Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,

1945, Surat Presiden Nomor 2826HK60 serta Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Untuk itu, sebelum menentukan apakah Indonesia menganut paham monisme ataupun dualisme pada bagian ini akan dibahas terlebih dahulu bagaimana pemberlakuan perjanjian internasional di Indonesia menurut pengaturan hukum nasional yang ada.

1. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,

Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 UUD 1945 merupakan undang-undang dasar yang sangat singkat dibandingkan dengan undang-undang dasar di negara lain karena proses pembentukannya yang sangat singkat. UUD 1945 sendiri pada dasarnya merupakan undang-undang dasar sementara, meskipun dari namanya tidak menggunakan kata sementara. 256 Dalam rapat sidang BPUPKI, Soekarno menyatakan bahwa UUD 1945 adalah undang-undang dasar kilat, yang suatu saat diubah pada saat keadaan negara dalam keadaan tenteram. 257 Sebelum amandemen terhadap UUD 1945, ketentuan Pasal 11 UUD 1945 menyatakan: Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. 258 256 Joeniarto, Selayang Pandang tentang Sumber-Sumber Hukum Tatanegara di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1981, hlm. 22. 257 M. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang 1945, Jakarta: Jajasan Prapanca, 1959, hlm. 28. 258 Lihat Ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebelum amandemen. Universitas Sumatera Utara Pada UUD 1945, Pasal 11 merupakan satu-satunya ketentuan yang dapat dijadikan dasar hukum konstitusional mengenai pengesahan suatu perjanjian internasional. Ketentuan ini sangat singkat dan hanya memuat garis besar saja tentang pernyataan perang dan membuat perdamaiannya serta pembuatan perjanjian internasional yang dilakukan oleh Presiden haruslah mendapatkan persetujuan dari DPR. Kurangnya pengaturan hal yang lebih mendalam lagi mengenai perjanjian internasional dalam ketentuan ini, mengakibatkan pengesahan perjanjian internasional tidak akan dapat dilaksanakan hanya dengan merujuk pada ketentuan tersebut. Ketentuan tersebut tidak memuat secara lengkap tentang pemberlakuan perjanjian internasional di Indonesia dan tidak membedakan treaty dengan agreement, serta bentuk persetujuan yang seperti apa yang harus diberikan oleh DPR, apakah harus selalu berbentuk undang-undang atau yang lain, juga apakah semua bentuk perjanjian harus selalu mendapat persetujuan DPR. 259 Jika dibandingkan dengan kata-kata yang ada dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950, kedua hukum tertinggi ini lebih tegas menyebutkan wewenang presiden dalam hal membuat dan mengesahkan perjanjian dan persetujuan, termasuk turut serta dan menghentikan suatu perjanjian atau persetujuan internasional. 260 259 Wisnu Aryo Dewanto, “Status Hukum Internasional dalam Sistem Hukum di Indonesia”, Mimbar Hukum Volume 21, Nomor 2 Juni, 2009, hlm. 327. 260 Ibid. Pada awal kemerdekaan, pembuatan perjanjian internasional didasarkan pada Pasal 175 Konstitusi Republik Indonesia Serikat RIS yang menyatakan: Universitas Sumatera Utara 1 Presiden mengadakan dan mengesahkan segala perjanjian traktat dan persetujuan lain dengan negara-negara lain kecuali ditentukan lain dengan undang-undang federal, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan, melainkan sesudah disetujui dengan undang-undang. 2 Masuk dalam dan memutuskan perjanjian dan persetujuan lain dilakukan oleh Presiden dengan kuasa undang-undang federal. 261 Kemudian pada Pasal 176 menyatakan lebih lanjut bahwa: “Berdasarkan perjanjian dan persetujuan yang tersebut dalam Pasal 175, Pemerintah memasukkan Republik Indonesia Serikat ke dalam organisasi-organisasi antar negara.” 262 1 Presiden mengadakan dan mengesahkan segala perjanjian traktat dan persetujuan lain dengan negara-negara lain kecuali ditentukan lain dengan undang-undang federal, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan, melainkan sesudah disetujui dengan undang-undang. Sementara pada Pasal 120 UUDS 1950 memiliki substansi yang sama dengan ketentuan pada Konstitusi RIS 1949 tersebut, yang menyatakan: 2 Masuk dalam dan memutuskan perjanjian dan persetujuan lain dilakukan oleh Presiden dengan kuasa undang-undang. 263 Ketidakjelasan ketentuan Pasal 11 UUD 1945 mendorong Dewan Perwakilan Rakyat untuk menanyakan kepada Presiden Soekarno perihal pembuatan perjanjian dengan negara lain serta meminta ketegasan mengenai bentuk hukum Perjanjian Internasional, baik yang memerlukan persetujuan DPR, maupun yang tidak memerlukan persetujuan DPR. 264 261 Lihat Pasal 175 Konstitusi Republik Indonesia Serikat. 