Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan berkisar antara 5,18 –
6,38 AOAC 1980. b Analisis kadar lemak kasar dilakukan dengan mengambil 2 gram
sampel disebar di atas kapas yang beralaskan kertas saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet.
Kemudian dilakukan ekstrasi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak dikeringkan
dalam oven pada suhu 100°C selama 1 jam. Kadar lemak kasar dihitung dengan rumus
Bobot lemak terekstrak Kadar lemak =
x 100 Bobot sampel
3.4.3.2 Penelitian skala lapangan 1 Hasil tangkapan
Hasil tangkapan lobster akan dikelompokkan dalam selang kelas panjang karapas mm dan selang berat gram yang dihitung menggunakan rumus
distribusi frekuensi menurut Walpole 1995, yaitu: K = 1 + 3,3 log n
Lebar kelas i = Nilai terbesar – Nilai terkecil K
Keterangan: K = Jumlah kelas n = Banyaknya data
2 Efektivitas bubu lipat penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen penangkapan experimental fishing Pola Rancangan Acak Lengkap dan Rancangan Acak Kelompok.
Pengujian bubu lobster modifikasi dengan menggunakan umpan tembang menggunakan 1 faktor, yaitu penggunaan 3 bentuk bubu yang berbeda,
yaitu: bubu lipat Modifikasi Pintu Samping MPS, bubu lipat Modifikasi Pintu Atas MPA dan bubu lipat Standar S dan menggunakan perlakuan
umpan tembang Standar. Jumlah ulangan penelitian ini adalah 31 trip.
Pengujian bubu lobster modifikasi dengan umpan alternatif menggunakan 2 faktor, yaitu penggunaan 2 bentuk bubu yang berbeda, yaitu: bubu lipat
Modifikasi Pintu Samping MPS dan bubu lipat Standar S dan menggunakan 2 perlakuan, yaitu umpan cacing tanah dan tembang
Standar. Masing-masing perlakuan menggunakan 3 bubu lipat penelitian, baik bubu lipat MPS maupun Standar S dengan jumlah ulangan penelitian
sebanyak 20 trip. Pengamatan hasil penelitian mencakup produksi tangkapan dengan satuan
cacah individu ekor dan berat gram lobster sebagai Hasil Tangkapan Utama HTU dan Hasil Tangkapan Sampingan HTS lainnya sebagai by-
catch per trip operasi penangkapan. Sebaran normal data akan diperiksa dengan aplikasi MINITAB. Bila data tidak menyebar normal, maka akan
dilakukan transformasi akar kuadrat terhadap data awal dengan rumus Y + ½
½
Mattjik dan Sumertajaya, 2006. Efektivitas bubu lipat penelitian akan diuji berdasarkan perhitungan Analisis Sidik Ragam Walpole 1995
terhadap faktor bubu lipat dengan uji F untuk mengetahui apakah hasil tangkapan lobster ekor berbeda di antara penggunaan bubu lipat MPS,
MPA dan bubu lipat S. Begitu juga di antara penggunaan bubu lipat MPS dan bubu lipat S, maupun di antara penggunaan umpan cacing tanah dan
tembang S. Data hasil tangkapan tersebut diolah dengan menggunakan aplikasi Statistical Analysis System SAS versi 9.1.3 portable for Windows.
Nilai efektivitas bubu lipat penelitian akan diperhitungkan berdasarkan prosentase jumlah lobster yang tertangkap pada jenis bubu lipat tertentu
terhadap total bubu lipat yang dioperasikan untuk keseluruhan trip penangkapan.
Nilai efektivitas umpan diperhitungkan sebagai prosentase jumlah lobster yang tertangkap pada bubu lipat yang menggunakan jenis umpan tertentu
terhadap total bubu lipat yang dioperasikan untuk keseluruhan trip penangkapan.
4 HASIL PENELITIAN
4.1 Desain dan Konstruksi Bubu Lobster
Bentuk konstruksi mulut bubu pada bubu dengan pintu samping kebanyakan adalah bentuk bulat dan ditempatkan pada posisi di tengah, sehingga
lobster dapat masuk ke dalam bubu, tapi sulit untuk keluar karena sulit menjangkau ketinggian mulut bubu. Pada kondisi tersebut, maka bubu harus
memiliki ukuran tinggi yang cukup untuk menempatkan posisi mulut bubu yang tidak dapat dijangkau dengan mudah oleh lobster. Bila tidak mengikuti kondisi
tersebut, dimana bentuk mulut bubu tidak lagi berbentuk bulat dan ketinggian posisi mulut bubu tidak terlalu tinggi dari dasar bubu, maka lobster akan mudah
masuk dan juga mudah meloloskan diri. Dengan demikian untuk posisi pintu bubu yang tidak terlalu tinggi dibutuhkan suatu rekayasa pintu jebakan yang
memudahkan lobster masuk dan sulit meloloskan diri.
4.1.1 Perkembangan penangkapan lobster
Kegiatan penangkapan lobster di Indonesia masih menggunakan teknologi alat tangkap sederhana tradisional dengan usaha penangkapan skala kecil.
Operasi penangkapan dilakukan dengan menggunakan perahu bercadik, mesin penggerak kombinasi motor tempel dan layar. Secara umum, alat tangkap yang
digunakan adalah jenis alat tangkap jaring insang dasar monofilamen bottom gillnet monofilament
dan jenis perangkap krendet hoop net. Lobster yang tertangkap oleh kedua alat tangkap tersebut umumnya terbelit atau terpuntal
jaring yang dapat menyebabkan adanya bagian anggota tubuh lobster yang putus atau patah, seperti kaki danatau antenanya, sehingga proses tertangkapnya
lobster dapat menurunkan kualitas hasil tangkapan. Alat tangkap lainnya adalah trawl dasar bottom trawl. Trawl merupakan
alat tangkap yang sangat efektif, yaitu ikan dan biota laut lainnya akan tertangkap di dasar perairan yang disapu oleh alat tangkap tersebut. Salah satu hasil
tangkapan trawl dasar adalah lobster yang hidup pada substrat pasir dan lumpur. Selain menggunakan alat tangkap, ada cara penangkapan lobster lainnya,
yaitu kegiatan pembiusan stupefying device yang dilakukan dengan cara menyelam dengan bantuan kompresor udara pada kedalaman air lebih dari 5
meter. Pembiusan lobster biasanya menggunakan bahan kimia beracun seperti potassium sianida. Pembiusan dengan potassium sianida merupakan cara
penangkapan yang dilarang karena dapat mengancam kelestarian sumberdaya perikanan dan merusak habitatnya Purbayanto dan Subandi 2005, serta
menyebabkan kualitas hasil tangkapan rendah dimana lobster yang tertangkap tidak dapat bertahan hidup lebih lama.
Sementara itu, di Indonesia, penggunaan bubu untuk kegiatan penangkapan lobster secara komersial belum banyak dilakukan, karena bubu
yang digunakan oleh nelayan selama ini hanya untuk menangkap ikan, rajungan dan kepiting bakau. Jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, dimana alat
tangkap bubu merupakan alat tangkap utama untuk kegiatan penangkapan lobster dan telah berkembang menjadi kegiatan usaha perikanan tangkap yang
berkelanjutan. Namun demikian, ukuran alat tangkap bubu tersebut cukup besar, yaitu kisaran ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 1 – 1,2 m x 0,6 – 0,8 m x
0,4 – 0,6 m, bentuknya masif, kaku dan terlalu berat, sehingga tidak efisien bila dioperasikan di atas perahu yang berukuran kecil.
Bubu biasanya digunakan untuk menangkap dan mempertahankan target tangkapan yang diinginkan yaitu lobster dan jenis krustasea lainnya yang juga
target yang baik, seperti halnya ikan bersirip, gastropoda dan moluska Miller 1990. Lebih dari itu, bubu juga mewakili alat tangkap yang berguna untuk
kegiatan pemanenan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab. Bubu adalah alat tangkap yang selektif, hasil tangkapan di bawah ukuran ekonomis dapat
dikembalikan ke perairan tanpa melukainya, sedikit hasil tangkapan sampingan atau by-catch Groneveld 2000 dan mempunyai dampak yang minimum
terhadap komunitas dasar perairan Eno et al. 2001. Pengoperasian alat tangkap bubu biasanya menggunakan umpan untuk
memberikan hasil tangkapan yang optimal sesuai dengan target. Umpan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya pada keberhasilan
penangkapan, baik jenis umpan, sifat dan cara pemasangannya Sadhori 1985. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa umpan merupakan salah satu bentuk
rangsangan stimulus yang bersifat fisika dan kimia yang dapat memberikan respons bagi ikan-ikan tertentu dalam proses penangkapan.
4.1.2 Perkembangan desain bubu lobster
Kegiatan penangkapan lobster yang dilakukan oleh nelayan kebanyakan belum mempertimbangkan aspek efektivitas alat tangkap terhadap hasil
tangkapan yang diperoleh atau dapat dikatakan bahwa produktivitas alat tangkap masih rendah, atau justru menggunakan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan. Pengertian efektivitas pada alat tangkap adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan
tujuan penangkapan. Tujuan penangkapan yang dimaksud harus mempertimbangkan adanya upaya untuk menjaga keberlangsungan sumberdaya
perikanan, yaitu penggunaan teknologi alat tangkap yang ramah lingkungan yang sesuai dengan Code of Conduct for Resposible Fisheries CCRF.
Krendet adalah alat tangkap pasif dan tergolong ke dalam perangkap untuk menangkap lobster BPPI 1990. Keuntungan alat tangkap ini selain
bentuknya sangat sederhana dan mudah dalam pembuatannya, alat tangkap ini juga relatif murah biaya pembuatannya, karena pada umumnya hanya
menggunakan jaring bekas. Krendet merupakan perangkap yang tidak memiliki dimensi ruang seperti halnya bubu, bentuk bingkai krendet biasanya bulat atau
persegi panjang dengan diameter atau panjang sisi bingkai antara 80 – 100 cm. Jaring yang digunakan merupakan lembaran jaring 2 hingga 3 rangkap yang
berfungsi sebagai penjerat atau perangkap Direktorat Jenderal Perikanan 1989. Sama halnya dengan jaring insang dasar nylon monofilamen, kondisi lobster yang
tertangkap dengan perangkap krendet adalah terbelit atau terpuntal oleh jaring. Selama proses terperangkap, diduga bahwa lobster akan berusaha untuk
melepaskan diri dan hal ini dapat saja menyebabkan kondisi lobster stress dan cidera dengan anggota badan yang tidak lengkap karena ada bagian dari anggota
tubuhnya yang terputus atau kondisi lobster sudah tidak utuh lagi. Konstruksi perangkap krendet Gambar 22 yang tidak memiliki dimensi ruang, dapat
dikatakan bahwa alat tangkap tersebut tidak memiliki fungsi pelindung bagi lobster saat terperangkap terhadap predator yang dapat saja dengan mudah
memangsanya. Bubu merupakan alat tangkap yang dirancang untuk menangkap berbagai
jenis ikan dan krustasea, dengan berbagai bentuk dan terbuat dari berbagai bahan.
Bubu dasa
pelam berfu
1990
desa daun
dan j yang
pena mem
cuku baja
utuh daya
bahw u memiliki
ar perairan d mpung un
ungsi untuk 0.
Gambar 22
Meenaku ain dan baha
n kelapa, se jaring poly
g dilas, kaw angkapan d
miliki konstr up berat dan
ringan dan h oleh lapis
a tahan pak wa bubu tida
satu atau dengan siste
ntuk meng k menunju
2 Hoop ne ukuran d
kumari and an yang ber
erat pelepah ethylene
, b wat ayam,
diperoleh k ruksi yang
n tidak disuk n mata jarin
san plastik kai lebih lam
ak berat, mu lebih buka
em tunggal m ghubungkan
kkan posis
et atau peran
diameter bing
Rajan 198 rbeda Gam
h daun pale atang baja
dan kawat kesimpulan,
lemah dan kai. Bubu y
ng dari kaw telah memb
ma. Denga udah dibuat
an mulut. maupun raw
bubu de si pemasang
ngkap krende gkai : 80 – 10
85 telah me mbar 23 sep
em merah, b ringan, ben
t besi galva bahwa b
rapuh. Bub yang terbua
wat baja ya berikan kin
an demikian t, mengguna
Bubu bias wai. Bubu d
engan pela gan bubu
et untuk men
00 cm Su
enguji bubu perti bahan
bahan kayu ntuk mata ja
anis. Mela ubu yang
bu yang ter at dari bahan
ang dilas se nerja yang
n, bubu yan akan bahan
anya diope dilengkapi d
ampung. P Nedelec a
nangkap lobs mber : Thom
u yang dibu bambu, ser
u, bingkai b aring dari k
alui kegiata terbuat da
rbuat dari b n logam, ya
erta dilindu efisien dan
ng diingink yang tahan
erasikan di dengan tali
Pelampung and
Prado
ster dengan mas 1973
uat dengan rat pelepah
baja ringan kawat baja
an ujicoba ari bambu
bahan kayu aitu batang
ungi secara n memiliki
kan adalah n lama.
