda pula dalam pembayaran tenaga kerja. Hal ini menunjukkan ketidakadilan gender sehingga dapat menyebabkan perempuan semakin termarginalisasi.

Jika dilihat dari pembagian kerja, curahan waktu serta akses dan kontrol, dapat dikatakan bahwa kesetaraan dan keadilan gender pada rumahtangga petani bawang merah belum terwujud. Pelaksanaan peranan suami dan istri dalam kegiatan reproduktif, produktif (pengelolaan usahatani bawang merah) dan kegiatan sosial kemasyarakatan masih dipengaruhi oleh nilai gender atau bias gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi gender tidak berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) sehingga hipotesis kedua dinyatakan ditolak, walaupun pada kenyataannya relasi gender memiliki hubungan dengan KKG.

Budaya masyarakat Desa Sidakaton dalam menyambut kehadiran anak antara lain: Upacara Mitoni atau Tingkeban, Brokohan, Upacara Tedak Sinten. Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting hanya saja dalam hal tindakan. Penerapan nilai budaya lokal dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan etos kerja.


(5)

KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI,

KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH

ARKANIYATI I34070012

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Kelulusan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Arkaniyati

NRP : I34070012

Departemen: : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah.

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc NIP. 19670903 199212 2 001

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI

BAWANG MERAH, DESA SIDAKATON, KECAMATAN DUKUHTURI, KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH.” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Januari 2012

ARKANIYATI I34070012


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 22 Juli 1989. Penulis merupakan anak

pertama dari empat bersaudara dari Bapak Rifa‟i dan Ibu Rokhayati. Penulis

menempuh pendidikan di TK PERTIWI Desa Sidakaton Tegal selama dua tahun, penulis menamatkan pendidikannya di SDN 01 Sidakaton Tegal tahun 2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 1 Dukuhturi Tegal dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA AL-MASTHURIYAH Cisaat Sukabumi. Penulis diterima sebagai Mahasiswa IPB Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti beberapa organisasi. Berawal pada tingkat satu penulis telah diterima sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) (2007-2009) Divisi Pengembangan Masyarakat. Selain itu, Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Ekologi Manusia, penulis aktif menjadi anggota pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ekologi Manusia Periode 2008-2009. Penulis juga aktif pada berbagai kepanitiaan baik yang diadakan departemen maupun fakultas.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tiada terkira penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah”. Meski terkadang penulis menemui masalah-masalah dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kekuatan yang Allah berikan mampu menuntun penulis untuk merampungkan skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Rifa‟i dan Ibunda Rokhayati tercinta sumber motivasi utama bagi penulis yang senantiasa menebarkan benih-benih kasih sayang dan perhatian yang luar biasa bagi penulis

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis, memberikan semangat kepada penulis, dan senantiasa memberikan masukan-masukan yang begitu berarti selama penyusunan skripsi.

2. Dra.Winati Wigna, MDS sebagai dosen penguji utama atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripsi ini.

3. Ir. Sutisna A. Riyanto, MS sebagai dosen penguji wakil Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripasi ini.

4. Adik-adikku tersayang Zahrotul Fauziah, Alaika Syahri Ridho, dan Rahmatia Syifaulqoulbi yang telah memberikan semangat bagi penulis dengan kepolosannya yang selalu membuat penulis begitu merindukannya.

5. Novia Putri sebagai teman satu bimbingan Skripsi Penulis yang selalu bekerjasama dengan baik dan memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(10)

6. RR. Utami Annastasia KPM 44 sebagai teman seperjuangan yang selalu menemani dan saling memberikan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini

7. Teman-teman KPM angkatan 44 yang begitu penulis sayangi dan tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasamanya selama ini.

8. Kepala Desa Sidakaton yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di Desa tersebut

9. Bapak Mustoro selaku Sekretaris Desa Sidakaton yang telah membantu Penulis dalam pencarian data di lapangan maupun Administrasi Desa.

10.H.Kartoli selaku informan yang telah memberikan informasi mengenai usahatani bawang merah..

11.Masyarakat Desa Sidakaton khususnya petani sebagai responden dalam penelitian ini.

12.Staf Dokis, Ibu Neny dan Staf Perpustakaan LSI yang telah banyak membantu penulis dalam mencari pustaka skripsi.

13.Staf Sekretariat KPM, Mba Dini, Mba Maria, Mba Icha dan Ibu Susi, terimakasih atas informasi akademik selama perkuliahan, kolokium, sidang, hingga selesai masa kelulusan.

14.Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukkannya. Akhir kata, semoga penulisan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Januari 2012


(11)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI………... xii

DAFTAR TABEL ………... xiv

DAFTAR GAMBAR……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang ………..…….. 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 5

1.3 Tujuan Penelitian ……… 6

1.4 Kegunaan Penelitian ………... 6

BAB II PENDEKATAN TEORITIS……….. 8

2.1 Tinjauan Pustaka ………... 8

2.1.1. Bawang Merah………... 8

2.1.2. Usahatani ………... 9

2.1.3. Pengertian Rumahtangga Pertanian ……….. 9

2.1.4. Gender dan Kesetaraan Gender ………. 10

2.1.5. Peranan Gender……….. 12

2.1.6. Relasi Gender dalam Usahatani………. 13

2.1.7. Analisis Gender.. ……….. 13

2.1.8. Peran dan Status Perempuan dalam Keluarga Inti…. 13 2.1.9. Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender……… 14

2.1.10. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender. 19 2.1.11. Pengambilan Keputusan………... 20

2.1.12. Nilai……….. 22

2.2 Kerangka Berfikir………... 22

2.3 Hipotesis Penelitian………... 25

2.4 Definisi Operasional ……… 25

BAB III PENDEKATAN LAPANG………. 30

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………... 30

3.2 Teknik Pengumpulan Data………... 30

3.3 Validitas dan Reabilitas……… 33


(12)

3.3.2. Reabilitas Instrument………. 34

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data………. 34

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN……… 37

4.1 Gambaran Umum Desa Sidakaton ……… 37

4.1.1. Kondisi Geografis dan Administratif……… 37

4.1.2. Kondisi Penduduk……… 38

4.2 Kondisi Sosial Budaya…………... 39

4.2.1. Upacara Khas Suku Jawa ……… 39

4.2.2. Upacara Adat Kelahiran Suku Jawa ……… 41

4.2.3. Upacara Pernikahan Suku Jawa………... 42

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN ……….. 47

5.1 Usia……….. 47

5.2 Jenis Kelamin………... 47

5.3 Tingkat Pendidikan ………. 48

5.4 Luasan Kepemilikan Lahan………. 50

5.5 Status Kepemilikan Lahan………... 51

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PEMBAGIAN KERJA DAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWA NG MERAH ……… 53

6.1 Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Pembagian Kerja……….. 53

6.2 Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan KKG…. 57 BAB VII RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA…………. 63

7.1 Relasi Gender dalam Pembagian Kerja……… 63

7.2 Kegiatan Produktif (Usahatani Bawang Merah)………… 69

7.2.1. Proses Budidaya Tanaman Bawang Merah………… 70

7.2.2. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Produktif……….. 72

7.2.3. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Usahatani Bawang Merah……….. 74

7.3 Kegiatan Reproduktif………. 76

7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Reproduktif…….. 77

7.3.2. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Reproduktif……… 79


(13)

7.4.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Sosial…………. 80

7.4.2. Curahan Waktu Responden Petani dalam Kegiatan Kemasyarakatan………. 82

7.5 Hubungan antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan KKG dalam Rumahtangga Petani………. 83

BAB VIII KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA PETANI BAWANG MERAH……….. 85

8.1 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)……… 85

8.1.1. Akses terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah……… 85

8.2 Kontrol (pengambilan keputusan) dalam Rumahtangga petani……….. 87

8.2.1. Pola Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah……… 88

8.2.2.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan Rumahtangga Petani ……….... 91

