f. Prasangka orang Jawa Prasangka yang dimiliki penduduk Jawa tidak banyak dan tidak keras
kepala, umumnya memperlihatkan perasaan terpuji dan ramah. Nasionalisme mereka sangat kuat, meskipun sangat menyanjung cerita tradisional tentang hal-
hal luar biasa yang terjadi pada masyarakat Jawa kuno. g. Karakter moral orang Jawa
Masyarakat Jawa sebenarnya merupakan penduduk yang dermawan dan ramah jika tidak diganggu dan ditindas. Dalam hubungan domestik, mereka baik,
lembut, kasih sayang dan penuh perhatian. Dalam hubungannya dengan masyarakat umum, mereka orang yang patuh, jujur dan beriman, memperlihatkan
sikap yang bijaksana, jujur, jelas dan berterus terang. Orang Jawa memiliki pembawaan yang tenang, pada umumnya bebas dan royal jika dilihat dari barang-
barang yang dimilikinya. Keramahan adalah sifat yang umum mereka miliki, orang Jawa juga sangat
sensitif dan pemalu meskipun sebenarnya ambisius untuk mendapatkan kekuasaan dan nama baik.
2.2.4 Kaidah Dasar Kehidupan Masyarakat Jawa
Hildred Geertz dalam Sardjono, 1992: 16 ada dua kaidah yang paling menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kaidah-kaidah yang
dimaksud pertama adalah kaidah yang mengatakan bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap sedemikian rupa agar manusia dalam cara bicara dan
membawa diri hendaknya selalu menunjukkan sikap hormat kepada orang lain,
sesuatu dengan kedudukan dan derajat mereka. Lebih lanjut dijelaskan dalam Suseno 2003: 38, yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip kerukunan a. Rukun
Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Rukun berarti berada dalam keadaan selaras, tenang dan
tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk saling membantu.
Dalam perspektif Jawa ketenangan dan keselarasan sosial merupakan keadaan normal yang akan di dapat dengan sendirinya selama tidak diganggu, seperti juga
permukaan laut dengan sendirinya halus jika tidak diganggu oleh angin atau oleh badan-badan yang menentang arus.
b. Berlaku rukun Sebagai cara bertindak, kerukunan menuntut agar individu bersedia untuk
menomorduakan bahkan kalau perlu melepaskan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kesepakatan bersama. Satu keutamaan yang sangat dihargai oleh
orang Jawa adalah kemampuan untuk tidak mengatakan hal-hal yang tidak enak secara langsung.
Suatu sarana ampuh untuk mencegah timbulnya konflik adalah tata krama Jawa yang mengatur semua bentuk interaksi langsung di luar lingkungan keluarga
inti dan lingkungan teman-teman akrab. Tata krama itu menyangkut gerak badan, urutan duduk, isi dan bentuk suatu pembicaraan.
Praktek gotong royong merupakan wujud dari kerukunan, dengan gotong royong dapat menimbulkan sikap saling membantu dan melakukan pekerjaan
secara bersama demi kepentingan seluruh desa. Orang Jawa juga tidak jemu-jemu menunjuk pada keunggulan musyawarah kalau dibandingkan dengan cara Barat
dalam mengambil keputusan. Keterikatan pada kerukunan menuntut dari pihak- pihak yang berlawanan untuk melepaskan keinginan pribadi yang paling mungkin
akan menimbulkan keresahan sosial terbuka. c. Rukun dan sikap hati
Prinsip kerukunan mempunyai kedudukan yang amat penting dalam masyarakat Jawa. Inti prinsip kerukunan adalah tuntutan untuk mencegah segala
kelakuan yang bisa menimbulkan konflik terbuka. Mengusahakan kerukunan tidak dengan sendirinya menjamin sikap hati mau berdamai, mau mengerti,
apalagi mau mengembangkan rasa simpati, melainkan orang tersebut sanggup untuk membawa diri dengan terkontrol dan dewasa dalam masyarakat.
Jadi prinsip kerukunan tidak berarti bahwa orang Jawa tidak mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi, melainkan merupakan suatu mekanisme sosial
untuk mengintegrasikan kepentingannya demi kesejahteraan kelompok. 2. Prinsip hormat
Kaidah kedua yang memainkan peranan besar dalam mengatur pola interaksi dalam masyarakat Jawa adalah prinsip hormat. Prinsip hormat mengatakan bahwa
semua hubungan dalam masyarakat teratur secara hirarkis, dan keteraturan hirarkis itu bernilai pada dirinya sendiri dan oleh karena itu setiap orang wajib
mempertahankannya.
Rasa wedi, isin, dan sungkan merupakan suatu kesinambungan perasaan yang mempunyai fungsi sosial untuk memberi dukungan psikologis terhadap
tuntutan-tuntutan prinsip hormat. 3. Etika keselarasan sosial
Dalam pandangan Jawa prinsip-prinsip keselarasan memang harus didahulukan terhadap hukum positif. Orang Jawa harus menerima masyarakat
yang tidak lagi sesuai dengan apa yang dicitakan. Secara moral dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip keselarasan hanya
berlaku prima facie, artinya bahwa secara moral suatu tindakan yang mengganggu keselarasan barangkali kadang dapat dibenarkan, bahkan secara moral dapat
dituntut.
2.2.5 Kebudayaan Jawa