Gamba
Ko secara ko
rajungan bingkai bu
0,8 – 1 cm tinggi ada
dibungkus dua pintu
masuk bu Dengan d
besar, ber banyak d
terbuka m dengan m
sebagai ha a
d
ar 23 Bubu Baha
d B dari
Mee
ondisi saat omersial be
dan kepiti ubu lobster
m yang dila alah 100 –
s dengan jar u samping,
ubu lobster b demikian, ko
rat dan tidak di atas dek
menyebabka mudah dan
asil tangkap
u lobster den an bambu; b
Bingkai baja kawat baja
enakumari an
ini di Indon elum dilaku
ing bakau. r terbuat dar
as membent – 120 cm x
ring PE mes tetapi ada j
berbentuk b onstruksi bu
k efisien ka kapal pen
an lobster ya juga bubu
pan samping b
e
ngan desain b Bahan se
ringan dan j a yang dilas
nd Rajan 198
nesia, pengg ukan, bubu
Dalam p ri batang be
tuk kotak de x 60 – 80 c
sh size 1 inc
juga bubu l bulat terbuk
ubu saat ini arena tidak
nangkap ika ang telah m
u dapat me gan by-catc
dan penggun rat pelepah
jaring polyet ; dan f Ba
85
gunaan bub u digunakan
perkembang esi mild st
engan selan cm x 40 –
ci. Kebany lobster den
ka dengan d i adalah ma
dapat meny an. Bentuk
masuk ke dal enangkap b
ch .
naan bahan y daun kelapa
thilene ; e B
ahan kawat
bu untuk me n untuk m
gannya, sec teel rod
ber ng ukuran p
– 60 cm. yakan bubu
ngan satu pi diameter sek
asif dan kak yimpan bub
k pintu ma lam bubu ak
erbagai jen c
f
yang berbeda ; c Bahan
Bentuk mata j ayam Sum
enangkap lo menangkap
cara konstru rdiameter a
anjang x le Kemudian
lobster mem intu atas.
kitar 10 - 15 ku, relatif c
bu dalam ju asuk bubu
kan dapat k nis ikan lai
a : a kayu;
jaring mber :
obster ikan,
uktif, antara
bar x bubu
miliki Pintu
5 cm. cukup
umlah yang
keluar innya
nelay men
Indo oleh
dan panj
24. 0,4 c
Bubu poro
adala
Gam
dibaw dalam
pada namu
199 tangk
tangk pera
Bubu li yan di Jepa
angkap raju onesia, peng
nelayan di Sulawesi S
ang dengan Bingkai ut
cm dan dibu u tersebut d
os tengah bu ah 115 kali
mbar 24 Bu den
Bubu li wa dalam j
m kegiatan a berbagai ti
un kuat K 90, bahwa
kapan dala kapan di b
iran dalam k ipat collap
ang untuk ungan di T
ggunaan bu i sepanjang
elatan. Bub n ukuran pan
tama bubu l ungkus den
dapat dilipa ubu. Bila d
i ukuran vol
ubu lipat co ngan ukuran
ipat merupa jumlah bes
penangkap ipe dasar pe
Krouse 1989 kualitas b
am keadaa bawah uku
keadaan hid psible pot
menangkap Thailand B
ubu lipat un g pantai uta
bu lipat ber njang x leba
lipat terbuat gan jaring p
at untuk dib dibandingkan
lume bubu l
ollapsible p PxLxT = 55
akan alat t sar dalam p
pan Anony erairan dan
9; Miller 1 bubu lipat
an hidup d uran ekono
dup dan bia telah diop
p gurita A Boutson et
ntuk menan ara Laut Jaw
rbentuk kota ar x tinggi y
t dari besi g polyethylen
buka dan dit n, maka uku
lobster yang
ot untuk m
5 x 35 x 20 cm
tangkap ya perahu-pera
ymous 1986 variasi sela
990. Le sebagai p
dengan kua mis under
ya penangk erasikan se
Archdale et al.
2009. ngkap rajun
wa, Lampu ak box typ
yaitu 55 x galvanis den
e PE deng
tutup denga uran volum
g masif dan
menangkap r m
3
Sumber
ang lebih d ahu kecil ya
6 dan coco ang kedalam
ebih jauh d perangkap
alitas yang r size
dap kapan rendah
ecara kome al.
2003 Demikia
ngan telah ung, Madur
e atau emp
35 x 20 cm ngan ukuran
gan mesh si an mudah d
me bubu lipa n kaku.
rajungan be : Boutson et
disukai kar ang biasany
ok untuk dio man, serta ti
dikatakan o adalah kar
g sangat b pat dikemb
h. ersial oleh
dan untuk an juga di
dilakukan a, Maluku
pat persegi m
3
Gambar n diameter
ize 2,5 cm.
dari bagian at rajungan
ntuk kotak t.al.
2009
rena dapat ya dipakai
operasikan idak mahal
leh Miller rena hasil
baik, hasil balikan ke
Efektivitas alat tangkap adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan penangkapan
Baskoro et al. 2006. Pemilihan bahan untuk alat tangkap telah menjadi sangat penting, yaitu bahwa efisiensi alat tangkap dapat ditingkatkan 3 – 10 kali dengan
memilih bahan yang sesuai von Brandt 1984. Hasil tangkapan suatu alat tangkap dipengaruhi oleh efektivitas alat dan efisiensi cara operasi. Efektivitas
alat tangkap secara umum tergantung pada faktor-faktor, antara lain : parameter alat tangkap itu sendiri rancang bangun dan konstruksi, pola tingkah laku ikan,
ketersediaan atau kelimpahan ikan dan kondisi oseanografi Fridman, 1988. Desain bubu secara fisik berpengaruh terhadap efektivitas dan selektivitas alat
tangkap. Bubu telah dipertimbangkan di antara alat tangkap yang paling efektif dan multiguna.
Kendala utama dalam perikanan bubu adalah bahwa peluang terjadinya pelolosan hasil tangkapan cukup besar dan hal tersebut terkait dengan desain
pintu masuk bubu. Archdale et al. 2007 mengatakan bahwa metode yang efektif digunakan untuk memperkecil pelolosan rajungan dari bubu adalah
kemiringan corong pintu masuk ke arah atas, membuat ruangkamar terpisah di dalam bubu untuk meningkatkan retensi atau menempatkan pintu pemicu
trigger pada mulut bubu Gambar 25, jendela, alat tambahan lainnya di dalam pintu masuk untuk mencegah pelolosan. Hingga saat ini, belum ada desain pintu
jebakan yang dapat dipasang pada bubu lipat. Selanjutnya dikatakannya juga, bahwa bentuk pintu masuk dapat mempengaruhi mudahnya bagi target spesies
rajungan untuk masuk ke dalam dan keluar dari bubu. Corong dengan pintu terbuka akan memudahkan target spesies memasuki bubu, sementara pintu masuk
bentuk celah sempit sulit untuk melewatinya dan membutuhkan upaya untuk membuka celah pintu sehingga dapat masuk ke dalam bubu. Bentuk pintu masuk
dengan celah sempit memastikan bahwa sekali target tertangkap maka tidak dapat meloloskan diri. Sementara dengan bentuk pintu masuk terbuka, target yang
tertangkap dalam bubu dapat menemukan pintu keluar dan biasanya berhasil meloloskan diri.
penc meng
Kem masu
mem melo
secar yang
dalam lobst
dapa pada
masu
Gamb
Penggun cegahan pe
ghalangi ta mudian diteg
uk ke dalam makannya,
oloskan dir ra konstruk
g dapat dibu m penanga
ter yang ter at melolosk
a pintu bubu uk ke dalam
Gambar 2 bar 25 Ilustra
Sum
naan pintu p elolosan r
arget spesi gaskan oleh
m perangka seperti gur
ri dari berb ksi, bubu s
uka dan dip nan bubu d
rbuka tanpa an diri ke l
u harus mem m bubu dan
26 Ilustras Sumb
asi pengguna mber : Archda
pemicu trig rajungan d
es untuk m h Brouck et
ap bubu pa rita dapat
bagai bentu sebaiknya m
pasang kem di atas kap
a penghalan luar bubu.
miliki pintu sulit untuk
si penggunaa er : Salthaug
aan trigger p ale et al. 2007
gger pada p
dari bubu masuk ke
t al. 2006
ada dasarny memasuki
uk pintu ma menggunaka
mbali denga pal penangk
ng akan mem Untuk dap
u jebakan te keluar.
an trigger pa g 2002
pada mulut bu 7
pintu masuk Gambar
dalam bub bahwa spi
ya mudah b bubu, m
asuk bubu. an jenis bu
an mudah d kap. Bentu
mudahkan h pat mengata
ertentu yang
ada mulut bub ubu kepiting
k sangat efe 26, sela
bu Salthau iny
lobster y bagi peman
emakan lo Dengan
ubu lipat, y dan memilik
uk pintu ma hasil tangka
asi hal terse g memudah
bu kepiting g
ektif untuk ama tidak
ug 2002. yang telah
ngsa untuk obster dan
demikian, yaitu bubu
ki efisiensi asuk bubu
apan untuk ebut, maka
hkan target
4.1.3 Analisis penentuan desain bubu lobster
Keberhasilan suatu usaha perikanan tangkap tergantung pada beberapa faktor yang saling menunjang. Seperti yang dikemukakan oleh Grofit 1980,
bahwa pemanfaatan sumberdaya hayati laut khususnya perikanan tangkap bertujuan untuk mendapatkan hasil yang optimum tanpa membahayakan
kelestarian sumberdaya ikan dengan biaya yang se-efisien mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka teknologi yang diterapkan perlu memenuhi
persyaratan, yaitu alat tangkap yang efektif dan efisien dengan bahan yang baik, perbaikan kapal, alat bantu dan perlengkapan kapal serta metode operasi
penangkapan yang handal. Beberapa kegiatan penelitian tentang alat tangkap bubu yang telah
dilakukan danatau dipublikasikan, yaitu : Pengaruh penggunaan umpan dan konstruksi funnel terhadap hasil tangkapan bubu laut dalam di Teluk
Palabuhanratu Purbayanto et al. 2006
d
; Selektivitas bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan terhadap ikan kakap Purbayanto et al. 2006
a
; Hasil tangkapan bubu laut dalam di Teluk Palabuhanratu Purbayanto et al. 2006
b
; Eksplorasi sumberdaya ikan laut dalam menggunakan bubu di Teluk
Palabuhanratu Purbayanto et al. 2006
c
; Bubu plastik sebagai metode alternatif penangkapan ikan hias ramah lingkungan Purbayanto et al. 1998; Studi tentang
penggunaan tiga bentuk corong funnel yang berbeda terhadap komposisi hasil tangkapan ikan hias dengan menggunakan bubu sayap Mawardi 2000; Bubu
sayap basket trap with wings, alat tangkap ikan-ikan karang yang ramah lingkungan Mawardi 1999; Gaya hidrodinamika pada bubu lipat berdasarkan
perbedaan kecepatan dan sudut datang arus yang diobservasi di kolam penelitian Iskandar 2007
a
; Perbedaan kemampuan tangkap terhadap kepiting karang Jepang antara gillnet dan bubu lipat berumpan Iskandar et al. 2007; Analisa
hasil tangkapan rajungan pada bubu lipat dengan konstruksi yang berbeda Iskandar 2007
b
; Bubu trap : Serial teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan Martasuganda 2003; Studi komparatif terhadap bubu lobster
lobster pot tipe Jepang dan bubu tradisional dalam penangkapan udang barong Panulirus spp. di Pelabuhanratu, Jawa Barat Monintja dan Budihardjo 1982.
Beberapa pertimbangan dalam menentukan bubu lobster yang diduga efektif, yaitu :
1 Pemilihan bahan-bahan konstruksi bubu, yaitu : bahan-bahan mudah diperoleh, kekuatan bahan baik dan tahan lama, harga bahan tidak mahal,
mudah untuk diperbaiki dan konstruksi alat tangkap bubu tidak berat. 2 Konstruksi bubu, yaitu : Bubu berbentuk kotak persegi panjang dan atau
trapesium, adanya kemiringan jaring slope net pada pintu masuk bubu sebagai jalan masuk ke dalam bubu dengan sudut kemiringan jaring lebih
kecil dari 45 ˚ untuk bubu pintu samping, memiliki rekayasa pintu jebakan
pada mulut bubu yang memudahkan lobster masuk dan sulit keluar. 3 Efisien dalam operasi penangkapan, yaitu : ukuran bubu yang ideal bagi
nelayan tradisional, mudah dalam penanganan alat tangkap bubu dan hasil tangkapan di atas kapal, dan cukup tempat di atas dek kapal untuk
menempatkan alat tangkap bubu saat persiapan operasi setting dan hauling. 4 Mengikuti ketentuan yang bersifat politis, yaitu bahwa dalam kegiatan
usaha perikanan tangkap akan selalu mengacu pada kegiatan penangkapan ikan yang diakui oleh dunia internasional, yaitu upaya pemanfaatan
sumberdaya ikan dan peningkatan produksi perikanan tangkap melalui cara- cara pemanfaatan yang efektif dan bertanggung jawab.
4.1.4 Desain bubu lobster yang efektif
Berdasarkan kondisi pertimbangan di atas maka pemilihan desain bubu yang dijadikan standar adalah jenis bubu lipat yang biasa digunakan untuk
menangkap rajungan. Bubu lipat standar adalah bubu lipat rajungan yang dijadikan acuan untuk dimodifikasi dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan
ukuran bubu lipat rajungan yang dioperasikan di Indonesia. Ukuran bubu lipat standar yang digunakan nelayan untuk penangkapan rajungan adalah 50 cmm x
30 cm x 20 cm panjang x lebar x tinggi. Bubu lipat standar dapat dilihat pada Gambar 27.
Sumber : Boutson et.al. 2009 Gambar 27 Desain bubu lipat rajungan sebagai bubu lipat standar
untuk acuan modifikasi
20 cm
30 cm
Beberapa tahapan dan perubahan desain dan konstruksi dalam penyusunan desain dan konstruksi bubu lipat modifikasi dan bentuk pintu masuk
kisi-kisi pada mulut bubu lipat seperti terlihat pada Gambar 28 dan Gambar 29.