8.2.3.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga Rumahtangga Petani………. 92

8.2.4.Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan Sosial Kemasyarakatan……… 93

8.3 Partisipasi Responden dalam Usahatani Bawang Merah. 95 8.4 Manfaat……… 96

8.5 Nilai Sosial, Komunikasi DAN Pola Asuh Masyarakat pada Masyarakat Petani Bwang Merah………. 97

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN………. 102

9.1 Kesimpulan ………. 102

9.2 Saran……… 103

DAFTAR PUSTAKA……… 104


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1 Rincian Metode Pengumpulan Data... 31 Tabel 2 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Desa Sidakaton Kapupaten

Tegal Jawa Tengah 2011……… 33

T`abel 3 Pemanfaatan lahan Wilayah... 37 Tabel 4 Sebaran Penduduk Desa Sidakaton Menurut Tingkat Pendidikan

Tahun 2011………... 38 Tabel 5 Penduduk Desa Sidakaton Menurut Jenis Mata Pencaharian,

Tahun 2011 (dalam jumlah dan persen)………... 39 Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status

Pernikahan... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan

Usia, Tahun 2011……….. 47

Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,

Tahun 2011………... 48

Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2011... 48 Tabel 9 Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan

Pembagian Kerja di Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi

Kabupaten Tegal, 2011………. 53

Tabel 10 Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Responden

dengan KKG Rumahtangga Petani………... 56

Tabel 11 Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan Kesetaraan dan Keadilan Gender di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, 2011……….. 58 Tabel 12 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Faktor Sosial Ekonomi dengan

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang Merah 61 Tabel 13 Persentase Responden menurut Relasi Gender dalam Pembagian

Kerja di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal,

2011……….. 65

Tabel 14 Jumlah Responden Suami dan Responden Istri berdasarkan Relasi Gender, Desa Sidakaton, 2011……….. 68 Tabel 15 Rata-rata Curahan Waktu Kerja Reproduktif Responden Suami

dan Responden Istri dalam Kegiatan Reproduktif (dalam jam),


(15)

Tabel 16 Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri

dalam Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011………… 78

Tabel 17 Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa

Sidakaton, 2011……… 79

Tabel 18 Pembagian Kerja Menurut Responden suami dan Responden Istri dalam Kegiatan Kemasyarakatan , Desa Sidakaton, 2011………… 81 Tabel 19 Rata-rata Curahan Waktu Responden Suami dan Responden Istri

dalam Kegiatan Kemasyarakatan (24 jam x 30 hari), Desa Sidakaton, 2011 ………... 82 Tabel 20 Hasil Pengujian Hubungan antara Relasi Gender dalam

Pembagian Kerja dengan Konsep KKG dalam Rumahtangga Petani ………...

83 Tabel 21 Akses Responden Suami dan Responden Istri Terhadap Faktor

Produksi Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011………. 86 Tabel 22 Pola Pengambilan Keputusan Responden Suami dan Responden

Istri dalam Pengeloalaan Usahatani Bawang Merah , Desa Sidakaton, 2011………


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Kesetraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bwang Merah Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi

Kabupaten Tegal Jawa Tengah……… 24

Gambar 2 Persentase Responden Berdasarkan kategori Tingkat Pendidikan

Desa Sidakaton Tahun 2011……… 49

Gambar 3 Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan Desa Sidakaton

Tahun 2011………. 49

Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Luas Lahan yang di garap

Desa Sidakaton tahun 2011………... 51

Gambar 5 Persentase Responden Berdasarkan kategori Status Kepemilikan Lahan Desa Sidakaton tahun 2011……… 52 Gambar 6 Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan

Responden Istri(Satu Kali Musim Tanam), Desa Sidakaton, 2011

(dalam jam)………. 75

Gambar 7 Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah, Desa

Sidakaton, 2011 (dalam persen)……….. 90

Gambar 8 Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)... 91 Gambar 9 Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan

keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga, Desa Sidakaton,

2011 (dalam persen)………. 92

Gambar 10 Persentase Responden Berdasarkan Kategori Pengambilan Keputusan Di Bidang Kegiatan Soaial Kemasyarakatan, Desa

Sidakaton, 2011 (dalam persen)……… 94

Gambar 11 Persentase Responden Petani Bawang Merah Berdasarkan Kategori Tingkat Kerjasama, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)... 95 Gambar 12 Persentase responden berdasarkan Partisipasi dalam Kegiatan

Pengelolaan Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)...


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman Lampiran 1 Lokasi Penelitian... 107 Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument... 108 Lampiran 3 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Jenis Kelamin dengan

KKG... 115 Lampiran 4 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Status Kepemilikan

Lahan dengan (KKG)………. 118 Lampiran 5 Hasil Uji Crosstab Chi Square antara Luas Lahan dengan

(KKG)... 121 Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara faktor sosial

ekonomi dengan KKG ……… 123 Lampiran 7 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik

responden dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja... 124 Lampiran 8 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender

dalam Pembagian Kerja dengan KKG……… 124 Lampiran 9 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara nilai sosial dengan

KKG dalam Rumahtangga Petani………. 125


(18)

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian.

Sektor pertanian telah berada pada fase percepatan pertumbuhan. Salah satu tantangan ke depan adalah bagaimana mempertahankan momentum pertumbuhan tersebut. Di balik berbagai keberhasilan yang telah dicapai pembangunan pertanian ke depan masih dihadapkan kepada masalah-masalah kesejahteraan petani, kemiskinan, pengangguran, ancaman terhadap ketahanan pangan, infrastruktur pertanian yang kurang mendapat perhatian, investasi relatif rendah, akses pasar yang masih lemah dan lainnya. Peningkatan produksi tanaman bahan makanan diarahkan pada penanganan komoditi padi, palawija, dan hortikultura sebagai usaha dalam penyediaan bahan makanan atau pangan secara kuantitas maupun kualitas (RPJMN 2010).

Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan di mana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari, mempunyai beberapa permasalahan seperti tingkat pendidikan rendah, tingkat keterampilan masih terbatas, produktifitas dan tingkat pendapatan rendah, adanya sikap mental yang kurang mendukung dan masalah-masalah lainnya. Permasalah-masalahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling berkaitan.

Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi bila para pengelola usahatani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksanakan anjuran penggerak perubahan atau yang biasa disebut bertahap reseptivitasnya terhadap hal-hal yang baru. Pengelolaan usahatani dimana saja dan kapan saja pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh prilaku petani yang mengusahakan.


(19)

Prilaku orang itu ternyata tergantung dari beberapa faktor, diantaranya watak, suku dan kebangsaan dari petani itu sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya, juga kebijakan pemerintah (Suharto, 2005).

Pada masa pembangunan ini pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap petani di pedesaan ternyata demikian besar, seperti diadakannya penyuluhan-penyuluhan yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan antara lain peningkatan hasil pertanian dan peningkatan taraf hidup petani. Petani adalah tulang punggung perekonomian negara dan desa adalah pangkal kehidupan perkotaan, tetapi kenyataannya kehidupan para petani di pedesaan masih berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah. petani buta akan pendidikan, teknologi yang baik untuk usahataninya, sehingga produksi yang petani lakukan dari generasi ke generasi hanyalah berdasarkan pengalaman dan usaha sendiri, dalam waktu yang demikian lama prilaku kehidupan petani tidak mengalami perubahan. petani tidak bisa melakukan perubahan karena terbentur pada keadaan sendiri, antara lain karena pendidikan yang diperolehnya terlalu rendah.

Indonesia memiliki sumber daya alam hortikultura tropika yang berlimpah berupa keanekaragaman sumber daya lahan, iklim dan cuaca yang dapat dijadikan suatu kekuatan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam agribisnis hortikultura di masa depan. Produk-produk agribisnis hortikultura tropika nusantara yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat merupakan salah satu andalan Indonesia, baik di pasar domestik, regional maupun internasional.

