Kerangka Pemikiran Rancang bangun bubu lipat modifikasi dan penggunaan cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai umpan alternatif untuk penangkapan spiny lobster

dibandingkan dengan umpan busuk. George 1957 diacu dalam Fielder 1965 menyatakan bahwa lobster Panulirus Cygnus adalah pemulung berdasarkan hasil pengamatannya terhadap adanya rumput laut, pecahan karang, sisa ikan, Foraminifora, fragmen-fragmen kerang, dan partikel-partikel pasir dalam isi perut lobster. Telah diperiksa bagian gastric mill dari isi perut 30 spesimen lobster Jasus lalandei yang ditangkap oleh penyelam di dekat Tanjung Jaffa. Berkisar dari isi perut yang kosong hingga hampir penuh dan berisi jenis makanan yang serupa dengan yang digambarkan oleh penulis lainnya, yaitu berisi kepingan hewan yang dominan di daerah ini, dan termasuk gastropods, pelecypods, krustasea termasuk lobster lainnya, udang dan rajungan, landak laut, bryozoa, dan ganggang dengan beberapa partikel pasir. Tidak ada sisa-sisa ikan yang ditemukan, tetapi hanya sedikit yang diamati di daerah tersebut. Dengan pengecualian dari krustasea, semua spesies lain adalah sessile atau bergerak lamban. Sulit untuk menentukan apakah krustasea dimakan dalam keadaan hidup- hidup, tetapi beberapa jenis rajungan dan udang, termasuk Leander intermedius Stimpson, Paguristes frontalis Milne-Edwards, Naxia aurita Latreille, Ozius truncates Milne-Edwards, Helice haswellianus Whitelegge dan Ovalipes bipustulatus Milne-Edwards tetap dipertahankan dalam akuarium yang berisi spiny lobster dan tidak dibunuh dan dimakan. Di sisi lain, rajungan mati dan lobster mati, terutama mereka yang baru saja dilemparkan, dimakan. Makanan yang tersisa di akuarium lebih dari satu hari, yaitu cukup lama untuk menjadi busuk, tidak pernah dimakan Fielder 1965. Percobaan-percobaan yang telah dilakukan dalam skala laboratorium menunjukkan bahwa Jasus lalandei memakan makanan yang disukainya jika diberikan pilihan, dan memilih umpan-umpan alami yang ada di laut sebelum digunakan jenis makanan alami di darat daging hewan. Selanjutnya, Fielder 1965 menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi terkait dengan tingkah laku makan lobster Jasus lalandei tentang makanan yang disukai, yaitu : 1 Lobster Jasus lalandei memiliki tingkah laku makan yang selektif, yaitu jika diberikan pilihan makanan; 2 Umpan yang berasal dari laut, seperti ikan dan hiu lebih disukai daripada umpan yang berasal dari daratan, seperti kuda dan kelinci; 3 Umpan segar lebih disukai dari pada umpan busuk; dan 4 Umpan cumi-cumi termasuk jenis umpan yang efisien seperti halnya umpan ikan.

2.4 Mekanisme Makan

Kegiatan makan adalah proses yang berirama, kebanyakan kegiatan makan berlangsung selama tengah malam. Rekaman kegiatan makan yang dibuat dalam skala laboratorium dengan kondisi terang dan gelap yang konstan, menunjukkan bahwa irama makan ini banyak terjadi secara terus menerus dalam kondisi gelap yang konstan, tetapi tidak terjadi terus menerus dalam kondisi terang yang konstan. Lobster Jasus lalandei terangsang untuk makan oleh perubahan dari terang ke gelap Fielder 1965. Selanjutnya dikatakannya juga, bahwa lobster Jasus lalandei dalam akuarium makan menurut pola tetap. Ketika lobster mencari makan menemukan beberapa potensi makanan itu digenggam oleh walking leg kaki jalan dan maxilliped pertama. Lobster kemudian berusaha untuk kembali ke tempat penampungan sebelum benar-benar memakan makanan. Jika tempat penampungan tidak tersedia dekat, sebuah sudut dari akuarium dicari dan kemudian lobster mulai makan. Mekanisme makan tidak efisien dan banyak potensi makanan hilang. Makanan dicengkeram erat oleh mandibula dan kaki jalan kemudian digunakan untuk menarik makanan dari mandibula, merobek sepotong kecil dari massa makanan. Tiga pasang maxilliped memanipulasi makanan dengan gerakan melingkar dan bantuan kaki jalan pertama dalam merobek potongan dari makanan. Perlakuan ini cenderung menghancurkan massa makanan dan seekor lobster makan selalu dikelilingi oleh awan partikel makanan kecil yang hilang dan cenderung mencemari air di akuarium Fielder 1965.