Gambar 28 Tahapan pembuatan desain bubu lipat modifikasi pintu samping
Pintu jebakan bentuk kisi-kisi
Pintu jebakan bentuk kisi-kisi
Gambar 29 Tahapan pembuatan desain bentuk pintu jebakan bentuk kisi-kisi pada mulut bubu lipat modifikasi pintu samping
Pintu jebakan bentuk kisi-kisi tegak dengan
celah tertutup
Pintu jebakan bentuk kisi-kisi tegak dengan
celah terbuka
Pintu jebakan bentuk kisi-kisi celah ellips
terbuka
Berdasarkan hasil tahapan desain yang telah dilakukan, maka desain bubu lipat lobster yang “diduga” efektif, yaitu:
1 Bubu lipat lobster modifikasi pintu samping satu pintu dengan rekayasa
pintu jebakan berbentuk kisi-kisi Gambar 30. Bubu lipat modifikasi pintu samping berbentuk kotak box type atau rectangular type with single
entrance dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 60 cm x 45 cm x
30 cm. Perbandingan volume : 17 kali dengan bubu lobster bentuk masif dan kaku. Bagian depan bubu membentuk sudut kemiringan 22,5
˚ slope net
sebagai jalan ke pintu masuk mulut bubu. Bingkai frame bubu menggunakan besi galvanis berdiameter 0,6 cm dan jaring polyethylene
PE untuk pembungkus bubu dengan 210 D18, mesh size 1,5 inci. Pintu jebakan yang ditempatkan pada ujung mulut bubu adalah kisi-kisi ke arah
bagian dalam bubu dan terbuat dari plastik dengan ketebalan 1 mm. Poros lipatan bubu terletak diantara jarak 20 cm dan 40 cm dari posisi
memanjang.
Tabel 7 Spesifikasi bubu lipat modifikasi pintu samping No. Bagian
Konstruksi Spesifikasi
1 Nama :
Bubu lipat modifikasi pintu samping MPS 2
Bentuk bubu Empat persegi panjang box type
3 Ukuran bubu
60 cm x 45 cm x 30 cm pxlxt 4
Jumlah pintu masuk 1 pintu; pintu samping
5 Jenis modifikasi:
- Ukuran bubu lebih besar dibandingkan
bubu lipat standar pxlxt = 50 cm x 30 cm x 20 cm
- Slope net sudut kemiringan pintu masuk
bubu atas dan bawah : 22,5° -
Ukuran pintu masuk cukup lebar, yaitu 30 cm x 14 cm panjang x tinggi
- Terdapat pintu jebakan bentuk kisi-kisi
bahan plastik yang berfungsi untuk memudahkan target masuk ke dalam
bubu dan sulit untuk keluar -
Sumbu lipatan bubu terletak 20 cm dari bagian depan bubu
6 Bingkai frame
Besi galvanis, dia. 6 mm. 7
Badan jaring cover net PE ms 1,5 inci, 210 D18
Gambar 30 Desain bubu lipat modifikasi pintu samping MPS dengan pintu jebakan
yang berbentuk kisi-kisi Pintu jebakan bentuk
kisi-kisi
2 Bubu lipat modifikasi pintu atas dengan pintu jebakan yang berbentuk kisi-
kisi Gambar 31. Bubu lipat modifikasi pintu atas berbentuk trapesium trapezoidal type with single entrance dengan ukuran selang panjang x
lebar x tinggi adalah 30 – 60 cm x 45 cm x 30 cm. Perbandingan volume : 19 kali dengan bubu bentuk masif dan kaku. Bagian depan dan belakang
sisi samping membentuk sudut kemiringan 70 ˚ slope net sebagai jalan
masuk ke arah pintu atas. Bahan yang digunakan adalah besi galvanis sebagai bingkai frame berdiameter 0,6 cm dan jaring polyethylene PE
untuk pembungkus bubu dengan 210 D18, mesh size 1,5 inci. Pemicu pintu masuk yang ditempatkan pada ujung mulut bubu adalah kisi-kisi ke
arah bagian dalam bubu dan terbuat dari plastik dengan ketebalan 1 mm. Poros lipatan bubu terletak pada satu sisi bagian atas ujung slope net.
Tabel 8 Spesifikasi bubu lipat modifikasi pintu atas No. Bagian
Konstruksi Spesifikasi
1 Nama :
Bubu lipat modifikasi pintu atas MPA 2
Bentuk bubu Trapesium trapezoidal type
3 Ukuran bubu
60 cm x 45 cm x 30 cm pxlxt 4
Jumlah pintu masuk 1 pintu; pintu atas
5 Jenis modifikasi:
- Ukuran bubu lebih besar dibandingkan
bubu lipat standar pxlxt = 50 cm x 30 cm x 20 cm dengan bagian atas
menyempit. -
Slope net sudut kemiringan pintu masuk bubu: 70°
- Ukuran pintu masuk cukup lebar, yaitu
30 cm x 14 cm panjang x tinggi -
Terdapat pintu jebakan bentuk kisi-kisi bahan plastik yang berfungsi untuk
memudahkan target masuk ke dalam bubu dan sulit untuk keluar
- Sumbu lipatan bubu terletak 15 cm dari
bagian depan bubu 6 Bingkai
frame Besi galvanis, dia. 6 mm.
7 Badan jaring cover net
PE ms 1,5 inci, 210 D18
Gambar 31 Desain bubu lipat modifikasi pintu atas MPA dengan pintu jebakan yang berbentuk kisi-kisi
Pintu jebakan bentuk kisi-kisi
4.1.5
dilak bentu
bubu meto
semu terpa
pintu keteb
Pem
M G
5 Rancang
Pembuat kukan oleh
uk bingkai u lipat yang
ode experim Proses s
ua bubu lip asang pada
u jebakan b balan 1 mm
masangan ba
Membuat luba Gambar 32
g bangun bu
tan bingkai kelompok
disesuaikan g akan dibua
mental fishin selanjutnya
at modifika masing-ma
bentuk kisi- m.
adan jaring p
ang pada pin Proses ranca
ubu lipat m
i frame bu usaha pem
n dengan ga at sesuai de
ng .
adalah pe asi dan bubu
asing bingk -kisi yang t
pada bingkai
ntu jebakan ang bangun b
modifikasi d
ubu lipat m mbuat bubu
ambar desai engan kebut
emasangan u lipat stand
kai bubu lip tebuat dari
bubu lipat m
dan standar
modifikasi d lipat di C
in bubu lipa tuhan kegiat
badan jarin dar. Setelah
pat, maka d bahan lem
Pintu jebak
Pemasan modifikasi dan
r
an bubu lip Cirebon. U
at modifikas tan pengujia
ng cover n h semua ba
dilakukan p mbaran plast
kan bentuk ki
ngan pintu jeb n bubu lipat
pat standar Ukuran dan
si. Jumlah an melalui
net untuk
adan jaring pembuatan
tik dengan
isi-kisi
bakan standar
Bu yang sam
pxlxt. modifikas
sebenarny dapat dilih
ubu lipat sta ma dengan u
Penyesuaia si adalah
ya. Hasil ra hat pada Ga
Ga
G
andar yang ukuran bubu
an ukuran untuk me
ancang ban ambar 33, 3
ambar 33 Bu
Gambar 34
akan digun u lipat mod
bubu lipat emberikan
ngun bubu l 4 dan Gamb
ubu lipat mod
Bubu lipat m
nakan dalam ifikasi, yait
t standar d keseragam
ipat modifik bar 35.
difikasi pintu
modifikasi pi
m pengujian tu 60 cm x
dengan uku man dalam
kasi dan bu
u samping
intu atas
n, adalah uk 45 cm x 3
uran bubu m ukuran
ubu lipat sta
kuran 0 cm
lipat yang
andar
4.2
hasil 198
kebe sepe
berfu dalam
hidu dapa
artif yang
terha 2006
men spes
Pemilihan
Pengope l tangkapan
89, umpan erhasilan su
erti bubu d ungsi sebag
m bubu. B up live bait
at dibedaka ificial bait
. g bersifat fis
adap ikan-ik 6; Fitri 20
entukan pil ies yang ter
Gambar 35
n umpan a
erasian bub n yang optim
n merupak atu operasi
dan pancin gai pemikat
Berdasarkan dan umpa
an ke dala Efektivita
sik dan kim kan tertentu
08. De lihan target
rtangkap ses
5 Bubu lipat
alternatif
bu biasanya mum sesuai
kan salah penangkap
ng. Umpa t dengan tu
kondisinya an mati dea
am umpan as umpan di
miawi yang d u dalam tuj
esain bubu spesies yan
suai dengan
t standar bub
a mengguna i dengan tar
satu fakto an ikan, kh
an digunak ujuan agar
a, umpan da ad bait
, sed alami na
tentukan ol dimilikinya
ujuan penan dan umpa
ng akan dita n harga pasa
bu lipat rajun
akan umpan rget. Menu
or penting ususnya un
kan dalam target terta
apat dibeda dangkan me
tural bait leh bentuk r
a agar dapat ngkapan ika
an secara angkap dan
ar yang ting
ngan
n untuk m urut Subani
g dalam m ntuk alat tan
pengoperas arik untuk
akan ke dala enurut asaln
dan umpa rangsangan
t memberika an Purbaya
bersama-sa n selang uku
gi Miller 1 emberikan
dan Barus menunjang
ngkap pasif sian bubu
masuk ke am umpan
nya umpan an buatan
stimulus an respons
anto et al. ama dapat
uran target 990.
Begitu juga dengan lobster, umpan merupakan salah satu faktor penting sebagai bahan atraktor dalam memikat lobster. Umpan yang mengandung unsur
lemak, protein dan chitine serta adanya bau yang menyengat merupakan umpan yang sangat baik sebagai bahan atraktor untuk memikat lobster Fielder 1965;
Phillips and Cobb 1980; Moosa dan Aswandy 1984. Jenis makanan alami lobster
adalah jenis binatang lunak seperti bulu babi, bintang laut, teripang, lili laut, siput laut dan kekerangan lainnya Fielder 1965. Umpan yang berasal dari
perairan laut yang biasa digunakan oleh nelayan adalah ikan rucah, siput laut Kholifah 1998, umpan kanikil Chiton sp, kepala ikan kembung Rastrelliger
sp Sopati 2005. Umpan yang berasal dari wilayah daratan adalah kelapa bakar Kholifah 1998, kulit kambing dan kulit sapi Febrianti 2000, dan keong mas
Babylonia spirata L Sopati 2005. Lobster lebih menyukai jenis umpan dalam keadaan segar fresh dan
diduga selain kandungan zat yang dimilikinya juga berkaitan dengan aroma bau kimiawi yang juga ditimbulkannya. Banyak kontroversial yang muncul di sekitar
pertanyaan mengenai apakah krustasea adalah hewan pemakan bangkai, atau apakah hal tersebut suka membeda-bedakan dalam makanannya. Adalah suatu
yang bersifat alami bahwa sekali waktu terjadi kelangkaan makanan, krustasea akan memakan apapun, tetapi percobaan-percobaan yang telah dilakukan dalam
skala laboratorium dan juga di laut membuktikan secara meyakinkan bahwa metode penangkapan yang terbaik untuk semua makanan yang menggunakan
umpan segar. Mereka kemudian menggunakan aspek morfologi tertentu untuk menduga kemungkinan sumber-sumber makanan. Berdasarkan kondisi ini,
mereka tidak menganggap ikan yang bersisik sebagai makanannya, karena mereka terlalu bergerak cepat dan menduga bahwa moluska seperti kekerangan
sebagai sumber makanan yang disukainya Fielder 1965. Berdasarkan hal tersebut, dapat diindikasikan bahwa penggunaan umpan alami yang segar dan
mengandung bahan rangsangan umpan bersifat kimiawi akan memberikan daya tarik bagi lobster.
Terdapat organisme yang berasal dari wilayah daratan yang diduga memiliki potensi ekonomis sebagai alternatif umpan alami bagi lobster, yaitu
cacing tanah Lumbricus rubellus. Cacing tanah sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan pangan dan pakan karena kandungan nutrisinya cukup tinggi, dimana komposisi kimia cacing tanah g100g, yaitu energi 110,50
kalori; protein 19,77; lemak 2,48; karbohidrat 2,25; air 72,69 dan abu 2,93 Raharti 1999; Soenanto 2000, dan sebagai umpan ikan Sihombing 1999.
Umpan yang mengandung asam amino diidentifikasi dapat menjadi stimulus dan atraktor makan pada ikan dan krustasea. Hampir semua studi
mengenai rangsangan kimia untuk tingkah laku makan menunjukkan bahwa rangsangan makan pada ikan dan krustasea akan hilang seiring dengan hilangnya
kandungan asam amino pada umpan Engas and Lokkeborg 1994. Profil asam amino esensial cacing tanah dan bekicot termasuk sangat baik
sebagai bahan makanan untuk ikan dan udang Sihombing 1999. Profil asam amino cacing tanah dan bekicot dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Profil asam amino g100g protein cacing tanah Lumbricus rubellus
Profil asam amino Cacing tanah
Esensial : - Arginin
7,30 -
Fenilalanin 5,10
- Histidin
3,80 -
Isoleusin 5,30
- Leusin
6,20 -
Lisin 7,30
- Metionin
2,00 -
Treonin 6,00
- Triptofan
2,10 -
Valin 4,40
Non-esensial : - Alanin
5,40 -
Asam aspatat 10,50
- Asam
glutamat 13,20 -
Glisin 4,30
- Prolin
5,10 -
Serin 5,80
- Sistein
1,80 -
Tirosin 4,60
Sumber : Sabine 1982
Pendekatan penggunaan umpan alami yang berasal dari wilayah daratan adalah bahwa umpan tersebut dapat dibudidayakan secara sederhana sehingga
pengadaannya tidak membutuhkan biaya yang besar. Kegiatan pemeliharaan dalam budidaya cacing tanah Lumbricus rubellus tidak dibutuhkan lahan yang
luas atau biaya pakan yang mahal, karena pemeliharaan cacing tanah bersifat zero feed cost
Edwards and Lotfy1972 diacu dalam Pardamean 2002. Selama ini
cacing tanah hanya diambil dari alam bebas dan masyarakat mengumpulkannya saat musim hujan sebagai bahan pangan Sihombing 1999.