Bawang merah ( Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik. Hal tersebut terlihat dari fenomena pasar komoditas bawang merah nasional yang sangat ditentukan oleh kinerja produksi domestik dengan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud terutama ditunjukkan oleh kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi nasional, sementara jumlah impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan domestik baik untuk kebutuhan konsumsi, benih dan industri.

Pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah selama periode 1989-2003 adalah sebesar 3,9 persen per tahun. Komponen pertumbuhan areal panen (3,5


(20)

persen) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas (0,4 persen). Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama (luas areal panen > 1000 hektar per tahun) bawang merah diantaranya adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Kesembilan propinsi ini menyumbang 95,8 persen (Jawa memberikan kontribusi 75 persen) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2003.

Data Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Kementrian Pertanian menunjukkan bahwa sampai tahun 2009 secara nasional ditinjau dari neraca perdagangan komoditas bawang merah mengalami surplus impor sejak tahun 1999 sampai 2009 . Besaran surplus tersebut berkisar antara 16.916,4 pada tahun 1999 sampai 36.605,8 ton pada tahun 2009 dan konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2009 adalah 9,56 kg/kapita/tahun atau 0,79 kg/kapita/bulan (Lembaga Penelitian Undana, 2009).

Desa Sidakaton merupakan desa yang mata pencaharian penduduknya sebagian besar disektor swasta /informal antara lain sebagai pedagang warung makan (warteg) di luar desa terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan lain-lain. Sebagian lagi,bekerja sebagai petani dan buruh tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya merupakan areal pertanian adalah bawang merah.

Pengentasan kemiskinan di Desa sangat tergantung pada dua hal, yaitu : Pertama, program pembangunan di desa itu sendiri secara khusus; Kedua,program pembangunan kabupaten secara keseluruhan. Tentu saja hal ini tergantung pada program pembangunan Indonesia secara keseluruhan (Lawang, 1989). Terlepas dari mutunya, setiap kabupaten memiliki program pembangunan daerah (Propeda) dan dari situlah disusun rencana strategis (Restra) yang bersifat tahunan. Pada umumnya desa tidak mempunyai program pembangunan sendiri, yang dilakukan selama ini adalah pembangunan desa menurut program pembangunan kabupaten, bukan menurut program pembangunan desa. Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 Junto UU Nomor 34 Tahun.2004 Junto UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Otonomi Daerah, desa telah diberi kewenangan


(21)

untuk menyusun rencana pembangunan Desa, namun pada kenyataannya mereka belum mampu melaksanakan tugas tersebut. Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki desa masih sangat terbatas baik dalam kualitas maupun kuantitasnya, sehingga sampai saat ini kebanyakan desa belum memiliki program yang pasti untuk mengatasi kemiskinan yang telah terjadi di desanya. Demikian juga masalah Kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan belum terpikirkan oleh para pembuat keputusan di desa (Fauziah, 2010).

Sajogyo (1983) dalam Meiliala (2006) Perempuan pedesaan, merupakan sumber daya manusia yang cukup nyata berpartisipasi, khususnya dalam memenuhi fungsi ekonomi keluarga dan rumah tangga bersama dengan laki-laki. Perempuan di pedesaan sudah diketahui secara umum tidak hanya mengurusi rumahtangga sehari-hari saja, tetapi tenaga dan pikirannya juga terlibat dalam berbagai kegiatan usaha tani dan non usaha tani, baik yang sifatnya komersial maupun sosial.

Berkaitan dengan kegiatan usahatani perempuan memiliki peranan mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen dan pemasaran. Sedangkan yang berkaitan dalam bidang non pertanian seperti pengambilan keputusan dalam keluarga (Dirjen PLA 2009). Akan tetapi pada kenyataannya terjadi kesenjangan gender berupa perbedaan akses antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan usahatani bawang merah sehingga hal tersebut berdampak pada lemahnya kontrol, manfaat, dan partisipasi perempuan dalam kegiatan usahatani secara keseluruhan.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia telah mengusung program Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) untuk menghapus segala bentuk diskriminasi baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan (Juliani, 2010).

Keterlibatan perempuan di pedesaan dalam kegiatan ekonomi produktif antara lain dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu tidak tercukupinya kebutuhan rumah tangga mereka. Sebagai ibu rumah tangga, biasanya perempuan yang


(22)

bertanggung jawab dalam mengatur rumah tangga, baik menyangkut kesehatan gizi keluarga, pendidikan anak, dan pengaturan pengeluaran biaya hidup keluarga. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak tercukupi, maka perempuan yang pertama merasakan dampaknya. Sehingga dengan keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi produktif setidaknya sebagian kebutuhan keluarga mereka terpenuhi. Perempuan memilki peranan yang besar dalam keluarga baik dalam kegiatan rumahtangga ataupun kegiatan ekonomi yang dapat menunjang pendapatan rumahtangga. Peranan dan keterlibatan perempuan dalam pengelolaan usahatani cukup besar, mulai dari persiapan lahan sampai pada pemasaran hasil produksi, akan tetapi perhatian terhadap perempuan masih rendah. Demikian juga masalah Kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan belum terpikirkan oleh para pembuat keputusan di desa

Memfokuskan isu gender dengan memberikan peluang kepada perempuan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan usahatani bawang merah, akan berpengaruh bukan saja terhadap kinerja suatu program pertanian, tetapi juga memberdayakan perempuan dan menimbulkan rasa kepemilikan (sense of ownership) terhadap suatu sumber usaha. Akses yang lebih baik terhadap sumberdaya juga memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkontribusi dalam kegiatan ekonomi produktif maupun dalam pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani bawang merah. Dari hal tersebut menjadi menarik, ketika perempuan ikut serta dalam kegiatan usahatani guna meningkatkan produktifitas usahatani bawang merah dalam rumahtangga. Atas dasar itu, maka perlu diadakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis Kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani bawang merah di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah.

1.2. Perumusan Masalah

Mencermati bahwa usahatani bawang merah berprospek dalam meningkatkan pendapatan rumahtangga sehingga perlu dianalisis apakah dalam rumahtangga tersebut masing-masing pihak telah mendapatkan perlakuan yang adil sehingga untuk itu rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah Kesetaraan


(23)

dan Keadilan Gender (KKG) dalam usahatani bawang merah di Desa Sidakaton sudah terwujud?

Secara rinci pertanyaan penelitian meliputi:

1. Bagaimana hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi gender dalam pembagian kerja yang ditinjau dari konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)?

2. Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga petani bawang merah dan bagaimana nilai sosial budaya di lokasi penelitian dapat membentuk relasi gender dalam rumahtangga petani bawang merah?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi gender dalam pembagian kerja dan Kesetaraan dan Keadilan Gender rumahtangga petani di Desa Sidakaton.

2. Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga petani bawang merah di Desa Sidakaton yang dikaitkan dengan nilai sosial budaya yang terwujud dalam rumahtangga petani bawang merah.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa Kegunaan untuk mahasiswa selaku akademisi, masyarakat dan pemerintah. Berikut adalah manfaat yang dapat di peroleh yaitu:

1. Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan menjadi pengayaan literatur terkait dengan kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani. Selain itu, membuka wawasan mahasiswa mengenai masalah ketidakadilan dan ketimpangan gender yang terjadi di masyarakat sehingga lebih sadar akan gender.


(24)

2. Masyarakat

Menyadarkan masyarakat tentang kesalahan persepsi yang telah di bangun oleh lingkungan sosial mengenai ketidakadilan dan ketimpangan gender yang selama ini dianggap sebuah kodrat. Sehingga masyarakat sadar gender, bisa lebih cerdas dan cermat dalam menghadapi peristiwa sosial yang terjadi.

3. Pemerintah

Menambah informasi pemerintah mengenai kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam beberapa program pemerintah dan penentuan kebijakan sehingga terjadi kesetaraan gender


(25)

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bawang Merah

Menurut Rahayu dan Berlian (1999) tanaman bawang merah dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales

Family : Liliaceae Genus : Alium

Spesies : Alium ascalonicum L.

