40
dapat terurai 50 antara 28 hingga 28 hari, sedangkan untuk B
20
dapat terurai 50 selama 28 hingga 16 hari. Dari data ini terlihat bahwa efek bahan fosil ini
memperlambat penguraian biodiesel Pasqualino, J.C 2006 . Studi siklus bahan biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel tidak mempengaruhi pemanasan global
dan emisi gas CO
2
lebih rendah 78 dibandingkan dengan petrodiesel Gerpen, J 2005. Pemakaian biodiesel tidak hanya pada campuran dengan minyak solar, tapi
telah dilakukan pencampuran dengan bahan bensin gasoline dalam berbagai perbandingan. Campuran ini kemudian telah dicoba pada mesin SI sebagai bahan
bakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biodiesel dapat menurunkan gesekan mesin pada suhu tinggi serta menurunkan emisi gas ChunDe, Y 2008 .
Kegunaan biodiesel sebagai energi alternatif telah nyata baik kepada pengguna maupun aspek terhadap lingkungan. Supaya bahan ini dapat berkesinambungan
maka perlu meningkatkan efisiensi proses pembuatan maupun usaha produksibahan baku yang lebih murah, serta mengembangkan katalis. Untuk
menekan harga biodiesel maka perlu dilakukan pendayagunaan hasil samping sehingga diperoleh keuntungan secara menyeluruh Janaun, J 2010.
Sejauh ini biodiesel komersial B
10
masih bersifat mono metil ester yang mempunyai rantai lurus, sedemikian sehingga belum mampu bertindak
menghemat bahan bakar. Penggunaan B
20
mono metil ester turunan soyabean oil, memberi efek emisi gas NOx 6,2 Wyatt,V.T 2005. Diduga faktor struktur
linier metil ester menjadi penyebab emisi gas buang tinggi yang , sehingga perlu dicari bentuk yang bercabang.
2.7 Bahan bakar aditif organik beroksigen
Penelitian tentang hubungan bahan bakar beroksigen yang dicampurkan terhadap minyak bensin maupun minyak solar telah mendapat perhatian banyak
pihak. Bahan bakar yang mengandung oksigen sebagai tambahan disebut bahan aditif. Masalah besar pada mesin berbahan bakar diesel adalah emisi partikulat
dan emisi gas NO
x
yang tinggi. Untuk menurunkan emisi ini maka penelitian tentang cara dan perbaikan bahan bakar diesel telah mendapat perhatian serius.
Beberapa bahan organik mengandung oksigen telah dicampur dengan minyak
Universitas Sumatera Utara
solar dan efek campuran itu menunjukkan pengaruh pada penurunan emisi terutama pada partikulat. Usaha yang telah dilakukan pada awal adalah dengan
mencampurkan metil ester turunan minyak kacang, asam dekanoat dan oktanol. Bahan yang diujikan 1-2 dalam campuran itu telah menunjukkan penurunan
partikulat mencapai 10-15 tergantung pada struktur senyawa yang mengandung oksigen itu. Meskipun penurunan jumlah emisi partkulat terjadi,
namun emisi gas NO
x
terdapat peningkatan pada metil ester minyak kacang 2- 3. Perlakuan dengan campuran asam dekanoat tidak memberi pengaruh pada
kenaikan emisi gas NO
x
Mc Cormick, R.L 1997. Teknologi seperti ini menunjukkan sifat pembakaran yang lebih sempurna
sehingga dapat menurunkan emisi polutan secara umum. Pembakaran bahan biodiesel ini telah menurunkan emisi partikulat, CO dan UHC akan tetapi emisi
gas NO
X
sedikit bertambah. Bahan aditif seperti metanol, metil tertier butil eter MTBE dan dimetilkarbonat DMC maupun asetal telah digunakan untuk
meningkatkan kinerja bahan bakar bensin. DMC ini merupakan bahan turunan sumber terpebaharukan, telah digunakan sebagai bahan aditif pada solar.
Penggunaan etanol 10 dalam campuran bensin telah menurunkan emisi hidrokarbon 24, emisi CO 61 sedangkan dengan menggunakan DMC 5
dapat menurunkan emisi hidrokarbon 35, beserta turunnya emisi CO 65. Namun sebaliknya emisi gas CO
2
naik 14,8 dengan memakai etanol 10 dan 18 dengan menggunakan DMC 5. Adapun perubahan emisi gas NO
X
dengan aditif beroksigen tidak begitu nyata. Konsumsi bahan bakar memakai etanol dan
DMC sebagai bahan aditif dilaporkan mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan kalor bakar dengan bending bahan aditif ini menjadi lebih rendah dibanding tanpa
blendingWen, L 2010. Pengaruh penambahan asetal suatu senyawa dengan rumus 1, 1-diethoxy ethana
CH
3
CH OC
2
H
5 2
telah diturunkan dari bahan etanol.