Kondisi saat ini, jenis umpan alami yang berasal dari perairan laut masih tersedia, namun memiliki harga yang cukup tinggi dan bersaing dengan
kebutuhan tingkat konsumsi ikan oleh masyarakat, sehingga untuk pengadaan umpan akan meningkatkan biaya operasi penangkapan. Dengan demikian,
diperlukan alternatif jenis umpan lainnya yang lebih ekonomis yang berasal dari wilayah daratan, yaitu cacing tanah yang diharapkan hasilnya akan cukup efektif
dengan daya pikat yang baik dalam proses penangkapannya.
Gambar 36 Cacing tanah Lumbricus rubellus
Gambar 37 Bagian-bagian tubuh cacing tanah Lumbricus rubellus sumber: Kumolo 2011
Hagner and Engemann 1968 mengklasifikasikan cacing tanah
Lumbricus rubellus sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Divisi : Vermes
Filum : Annelida
Kelas : Oligochaeta
Ordo : Opisthopora
Family : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus rubellus Bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat pintu atas dengan
penambahan pintu jebakan bentuk kisi-kisi bahan plastik merupakan desain dan konstruksi yang pertama kali dibuat. Bentuk pintu masuk bubu yang terbuka
menyebabkan lobster yang telah masuk ke dalam bubu akan dapat keluar dengan mudah dan juga bubu dapat menangkap berbagai jenis ikan lainnya sebagai hasil
tangkapan sampingan by-catch. Oleh karena itu, penggunaan pintu jebakan pada mulut bubu diharapkan selain memudahkan lobster masuk ke dalam bubu
dan sulit meloloskan diri, tetapi juga dapat mengurangi hasil tangkapan sampingan by-catch
Cacing tanah sebagai hewan yang berasal dari daratan sudah sering dilakukan sebagai umpan untuk memancing ikan di perairan umum. Kegiatan
experimental fishing menggunakan bubu lipat modifikasi dengan menggunakan
umpan cacing merupakan kegiatan uji coba penangkapan yang juga pertama kali dilakukan. Melalui pengujian, diharapkan dapat diukur efektivitasnya bila
dibandingkan dengan bubu lipat standar dan umpan standar.
4.3 Efektivitas Bubu Lipat Dengan Umpan Ikan Tembang Standar
4.3.1 Komposisi hasil tangkapan total
Selama penelitian 31 trip operasi penangkapan diperoleh komposisi hasil tangkapan dalam jumlah ekor yang terdiri dari kelompok krustasea lobster
sebagai Hasil Tangkapan Utama HTU dengan total 42 ekor 35,0 terdiri dari 3 spesies, yaitu Lobster hijau pasir Panulirus homarus 39 ekor 32,5,
Lobster hijau Panulirus versicolor 2 ekor 1,7, dan Lobster mutiara Panulirus ornatus 1 ekor 0,8.
Komposisi hasil tangkapan dalam berat gram yang terdiri dari kelompok krustasea lobster sebagai Hasil Tangkapan Utama HTU dengan total 2840
gram 33,4 terdiri dari 3 spesies, yaitu Lobster hijau pasir Panulirus homarus
2605 gram 30,6, Lobster hijau Panulirus versicolor 115 gram 1,4, dan Lobster mutiara Panulirus ornatus 120 gram 1,4.
Komposisi hasil tangkapan dalam jumlah ekor untuk Hasil Tangkapan Sampingan HTS atau by-catch dengan total 78 ekor 65,0 yang terdiri dari
kelompok krustasea rajungan 59 ekor 49,2, kelompok moluska sotong- Sepia
sp. 14 ekor 11,7, kelompok ikan kerapu tutul- Epinephelus maculatus dan sinreng- Canthigaster sp. 5 ekor 4,2.
Komposisi hasil tangkapan dalam berat gram untuk Hasil Tangkapan Sampingan HTS atau by-catch dengan total 5665 gram 66,6 yang terdiri dari
kelompok krustasea rajungan 4175 gram 49,1, kelompok moluska sotong- Sepia
sp. 830 gram 9,8, kelompok ikan kerapu lumpur- Epinephelus maculatus
dan sinreng- Canthigaster sp. 660 gram 7,8. Komposisi hasil tangkapan total baik ukuran jumlah ekor maupun ukuran berat gram dapat
dilihat pada Tabel 10, Gambar 38 dan 39.
Tabel 10 Komposisi hasil tangkapan total ukuran jumlah ekor dan ukuran berat gram Jumlah
Berat No.
Hasil tangkapan ekor
gram 1
Utama: a. Krustasea lobster
Lobster hijau pasir Panulirus homarus 39 32.5 2,605.0 30.6
Lobster hijau Panulirus versicolor 2 1.7 115.0 1.4
Lobster mutiara Panulirus ornatus 1 0.8 120.0 1.4
sub-Total HTU
42 35.0 2,840.0 33.4 2
Sampingan By-catch:
a. Krustasea rajungan Rajungan Portunus pelagicus
10 8.3 700.0 8.2 Rajungan Portunus sanguinolentus 14
11.7 730.0
8.6 Rajungan Carybdis natator
28 23.3 1,645.0 19.3 Rajungan Carybdis feriatus 7
5.8 1,100.0
12.9 sub-Total
59 49.2
4,175.0 49.1
b. Moluska Sotong Sepia sp
14 11.7
830.0 9.8
sub-Total 14
11.7 830.0
9.8 c. Ikan
Kerapu tutul Epinephelus maculatus 3 2.5 590.0 6.9
Singreng Canthigaster sp.
2 1.7 70.0 0.8 sub-Total
5 4.2
660.0 7.8
sub-Total HTS
78 65.0 5,665.0 66.6 Total Hasil Tangkapan
120 100
8,505.0 100
Gambar 38 Komposisi hasil tangkapan total dalam jumlah ekor
Gambar 39 Komposisi hasil tangkapan total dalam berat gram
Rajungan, 59 ekor
49,2 Sotong, 14
ekor 11,7
Ikan, 5 ekor 4,2
Lobster, 42 ekor
35,0
Rajungan, 4.175 gram
49,1 Sotong, 830
gram 9,8 Ikan, 660 gram
7,8 Lobster, 2.840
gram 33,4
Be tangkapan
42 ekor 3 dengan H
diperoleh masing-m
jumlah by
Gamb
Gambar 41
Be untuk lob
yaitu bah dibanding
erdasarkan n lobster seb
35,0 dan HTS Gamb
bahwa hasi masing adal
y-catch lebih
ar 40 Kompo
1 Kompos
erdasarkan bster adalah
hwa hasil gkan dengan
komposisi bagai HTU
n 78 ekor 6 bar 40. B
il tangkapan ah 2840 g
h besar diba
osisi hasil tan
isi hasil tang
rata-rata ha h 1,4 ekor ±
tangkapan n HTU lobs
total dalam dibandingk
5,0, dim Berdasarkan
n lobster se gram 33,4
andingkan d
ngkapan lob
gkapan lobste
asil tangkap ± 0,038 da
n by-catch ter Gamba
m jumlah ek kan dengan H
mana by-catc n komposis
bagai HTU dan 566
dengan HTS
ster dan by-c
er dan by-cat
pan dalam j an by-catch
ekor ad ar 42.
kor dipero HTS masin
ch lebih bes
si total dala U dibandingk
65 gram 6 S Gambar 4
catch dalam j
tch dalam be
umlah eko sebesar 2,
dalah 56 oleh bahwa
g-masing ad sar dibandin
am berat g kan dengan
66,6, dim 41.
jumlah ekor
erat gram
or per trip 5 ekor ± 0
lebih ba
hasil dalah
ngkan gram
HTS mana
r
± SE 0,045,
anyak
Pan panj
masi bahw
ekon karen
Ukur Daer
yang daer
Gamba
Lobster nulirus hom
ang karapas ih kecil ba
wa lobster y nomis, kare
na memang ran lobster
rah penang g cukup dan
ah tersebut
Gamba
1 1
2 2
H a
s il
Ta ngk
a pa
n Lobs
te r
e k
or
ar 42 Rata
deng
yang dom marus
. L s 41 - 46 m
aby lobster yang tertan
ena di bawa g ukuran y
yang tertan gkapan dala
ngkal, yaitu merupakan
ar 43 Kompo
10 5
10 15
20 25
35 - 40
-rata jumlah gan by-catch
minan terta obster yan
mm 17 ekor Gambar 4
ngkap seban ah 100 gram
yang masih ngkap didom
am penelitia u 15 mete
n daerah pem
osisi panjang
17
41 - 46 SELANG KE
h ekor hasi
angkap ad g tertangka
r yang juga 43. Berdas
nyak 39 ek m harga lob
h kecil untu minasi oleh
an ini adal er. Sehingg
mbesaran lo
g karapas mm
12
47 - 52 5
ELAS PANJAN
il tangkapan
alah jenis ap dominan
a merupakan sarkan selan
kor merupak bster sanga
uk dimanfa h ukuran di
lah perairan ga ada kece
obster.
m lobster ha
1 1
53 - 58 59 -
NG KARAPAS
per trip ant
lobster h n pada sel
n ukuran lo ng kelas ber
kan di baw at rendah, s
aatkan Ga bawah size
n dengan k enderungan
asil tangkapa
1 1
- 64 65 - 7
mm
tara lobster
hijau pasir lang kelas
bster yang rat gram,
wah ukuran selain juga
ambar 44. e ekonomi.
kedalaman n bahwa di
an
70
Gambar 44 Komposisi berat gram lobster hasil tangkapan
4.3.2 Efektivitas bubu lipat penelitian
Berdasarkan penggunaan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping MPS, bubu lipat Modifikasi Pintu Atas MPA dan bubu lipat Standar S selama 31 trip
operasi penangkapan tersebut dengan menggunakan umpan tembang, maka komposisi hasil tangkapan lobster sebagai Hasil Tangkapan Utama HTU,
masing-masing adalah 14 ekor 33,3, 25 ekor 29,5, dan 3 ekor 7,1, sedangkan komposisi Hasil Tangkapan Sampingan HTS atau by-catch, masing-
masing adalah 22 ekor 28,2, 44 ekor 56,4, dan 9 ekor 11,5 Tabel 11 dan Gambar 45.
Tabel 11 Komposisi hasil tangkapan lobster berdasarkan jenis bubu lipat Jenis bubu lipat
S MPS
MPA No.
Hasil tangkapan Jumlah
Jumlah Jumlah
ekor ekor
ekor 1 Utama:
lobster 25
59.5 14
33.3 3 7.1
2 Sampingan: By-catch
44 56.4
22 28.2 9
11.5 Total
69 57.5
36 30.0
12 10.0
10 25
3 1
1 2
5 10
15 20
25 30
35 40
40 - 57 58 - 75
76 - 93 94 - 111
112 - 129 130 - 147
SELANG KELAS BERAT gram H
asi l T
an g
kap an
L o
b s
ter eko
r
di bawah size ekonomis
Gambar 45 Komposisi hasil tangkapan lobster berdasarkan jenis bubu lipat Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk total hasil tangkapan lobster
Tabel 12 menunjukkan bahwa faktor bubu lipat dengan perlakuan umpan tembang berpengaruh nyata F
value
= 9,44 F
tabel
= 3,097 atau p-value = 0.0002 0.05 pada taraf nyata 5. Demikian juga bila dilihat dari perbedaan nilai rata-
rata hasil tangkapan lobster ekor per trip ± SE, dimana terlihat bahwa bubu lipat standar 0,8 ekor ± 0,03 lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat MPS 0,5
ekor ± 0,02 dan MPA 0,1 ekor ± 0,01. Bubu lipat MPS 0,5 ekor ± 0,02 lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat MPA 0,1 ekor ± 0,01 Gambar 46.
Sementara rata-rata hasil tangkapan by-catch ekor per trip ± SE, dimana terlihat bahwa bubu lipat modifikasi lebih sedikit, yaitu masing-masing untuk MPS 0,7
ekor ± 0,02 dan MPA 0,6 ekor ± 0,05 dibandingkan dengan bubu lipat standar 1,5 ekor ± 0,04 Gambar 47. Meskipun bubu lipat modifikasi memberikan
hasil tangkapan sampingan by-catch yang lebih sedikit dibandingkan dengan hasil tangkapan bubu lipat standar, namun jenis hasil tangkapan sampingan
tersebut juga memiliki nilai komersial yang baik.