Bawang merah atau Brambang (Allium ascalonicum L.) adalah nama tanaman dari Familia Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi tanaman bawang merah merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang merah juga bisa di manfaatkan sebagai obat herbal. Bawang merah memiliki nama lokal di antaranya: bawang abang mirah (Aceh), bawang abang (Palembang), dasun merah (Minangkabau), bawang suluh (Lampung), bawang beureum (Sunda), brambang abang (Jawa), bhabang merah (Madura), dan masih banyak lagi yang lainnya, masing-masing daerah memiliki sebutan tersendiri.

Bawang merah merupakan tanaman semusim dan memiliki umbi yang berlapis. Tanaman mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis. Umbi


(26)

bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu. Umbi bawang merah bukan merupakan umbi sejati seperti kentang atau talas.

2.1.2. Usahatani

Usahatani menurut Rifa‟i dalam Soeharjo dan Dahlan (1973) adalah setiap organisasi dari alam tenaga kerja dan modal yang ditunjukkan kepada produksi di lapangan pertanian, dimana ketatalaksanaan organisasi tersebut dilaksanakan oleh seseorang atau kekumpulan orang-orang. Definisi lain mengenai usahatani1 adalah suatu ilmu yang mempelajari seseorang mengusahakan dan mengkoordinirkan faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Usahatani dikatakan berhasil apabila dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat luar yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana produksi yang lain dan termasuk kewajiban pada pihak ketiga.

2.1.3. Pengertian Rumahtangga Pertanian

Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik serta biasanya tinggal bersama dan menkonsusmsi makanan yang berasal dari satu dapur, dimana biasanya kebutuhan sehari-hari anggotanya dikelola menjadi satu. Adapun yang dimaksud dengan rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangga melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman, beternak, dan lain-lain dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual untuk memperoleh pendapatan ataupun keuntungan atas resiko sendiri. Dengan demikian, yang dimaksud dengan rumahtangga usahatani adalah rumahtangga yang salah satu atau lebih anggotanya mengolah lahan pertanian, baik lahan basah (sawah) maupun lahan kering, membudidayaakan tanaman pertanian, melakukan pengambilan hasil lahan pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dimanfaatkan sendiri atau dijual untuk memperoleh pendapatan atau pun keuntungan atas resiko sendiri (Pratiwi, 2007).

1

http://wahyuaskari.wordpress.com/umum/evaluasi-usaha-tani/ diakses pada tanggal 20 Februari 2011


(27)

2.1.4. Gender dan Kesetaran Gender

Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelelamin biologis. Konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Handayani dan Sugiarti (2008) mengungkapkan bahwa jenis kelamin (seks) adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Lebih lanjut Handayani menjelaskan, seks berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. secara biologis alat-alat biologis tersebut melekat pada laki-laki dan perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologi atau ketentuan Tuhan (kodrat).

Oleh karena itu Handayani dan Sugiarti (2008) mengatakan bahwa konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa angggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Begitu pula yang dikemukakan oleh Mugniesyah (2002) bahwa konsep gender adalah perbedaan sifat laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh sistem nilai budaya dan struktur sosial. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain: kalau perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu sehingga, dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan (dalam arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Qoriah (2008) menambahkan bahwa perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang amat panjang. Melalui proses yang amat panjang inilah maka gender dianggap sebagai kodrat Tuhan yang tidak dapat diubah lagi. Perbedaan peran gender ini akan menimbulkan pembagian kerja yang berbeda pula antara laki-laki dan perempuan yang disebut dengan pembagian kerja gender. Pembagian kerja gender ini tercermin dalam tiga peran gender yaitu


(28)

reproduktif, produktif, dan sosial. Peran reproduktif adalah kegiatan yang berkaitan dengan melahirkan dan mempersiapkan keperluan keluarga tiap harinya. Peran produktif adalah kegiatan yang mengahasilkan produksi barang atau jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Sedangkan peran sosial adalah yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat.

Konsep ILO dalam Mugniesyah (2007), pengertian tentang keadilan gender (gender equity) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan, dan manfaat.

Kemudian, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku.

Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal.

Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah:

a. Akses: Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki pada sumber daya pembangunan..

b. Partisipasi: Perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan.

c. Kontrol: perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang sama pada sumber daya pembangunan.

d. Manfaat: pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama bagi perempuan dan laki-laki.


(29)

2.1.5. Peranan Gender

Konsep gender dalam komunitas telah tertanam sebagai norma, sehingga konsep gender telah membeda-bedakan peranan laki-laki dan perempuan dalam pembagian kerja. Mugniesyah (2006) menjelaskan bahwa peranan gender merupakan suatu perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan oleh umur, kelas, ras, etnik,agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan sosial.

Peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender menurut Prasodjo et al.( 2003) mencakup:

1. Peranan Produktif (Peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga atau subsisten dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial. Contoh bekerja di sektor formal dan informal )

2. Peranan Reproduktif (peranan yang berhubungan dengan tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestic yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Contoh melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju, dan sebagainya)

3. Peranan Pengelolahan Masyarakat dan Politik

a. Peranan Penglolaan Masyarakat atau Kegiatan Sosial (semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif. Bersifat volunteer dan tanpa upah)

b. Pengelolaan Masyarakat Politik atau Kegiatan Politik (peranan yang dilakukan pada tingkat pengoorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik. Biasanya dibayar langsung atau tidak langsung dan dapat meningkatkan status)


(30)

2.1.6. Relasi Gender dalam Usahatani

Peranan gender berhubungan dengan relasi gender yang merujuk pendapat Agarwal (1994) dalam Mugniesyah (2007) diartikan suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktik dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan definisi tersebut, relasi gender menitikberatkan hubungan kekuasaan (akses dan kontrol) antara laki-laki dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya.

2.1.7. Analisis Gender

Analisis gender adalah analisis sosial (meliputi aspek ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan komunitas atau masyarakat. Fokus utama analisis situasi gender meliputi tiga bagian utama, yaitu: (1) pembagian kerja atau peran, (2) akses dan kontrol terhadap sumberdaya serta manfaat program pembangunan, dan (3) partisipasi dalam kelembagaan dan pengambilan keputusan di dalam keluarga . Pada tingkat keluarga/rumahtangga, analisis gender dilihat dari dua aspek yang pertama, pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan produkstif, reproduktif, dan pengelolaan kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan tersebut. kedua, akses dan kontrol perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya keluarga (lahan,anak, harta, pendidikan).

2.1.8. Peran Dan Status Perempuan dalam Keluarga Inti

Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006) keluarga inti terdiri dari seorang suami dan isteri, serta anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan, sedangkan keluarga merupakan suatu grup atau kelompok kekerabatan yang menggambarkan kesatuan berdasarkan keanggotaan. Dalam hubunganya, setiap anggota menempati posisi masing-masing dan perbendaharaan peran ini berdasarkan berbagai pertimbangan yang ada, seperti perbedaan umur, jenis kelamin, posisi ekonomi, perbedaan generasi dan perbedaan dalam pembagian kekuasaan.


(31)

Perbedaan posisi individu dalam keluarga hanya sebagian disebabkan oleh perbedaan biologis antara fisik yang kuat dan lemah, terlibat atau tidaknya dalam kegiatan seperti mengandung, menyusui, melahirkan, serta membesarkan bayi (Sajogyo 1983 )Laki-laki dianggap mempunyai fisik yang lebih kuat sehingga ditempatkan di sektor yang lebih membutuhkan kekuatan fisik untuk menguasainya, sedangkan sebaliknya perempuan ditempatkan di sector yang lebih ringan. Selain perbedaan biologis sebagian lagi dibedakan secara social dan budaya lingkungan keluarga itu.

Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006) menjelaskan bahwa kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu. Pembagian kerja menunjukan kepada pola peranan yang ada dalam keluarga dimana khusus suami dan isteri melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Sajogyo berpendapat bahwa ada dua tipe peranan yang dilakoni oleh perempuan, yaitu:

1. Pola peranan yang menggambarkan perempuan seluruhnya hanya dalam pekerjaan pemeliharaan kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya. 2. Pola peranan yang menggambarkan dua peranan, yaitu peranan dalam

pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan mencari nafkah.

2.1.9. Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender

Perbedaan gender tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketimpangan gender. Pada kenyataanya perbedaan gender tersebut telah melahirkan berbagai ketidakadilan terutama pada perempuan. Ketimpangan gender (permasalahan atau isu gender) dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi normatif atau kondisi gender sebagaimana yang dicita-citakan dengan kondisi objektif atau kondisi gender sebagaimana adanya.

Fakih (1999) dalam Puspitasari (2006) menyatakan bahwa ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai korban dari sistem. ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya: subordinasi, marjinalisasi, beban kerja lebih banyak, dan stereotip (Handayani dan Sugiarti, 2008).


(32)

1. Marjinalisasi

Marjinalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sektor publik), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender.

Marjinalisasi sering juga disebut sebagai pemiskinan terhadap kaum perempuan atau disebut juga pemiskinan ekonomi. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran, agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Marjinalisasi perempuan dapat berarti peminggiran perempuan. Pertama, perempuan terpinggirkan dari pekerjaan produktif yang karena perempuan dianggap tidak memiliki keterampilan tinggi. Terlepas dari persoalan sektor yang digeluti perempuan, keterlibatan perempuan di sektor manapun dicirikan oleh “skala bawah”. Kedua, masalah yang dihadapi oleh buruh perempuan yaitu adanya kecenderungan perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan yang berupah rendah, kondisi kerja buruk dan tidak memiliki kestabilan kerja. Ketiga adalah marjinalisasi dengan adanya feminisasi sektor-sektor tertentu. Keempat, yaitu pelebaran ketimpangan ekonomi antara perempuan dan laki-laki yang diindikasikan oleh perbedaan upah.

Perempuan-perempuan pada rumahtangga petani menunjukkan fakta adanya isu marjinalisasi. Marjinalisasi dalam hal ini adalah banyak kaum perempuan yang termarginalkan atau terseingkirkan akibat masuknya teknologi. Selain itu ada juga keyakinan agama karena suami adalah tulang punggung keluarga dan harus bertanggung jawab terhadap keluarga, maka cukup suami saja yang mengurusi kegiatan produksi, sehingga perempuan-perempuan banyak yang hanya mengurusi kegiatan reproduksi atau rumahtangga saja.

2. Subordinasi

Subordinasi artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Perempuan


(33)

dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi.

Contoh : masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki.

Subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan keputusan politik. Perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang dikonstruksikan secara sosial. Hal ini disebabkan karena belum terkondisikannya konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya diskriminasi kerja bagi perempuan. Anggapan sementara perempuan itu irrasional atau emosional, sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, dan berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.perempuan diidentikkan dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu. Diskriminasi yang diderita oleh kaum perempuan pada sektor pekerjaan misalnya prosentase jumlah pekerja perempuan, penggajian, pemberian fasilitas, serta beberapa hak-hak perempuan yang berkaitan dengan kodratnya yang belum terpenuhi.

Bentuk subordinasi terhadap perempuan yang menonjol adalah bahwa semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai kaum laki-laki. Hal ini menyebabkan banyak laki-laki dan perempuan sendiri akhirnya menganggap bahwa pekerjaan domestik dan reproduksi lebih rendah dan ditinggalkan.

3. Stereotipi

Stereotipi adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan tertentu. Stereotipi adalah bentuk ketidakadilan. Stereotipi merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan biasanya pelabelan ini selalu berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negatif. Hal ini disebabkan pelabelan yang sudah melekat pada laki-laki, misalnya laki-laki adalah manusia yang kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Perempuan distrereotipikan sebagai makhluk yang lembut, cantik, emosional, atau keibuaan.


(34)

Dengan adanya pelabelan tersebut tentu saja akan muncul banyak stereotipi yang dikonstruksi oleh masyarakat sebagai hasil hubungan sosial tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu perempuan identik dengan pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas, bahkan ada juga perempuan yang berpendidikan tidak pernah menerapkan pendidikannya untuk mengaktualisasikan diri. Akibat adanya stereotipi (pelabelan) ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah sudah merupakan kodrat. Misalnya: karena secara sosial budaya laki-laki dikonstruksikan sebagai kaum yang kuat, maka laki-laki mulai kecil biasanya terbiasa atau berlatih untuk menjadi kuat. Perempuan yang sudah terlanjur mempunyai label lemah lembut, maka perlakuan orang tua mendidik anak seolah-olah memang mengarahkan untuk terbentuknya perempuan yang lemah lembut. Fakta lain menunjukan bahwa semakin kaya petani, maka semakin sedikit anggota kelurganya yang terlibat langsung dalam pekerjaan-pekerjaan berat, terutama istri mereka. Istri biasanya dipercaya untuk memegang uang hasil usaha tani. Dengan tidak dilibatkannya perempuan-perempuan pada kegiatan produksi maka semakin perempuan dianggap lemah

4. Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia ini sumbernya macam-macam, namun ada salah satu jenis kekerasan yang bersumber anggapan gender. Kekerasan ini disebut sebagai “gender-related violence”, yang pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan. Berbagai macam dan bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan kekerasan gender ini, baik dilakukan di tingkat rumah tangga sampai di tingkat negara, bahkan tafsiran agama.

Hampir semua kelompok masyarakat, terdapat perbedaan tugas dan peran sosial atas laki-laki dan perempuan. Tanpa disadari, perbedaan tugas dan peran ini telah menghambat potensi dasar laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal. Realitas ini menunjukkan bagaimana jenis kelamin telah menghambat seseorang untuk mempelajari ilmu pengetahuan tertentu, mengembangkan bakat dan minat dalam bidang tertentu dan sebagainya, semata-mata karena alasan bahwa hal itu telah pantas (secara sosial budaya) bagi jenis kelamin tertentu.


(35)

5. Beban Kerja

Berkembangnya wawasan kemitrasejajaran berdasarkan pendekatan gender dalam berbagai aspek kehidupan, maka peran perempuan mengalami perkembangan yang cukup cepat. Namun, perlu dicermati bahwa perkembangan

perempuan tidaklah “mengubah” peranannya yang “lama” yaitu peranan dalam

lingkup rumah tangga (peran reproduktif). Maka dari itu perkembangan peranan perempuan ini sifatnya menambah, dan umumnya perempuan mengerjakan peranan sekaligus untuk memenuhi tuntutan pembangunan. Untuk itulah maka beban kerja perempuan terkesan berlebihan.

Karena adanya anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara, rajin dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu perempuan menerima beban ganda, selain harus bekerja domestik, mereka masih harus bekerja membantu mencari nafkah.

Dalam bidang pertanian banyak contoh yang menggambarkan bahwa inovasi dalam bidang pertanian telah meningkatkan beban kerja perempuan dan seringkali mereka adalah buruh keluarga yang tidak dibayar. Contoh-contoh klasik diantaranya meliputi, proyek-proyek komoditi komersial, perencanaan irigasi yang memungkinkan terlaksananya panen dua sampai tiga kali dalam setahun, dan introduksi paket bibit unggul yang menggunakan pupuk kimia kimia, dimana membutuhkan lebih banyak penyiangan yang pada umumnya dilakukan oleh perempuan. Varietas baru padi-padian serta kacang-kacangan membutuhkan lebih banyak waktu untuk memprosesnya menjadi makanan.

