Gender dan Rumah tangga Pertanian

4. Gender dan kekerasan Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender disebut gender-related violence. Bentuk kekerasan gender antara lain; bentuk pemerkosaan, tindakan pemukulan dan serangan fisik dalam rumahtangga, bentuk penyiksaan, kekerasan dalam bentuk pelacuran, dan kekerasan dalam bentuk pornografi. 5. Gender dan beban kerja Stereotipi bahwa perempuan memiliki sifat memelihara, rajin, cocok menjadi ibu rumahtangga menyebabkan pekerjaan domestik rumahtangga menjadi tanggung jawab perempuan. Pada keluarga miskin, beban ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih lagi jika perempuan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka ia memikul beban ganda. Pekerjaan domestik tersebut dianggap rendah dan bukan termasuk pekerjaan produktif sehingga tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara. Bagi golongan menengah dan kaya, beban kerja dilimpahkan pada pembantu rumahtangga.

2.3. Gender dan Rumah tangga Pertanian

Menurut Nurhilaliah 2003, rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu- kayuan, budidaya ikan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternakunggas atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atas resiko sendiri. Rumahtangga petani monokultur sayuran adalah rumahtangga yang salah satu atau lebih anggota rumahtangganya kegiatan utamanya adalah mengusahakan tanaman sayuran dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atas resiko sendiri. 18 Roger dan Shoemaker dalam Nurhilaliah 2003 mengemukakan tiga karakteristik yang melekat pada masyarakat petani sebagai adopter inovasi yaitu status sosial ekonomi, kepribadian dan perilaku komunikasi. Karakteristik sosial ekonomi meliputi: umur, tingkat pendidikan, tingkat melek huruf, status sosial, mobilitas sosial, luas lahan, orientasi usaha, dan sikap terhadap kredit. Karakteristik kepribadian diantaranya: empati, dogmatisme, sikap terhadap perubahan, sikap terhadap resiko, aspirasi terhadap pekerjaan dan pendidikan serta motivasi, sementara perilaku komunikasi mencakup partisipasi sosial, integrasi sosial, perilaku kosmopolit, kontak dengan penyuluh dan media massa. Peranan gender menurut Mugniesyah dalam Meliala 2006 adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Terdapat tiga peranan dalam rumahtangga yaitu peranan reproduktif, produktif, serta pengelolaan masyarakat. Ketiga peranan tersebut oleh Sajogyo 1993 dikategorikan sebagai peranan yang terkait dengan kedudukan perempuan: yaitu berturut-turut sebagai isteri atau ibu rumahtangga, sebagai pencari nafkah dan sebagai anggota masyarakat. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dalam Meliala 2006 kegiatan produktif merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anggota masyarakat dalam rangka mencari nafkah dan disebut sebagai kegiatan ekonomi karena menghasilkan uang secara langsung. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan pemeliharaan dan pengembangan serta menjamin kelangsungan sumberdaya manusia dan biasanya dilakukan dalam keluarga. Kegiatan ini tidak menghasilkan uang secara langsung dan biasanya dilakukan bersamaan dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan dan dalam beberapa referensi yang disebut reproduksi sosial. Kegiatan politik dan sosial budaya atau kemasyarakatan adalah kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan dengan bidang politik, sosial dan kemasyarakatan serta mencakup penyediaan dan pemeliharaan 19 sumberdaya yang digunakan oleh setiap orang seperti air, sekolah, pendidikan dan lain-lain. Gender pada dasarnya membahas permasalahan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat agar terjadi keadilan dan kesetaraan. Kesetaraan gender adalah suatu kondisi yang setara, seimbang, dan sederajat dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi, hak, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki, sedangkan keadilan gender mengandung pengertian suatu kondisi dan perlakuan yang adil tanpa ada perbedaan dalam hubungan peran, fungsi, kedudukan, hak, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki.

2.4. Gender dan Pembangunan Berkelanjutan