262 Wisnu Aryo Dewanto, Op.Cit. 263 I Wayan Parthiana, “Kajian Akademis Teoritis dan Praktis atas UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional berdasarkan Hukum Perjanjian Internasional”, Jurnal Hukum Internasional: Treaty and National Law, Vol. 5 No. 3, April, 2008, hlm. 465. Kemudian untuk menjawab 264 Syahmin A.K., “Visi dan Persepsi tentang Perlunya Amandemen Pasal 11 UUD 1945” Hukum dan Pembangunan 4, diakses di http:www.digilib.ui.ac.idopacthemeslibri2detail.jsp ? Universitas Sumatera Utara pertanyaan tersebut, Presiden Soekarno menyampaikan Surat Presiden No. 2826HK1960 perihal Pembuatan Perjanjian dengan Negara-Negara Lain pada 22 Agustus 1960, kepada Pimpinan DPR RI yang menyatakan beberapa hal yang sebelumnya tidak secara jelas dikemukakan dalam pasal 11 UUD 1945. 265 Surat tersebut memberikan penafsiran bahwa ada dua macam bentuk perjanjian, yaitu perjanjian yang terpenting berbentuk treaties dan yang kurang penting berbentuk agreements. Dengan demikian, ada dua cara pula ratifikasi perjanjian tersebut, yaitu perjanjian yang pengesahannya melalui DPR dengan undang-undang dan persetujuan yang pengesahannya dengan peraturan perundang-undangan lain yang dikeluarkan oleh presiden dan dalam hal ini DPR cukup diberitahukan saja oleh pihak Sekretariat Negara.Pembagian ini dilakukan pemerintah dengan maksud agar pemerintah mempunyai cukup keleluasaan bergerak untuk menjalankan hubungan internasional dengan sewajarnya dan karena hubungan internasional dewasa ini demikian intensifnya, sehingga menghendaki tindakan-tindakan yang cepat dari pemerintah yang membutuhkan prosedur konstitusional yang lancar. 266 Kehadiran Surat Presiden tersebut memberikan jalan bagi pelaksanaan pengesahan perjanjian internasional, namun pada sisi yang lain, lahirnya Surat Presiden tersebut menimbulkan pertanyaan sampai sejauh mana sebuah Surat Presiden, yang bukan merupakan suatu peraturan perundang-undangan, id=69297lokasi=local pada tanggal 10 Maret 2015 Pukul 19.10 WIB. 265 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional: Bunga Rampai, Bandung: PT Alumni, 2003, hlm. 144. 266 Lihat dalam butir 2 Surat Presiden Republik Indonesia Nomor 2826HK1960 yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Universitas Sumatera Utara mempunyai kekuatan hukum untuk menafsirkan dan mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945. 267 1 Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Setelah amandemen UUD 1945, ketentuan pada Pasal 11 UUD 1945 tersebut mengalami perubahan yang sangat signifikan dimana ketentuannya memuat pengaturan yang lebih jelas tentang perjanjian internasional. Ketentuannya sebagai berikut: 2 Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, danatau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR. 3 Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. 268 Mengenai peraturan perundang-undangan pelaksanaan dari Pasal 11 ayat 3 UUD 1945 tersebut, diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yang mulai berlaku pada tanggal 23 Oktober 2000. Akan tetapi, Undang-Undang ini masih berdasarkan pada Pasal 11 UUD 1945 yang lama sebelum amandemen sebagaimana tercantum dalam konsiderans mengingat butir 1. Hal ini disebabkan ketika diundangkannya Undang-Undang nin, Pasal 11 yang berlaku adalah ketentuan lama pada UUD 1945 yang belum diamandemen. Sebab pada perubahan pertama UUD 1945 yang 267 Abdul Hamid Saleh Attamimi, “PengesahanRatifikasi Perjanjian Internasional diatur oleh Konvensi Ketatanegaraan”, Majalah Hukum dan Pembangunan 4, dimuat di https:lib.atmajaya.ac.iddefault.aspx?tabID=61src=aid=17380 diakses pada tanggal 10 Maret 2015 Pukul 20.13 WIB. 268 Lihat Ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia setelah amandemen. Universitas Sumatera Utara dilakukan tahun 1999 dan perubahan keduanya pada tahun 2000, Pasal 11 belum diubah. 269 Dengan diamandemennya Pasal 11 tersebut pada perubahan ketiga tahun 2001, menimbulkan pertanyaan yang mendasar tentang apakah substansi dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 masih sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UUD 1945 yang telah diamandemen ataukah harus diubah lagi supaya benar- benar menjadi penjabaran dari isi dan jiwa ketentuan Pasal 11 UUD 1945 tersebut. Untuk menjawab hal ini tidaklah sederhana, untuk itu diperlukan adanya pengkajian secara mendalam lagi. 270

2. Berdasarkan Surat Presiden Nomor 2826HK1960