Trend dan Siklikal Agregat Moneter

Siklikal nilai tukar juga menunjukkan beberapa pola. Setiap kali siklus mulai turun nilai tukar terapresiasi, terdepresiasi kembali melalui intervensi pemerintah. Intervensi dilakukan dengan kebijakan devaluasi. Devaluasi ini dimaksudkan untuk mengendalikan interval band batas bawah maupun batas atas fluktuasi nilai tukar. Setelah tahun 1997 hingga tahun 2001 terjadi beberapa fluktuasi kemudian kembali ke tingkat semula sebelum akhirnya terdepresiasi pada tingkat paling tinggi pada tahun 1997-1998. Nilai tukar ini akhirnya menurun kembali dimulai tahun 2000 dan terjadi fluktuasi kecil beberapa kali dan mulai stabil pada akhir tahun 2001. Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai tukar tetap fixed exchange rate secara perlahan didepresiasikan, baru kemudian terlihat bahwa nilai tukar lebih fluktuatif.

4.1.4. Trend dan Siklikal Agregat Moneter

Dibanding dengan variabel makro ekonomi lainnya, ageregat moneter Indonesia terlihat paling berfluktuasi. Trend dan siklikal agregat moneter disajikan dalam Gambar 10-17. Trend variabel ini meningkat terus menerus mendekati trend linier sempurna. Siklikal penawaran uang mengalami beberapa kali ekspansi dan kontraksi yang cukup tajam. Kontraksi uang giral yang terlihat dalam dimulai pada tahun 1991, berkaitan dengan adanya kebijakan mengenai pengetatan likuiditas. Uang kartal juga mengalami penurunan dan penawaran uang money supply mengalami hal yang sama. Gambar 10. Grafik Trend Uang Kartal Gambar 11. Grafik Siklikal Uang Kartal Gambar 12. Grafik Trend Uang Giral Gambar 13. Grafik Siklikal Uang Giral Gambar 14. Grafik Trend M2 Gambar 15. Grafik Siklikal M2 Gambar 16. Grafik Trend Suku Bunga Domestik Gambar 17. Grafik Siklikal Suku Bunga Domestik Trend dan siklikal suku bunga jangka pendek Indonesia digambarkan dalam Gambar 16 dan 17. Trend suku bunga cenderung mendatar dan mengalami peningkatan sejak tahun 1995 serta mengalami puncaknya pada tahun 1998 dan kemudian setelah tahun 1998 menunjukkan trend yang menurun. Siklikalnya terlihat mengalami ekspansi pada tahun 1990 dan kontraksi tahun 1991. Ekspansi yang sangat tajam terlihat pada tahun 1997 pada saat krisis, dan kontraksi kembali pada tahun 1998. Suku bunga perbankan Indonesia berada dalam posisi tertinggi di kawasan Asean dimaksudkan untuk mencegah pelarian modal capital flight. Hal ini dilakukan mengingat pelarian modal merupakan salah satu faktor penting yang mendorong terjadinya ketidakstabilan ekonomi Indonesia. Krisis nilai tukar yang terjadi beberapa bulan pada tahun 1994, telah memaksa pemerintah melakukan kebijakan uang ketat dengan menaikkan suku bunga hingga tahun 1995. Setelah itu suku bunga domestik menurun kembali. Peningkatan suku bunga yang sangat tinggi terjadi pada tahun 1997 pada saat krisis terjadi. Ketika nilai tukar menjadi tidak terkendali, pemerintah berupaya mengendalikan depresiasi nilai tukar yang sangat dalam melalui peningkatan suku bunga. Kebijakan ini terpaksa dilakukan apalagi didukung secara penuh oleh IMF sebagai dokter bagi krisis Indonesia. Walaupun kebijakan ini merupakan disinsentif bagi investasi dan menggoyahkan sektor riil, tetapi berlanjut hingga tahun 1998. Setelah tahun 1998 suku bunga kembali ke tingkat semula, selanjutnya terlihat kecenderungan suku bunga yang terus menurun setelah tahun 1998. Kebijakan ini terus berlanjut hingga tahun 2001, di mana fluktuasi agregat moneter telah mulai menurun. Pergerakan suku bunga domestik selain dipengaruhi oleh faktor-faktor internal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, terutama perubahan tingkat suku bunga Bank Sentral AS Federal Reserve. Pada periode ini Bank Sentral AS terus menerus menekan tingkat suku bunga ke tingkat yang paling rendah dalam rangka memberikan stimulus bagi perekonomiannya. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan suku bunga Indonesia yang cenderung menurun setelah tahun 1998.

4.2. Karakteristik dan Pola