Novelty Rancang bangun bubu lipat modifikasi dan penggunaan cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai umpan alternatif untuk penangkapan spiny lobster

bahkan perubahan waktu dalam sehari. Taktik-taktik tersebut diantaranya adalah menarik perhatian ikan fish attraction, mengejuti ikan fish frightening, merangsang ikan agar melompat inducing fish to jump dan membius ikan stupeying. Taktik menarik perhatian ikan menjadi beberapa cara, yaitu : rangsangan umpan bersifat kimiawi chemical bait, rangsangan ikan bersifat penglihatan optical bait, rangsangan umpan bersifat pendengaran acoustic bait dan rangsangan umpan bersifat listrik electrical bait. Zat kimia yang bertindak sebagai perantara dalam komunikasi antara organisme dengan organisme disebut dengan semiokemikal dan terdiri dari alelokemikal Law and Regnier 1971 diacu dalam Kusumah 1988 dan feromon Mathews and Mathews 1978 diacu dalam Anonymous 1990. Amoniak adalah bentuk utama ekskresi nitrogen oleh kebanyakan hewan akuatik. Ikan-ikan teleostei mengekskresikan 60 hingga 90 nitrogen dalam bentuk amoniak ke perairan dan sebagian besar dikeluarkan oleh insang. Bentuk lain dari ekskresi nitrogen adalah urea, kreatin, kreotenin, trimetilalanin oksida dan asam amino. Amoniak merupakan jalur efisien dari ekskresi nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme protein dalam tubuh Saridewi 1998 diacu dalam Munadi 2006. Umpan daging hiu setelah direndam dalam air laut, warnanya menjadi putih, teksturnya mengeras dan bau amis dari darah segar berganti menjadi bau pesing. Zat yang dapat dijadikan indikator bau pesing tersebut adalah amoniak Hendrotomo 1989. Asam amino merupakan salah satu substansi kimia yang sangat sensitif terhadap indera pengecapan ikan. Alanin, glisin dan prolin merupakan jenis asam amino utama perangsang nafsu makan pada beberapa spesies ikan meskipun komposisi asam amino aktif ini berbeda untuk setiap spesies ikan Fujaya 2002. Berbagai jaringan hewan yang berasal dari darat maupun laut dapat berfungsi sebagai umpan untuk penangkapan lobster. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap efisiensi relatif dari umpan alami dan umpan buatan untuk lobster, Homarus gammarus berdasarkan hasil pengujian laboratorium dan experimental fishing menunjukkan bahwa : 1 Dibandingkan dengan umpan alami, umpan buatan dapat menarik dan menangkap lobster dengan efisiensi yang dapat diterima, 2 Ada keterbatasan dalam penggunaan umpan buatan sebagai pengganti total umpan alami pada sebuah skala komersial. Tetapi mungkin bahwa kombinasi umpan buatan dengan sedikit umpan alami akan menjadi solusi yang paling efektif untuk masalah-masalah saat ini bagi nelayan lobster komersial. Hasil ini menegaskan pengamatan sebelumnya yang dibuat pada kondisi laboratorium Mackie 1973 diacu dalam Mackie 1978 bahwa campuran dari bahan umum dan bahan kimia yang larut dalam air dan bukan satu bahan kimia yang penting untuk mendorong respons tingkah laku pencarian makanan oleh lobster. Ikan dan beberapa invertebrata merespons perbedaan dalam konsentrasi asam amino, asam lemak molekul komponen lipid, termasuk steroid, alkohol, salinitas dan temperatur Kobayashi and Fujiwara 1987 diacu dalam Kingsford et al. 2002. Menyertakan suhu di sini, karena faktor salinitas dan suhu air mempengaruhi kerapatan dan suhu dapat mempengaruhi penyebaran dan aktivitas rangsangan kimia.