Perempuan bekerja sebagai buruh memiliki motivasi yang berbeda-beda. Di antaranya tentu saja karena butuh uang. Alasan lain karena keinginan untuk mandiri, diajak keluarga/teman/tetangga, disuruh orang tua. Untuk anak-anak ada alasan yang khas yaitu memperoleh uang untuk jajan. Bagi wanita muda yang bekerja di industri modern ada alasan khusus yaitu menunda usia perkawinan atau mencari calon suami. Selain itu, mereka sudah tidak mau bekerja sebagai buruh tani kerena dianggap kurang pantas. Motivasi lain karena suami tidak bekerja/pendapatan kurang, ingin mencari uang sendiri, mengisi waktu luang, mencari pengalaman, ingin berperan serta dalam ekonomi keluarga,


(36)

mengembangkan pengetahuan dan wawasan, memungkinkan aktualisasi kemampuan, memberikan kebanggaan diri dan kemandirian, serta memungkinkan subyek mengaktualisasikan aspirasi pribadi.

Alasan perempuan ini dimanfaatkan kaum kapitalis dengan memberikan upah yang rendah karena perempuan dianggap hanya sebagai pencari uang tambahan untuk keluarga. Keberadaan perempuan dianggap tidak terlalu penting dalam sektor publik. Dengan demikian buruh perempuan harus dilindungi agar tidak diperlakukan tidak adil oleh pihak-pihak yang hanya memanfaatkannya untuk keperluan ekonomi.

2.1.10.Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender

Analisis gender merupakan suatu kerangka kerja yang digunakan unttuk mempertimbangkan dampak suatu program pembangunan yang mungkin terjadi terhadap laki-laki dan perempuan dan juga terhadap hubungan sosial ekonomi diantara mereka. Analisis gender juga dapat digunakan untuk melihat sebuah bentuk ketidakadilan gender.

Menurut Irwan (2001) dalam Chairnani (2010) menjelaskan ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya ketimpangan gender yaitu. Pertama akar sosial budaya dimana ketimpangan gender itu tersususn menjadi suatu realitas objektif, kedua melihat pada proses pemberian makna dan pemeliharaan ketimpangan secara terus-menerus, ketiga melihat pada integrasi pasar yang memiliki peran penting dalam segmentasi antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, faktor teknologi juga mempengaruhi ketimpangan tersebut, karena ada tenaga perempuan yang tergantikan dengan kehadiran teknologi tersebut.

Fakih (1999) dalam Puspitasari (2006) menyatakan bahwa ketidakadilan gender dapat bersifat :

1. Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan berlangsung disebabkan perilaku/sikap, norma/nilai, maupun aturan yang berlaku. 2. Tidak langsung, seperti peraturan sama, tetapi pelaksanaannya


(37)

3. Sistemik, yaitu ketidakadilan yang berakar dalam sejarah, norma, atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membeda-bedakan.

2.1.11.Pengambilan Keputusan

Akses atau jangkauan seseorang terhadap sumberdaya diukur dari kepemilikan atas sumberdaya dan kemampuan mereka untuk memperoleh atau melakukan sesuatu kegiatan. Kontrol terhadap sumberdaya diukur dari frekuensi pengambilan keputusan, serta tanggungjawab yang dilakukan oleh anggota rumahtangga, dimana berhubungan dengan kegiatan produktif, reproduktif maupun social kemasyarakatan.

Secara popular dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu diantara sekian banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan dimana setiap keputusan dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Supranto (2005) dalam Meylasari (2010) mengungkapkan bahwa inti dari pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan berbagai alternative tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pengambilan alternative yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan adalah kegiatan pengumpulan informasi dari mana suatu apresiasi mengenai situasi keputusan dapat dibuat.

Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006) Pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga dapat diperinci menurut empat bidang sebagai berikut:

1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan;

2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian


(38)

pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan;

3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara anak-anak, dan pendidikan; serta

4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok.

Menurut Sajogyo (1983) dalam Meliala (2006), terdapat lima pola dalam pengambilan keputusan antara suami dan istri yaitu:

1. Pengambilan keputusan yang diambil oleh istri sendiri.

2. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri.

3. Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri. 4. Pengambilan keputusan yang dominan dilakukan suami.

5. Pengambilan keputusan oleh suami.

Selain pola pengambilan keputusan yang dipaparkan di atas Sajogyo juga mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peranan perempuan dalam pengambilan keputusan, yaitu,: Proses sosialisasi, Pendidikan, Latar belakang perkawinan, Kedudukan dalam masyarakat, dan Pengaruh luar lainya.

Pengaruh di luar rumah (lingkungan masyarakat) pada umumnya dapat memperkaya dan menambah pengalaman perempuan, yang memperkirakan dapat mengembangankan potensinya dalam mengambil keputusan di berbagai bidang kehidupan dalam rumahtangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan, sumber ekonomi yang paling banyak disumbangkan dalam perkawinan ataupun kemampuan personal yang berupa pengalamnya bergaul dalam masyarakat luas, menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam mengambil keputusan di dalam keluarga.

Lailogo (2003) dalam Meylasari (2010) memaparkan bahwa jika ditinjau dari pola pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha tani, perempuan selalu memberikan andil dalam setiap keputusan yang diambil, mulai dari praproduksi


(39)

hingga pasca produksi. Bahkan hingga pada tahap pengelolaan pasca panen, keputusan didominasi oleh perempuan tani, artinya, perempuan tani sangat berperan dalam penentuan pengunaan hasil panen, baik untuk dikonsumsi, maupun untuk dipasarkan

2.1.12.Nilai

Menurut Abdulsyani (1994) sebagaimana dikutip oleh Tafalas (2010) mengemukakan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik material maupun non material. Sebagai contoh orang menolong itu baik, sedangkan mencuri bernilai buruk.

2.2. Kerangka Pemikiran

Usahatani berkaitan dengan pola kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam usahatani. Kerjasama antara laki-laki dan perempuan akan lebih efektif apabila di dalamnya terjadi kesetaraan dan keadilan gender (KKG). KKG dapat terwujud apabila ada kepekaan antara aktor dalam usahatani tersebut.

Penelitian mengenai kesetaraan dan keadilan gender (KKG) pada rumahtangga petani bawang merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, didasarkan atas berbagai konsep yaitu konsep usahatani yang dikaitkan dengan konsep kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pengelolaan usahatani bawang merah yang diawali dari pra produksi (persiapan) hingga pasca panen (pemasaran) dan usahatani dilihat dari perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan prioritas dan keputusan. Faktor sosial ekonomi petani yang dilihat dari Usia (X1.1), Jenis Kelamin(X1.2),

Tingkat pendidikan (X1.3), Luasan lahan yang digarap(X1.4), dan Status

kepemilikan lahan (X1.5). yang yang diduga memiliki hubungan dengan relasi

gender antara laki-laki dan perempuan dalam (X2.1) kegiatan reproduktif, (X2.2 )


(40)

variabel penting dalam menganalisis faktor sosial ekonomi rumahtangga petani bawang merah.

Perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan membawa pengaruh terhadap lingkungan sosial. Perbedaan jenis kelamin tersebut tidak hanya menyebabkan permasalah dalam aras makro tetapi juga pada aras mikro. Gender dalam rumahtangga adalah perbedaan status dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Status dan peran (pembagian kerja) antara laki-laki dan perempuan yang akan diukur dengan akses dan beban kerja dilihat dari tiga kegiatan yaitu kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Nilai sosial budaya (X3) dalam tingkat orientasi nilai sosial (X3.1) dan komunikasi

(X3.2) dan pola asuh anak (X3.3) memiliki hubungan dengan relasi gender antara

laki-laki dan perempuan dalam (X2.1) kegiatan reproduktif, (X2.2 ) kegiatan

usahatani bawang merah dan (X2.3) kegiatan sosial.

Relasi gender antara laki-laki dan perempuan diduga memiliki hubungan dengan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) yang dilihat dari akses (Y1.1),

kontrol (Y1.2), manfaat (Y1.3), dan partisipasi (Y1.4). Indikator-indikator tersebut

digunakan untuk melihat bagaimana tingkat keberhasilan usahatani bawang merah..