25 30
10 4
14
1 1
18
3 8
3
5 10
15 20
25 30
35
Lobster Rajungan
Sotong Ikan
HASIL TANGKAPAN Ju
m lah
ek o
r
Bubu Lipat Standar S Bubu Lipat Modifikasi Pintu Samping MPS
Bubu Lipat Modifikasi Pintu Atas MPA
Tabel 12 A Sum
keraga Perlakuan
Galat Total Kor
F
tabel
= 3,
Ga
Gam Analisis sidi
mber aman
n reksi
,097
ambar 46 Ra an
mbar 47 Ra an
ik ragam mod db
2 90 3
92 4
ata-rata jumla ntara bubu lip
ata-rata jumla ntara bubu lip
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2 1.4
1.6
R a
ta -r
a ta Jum
lah b y
-cat ch
eko r
per Tr
ip +
- S
E
del terhadap Jumlah
kuadrat 7.80645161
7.22580645 45.03225806
ah ekor lob pat Standar, M
ah ekor by- pat Standar, M
1.5
JENIS
Bubu lipat Standa Bubu lipat Modifik
Bubu lipat Modifik
total hasil ta Kuadrat
Tengah 3.903225
0.413620
bster yang ter MPS dengan
-catch yang t
MPS dengan
0.7 0.6
1
BUBU LIPAT
ar S kasi Pintu Samping M
kasi Pintu Atas MPA
angkapan lob t
h F
0,05
581 9.44
007
rtangkap per n bubu lipat M
tertangkap pe n bubu lipat M
MPS A
bster Probabili
0.0
trip ± SE MPA
er trip ± SE MPA
itas 002
Pengujian bubu lipat penelitian, yaitu bubu lipat modifikasi pintu samping, modifikasi pintu atas dan bubu lipat standar telah dilakukan selama 31
trip dengan menggunakan umpan tembang sebagai umpan standar. Pengujian ini untuk melihat respons hasil tangkapan lobster dari masing-masing bubu lipat,
sehingga dapat diketahui efektivitasnya. Unit alat tangkap penelitian menggunakan sistem longline yang dapat
diperhitungkan nilai efektivitasnya, yaitu prosentase jumlah lobster yang tertangkap pada jenis bubu lipat tertentu terhadap total bubu lipat yang
dioperasikan untuk keseluruhan trip penangkapan Tabel 13.
Tabel 13 Nilai efektivitas bubu lipat Jumlah
Jumlah Jumlah
Efektivitas No.
Jenis lobster
Hari bubu
bubu lipat bubu
lipat operasi
lipattrip ekor
trip bubu
1 Standar S
25 31
12 6.7
2 Modifikasi Pintu Samping MPS
14 31
12 3.8
3 Modifikasi Pintu Atas MPA
3 31
12 0.8
Berdasarkan perhitungan nilai efektivitas bubu lipat pada Tabel 13 di atas, maka efektivitas bubu lipat standar 6,7 lebih besar dibandingkan dengan bubu
lipat modifikasi pintu samping 3,8 dan bubu lipat modifikasi pintu atas 0,8. Sementara, nilai efektivitas bubu lipat modifikasi pintu samping 3,8
lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu atas 0,8. Bubu lipat modifikasi pintu samping memberikan hasil tangkapan yang
lebih sedikit dibandingkan dengan bubu lipat standar. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada konstruksi pintu jebakan yang terkait dengan ketebalan
bahan dan lebar kisi-kisi. Permasalahannya adalah apakah keberadaan pintu jebakan memberikan dampak terhadap sulitnya lobster masuk ke dalam bubu.
Sementara, bubu lipat modifikasi pintu atas kemungkinan besar terkait dengan tingginya sudut kemiringan pintu masuk slope net menuju pintu atas. Namun
demikian, bubu lipat modifikasi tetap memperoleh hasil tangkapan lobster, meskipun tidak sebanyak hasil tangkapan bubu lipat standar.
4.4 Efektivitas Bubu Lipat Modifikasi Pintu Samping dan Umpan Cacing Tanah
4.4.1 Komposisi hasil tangkapan total
Selama penelitian 20 trip operasi penangkapan diperoleh komposisi hasil tangkapan yang terdiri dari : kelompok krustasea lobster sebagai Hasil
Tangkapan Utama HTU dengan total 31 ekor 33,7 terdiri dari 3 spesies, yaitu Lobster hijau pasir Panulirus homarus 29 ekor 31,5, Lobster hijau
Panulirus versicolor 1 ekor 1,1, dan Lobster mutiara Panulirus ornatus 1 ekor 1,1.
Komposisi hasil tangkapan dalam berat gram yang terdiri dari kelompok krustasea lobster sebagai HTU dengan total 1925,5 gram 27,0 terdiri dari 3
spesies, yaitu Lobster hijau pasir Panulirus homarus 1780,5 gram 25,0, Lobster hijau Panulirus versicolor 55 gram 0,8, dan Lobster mutiara
Panulirus ornatus 90 gram 1,3. Hasil Tangkapan Sampingan HTS atau by-catch dengan total 61 ekor
66,3 yang terdiri dari kelompok krustasea rajungan 33 ekor 35,9, kelompok moluska sotong-Sepia sp. 22 ekor 23,9, kelompok ikan kerapu
tutul- Epinephelus maculatus 5 ekor 5,4, dan kelompok krustasea udang ronggeng- Squilla mantis 1 ekor 1,1.
Komposisi hasil tangkapan dalam berat gram untuk by-catch dengan total 5207 gram 73,0 yang terdiri dari kelompok krustasea rajungan 3331
gram 46,7, kelompok moluska sotong-Sepia sp. 1312 gram 18,4, kelompok ikan kerapu tutul- Epinephelus maculatus dan sinreng- Canthigaster
sp. 494 gram 6,9, dan kelompok krustasea udang ronggeng- Squilla mantis 70 gram 1,0. Komposisi hasil tangkapan total baik ukuran jumlah ekor
maupun ukuran berat gram dapat dilihat pada Tabel 14, Gambar 48 dan 49. Berdasarkan komposisi total ekor diperoleh bahwa hasil tangkapan
lobster sebagai HTU dibandingkan dengan HTS masing-masing adalah 31 ekor 33,7 dan 61 ekor 66,3, dimana by-catch lebih besar dibandingkan dengan
HTS Gambar 50. Rata-rata hasil tangkapan ekor per trip ± SE untuk lobster adalah 1,6 ekor ± 0,04 dan by-catch sebesar 3,1 ekor ± 0,11 Gambar 51.
Tabel 14 Komposisi hasil tangkapan total jumlah ekor dan berat gram
Jumlah Berat
No. Hasil tangkapan
ekor gram
1 Utama:
a. Krustasea lobster Lobster hijau pasir Panulirus homarus 29
31.5 1,780.5
25.0 Lobster hijau Panulirus versicolor 1
1.1 55.0
0.8 Lobster mutiara Panulirus ornatus 1
1.1 90.0
1.3 sub-Total HTU
31 33.7
1,925.5 27.0
2 Sampingan By-catch:
a. Krustasea rajungan Rajungan Portunus pelagicus 4
4.3 280.0
3.9 Rajungan Portunus sanguinolentus 7
7.6 205.0
2.9 Rajungan Carybdis natator 10
10.9 495.0
6.9 Rajungan Carybdis feriatus 12
13.0 2,351.0
33.0 sub-Total
33 35.9
3,331.0 46.7
b. Moluska Sotong Sepia sp
22 23.9
1,312.0 18.4
sub-Total 22
23.9 1,312.0
18.4 c. Ikan
Kerapu tutul Epinephelus maculatus 4 4.3
474.0 6.6
Singreng Canthigaster sp. 1
1.1 20.0
0.3 sub-Total
5 5.4
494.0 6.9
d. Krustasea udang Udang ronggeng Squilla mantis 1
1.1 70.0
1.0 sub-Total
1 1.1
70.0 1.0
sub-Total HTS 61
66.3 5,207.0
73.0 Total Hasil Tangkapan
92 100
7,132.5 100
Gambar 48 Komposisi hasil tangkapan total dalam jumlah ekor
Sotong 22 ekor 23,9
Ikan 5 ekor 5,4
Udang 1 ekor 1,1
Rajungan 33 ekor 35,9
Lobster 31 ekor 33,7
Gambar 4
Gambar 50
Gambar 51
Sotong 13 gram 18
49 Komposisi
0 Komposisi
1 Rata-rata h antara lob
Ikan 494,0 gram 6,9
312,0 ,4
i hasil tangk
hasil tangka
hasil tangkap ster dengan b
apan total da
apan total dal
pan ekor pe by-catch
Rajungan 3331,0 gram
46,7 Udang 70,0
gram 1,0
alam berat g
lam jumlah
er trip ± SE a
Lobster 192 gram 27,0
gram
ekor
antara
25,5
Lobster yang dominan tertangkap adalah jenis lobster hijau pasir Panulirus homarus. Lobster yang tertangkap dominan pada selang kelas
panjang karapas 38 – 45 mm 18 ekor yang merupakan ukuran lobster yang masih kecil baby lobster Gambar 52. Pada trip ke-8 tertangkap se-ekor jenis
lobster hijau pasir Panulirus homarus dengan ukuran panjang karapas 120 mm dan berat 120 gram sudah memiliki telur Gambar 53. Berdasarkan selang kelas
berat gram lobster yang tertangkap sebanyak 30 ekor merupakan di bawah ukuran ekonomis, karena di bawah 100 gram harga lobster sangat rendah, selain
juga karena memang ukuran yang masih kecil untuk dimanfaatkan Gambar 54.
Gambar 52 Komposisi selang kelas panjang karapas mm lobster hasil tangkapan
Gambar 53 Lobster hijau pasir dengan telur yang melekat pada pleopod
2 18
5 2
2 2
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
30 - 37 38 - 45
46 - 53 54 - 61
62 - 69 70 - 77
Selang Kelas Panjang Karapas mm H
a si
l T an
g k
ap an
L o
b st
er eko
r
Gambar 54 Komposisi selang kelas berat gram lobster hasil tangkapan
Hasil analisis sidik ragam untuk total hasil tangkapan lobster Tabel 15
menunjukkan bahwa faktor bubu lipat dan perlakuan umpan berpengaruh nyata F
value
= 3,45 F
tabel
= 2.72 atau p-value = 0.0206 0.05 pada taraf nyata 5.
Tabel 15 Analisis sidik ragam perlakuan terhadap total hasil tangkapan lobster
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F
0,05
Probabilitas Perlakuan 3
0.88266572 0.29422191 3.45
0.0206 Galat 76
6.47633388 0.08521492
Total Koreksi 79
7.35899959 Dari hasil analisis sidik ragam masing-masing faktor terlihat bahwa jenis
umpan berpengaruh terhadap hasil tangkapan pada taraf nyata 5, dengan p– value = 0,0296 0.05. Jenis bubu berpengaruh terhadap hasil tangkapan
α = 5, dengan p–value = 0.0396 0.05. Di antara bubu dan umpan tidak ada
interaksi pada taraf nyata 5 terlihat pada p–value = 0.3073 0.05 Tabel 16.
Tabel 16 Analisis sidik ragam masing-masing faktor terhadap total hasil tangkapan lobster
Sumber keragaman db
Kuadrat Tengah F
0,05
Probabilitas Umpan 1
0.41900295 4,92
0.0296 Bubu 1
0.37362545 4,38
0.0396 Interaksi Umpan-Bubu
1 0.09003732
1,06 0.3073
8 7
8 4
3 1
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
25 - 41 42 - 58
59 - 75 76 - 92
93 - 109 110 - 126
Selang Kelas Berat gram H
a s
il Tangk
apan Lobst e
r e
kor
di bawah size ekonomis
4.4.2 Perbedaan efektivitas bubu lipat
Berdasarkan penggunaan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping MPS dengan bubu lipat Standar S selama 20 trip operasi penangkapan tersebut
dengan mengabaikan penggunaan umpan, maka komposisi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 17. Perolehan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping MPS
untuk kelompok krustasea lobster sebagai Hasil Tangkapan Utama HTU dengan total 9 ekor 29,0, sementara komposisi hasil tangkapan perolehan
bubu lipat Standar S adalah kelompok krustasea lobster 22 ekor 71,0. Perolehan bubu lipat MPS untuk Hasil Tangkapan Sampingan HTS atau by-
catch dengan total 20 ekor 32,8, sementara komposisi hasil tangkapan
perolehan bubu lipat Standar S untuk by-catch dengan total 41 ekor 67,2.
Tabel 17 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis bubu lipat Jenis bubu lipat
Standar Modifikasi Pintu Samping
No. Hasil tangkapan
Jumlah Jumlah
ekor ekor
1 Utama: lobster
22 71.0 9
29.0 2 Sampingan:
By-catch 41
67.2 20
32.8
Dari hasil pengujian dengan uji Duncan, terlihat bahwa kedua jenis bubu, baik bubu lipat Modifikasi Pintu Samping MPS maupun bubu lipat Standar S
berbeda nyata pada taraf nyata 5. Dalam hal ini bubu yang paling baik digunakan adalah bubu lipat Standar S dengan nilai Mean 0,96025 yang lebih
besar dibandingkan dengan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping MPS yaitu yaitu 0,82358 Tabel 18.
Tabel 18 Uji Duncan untuk faktor bubu lipat terhadap hasil tangkapan lobster Mean
dengan nilai yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5 Duncan group
Jenis bubu lipat n
Mean A Standar
S 40
0,96025 B
Modifikasi Pintu Samping MPS 40
0,82358
Rata-rata hasil tangkapan lobster per trip ± SE dengan menggunakan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping MPS adalah 0,5 ekor ± 0,03, sedangkan bubu
lipat Standar S adalah 1,1 ekor ± 0,05 Gambar 55. Rata-rata hasil tangkapan
by-catch Samping
ekor ± 0,0 Be
bubu lipa hidup da
tangkapan dari bubu
sama den dapat me
standar S
Gambar 55
per trip ± MPS adal
08. Gambar erdasarkan
at modifikas an lengkap
nnya masih u lipat stand
ngan penguj ngurangi b
S.
5 Rata-rata penggunaa
Standar S
± SE deng lah 1 ekor ±
r 56. hasil peng
si pintu sam p semua
h kecil hing dar. Hasil in
jian sebelum by-catch hin
hasil tangk an bubu lipat
gan menggu ± 0,08, seda
amatan di mping berha
anggota b gga kemam
ni juga mem mnya. Nam
ngga 50
kapan lobste t Modifikasi
unakan bub angkan bubu
lapangan d asil menang
badannya, mpuan mena
mberikan n mun demik
dibandingk
er ekor p Pintu Samp
bu lipat M u lipat Stan
dan analisis gkap lobster
meskipun angkap lob
nilai efektiv kian, bubu
kan penggun
per trip ± ping MPS d
Modifikasi ndar S ada
s terlihat b r dalam kea
rata-rata ster hanya
vitas yang r lipat modif
naan bubu
SE berdas dengan bubu
Pintu alah 2
ahwa adaan
hasil 50
relatif fikasi
lipat
sarkan u lipat
Gam
samp untu
sehin
diper terta
diop
Tabe No
1 2
mbar 56 Rata- peng
Stand
Pengujia ping dan bu
uk melihat r ngga dapat
Unit ala rhitungkan
angkap pad erasikan un
l 19 Nilai ef .