2.6 Indera Penciuman

Crawford and De Smidt 1922 diacu dalam Fielder 1965 menunjukkan bahwa reseptor untuk indera penciuman Panulirus argus Latreille terletak pada flagellae dari antenna dan juga direkam oleh reseptor sensori pada kaki lobster. Lindberg 1955 diacu dalam Fielder 1965 menyatakan bahwa spiny lobster mendeteksi makanannya dengan penglihatan dan bau, dan bahwa lobster yang tidak memiliki antennule karena putus kurang mampu menemukan makanan. Selanjutnya dikatakannya juga bahwa lobster yang buta menunjukkan tingkah laku mencari makan yang normal, tapi kemampuan mereka untuk menangkap mangsa yang bergerak telah menjadi lemah. Dia menemukan rambut- rambut sensori pada semua anggota badan dan mengamati bahwa deteksi makanan oleh kaki adalah hal yang biasa. Deteksi visual dan deteksi kimiawi terhadap munculnya makanan menjadi faktor yang saling melengkapi pada lobster Jasus lalandei, meskipun deteksi visual tidak sangat efisien. Antennule lobster terus-menerus aktif menguji kondisi air. Darah ikan dimasukkan ke dalam akuarium yang menyebabkan merangsang kegiatan antennule dan melakukan orientasi terhadap titik distribusi rangsangan. Flagella pendek dari antennule, yang memiliki rambut sensori menjadi aktif dan setelah pengujian air, mengarahkan ke rangsangan. Sepotong ikan jatuh ke dalam akuarium dan antennule mengikuti gerakan seperti tenggelam. Akhirnya antennule berorientasi terhadap partikel makanan tersebut, dan jika cukup dekat dengan lobster, maka makanan tersebut akan dimakan. Indra rambut berada pada dasar kaki jalan dan mungkin di dalam ruang branchial . Seringkali makanan tidak terdeteksi sampai lobster berjalan di atasnya. Demikian pula, makanan ditempatkan di belakang atau ke satu sisi lobster, mungkin makanan tersebut akan dideteksi oleh indera rambut ini. Akan ditunjukkan kemudian bahwa lobster Jasus lalandei biasanya makan pada kondisi gelap dan bahwa mereka dapat makan cukup memadai dalam kegelapan total. Oleh karena itu akan tampak bahwa lokasi makanan dengan kandungan kimiawinya tersebut memberikan arti bahwa deteksi kimiawi lebih penting dari pada deteksi visual Fielder 1965. Dalam spiny lobster dan krustasea lain, sumber bau diperantarai pola tingkah laku mencari yang digerakkan terutama oleh syaraf indera kimiawi chemosensory neuron dalam antennule Steullet et al. 2001. Indra kimiawi adalah sangat penting dalam mediasi pola tingkah laku bagi banyak hewan. Dalam krustasea, peran indra kimiawi telah dibuktikan dalam interaksi makan, interaksi di tempat penampungan, interaksi seksual dan interaksi sosial Zulandt and Moore 1999 diacu dalam Steullet et al. 2001. Lobster dan krustasea lain memiliki berbagai jenis setae, termasuk sensilla dalam sistem syaraf indera kimiawi Hallberg et al. 1997 diacu dalam Steullet et al. 2001. Chemosensilla ini didistribusikan melalui hampir seluruh permukaan tubuh lobster, termasuk antena pertama antennule, antenna kedua, mulut, kaki, cephalothorax, perut dan telson Cate and Derby 2001 diacu dalam Steullet et al. 2001. Namun, itu adalah syaraf chemoreceptor di antennule, dengan lateral dan medial flagella, yang terutama menengahi respons jarak jauh pada lobster dan crayfish untuk sumber bau yang berbahan kimia Giri and Dunham 2000 diacu dalam Steullet et al. 2001. Krustasea mengandalkan indra penciuman mereka untuk mendeteksi mangsa dan menemukan pasangan Atema and Voigt 1995 diacu dalam Mead