(41)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam usahatani bawang merah Keterangan :

:alur hubungan langsung :LingkupPenelitian Faktor Sosial Ekonomi Petani (X1)

(X1.1) Usia

(X1.2) Jenis Kelamin

(X1.3) Tingkat pendidikan

(X1.4) Luasan lahan yang digarap

(X1.5) Status kepemilikan lahan

Nilai sosial budaya (X3)

(X3.1) Orientasi nilai sosbud

(X3.2) Komunikasi

(X3.3) Pola Asuh anak

Tingkat Keberhasilan Usahatani bawang merah  Perencanaan

 Pengorganisasian  Pengontrolan

 Penetapan prioritas dan keputusan

RELASI GENDER (X2) (X2.1) Kegiatan reproduktif

(X2..2) Kegiatan usahatani bawang merah

(X2.3) Kegiatan sosial

KKG (Y1)

 Akses (Y1.1)

 Kontrol (Y1.2)

 Manfaat (Y1.3)

 Partisipasi (Y1.4)


(42)

2.3. Hipotesis Penelitian

Secara general hipotesa yang diajukan yaitu bahwa faktor sosial ekonomi petani, pembagian kerja, dan nilai sosial budaya diduga memilki hubungan nyata dengan KKG dalam usahatani bawang merah. Hipotesis parsial dapat dirinci sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan nyata antara antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, luasan lahan yang digarap, status kepemilikan lahan dengan relasi gender dalam pembagian kerja.

2. Terdapat hubungan nyata antara relasi gender dalam pembagian kerja bidang reproduktif, produktif, dan sosial dengan KKG dalam usahatani bawang merah.

3. Terdapat hubungan nyata antara orientasi nilai sosial, komunikasi, dan pola asuh dengan KKG dalam usahatani bawang merah.

2.4. Definisi Operasional

Dalam mengukur variabel-variabel yang akan digunakan untuk penelitian ini, maka perumusan dari masing-masing variabel akan dijabarkan dan dibatasi secara operasional.

1. Faktor sosial ekonomi petani adalah keadaan spesifik petani dan sosial ekonomi anggota rumahtangga. Variabel ini dapat diukur dengan:

a. Usia adalah umur seseorang yang dihitung dari tahun kelahirannya hingga penelitian ini dilakukan menggunakan satuan tahun. Pengklasifikasian usia didasarkan pada konsep teori perkembangan Hurlock (1980). Data usia diukur dalam skala rasio. Untuk kepentingan pengolahan dan analisis data maka digunakan skala ordinal dengan pengkategorian sebagai berikut: (1) Muda (dewasa awal) : 18-40 tahun

(2) Sedang (dewasa madya) : 41-60 tahun (3) Tua (Usia lanjut) : > 60 tahun

b. Jenis kelamin adalah perbedaan individu berdasarkan kondisi biologis. Dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan. Diukur dengan skala nominal.


(43)

Laki-laki = Label 1 Perempuan = Label 2

c. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan formal/sekolah tertinggi yang pernah diikuti , diukur menggunakan skala ordinal yang dibedakan menjadi tiga kategori:

1. Rendah : Tamat SD/Sederajat 2. Sedang : Tamat SMP/Sederajat

3. Tinggi : Tamat SMA/Sederajat dan perguruan tinggi (D1/D2/D3/S1)

d. Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola oleh petani pada saat ini. Hal ini akan diukur sebagai berikut:

1. Sempit : jika lahan garapan berkisar kurang dari 0,5 hektar 2. Menengah : jika lahan garapan berkisar 0,5-1 hektar

3. Luas : jika lahan garapan berkisar lebih dari > 1 hektar e. Pemilikan lahan adalah pemilikan atas dasar milik yang hanya terbatas

pada akses terhadap lahan berupa lahan pribadi, sewa, bagi hasil, dan gadai

2. Relasi Gender dalam pembagian kerja adalah hubungan akses antara laki-laki dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya. Relasi gender dalam pembagian kerja diukur dengan melihat pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga dilihat dari kekuasaan dan beban kerja dalam satu bulan

Pengukuran mengenai relasi gender dapat dilihat dari jawaban responden mengenai pernyataan tentang relasi gender yang dikategorikan sebagai berikut: 1. setuju : skor 1

2. Tidak setuju : skor 0

Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal (1) Adil, jika pernyataan setuju skor > 10, (2) Kurang adil, jika pernyataan setuju total skor 6-10, (3) Tidak adil, jika pernyataan setuju total skor <6.


(44)

3. Pembagian kerja adalah profil seluruh aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga selama sehari. Analisis pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga dapat dilihat dari kerja produktif reproduktif, sosial kemasyarakatan melalui pendekatan kualitatif yang diukur melalui curahan waktu.

a. Kerja reproduktif adalah kegiatan yang tidak langsung menghasilkan pendapatan baik berupa uang atau barang akan tetapi kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan rumah tangga seperti mencuci, memasak, dan pekerjaan lain dalam mengurus rumah. Kegiatan ini diukur melalui curahan waktu dengan menggunakan metode recall sehari yang lalu dengan satuan jam perhari.

b. Kerja produktif adalah kegiatan dalam usahatani yang langsung menghasilkan pendapatan berupa uang. Peran dalam kegiatan ini dilihat melalui curahan waktu dalam pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan pada tiap tahapan kegiatan usahatani bawang merah.

c. Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat setempat contohnya gotong royong, hajatan, arisan, pengajian, dan lain sebagainya.

4. Kesetaraan dan keadilan gender yaitu tidak membedakan antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Diukur dengan beberapa indikator yaitu akses, dan kontrol.

a. Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga (laki-laki dan perempuan) dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan usahatani (produktif), rumah tangga (reproduktif), dan sosial. Akses dapat diukur dengan membandingkan jumlah responden suami serta jumlah responden istri yang memiliki kesempatan untuk mengakses atau menggunakan sumberdaya dalam usahatani yang dikelola atau terkait dengan usahatani yaitu mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan prioritas dan keputusan.

b. Partisipasi yaitu keikutsertaan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap kegiatan


(45)

Pengukuran mengenai ciri-ciri dikategorikan sebagai berikut : 1. Tidak Pernah = Skor 0

2. Jarang = Skor 1 3. Sering = Skor 2 4. Selalu = Skor 3

Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) kurang adil jika total skor kurang dari 31, (2) adil jika total skor antara 31-32, (3) tidak adil jika total skor hal ini menunjukkan partisipasi responden terhadap kegiatan usahatani bawang merah tinggi.

c. Manfaat yaitu hasil yang diterima oleh laki-laki dan perempuan pada setiap kegiatan.

d. Kontrol yaitu kemampuan dan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota rumahtangga dalam mengambil keputusan dalam rumahtangga. Hal tersebut dapat diukur dengan membandingkan besarnya frequensi terkait dengan usahatani (pengelolaan usahatani). Pengeloaan usahatani adalah kemampuan petani mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan prioritas dan keputusan dalam penggunaan faktor-faktor produksi seefektif mungkin sehingga memperoleh hasil produksi yang maksimal..

e. Tingkatan kontrol (pengambilan keputusan) dalam kegiatan reproduktif, usahatani (pengelolaan usahatani) dan kemasyarakatan dibedakan menjadi: 1. Keputusan suami sendiri. Skor 1

2. Keputusan istri sendiri. Skor 2

3. Keputusan bersama suami dan istri dengan pengaruh suami setara dengan pengaruh istri. Skor 3

f. Tingkat pengambilan keputusan dibedakan menjadi bidang produksi (20 jenis keputusan), bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga (17 jenis keputusan), bidang pembentukan keluarga (10 jenis keputusan), serta bidang sosial kemasyarakatan (13 jenis keputusan).