Standar Modifika
-rata hasil ggunaan bubu
dar S
an berdasark ubu lipat st
respons has diketahui ef
at tangkap nilai efek
da jenis bu ntuk keselur
fektivitas bub Jenis
bubu lipa S
asi Pintu Sam tangkapan
u lipat Modi
kan faktor b tandar telah
sil tangkap fektivitasny
penelitian ktivitasnya,
ubu lipat ruhan trip pe
bu lipat
at mping MPS
by-catch e ifikasi Pintu
bubu lipat, y h dilakukan
an lobster ya.
menggunak , yaitu pr
tertentu te enangkapan
Jumlah lobster
ekor 22
9 ekor per tr
Samping M
yaitu bubu n selama 20
dari masin
kan sistem osentase ju
erhadap tot n Tabel 19
Jumlah Hari
operasi trip
20 20
rip ± SE b MPS dengan
lipat modif 0 trip. Pen
ng-masing b
longline y
umlah lob tal bubu l
.
Jumlah bubu
lipattrip bubu
12 12
berdasarkan n bubu lipat
fikasi pintu ngujian ini
bubu lipat,
yang dapat ster yang
lipat yang
Efektivitas bubu lipat
9.2 3.8
s
2 8
Berdasarkan perhitungan nilai efektivitas bubu lipat pada Tabel 19 di atas, maka efektivitas bubu lipat standar 9,2 lebih besar dibandingkan dengan bubu
lipat modifikasi pintu samping 3,8. Bubu lipat modifikasi pintu samping memberikan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bubu lipat
standar yang merupakan hasil yang sama dengan pengujian sebelumnya, sehingga bubu lipat standar dapat dikatakan lebih baik dalam memberikan hasil tangkapan
lobster.
4.4.3 Perbedaan efektivitas umpan
Berdasarkan penggunaan umpan cacing tanah dengan umpan tembang standar selama 20 trip operasi penangkapan dengan mengabaikan jenis bubu
lipat yang digunakan, maka komposisi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 20. Perolehan bubu lipat dengan umpan cacing tanah untuk kelompok krustasea
lobster sebagai HTU dengan total 22 ekor 71,0, sementara komposisi hasil tangkapan perolehan bubu lipat dengan umpan tembang standar adalah
kelompok krustasea lobster 9 ekor 29,0. Perolehan bubu lipat dengan umpan cacing tanah untuk by-catch dengan total 24 ekor 39,3, sementara komposisi
hasil tangkapan perolehan bubu lipat dengan umpan tembang Standar by-catch dengan total 37 ekor 60,7.
Tabel 20 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan Jenis umpan
Tembang Cacing tanah
No. Hasil tangkapan
Jumlah Jumlah
ekor ekor
1 Utama: lobster
9 29.0
22 71.0
2 Sampingan: By-catch
37 60.7
24 39.3
Dari hasil pengujian dengan uji Duncan, terlihat bahwa kedua jenis umpan, baik umpan cacing tanah maupun umpan ikan tembang standar berbeda
nyata pada taraf nyata 5. Dalam hal ini bahwa umpan cacing tanah lebih baik dibandingkan dengan umpan standar yang biasa digunakan oleh nelayan, dimana
nilai Mean umpan cacing tanah sebesar 0.96429 lebih besar dibandingkan dengan penggunaan umpan tembang standar yaitu 0.81954 Tabel 21.
Tabe D
meng yang
Gam yang
lipat Gam
mem lobst
ump
Gam l 21 Uji Dun
Mean de
Duncan group A
B
Rata-rat ggunakan u
g mengguna mbar 57. R
g mengguna t yang men
mbar 58. Hasil an
mberikan ni ter lebih d
an tembang
mbar 57 Rata- peng
ncan untuk f engan nilai y
p
a hasil tang umpan cacin
akan umpan Rata-rata ha
akan umpan nggunakan
nalisis men ilai efektivi
dari 50 d g standar.
-rata hasil ggunaan bubu
faktor umpan ang sama tid
Jenis u Tembang
Cacing
gkapan lob ng tanah ad
n tembang asil tangkap
n cacing tan umpan tem
nunjukkan itas yang le
dibandingka
tangkapan u lipat denga
n terhadap ha dak berbeda n
mpan standar
tanah
ster per trip dalah 1,1 ek
standar a pan by-catch
nah adalah 1 mbang sta
bahwa pen ebih baik d
an dengan
lobster ek an umpan cac
asil tangkapa nyata pada ta
n 40
40
p ± SE den kor ± 0,03,
adalah 0,5 h
per trip ± 1,2 ekor ± 0
andar adal
nggunaan u dengan kem
bubu lipat
kor per tri cing tanah da
an lobster araf nyata 5
Me 0.81
0.96
ngan bubu sedangkan
ekor per tr SE dengan
0,06, sedang lah 1,9 eko
umpan cac mampuan m
yang men
ip ± SE b an umpan tem
ean 954
429
lipat yang bubu lipat
rip ± 0,03 bubu lipat
gkan bubu or ± 0,08
cing tanah menangkap
nggunakan
berdasarkan mbang S
Gambar 58
Pe umpan ika
ini untuk mengguna
efektivitas Un
diperhitun tertangkap
bubu lipat
Tabel 22 N No.
1 Te 2 Ca
Be maka efek
besar diba
8 Rata-rata penggunaa
engujian ber an tembang
k melihat akan mas
snya. nit alat ta
ngkan nilai p pada bubu
t yang diope
Nilai efektivi Jen
um embang stan
acing tanah
erdasarkan ktivitas bub
andingkan d
hasil tangk an bubu lipat
rdasarkan fa g dan cacing
respons h ing-masing
angkap pe efektivitasn
u lipat yang erasikan un
itas umpan nis
mpan ndar
alternatif
perhitungan bu lipat yang
dengan yang
kapan by-cat t dengan ump
faktor umpa g tanah telah
hasil tangka g jenis u
enelitian m nya, yaitu s
g menggunak ntuk keseluru
Jumla lobste
ekor
n nilai efek g mengguna
g mengguna
tch ekor pan cacing ta
an, yaitu bub h dilakukan
apan lobst umpan, se
menggunaka ebagai pros
kan jenis um uhan trip pe
ah Jumla er
Hari operas
r trip 9
22
ktivitas ump akan umpan
akan umpan
per trip ± anah dan ump
bu lipat yan n selama 20
ter dari bu ehingga d
an sistem sentase jum
mpan terten enangkapan
ah Jumla i
bubu si lipattr
bubu 20
20
pan pada T n cacing tan
n tembang
SE berdas pan tembang
ng menggun 0 trip. Peng
ubu lipat dapat dike
longline d
mlah lobster ntu terhadap
n.
ah Efektiv
u bubu l
rip u
12 12
Tabel 22 di nah 9,2
3,8.
sarkan g S
nakan gujian
yang etahui
dapat yang
p total
vitas lipat
3.8 9.2
atas, lebih
4.5
diket penu
diper 9 jam
10,3 stan
bahw kada
diban berd
jam 45,1
meng penu
Gam
Gam
Perubaha
Berdasa tahui bahw
urunan kada rhitungkan
m, dan 12 j 5, 10,41
ndar diman wa data aw
ar protein ndingkan d
dasarkan lam dan terjad
6, 50,90 galami pen
urunan 9,76 mbar 60.
mbar 59 Perub lama
an Kadar P
rkan hasil a a data awal
ar protein berdasarkan
jam dan te , 11,27,
na hasil anal wal umpan t
yang dengan um
ma perendam di penuruna
, 51,76 nurunan ka
6 ± 0,40 d
bahan kadar a perendaman
Protein da
analisis kad l umpan cac
yang dip n lama pere
rjadi penur , dan 12,41
lisis kadar p tembang m
diperhitun mpan cacin
man selama an berturut
Gambar 5 adar protei
dibandingka
protein ump n
an Lemak
dar protein cing tanah m
perhitungka endaman se
runan bertur 1. Begit
protein mengandung
ngkan dari ng tanah.
a 1 jam, 2 j t-turut adal
9. Dengan in yang c
an dengan
pan cacing ta
Umpan
gram da mengandun
an dari data lama 1 jam
rut-turut ad tu juga den
gram dalam g 11,67 d
data awa Analisis y
am, 3 jam, lah 5,40
n demikian cukup lamb
umpan tem
anah dan tem
alam 100 gr ng 18,45 d
a awal. Ana m, 2 jam, 3 ja
dalah 5,53 ngan umpan
m 100 gram dan terjadi p
al yang le yang diper
6 jam, 9 ja , 12,77
, bahwa cac bat dengan
mbang 34,90
mbang berdasa
ram, maka dan terjadi
alisis yang am, 6 jam,
, 8,56, n tembang
m diketahui penurunan
ebih besar rhitungkan
am, dan 12 , 43,44,
cing tanah n rata-rata
0 ± 3,40
arkan
Gambar 60
Be diketahui
penurunan diperhitun
9 jam, da 59,72, 7
standar bahwa da
kadar lem dibanding
berdasark jam dan
37,50, 5 mengalam
65,48 ±
0 Rata-rata tembang b
erdasarkan bahwa dat
n kadar lem ngkan berda
an 12 jam d 72,99, 78
dimana has ata awal um
mak gkan denga
kan lama pe terjadi pen
55,77, 75 mi penuruna
± 3,04 diban
perubahan k erdasarkan l
hasil analis a awal ump
mak yan asarkan lam
dan terjadi p 8,20, dan
sil analisis k mpan temb
yang dipe an umpan
rendaman s nurunan be
,96 Gam an kadar lem
ndingkan den
kadar protei ama perenda
sis kadar lem pan cacing
ng diperhitu ma perendam
penurunan b n 90,52.
kadar lemak bang menga
erhitungkan cacing tan
selama 1 jam erturut-turut
mbar 61. D mak yang le
ngan temba
in ± SE aman
mak gr tanah meng
ungkan dar man selama
berturut-tur Begitu jug
k gram andung 1,0
dari data nah. Ana
m, 2 jam, 3 t adalah 2
Dengan dem ebih cepat d
ang 41,51
E umpan c
ram dalam gandung 2,
ri data awal 1 jam, 2 jam
rut adalah ga dengan u
m dalam 100 4 dan te
a awal ya alisis yang
3 jam, 6 jam 23,08, 24
mikian, bahw dengan rata
± 3,44 Ga
cacing tanah
100 gram, m 11 dan te
l. Analisis m, 3 jam, 6
45,2, 46, umpan tem
0 gram dike erjadi penur
ang lebih diperhitun
m, 9 jam, da 4,04, 32,
wa cacing t a-rata penur
ambar 62.
h dan
maka erjadi
yang 6 jam,
45, mbang
etahui runan
kecil ngkan
an 12 69,
tanah runan
Gam
Gam mbar 61 Perub
lama
mbar 62 Rata- berda
bahan kadar a perendaman
-rata perubah asarkan lama
10 20
30 40
50 60
70 80
90
R a
ta -r
a ta
pe nur
una n k
a da
r le
m a
k +
- SE
lemak umpa n
han kadar lem a perendaman
65
JEN
C T
an cacing tan
mak ± SE n
.48
41.51
1
NIS UMPAN
Cacing tanah Tembang
nah dan temb
E umpan cac
1
bang berdasa
cing tanah da rkan
an tembang
Penurunan kadar protein umpan cacing tanah yang lebih lambat menunjukkan bahwa cacing tanah lebih tahan lama dalam waktu perendaman
dibandingkan dengan umpan tembang standar dan hal ini dapat menjadi acuan penjelasan bahwa cacing tanah adalah umpan yang efektif dalam penangkapan
lobster dengan alat tangkap bubu lipat. Hasil perendaman terhadap umpan cacing tanah dan tembang terlihat
terjadi beberapa perubahan seperti warna umpan, dan bau khas dari masing- masing umpan. Semakin lama di rendam, warna umpan terlihat berubah, seperti
cacing tanah akan berubah menjadi berwarna hitam, lumer dan lengket. Saat masih dalam keadaan basah cacing tanah masih berbau khas dan segar, namun
setelah mengering akan berbau busuk. Umpan tembang dalam keadaan basah, setelah dilakukan perendaman tidak terlalu terlihat perubahannya, karena umpan
tembang yang direndam adalah utuh per ekor ikan dan berbau khas ikan segar. Namun saat sudah mulai kering akan tercium bau ikan yang tidak segar lagi dan
ikan terlihat mulai pucat. Perubahan fisik umpan setelah perendaman dapat dilihat pada Lampiran 11.
5 PEMBAHASAN
5.1 Bubu Lipat
Bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat pintu atas dengan penambahan pintu jebakan bentuk kisi-kisi merupakan desain dan konstruksi
yang pertama kali dibuat. Cacing tanah sebagai hewan yang berasal dari daratan sudah sering dilakukan sebagai umpan untuk memancing ikan di perairan umum.
Kegiatan experimental fishing menggunakan bubu lipat modifikasi dengan menggunakan umpan cacing merupakan kegiatan uji coba penangkapan yang
juga pertama kali dilakukan. Melalui pengujian, diharapkan dapat diukur efektivitasnya bila dibandingkan dengan bubu lipat standar dan umpan standar.