2.5 Bahan Rangsangan Umpan bersifat Kimiawi

Gunarso 1985 menyatakan bahwa untuk memudahkan dalam menangkap ikan selain menggunakan alat tangkap, dibutuhkan juga taktik dan metode yang tepat. Metode untuk dapat membawa ikan ke dalam posisi yang dikehendaki ataupun ke dalam area suatu jenis alat tangkap tertentu, banyak tergantung antara lain kepada jenis ikan, kondisi fisiologis ikan, musim atau bahkan perubahan waktu dalam sehari. Taktik-taktik tersebut diantaranya adalah menarik perhatian ikan fish attraction, mengejuti ikan fish frightening, merangsang ikan agar melompat inducing fish to jump dan membius ikan stupeying. Taktik menarik perhatian ikan menjadi beberapa cara, yaitu : rangsangan umpan bersifat kimiawi chemical bait, rangsangan ikan bersifat penglihatan optical bait, rangsangan umpan bersifat pendengaran acoustic bait dan rangsangan umpan bersifat listrik electrical bait. Zat kimia yang bertindak sebagai perantara dalam komunikasi antara organisme dengan organisme disebut dengan semiokemikal dan terdiri dari alelokemikal Law and Regnier 1971 diacu dalam Kusumah 1988 dan feromon Mathews and Mathews 1978 diacu dalam Anonymous 1990. Amoniak adalah bentuk utama ekskresi nitrogen oleh kebanyakan hewan akuatik. Ikan-ikan teleostei mengekskresikan 60 hingga 90 nitrogen dalam bentuk amoniak ke perairan dan sebagian besar dikeluarkan oleh insang. Bentuk lain dari ekskresi nitrogen adalah urea, kreatin, kreotenin, trimetilalanin oksida dan asam amino. Amoniak merupakan jalur efisien dari ekskresi nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme protein dalam tubuh Saridewi 1998 diacu dalam Munadi 2006. Umpan daging hiu setelah direndam dalam air laut, warnanya menjadi putih, teksturnya mengeras dan bau amis dari darah segar berganti menjadi bau pesing. Zat yang dapat dijadikan indikator bau pesing tersebut adalah amoniak Hendrotomo 1989. Asam amino merupakan salah satu substansi kimia yang sangat sensitif terhadap indera pengecapan ikan. Alanin, glisin dan prolin merupakan jenis asam amino utama perangsang nafsu makan pada beberapa spesies ikan meskipun komposisi asam amino aktif ini berbeda untuk setiap spesies ikan Fujaya 2002. Berbagai jaringan hewan yang berasal dari darat maupun laut dapat berfungsi sebagai umpan untuk penangkapan lobster. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap efisiensi relatif dari umpan alami dan umpan buatan untuk lobster, Homarus gammarus berdasarkan hasil pengujian laboratorium dan experimental fishing menunjukkan bahwa : 1 Dibandingkan dengan umpan alami, umpan buatan dapat menarik dan menangkap lobster dengan efisiensi yang dapat diterima, 2 Ada keterbatasan dalam penggunaan umpan buatan sebagai