Keterbatasan Penelitian Koding Proses Penelitian

4.2.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian dalam penelitian ini adalah metode penelitian indigenous yang masih terbilang baru di Indonesia menyebabkan referensi- referensi mengenai penelitian ini juga terbatas dan masih kurang. Dalam instrumen yang dibuat oleh peneliti, peneliti menggunakan open-ended questionaire, namun pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini jumlahnya terlalu banyak, yaitu sejumlah 31 pertanyaan yang berakibat munculnya jawaban- jawaban responden yang tidak relevan dengan pertanyaan dan banyak jawaban kosong. Kecenderungan responden dalam menjawab pertanyaan bersifat social desirability dan jawaban-jawaban tersebut bersifat teoritis. Tidak diketahuinya populasi asli lansia bersuku Jawa di Provinsi Jawa Tengah, membuat peneliti menggunakan teknik sampling insidental sampling, sehingga penyebaran proporsi responden penelitian tidak sama antara satu kota kabupaten dengan kota kabupaten yang lan. Jumlah responden yang banyak yaitu sebesar 500 lima ratus orang menyebabkan dalam mengkategorisasikan jawaban responden, peneliti dibantu oleh beberapa rekan yang bertindak sebagai reviewer untuk mengelompokkan jawaban-jawaban responden. Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan sembilan pertanyaan mengenai kebermaknaan hidup dan subjective well-being serta keterkaitan diantara keduanya. Namun, pertanyaan terakhir mengenai keterkaitan kebermaknaan hidup dan subjective well-being, tidak diolah lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh dinamika keterkaitan tidak bisa hanya diungkap melalui pertanyaan dalam open- ended questionaire.

4.2.3 Koding

Koding dilakukan selama beberapa kali tergantung dari keragaman jawaban responden penelitian. Koding dilakukan mulai dari yang sifatnya spesifik menjadi yang lebih umum. Fase ini dilakukan pada semua pertanyaan atau variabel yang ada dalam angket satu persatu. Berikut merupakan langkah-langkah saat proses koding, yaitu: a. Prelimenary coding 1. Ambil jawaban yang sudah di potong kemudian baca isinya. 2. Tempel potongan tersebut di kertas plano, kemudian tulis kategorinya 3. Ambil jawaban lainnya, baca isinya tanpa diinterpretasikan. Buatlah keputusan atas dasar pengetahuanintuisi atau berdiskusi pada rekan sejawat teknik keabsahan data mengenai jawaban responden, tampak samadirasa sama dengan jawaban sebelumnya, jika sama tempelkan jawaban di bawah jawaban yang sama tersebut, namun jika berbeda kategori lain tempel pada bagian lain dari kertas plano. b. Aksial Coding 1. Jawaban yang telah tertempel dibaca berulang-ulang. Jika ada yang tidak sesuai dengan kategori yang dimasukkan maka dapat dipindahkan ke kategori yang lebih sesuai atau membuat kategori baru. 2. Jika terdapat dua atau lebih jawaban yang terdapat pada dua atau lebih kategori, ambil makna dari jawaban pertama dan kemudian letakkan pada kategori yang sudah tersedia dan untuk jawaban penyerta, yaitu jawaban kedua, ketiga dan seterusnya dikoding untuk kemudian dihitung. 3. Jawaban kosong atau subjek tidak menjawab dikelompokkan tersendiri 4. Kategorisasi dilanjutkan pada seluruh jawaban responden sampai selesai. 5. Penelaahan kembali jawaban memiliki lebih dari dua atau lebih jawaban. Jawaban-jawaban penyerta dihitung sesuai dengan kategori yang sudah ada dan perhitungan tersebut diletakkan pada kolom jawaban penyerta. Beberapa responden menjawab pertanyaan dengan jawaban yang tidak relevan dengan semua kategori yang ada. Jawaban demikian dimasukkan kategori “uncategorize”. 6. Penelaahan dilakukan ulang pada setiap jawaban yang telah ditempel pada kertas plano sesuai dengan kategori yang sudah ditulis. 7. Analis harus menelaah sekali lagi seluruh kategori agar jangan sampai ada yang terlupakan. Sebelum penafsiran, penulis wajib mengadakan pemeriksaan terhadap keabsahan data. 8. Setiap kategori yang telah melalui koding pertama, dilanjutkan dengan koding kedua. Koding kedua ini adalah menghitung jumlah jawaban penyerta dari masing-masing kategori dan kemudian diletakkan pada kolom jawaban penyerta. Khusus untuk pertanyaan definisi, jawaban penyerta tidak dihitung. Koding tahap 3 mengelompokkan kategori-kategori kecilspesifik menjadi suatu kategori yang lebih luas. Hasil dari koding ketiga ini didapat sejumlah maksimal 10 kategori untuk setiap pertanyaan yang dianalisis. Proses koding kedua dilakukan oleh beberapa rater. Jika hasil dari koding ketiga masih terlalu banyak, maka dilanjut dengan koding keempat, kelima dan seterusnya sampai mendapatkan kategori yang lebih sedikit namun dapat mewakili semuanya. Pertanyaan yang mengungkapkan definisi dan pertanyaan mengenai keterkaitan antara subjective well-being dengan kebermaknaan hidup, dilakukan dua kali koding. Koding tahap 1 adalah jumlah jawaban responden yang sejumlah 500 jawaban dan koding tahap 2 adalah penyempitan kategori menjadi kategori yang lebih umum. c. Cross-tabulation adalah proses menghitung jumlah frekuensi pada setiap kategori, kemudian dibuat persentasenya. Jumlah frekuensi yang digunakan adalah yang telah dikurangi dari jumlah frekuensi jawaban kosong dan kategori uncategorize.

4.3 Temuan Penelitian