(46)

g. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang produksi dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 34), sedang (jumlah skor 34-47), dan tinggi (jumlah skor >47).

h. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga dikategorikan menjadi rendah (jumlah skor < 29), sedang (jumlah skor 29-40), dan tinggi (jumlah skor >40).

i. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 26) sedang (jumlah skor 26-28), dan tinggi (jumlah skor >28).

j. Tingkat pengambilan keputusan dalam bidang soaial kemasyarakatan dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 31), sedang (jumlah skor 31-33), dan tinggi (jumlah skor >33).

5. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatumasyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi olehkebudayaanyang dianutmasyarakat.

a. Tingkat komunikasi adalah intensitas kejadian pertukaran pemikiran/perasaan diantara dua orang atau lebih. Ukuran yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah frekuensi komunikasi.

b. Tingkat interaksi sosial adalah intensitas dan kedalaman perpaduan antara orientasi nilai sosial dan tingkat komunikasi

c. Pengukuran mengenai nilai sosial dikategorikan menjadi dua yaitu nilai sosial yang tinggi dan nilai sosial yang rendah, begitu juga dengan budaya lokal dikategorikan menjadi dua yaitu budaya lokal yang tinggi dan budaya lokal yang rendah


(1)

Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Karakteristik responden dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja

Spearman Correlation Produksi

(UTBM) Reproduksi

Kegiatan sosial Jenis Kelamin

Correlation

Coefficient 0,053 *

0,708* 0,245 Sig. (2-tailed) 0.002** 0.000** 0.628 Usia

Correlation

Coefficient -0,161 -0,243 -0.039

Sig. (2-tailed) 0.036 0.362 0.725

Pekerjaan

Correlation

Coefficient 0,089 -0,077 0,064

Sig. (2-tailed) 0.009 0.925 0.353

Tingkat Pendidikan

Correlation

Coefficient -0.169 -0.077 0.183

Sig. (2-tailed) 0.123 0.486 0.417

Luas lahan yang digarap

Correlation

Coefficient 0,509 0.155 0,038

Sig. (2-tailed) 0,876 0.158 0.164

Status kepemilikan lahan

Correlation

Coefficient 0,312 0.708 0,200

Sig. (2-tailed) 0.002 0.000 0.628

Keterangan: **Berhubungan sangat nyata pada p<0,01;

Lampiran 8. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara Relasi Gender dalam Pembagian Kerja dengan KKG

Spearman Correlation Akses

Kontrol Pembentukan Keluarga Kontrol Kegiatan Utbm Kontrol Kegiatan Masyarakat

Partisipasi Manfaat

Reproduktif

Correlation

Coefficient .190 -.188 -.162 .204 -.177 -0.037

Sig.

(2-tailed) .210 .217 .288 .178 .245 0.736 Produktif

Correlation

Coefficient -.029 .043 -.051 .136 -.061 -0.153

Sig.

(2-tailed) .853 .781 .738 .374 .689 0.161 Kegiatan

Sosial

Correlation

Coefficient .036 -.194 .025 .212 -.090 0.026

Sig.


(2)

125

Lampiran 9. Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman antara nilai sosial dengan KKG dalam Rumahtangga Petani

Spearman Correlation Akses

Kontrol Pembentu

kan Keluarga

Kontrol Kegiatan

Utbm

Kontrol Kegiatan Masyarakat

Partisipasi Manfaat Tingkat

kerjasama Correlation Coefficient 0.054 0.104 0.295 0.103 -0.039 0.026 Sig. (2-tailed) 0.623 0.344 0.276 0.348 0.724 0.814 Nilai anak Correlation Coefficient -0.094 -0.141 -0.137 0.125 -0.166 -0.116

Sig. (2-tailed) 0.392 0.198 0.212 0.254 0.129 0.291

Norma

bekerja Correlation Coefficient 0.055 -0.043 -0.004 0.103 -0.039 0.026 Sig. (2-tailed) 0.619 0.695 0.974 -0.043 -0.028 -0.133 Etos kerja Correlation Coefficient -0.129 -0.027 -0.157 0.694 0.802 0.224

Sig. (2-tailed) 0.240 0.809 0.152 0.138 0.062 0.162

Nilai sosial Correlation Coefficient -0.098 -0.077 -0.135 0.208 0.572 0.139 Sig. (2-tailed) 0.375 0.483 0.218 -0.043 -0.028 -0.133 Keterangan: *Berhubungan nyata pada p<0,05; **berhubungan sangat nyata pada p<0,01


(3)

Lampiran 10. DOKUMENTASI

Kegiatan prapanen”pemilihan benih” (mrotol)

Bibit yang akan ditanam

Kegiatan menanam (tandur) Menyiangi hama (matun)

Pupuk dan obat, tanaman bawang

Tanaman bawang umur 50 hari


(4)

127

Tanaman bawang merah yang

sedang dijemur Penyimpanan bawang merah

Salah satu informan Kegiatan tawar menawar harga (jual beli bawang


(5)

RINGKASAN

ARKANIYATI. Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Usahatani Bawang

Merah Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Di bawah bimbingan SITI AMANAH.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian.

Desa Sidakaton merupakan desa yang mata pencaharian penduduknya sebagian besar di sektor swasta /informal antara lain sebagai pedagang warung makan (warteg) di luar desa terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan lain-lain. Sebagian lagi,bekerja sebagai petani dan buruh tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya merupakan areal pertanian adalah bawang merah

Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik. Hal tersebut terlihat dari fenomena pasar komoditas bawang merah nasional yang sangat ditentukan oleh kinerja produksi domestik dengan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud terutama ditunjukkan oleh kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi nasional, sementara jumlah impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan domestik baik untuk kebutuhan konsumsi, benih dan industri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: Menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi petani ( jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan) dengan relasi gender dalam pembagian kerja dan Kesetaraan dan Keadilan Gender rumahtangga petani di Desa Sidakaton. Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga petani bawang merah di Desa Sidakaton yang dikaitkan dengan nilai sosial budaya yang terwujud dalam rumahtangga petani bawang merah.


(6)

Penelitian ini dilakukan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Populasi penelitian sebanyak 446 Rumahtangga petani bawang merah Desa Sidakaton. Responden penelitian sebanyak 45 rumahtangga petani yang diambil secara acak disproporsional . berdasarkan luas lahan yang digarap.

Hasil penelitian menunjukkan relasi gender dalam pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah lebih menempatkan peran perempuan pada kegiatan reproduktif sekaligus produktif, sehingga perempuan mengalami beban kerja berlebih . Di sisi lain laki-laki hanya ditempatkan dalam pekerjaan produktif dan lebih dominan dalam kegiatan kemasyarakatan. Pembagian kerja produktif pada pengelolaan usahatani bawang merah dipengaruhi oleh stereotipi yang berkembang dalam masyarakat. Jenis pekerjaan yang berbeda yang dilakukan responden laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah mengakibatkan berbeda pula dalam pembayaran tenaga kerja. Hal ini menunjukkan ketidakadilan gender sehingga dapat menyebabkan perempuan semakin termarginalisasi.

Jika dilihat dari pembagian kerja, curahan waktu serta akses dan kontrol, dapat dikatakan bahwa kesetaraan dan keadilan gender pada rumahtangga petani bawang merah belum terwujud. Pelaksanaan peranan suami dan istri dalam kegiatan reproduktif, produktif (pengelolaan usahatani bawang merah) dan kegiatan sosial kemasyarakatan masih dipengaruhi oleh nilai gender atau bias gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi gender tidak berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) sehingga hipotesis kedua dinyatakan ditolak, walaupun pada kenyataannya relasi gender memiliki hubungan dengan KKG.

Budaya masyarakat Desa Sidakaton dalam menyambut kehadiran anak antara lain: Upacara Mitoni atau Tingkeban, Brokohan, Upacara Tedak Sinten.

Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting hanya saja dalam hal tindakan. Penerapan nilai budaya lokal dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan etos kerja.