Spesifikasi bubu lipat pintu samping dengan pintu jebakan yang berbentuk kisi-kisi adalah : bentuk bubu empat persegi panjang box type;
ukuran 60 cm x 45 cm x 30 cm pxlxt; memiliki satu pintu masuk di bagian samping; sudut slope net bagian atas dan bawah adalah 22,5°; bingkai bubu
bahan besi galvanis berdiameter 6 mm; badan jaring cover net bahan Polyethylene
PE mesh size 1,5 inci 210 D18; pintu jebakan bentuk kisi-kisi bahan plastik dengan tebal 1 mm.
Spesifikasi bubu lipat pintu atas dengan pintu jebakan yang berbentuk kisi-kisi adalah : bentuk bubu trapesium trapezoidal type; ukuran 60 cm x 45
cm x 30 cm pxlxt; memiliki satu pintu masuk di bagian atas; sudut slope net bagian samping adalah 70°; bingkai bubu bahan besi galvanis berdiameter 6
mm; badan jaring cover net bahan Polyethylene PE mesh size 1,5 inci 210 D18. pintu jebakan bentuk kisi-kisi bahan plastik dengan tebal 1 mm.
Bubu lipat modifikasi pintu samping dengan bubu lipat modifikasi pintu atas secara konstruksi berbeda posisi pintu masuknya. Kedua bubu lipat
modifikasi juga berbeda dengan bubu lipat standar yang merupakan bubu lipat rajungan. Pengujian bubu lipat modifikasi terhadap bubu lipat standar
merupakan pengujian terhadap bubu lipat acuan. Bubu lipat standar mungkin saja hanya memperoleh hasil tangkapan rajungan dan tidak mendapatkan lobster
karena bubu lipat standar adalah bubu rajungan dengan bentuk pintu masuk yang
menyempit slit type. Bubu lipat modifikasi mungkin saja dapat menangkap keduanya, baik lobster maupun rajungan.
5.2 Bubu Lipat dan Umpan Standar
Hasil tangkapan bubu lipat penelitian pada pengujian efektivitas bubu lipat, yaitu bubu lipat modifikasi pintu samping, bubu lipat modifikasi pintu atas
dan bubu lipat standar dengan menggunakan umpan tembang telah dilakukan selama 31 trip. Hasil tangkapan terdiri dari lobster lobster hijau pasir -
Panulirus homarus , lobster hijau - Panulirus versicolor, dan lobster mutiara -
Panulirus ornatus , rajungan – blue swimming crab, sotong-Sepia sp., kerapu
tutul- Epinephelus maculatus, dan
Singreng
-
Canthigaster sp.
. Hasil pengujian efektivitas bubu lipat penelitian, yaitu antara bubu lipat
modifikasi pintu samping, bubu lipat modifikasi pintu atas dengan bubu lipat standar menunjukkan bahwa bubu lipat standar lebih baik dibandingkan dengan
bubu lipat modifikasi. Sementara, bubu lipat modifikasi pintu samping lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu atas.
Bubu lipat standar penelitian untuk menangkap lobster memiliki ukuran pxlxt lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat standar untuk menangkap
rajungan, sehingga bubu lipat standar penelitian diduga memiliki peluang yang lebih besar untuk menangkap lobster lebih banyak bila dibandingkan dengan
bubu lipat standar yang biasa dipakai untuk menangkap rajungan; Bubu lipat modifikasi pintu samping hanya memiliki satu pintu, sama
halnya dengan bubu lipat modifikasi pintu atas. Sedangkan bubu lipat standar memiliki dua pintu samping, sehingga diduga akan memberikan peluang yang
cukup besar bagi lobster untuk memasuki bubu lipat standar dengan catatan bahwa posisi jatuhnya bubu lipat standar saat dilakukan setting alat tangkap dan
berada di dasar perairan dalam keadaan tidak terbalik. Bila posisi bubu lipat standar terbalik di dasar perairan akan menempatkan sudut slope net akan
menjadi cukup tinggi yaitu 67,5° yang dapat menyulitkan lobster untuk bergerak menuju pintu masuk. Bubu lipat modifikasi pintu atas memiliki sudut slope net
yang paling tinggi, yaitu 70° dan hanya berhasil menangkap 3 ekor lobster yang merupakan jumlah yang sedikit dibandingkan dengan hasil tangkapan lobster
pada bubu lipat standar dan bubu lipat modifikasi pintu samping masing-masing 25 ekor dan 14 ekor. Kondisi sudut slope net yang cukup tinggi diduga akan
menyulitkan bagi lobster untuk mencapai pintu masuk bubu. Di Selandia Baru untuk penangkapan lobster memiliki bukaan mulut yang berbentuk lingkaran dan
terletak di bagian atas bubu dan berhasil menangkap lobster Gorman, 1996. Bubu lipat yang dilakukan modifikasi hanya menggunakan satu pintu adalah
untuk lebih membesarkan volume ruangan dalam bubu lipat, sehingga bubu lipat diduga dapat memiliki peluang untuk memperoleh lobster lebih dari satu ekor.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Thomas 1954 yang diacu dalam Shelton and Hall 1981 yang melakukan pengujian terhadap alat tangkap bubu
antara scottish creel pintu samping jumlah satu pintu dengan traditional cornish inkwell pot
pintu atas jumlah satu pintu yang memberikan hasil tangkapan lobster jenis Homarus gammarus masing-masing adalah 66 ekor dan 48 ekor
dalam 384 hauling. Secara statistik menunjukkan bahwa hasil tangkapan lobster dari setiap alat tangkap bubu tersebut terbukti tidak berbeda nyata dalam jumlah
dan ukuran; Ukuran pintu masuk bubu lipat modifikasi, baik modifikasi pintu samping
maupun pintu atas memiliki ukuran pintu masuk yang cukup luas, yaitu 30 cm x 14 cm panjang x tinggi atau lebar dibandingkan dengan ukuran pintu masuk
bubu lipat standar penelitian. Pintu masuk bubu lipat standar berbentuk ellips atau slit type merupakan bentuk pintu masuk yang mengerucut seperti bentuk
lubang di batu karang dengan ukuran yang sempit. Celah yang kecil dapat membuat lobster tetap berusaha masuk ke dalam bubu, terutama untuk lobster
yang berukuran kecil. Sementara, meskipun bubu lipat modifikasi memiliki ukuran yang cukup luas, namun penggunaan pintu plastik bentuk kisi-kisi dapat
saja mengganggu bagi lobster untuk masuk ke dalam bubu. Penggunaan pintu pemicu bentuk kisi-kisi pada mulut bubu lipat
modifikasi selain berfungsi untuk memberikan peluang bagi lobster untuk mudah masuk, tetapi sulit untuk keluar dan sekaligus bagian dari upaya untuk
mengurangi hasil tangkapan sampingan by-catch. Seperti yang diungkapkan oleh Phillips et al., 1980 bahwa desain yang tepat dari perangkap adalah
membuat lobster dapat masuk melalui mulut bubu dan menyulitkannya untuk
keluar. Pengamatan lobster dalam tangki percobaan Shelton, 1981 menjelaskan bahwa masuknya lobster ke dalam perangkap mungkin diperlambat oleh
kesulitan pengalaman dalam menemukan pintu masuk. Lobster membutuhkan waktu yang cukup lama dalam berusaha mendapatkan jalan ke arah umpan
hingga pada bagian sisi dari perangkap, khususnya jika ada bagian dari jaring yang tersentuh tangan yang terkontaminasi umpan, dimana ada periode waktu
bagi lobster dalam usaha memakan jaring yang terkontaminasi umpan tersebut. Namun, dapat saja bahwa pemasangan pintu pemicu bentuk kisi-kisi justru dapat
menghalangi bagi lobster untuk masuk. Pada kondisi tersebut diperlukan penelitian lanjutan yang terkait dengan performa bubu lipat modifikasi terkait
dengan cara dan keberhasilan lobster memasuki bubu lipat modifikasi. Hasil tangkapan lobster memiliki ukuran yang masih kecil baby lobster
dengan ukuran berat gram 100 gram. Hal ini diduga karena kegiatan penangkapan dilakukan pada kedalaman yang cukup dangkal, yaitu antara 5 – 15
meter dengan substrat dasar perairan lumpur, pasir dan berkarang. Berdasarkan informasi dari nelayan setempat bahwa perairan di daerah penelitian sering
tertangkap juvenil lobster oleh alat tangkap bagan tancap pada kedalaman 10 meter. Sehingga diduga bahwa perairan tersebut sebagai tempat bertelurnya
lobster spawning ground hingga berkembang menjadi lobster kecil baby lobster. Pada musim tertentu di perairan tersebut, lobster dengan ukuran kecil
akan berlimpah dan penggunaan bubu lipat akan memberikan hasil tangkapan lobster. Menurut Goni et al. 2003, bahwa kondisi matang gonad secara
fisiologi size at maturity untuk lobster betina dari spiny lobster di Perairan Mediterania terjadi pada ukuran panjang karapas antara 76 – 77 mm. Sedangkan
untuk lobster jantan dari lobster yang sama terjadi pada ukuran panjang karapas 82,5 mm. Bila dibandingkan dengan lobster hasil tangkapan yaitu ukuran
panjang karapas 70 mm, maka kondisinya belum dalam keadaan matang gonad. Peran IPTEK dalam pengembangan perikanan bubu menjadi sangat
penting untuk tujuan-tujuan yang berhubungan dengan aspek pemanfaatan sumber daya dan aspek keberlanjutan sumber daya. Faktor yang menjadi daya
tarik bagi nelayan dalam memanfaatkan sumber daya lobster adalah selain memiliki harga yang cukup tinggi, lobster yang tertangkap dalam keadaan hidup
dengan ukuran kecil di bawah size ekonomis dapat dikembangkan kegiatan budidaya pembesaran dalam karamba apung. Dengan kata lain, bahwa
penangkapan lobster dengan alat tangkap bubu lipat dapat memberikan manfaat lain, yaitu perolehan bibit lobster dari alam untuk kegiatan usaha budidaya
pembesaran.
5.3 Bubu Lipat Modifikasi dan Umpan Cacing Tanah
Hasil tangkapan bubu lipat penelitian pada pengujian efektivitas bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat standar dengan menggunakan
umpan cacing tanah dan umpan tembang selama 20 trip, relatif homogin dengan hasil tangkapan pada pengujian efektivitas bubu lipat dengan umpan tembang
standar yang telah dilakukan sebelumnya 31 trip. Hasil tangkapan terdiri dari lobster lobster hijau pasir - Panulirus homarus, lobster hijau - Panulirus
versicolor , dan lobster mutiara - Panulirus ornatus, rajungan - swimming crab,
sotong-Sepia sp., kerapu tutul- Epinephelus maculatus, dan udang ronggeng- Squilla mantis
. Lobster yang dominan tertangkap adalah jenis lobster hijau pasir
Panulirus homarus. Lobster yang tertangkap berada pada selang kelas panjang karapas 77 mm yang merupakan ukuran lobster yang masih kecil baby
lobster . Berdasarkan selang kelas berat gram lobster yang tertangkap sebanyak
30 ekor merupakan di bawah ukuran ekonomis, karena di bawah 100 gram harga lobster sangat rendah, selain juga karena memang ukuran yang masih kecil untuk
dimanfaatkan. Namun demikian salah satu jenis lobster hijau pasir Panulirus homarus
yang tertangkap pada trip ke-8 dengan ukuran panjang karapas CL 72 mm dan berat 120 gram sudah memiliki telur.
Kondisi matang dewasa pertama lobster memiliki ukuran panjang karapas yang berbeda-beda. Seperti yang diungkapkan oleh Montgomery 1992 bahwa
tidak ada perbedaan secara signifikan dalam panjang karapas CL antara ukuran lobster pada saat matang dewasa pertama dan ukuran lobster saat pemuliaan.
Kriteria Pencapaian matang dewasa ini adalah kehadiran setae yang berkembang dengan baik, atau adanya telur melekat pada pleopods kaki renang. Tidak ada
perbedaan signifikan dalam panjang karapas CL antara ukuran lobster pada saat matang dewasa pertama dan ukuran lobster saat pemuliaan Montgomery 1992.
Umumnya kondisi matang dewasa didefinisikan sebagai ukuran pertama atau usia di mana 50 dari hewan mencapai kematangan seksual Somerton 1980
diacu dalam Montgomery 1992. Aiken dan Waddy 1980 diacu dalam
Montgomery 1992 menjelaskan berbagai karakteristik lobster yang telah digunakan untuk menentukan matang dewasa, yaitu termasuk perubahan dalam
hubungannya dengan morfometrik, dimorfisme dari pleopods, kondisi ovarium, kehadiran telur, kehadiran kelimpahan spermatophoric, dan perubahan dalam
sternalis. Sebuah pengetahuan tentang ukuran di mana hewan mencapai kondisi
matang dewasa dapat menjadi penting dalam pengelolaan stok. Hal ini memungkinkan, yaitu kombinasi informasi tentang distribusi panjang individu
dan perkiraan proporsi hewan yang mampu berkembang biak dalam populasi. Hal ini dapat digunakan juga sebagai ukuran yang mendasari ukuran minimum yang
legal dan atau usia untuk hewan yang diperbolehkan untuk ditangkap. Tujuan dalam pengelolaan adalah untuk melindungi hewan yang cukup matang dewasa
dari kegiatan penangkapan sehingga stok yang ada cukup untuk mempertahankan populasi, atau untuk mempromosikan ukuran maksimum yang tertangkap dari
jenis yang diinginkan dari individu dengan ukuran tertentu dalam populasi Alen 1954 diacu dalam Montgomery 1992.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor bubu lipat bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat standar dan perlakuan umpan
cacing tanah dan tembang yang dilakukan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan lobster F
value α=5
= 3,45 F
tabel
= 2.72 atau p- value = 0.0206 0.05. Selanjutnya, hasil analisis sidik ragam untuk masing-
masing faktor, yaitu untuk penggunaan jenis bubu lipat bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan lobster
p–value
α=5
= 0.0396 0.05. demikian juga dengan penggunaan jenis umpan cacing tanah dan tembang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan lobster
p–value
α=5
= 0,0296 0.05. Sedangkan di antara bubu dan umpan tidak ada interaksi terhadap perolehan hasil tangkapan lobster p–value
α=5
= 0.3073
0.05. Pada kondisi tersebut diperlukan analisis lanjutan untuk melihat perbedaan efektivitas masing-masing diantara faktor bubu lipat dan perlakuan umpan dalam
memperoleh hasil tangkapan lobster. Atau dengan kata lain bahwa faktor bubu lipat dan perlakuan umpan masing-masing berpengaruh nyata terhadap hasil
tangkapan lobster. Gunarso 1985 menyatakan bahwa untuk memudahkan dalam
menangkap ikan selain menggunakan alat tangkap, dibutuhkan juga taktik dan metode yang tepat. Selain adanya interaksi yang saling ketergantungan, antara
lain seperti kepada jenis ikan, kondisi fisiologis ikan, musim atau bahkan perubahan waktu dalam sehari. Taktik dalam penangkapan dengan bubu
diperlukan bagaimana bubu dapat menarik perhatian lobster lobster attraction bahwa bubu dapat berfungsi sebagai tempat berlindung shelter atau tempat
bersembunyi hiding place dan taktik penggunaan umpan untuk tujuan menimbulkan rangsangan umpan bersifat kimiawi chemical bait. Faktor bubu
lipat saat di dasar dapat berfungsi sebagai tempat berlindung shelter atau tempat bersembunyi hiding place, sedangkan penggunaan umpan dapat
menimbulkan bau akibat faktor kimiawi umpan chemical bait. Hasil uji Duncan terhadap faktor bubu lipat adalah bahwa kedua jenis
bubu, baik bubu lipat modifikasi pintu samping maupun bubu lipat Standar berbeda nyata pada taraf
α = 5. Dalam hal ini bubu yang paling baik digunakan adalah tetap bubu lipat Standar Mean = 0,96025 dibandingkan dengan bubu
lipat modifikasi pintu samping Mean = 0,82358. Hasil uji duncan juga diperkuat oleh analisis rata-rata hasil tangkapan lobster per trip bubu lipat standar
1,1 ekor ± 0,05 lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu samping 0,5 ekor ± 0,03. Demikian juga dengan nilai efektivitas bubu lipat,
yaitu bahwa efektivitas bubu lipat standar 9,2 lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu samping 3,8. Kondisi ini sama dengan
hasil yang diperoleh dalam pengujian sebelumnya, yaitu bahwa efektivitas bubu lipat standar lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu samping
dan bubu lipat modifikasi pintu atas yang telah dilakukan experimental fishing dengan menggunakan umpan tembang. Hal ini menegaskan kembali bahwa bubu
standar masih lebih baik dalam perolehan hasil tangkapan lobster dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi.
Rata-rata hasil tangkapan sampingan by-catch per trip bubu lipat modifikasi pintu samping 1 ekor ± 0,08 lebih sedikit dibandingkan dengan bubu
lipat standar 2 ekor ± 0,08. Kondisi ini dapat dikatakan bahwa bubu lipat modifikasi dapat mereduksi by-catch hingga 50 dibandingkan penggunaan
bubu lipat standar. Namun demikian, jenis by-catch yang tertangkap juga memiliki nilai komersial yang cukup tinggi, seperti rajungan, ikan kerapu dan
sotong. Meskipun dapat mereduksi by-catch bagi bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat standar memperoleh hasil tangkapan lobster dan by-catch
dalam keadaan hidup. Hasil tangkapan jenis lobster memiliki ukuran yang masih kecil, sehingga diperlukan aspek pengelolaan yang baik dalam memanfaatkan
lobster dengan ukuran di bawah size ekonomis. Salah satu bentuk upaya pengelolaan yang menjadi pilihan adalah pengembangan budidaya pembesaran
lobster, dimana bibit lobster ditangkap dari alam sebagai hasil tangkapan bubu lobster kemudian dimasukan ke dalam karamba apung .
Bubu biasanya digunakan oleh nelayan untuk menangkap dan mempertahankan target tangkapan yang diinginkan yaitu lobster dan jenis
krustasea lainnya yang juga target yang baik, seperti halnya ikan bersirip, gastropoda dan moluska Miller 1990. Lebih dari itu, bubu juga mewakili alat
tangkap yang berguna untuk kegiatan pemanenan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab. Bubu adalah alat tangkap yang selektif, hasil tangkapan di
bawah ukuran ekonomis dapat dikembalikan ke perairan tanpa melukainya, sedikit hasil tangkapan sampingan atau by-catch Groneveld 2000 dan
mempunyai dampak yang minimum terhadap komunitas dasar perairan Eno et al.
, 2001. Lebih jauh dikatakan oleh Miller 1990, bahwa kualitas bubu lipat sebagai perangkap adalah karena hasil tangkapan dalam keadaan hidup dengan
kualitas yang sangat baik, hasil tangkapan di bawah ukuran ekonomis under size
dapat dikembalikan ke perairan dalam keadaan hidup dan biaya penangkapan rendah.
Umpan merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan suatu operasi penangkapan, khususnya untuk alat tangkap yang
bersifat pasif seperti bubu. Seperti yang dinyatakan oleh Raharjo dan Linting 1993, bahwa umpan merupakan perangsang yang memikat sasaran
penangkapan dan sangat berpengaruh untuk meningkatkan laju tangkap bubu. Percobaan-percobaan yang telah dilakukan dalam skala laboratorium
menunjukkan bahwa lobster Jasus lalandei memakan makanan yang disukainya jika diberikan pilihan, dan memilih umpan-umpan alami yang ada di laut sebelum
digunakan jenis makanan alami di darat daging hewan. Selanjutnya, Fielder 1965 menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi terkait dengan tingkah laku
makan lobster Jasus lalandei tentang makanan yang disukai, yaitu : 1 Lobster Jasus lalandei
memiliki tingkah laku makan yang selektif, yaitu jika diberikan pilihan makanan; 2 Umpan yang berasal dari laut, seperti ikan dan hiu lebih
disukai daripada umpan yang berasal dari daratan, seperti kuda dan kelinci; 3 Umpan segar lebih disukai dari pada umpan busuk; dan 4 Umpan cumi-cumi
termasuk jenis umpan yang efisien seperti halnya umpan ikan. Hasil uji Duncan terhadap perlakuan umpan adalah bahwa kedua jenis
umpan, baik umpan cacing tanah maupun tembang berbeda nyata pada taraf α =
5. Dalam hal ini umpan yang paling baik digunakan adalah cacing tanah Mean = 0.96429 dibandingkan dengan umpan tembang Mean = 0.81954. Hasil uji
duncan juga diperkuat oleh analisis rata-rata hasil tangkapan lobster per trip bahwa bubu lipat yang menggunakan umpan cacing tanah 1,1 ekor ± 0,03 lebih
baik dibandingkan dengan bubu lipat yang menggunakan umpan tembang 0,5 ekor ± 0,03. Demikian juga dengan hasil perhitungan nilai efektivitas umpan,
yaitu bahwa efektivitas bubu lipat yang menggunakan umpan cacing tanah 9,2 lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan umpan tembang
3,8. Rata-rata hasil tangkapan sampingan by-catch per trip untuk bubu lipat
yang menggunakan umpan cacing tanah 1,2 ekor ± 0,06 lebih sedikit dibandingkan dengan bubu lipat yang menggunakan umpan tembang 1,9 ekor ±
0,08. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengoperasian bubu yang menggunakan umpan cacing tanah dapat mereduksi by-catch hingga 36,8
dibandingkan dengan bubu lipat yang menggunakan umpan tembang.
5.4 Umpan Alternatif
Cacing tanah sebagai hewan yang berasal dari daratan sudah sering dilakukan sebagai umpan untuk memancing ikan di perairan umum. Kegiatan
experimental fishing menggunakan bubu lipat modifikasi dengan menggunakan
umpan cacing merupakan kegiatan uji coba penangkapan yang juga pertama kali dilakukan.
Hal-hal yang berhubungan dengan umpan sebagai atraktor dalam penangkapan ikan ditentukan oleh kandungan kimia umpan yang digunakan.
Kandungan kimia tersebut erat kaitannya sebagai perangsang bau yang meliputi kandungan proksimat protein dan lemak, asam amino, asam lemak dan
amoniak. Seperti yang dikatakan Sadhori 1985 menjelaskan bahwa umpan merupakan salah satu bentuk rangsangan stimulus yang bersifat fisika dan kimia
yang dapat memberikan respons bagi ikan-ikan tertentu dalam proses penangkapan. Begitu juga dengan lobster, umpan merupakan salah satu faktor
penting sebagai bahan atraktor dalam memikat lobster. Umpan yang mengandung unsur lemak, protein dan chitine serta adanya bau yang menyengat
merupakan umpan yang sangat baik sebagai bahan atraktor untuk memikat lobster Fielder 1965; Phillips and Cobb 1980; Moosa dan Aswandy 1984.
Hasil uji proksimat terhadap kadar protein umpan berdasarkan 6 tahap lama perendaman, yaitu lama perendaman 1, 2, 3, 6, 9, dan 12 jam terlihat bahwa
cacing tanah mengalami penurunan kadar protein yang cukup lambat dengan rata- rata penurunan 9,76 ± 0,40 dibandingkan dengan umpan tembang 34,90 ±
3,40. Dengan demikian, selain cacing tanah memiliki kandungan protein yang tinggi, juga memiliki ketahanan umpan yang cukup tinggi dibandingkan dengan
umpan tembang. Dalam protein kasar banyak mengandung asam amino yang berguna untuk menjadi stimulus makan bagi target tangkapan. Seperti yang
diungkapkan Engas and Lokkeborg 1994, bahwa umpan yang mengandung asam amino diidentifikasi dapat menjadi stimulus dan atraktor makan pada ikan
dan krustasea. Hampir semua studi mengenai rangsangan kimia untuk tingkah laku makan menunjukkan bahwa rangsangan makan pada ikan dan krustasea akan
hilang seiring dengan hilangnya kandungan asam amino pada umpan. Sedangkan
cacing tanah mengalami penurunan kadar lemak yang lebih cepat dengan rata- rata penurunan 65,48 ± 3,04 dibandingkan dengan umpan tembang 41,51 ±
3,44. Rantai kimia pada kandungan asam lemak apabila terpotong akan berpengaruh pada pembentukan komponen yang bertanggung jawab atas
rangsangan bau. Berdasarkan hasil penelitian di Samudera Pasifik, bahwa umpan yang mengandung banyak lemak menghasilkan tangkapan yang lebih baik
dibandingkan dengan umpan yang mengandung lemak yang kurang King 1986 diacu dalam
Rahardjo dan Linting 1993. Pendekatan penggunaan umpan alami yang berasal dari wilayah daratan
adalah bahwa umpan tersebut dapat dibudidayakan secara sederhana sehingga pengadaannya tidak membutuhkan biaya yang besar. Kegiatan pemeliharaan
dalam budidaya cacing tanah Lumbricus rubellus tidak dibutuhkan lahan yang luas atau biaya pakan yang mahal, karena pemeliharaan cacing tanah bersifat zero
feed cost Edwards and Lotfy 1972 diacu dalam Pardamean 2002. Penggunaan
cacing tanah sebagai umpan alternatif akan mengurangi tekanan terhadap pemanfaatan ikan rucah dalam upaya pengembangan perikanan bubu lobster.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian rancang bangun bubu lipat modifikasi dan penggunaan cacing tanah Lumbricus rubellus sebagai umpan alternatif untuk
penangkapan spiny lobster, yaitu : 1
Bubu lipat yang dibuat sebagai upaya perbaikan teknologi penangkapan ikan adalah bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat modifikasi
pintu atas masing-masing dengan rekayasa pintu jebakan berbentuk kisi-kisi dengan ukuran 60 cm x 45 cm x 30 cm pxlxt, sudut slope net bagian atas
dan bawah adalah 22,5° dan 70°. 2
Umpan cacing tanah mengalami penurunan kadar protein yang cukup lambat dengan rata-rata penurunan 9,76 ± 0,40 dibandingkan dengan
umpan tembang 34,90 ± 3,40. Dengan demikian, selain cacing tanah memiliki kandungan protein yang tinggi, juga memiliki ketahanan umpan
yang cukup tinggi dibandingkan dengan umpan tembang. Umpan cacing tanah mengalami penurunan kadar lemak yang lebih cepat dengan rata-rata
penurunan 65,48 ± 3,04 dibandingkan dengan umpan tembang 41,51 ± 3,44.
3 Kedua bubu lipat modifikasi dan bubu lipat rajungan berhasil memperoleh
hasil tangkapan lobster dan rajungan. Efektivitas bubu lipat rajungan sebagai standar pengujian 6,7 lebih besar dibandingkan dengan bubu
lipat modifikasi pintu samping 3,8 dan bubu lipat modifikasi pintu atas 0,8 dalam memperoleh hasil tangkapan lobster. Efektivitas bubu lipat
modifikasi pintu samping 3,8 lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu atas 0,8 dalam memperoleh hasil tangkapan
lobster. 4
Bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat rajungan berhasil memperoleh hasil tangkapan lobster dan rajungan. Faktor bubu lipat, baik
bubu lipat modifikasi pintu samping maupun bubu lipat standar berbeda nyata pada taraf
α = 5. Efektivitas bubu lipat rajungan sebagai standar