2 CH
3
-CH
2
-OH + CH
3
CHO C
H
3
C O
O CH
3
CH
3
H + H
2
O Katalis
41
Universitas Sumatera Utara
42
Katalis yang dipakai terbuat dari asam perfluorosulfonat dimuat pada silika disingkat PFS-SiO2. Bahan asetal ini digolongkan dalam energi terpebarukan
karena material ini berdasar pada bioetanol. Pengujian kinerja bahan ini sebagai aditif dilakukan dengan membandingkan
bahan 1 asetal diblending dengan minyak solar terhadap minyak solar murni. Kemudian diuji penurunan titik nyala dalam bahan itu dengan kenaikan
kandungan oksigen dalam bahan blending itu. Titik nyala untuk blending berubah menurut kadar kandungan asetal. Minyak solar dengan kadar berturut-turut
100., 95 ., 90 dan 80 mempunyai titik nyala 73., 45., 32 dan 28
o
C. Makin tinggi kadar asetal dalam bahan itu menunjukkan titik nyala yang semakin
rendah. Untuk pengujian performansi mesin dilakukan dengan menggunakan blending 10 asetal yaitu bahan dengan titik nyala 32
o
C dibandingkan dengan minyak 100 titik nyala 73
o
C. Besaran emisi dari kedua jenis bahan bakar kemudian diukur.
Pengaruh bahan aditif ini
.
pada bahan bakar solar terhadap emisi gas buang mesin berbahan bakar minyak diesel telah dianalisis. Emisi unburn hidrokarbon dan gas
CO menunjukkan tidak ada perbedaan diantara penggunaan bahan bakar solar dengan bahan bakar blending 10 asetal. Asetal sebagai bahan beroksigen tinggi
telah diharapkan akan berdampak pada menurunnya pembentukan asap. Emisi gas NO
x
yang dihasilkan kemungkinan lebih dipengaruhi oleh sistim sirkulasi gas buang dari pada mutu bahan bakar yang digunakan, walaupun emisi yang
teramati bertambah. Frusteri, F 2007. Bahan ini dapat bercampur baik dan berkinerja menurunkan emisi partikulat
maupun emisi gas dibandingkan tanpa aditif, namun mengkonsumsi bahan bakar lebih banyak. Selain itu emisi bahan asetaldehide meningkat empat kali lipat.
Acetal disebut untuk 1, 1-diethoxy ethana maupun dimetil karbonat memiliki rantai yang pendek namun mengandung oksigen yang tinggi dan dapat cepat
terurai sehingga menyebabkan kenaikan emisi asetaldehide. Ketidak stabilan bahan aditif diatas kemungkinan karena efek sinergi rantai pendek dengan rantai
panjang parafin masih rendah. Untuk meningkatkan sifat sinergi itu maka perlu dibuat suatu molekul berantai panjang yang mengandung oksigen dan bercabang.
Universitas Sumatera Utara
Senyawa yang dimaksud ini dapat diturunkan dari oleat, linoleat maupun risinoleat yang berbahan baku renewable dengan reaksi karbonilasi. Proses
pembuatan asam oleat dari minyak kelapa sawit melalui reaksi transesterfikasi sebagaimana dengan proses oleokimia. Hasil transesterifikasi berupa metil ester
campuran dan mengandung sedikit glisrida. Untuk mendapatkan metil oleat perlu pemurnian dalam beberapa langkah yang meliputi destilasi vakum yang
menggunakan bahan pemantap maupun tanpa pemantap. Kemurnian tinggi dapat diperoleh dengan fraksinasi rekristalisasi dalam urea-metanol mulai dalam bentuk
metil ester kemudian dilakukan dalam bentuk asam lemak hingga diperoleh kadar asam oleat 85-95. Asam oleat ini kemudian direaksikan dengan gas CO
menggunakan katalis PdCl
2
CuCl
2
bersama SiO
2
aerosil, sehingga diperoleh campuran hasil reaksi. Isolasi hasil reaksi dilakukan seperti prosedure yang
dilaporkan Bangun, N dan Siahaan, D 2007. Dimetil ester ini dipakai sebagai bahan aditif bersama metil ester campuran dan
dibelending dengan petrodiesel. Sedian bahan bakar ini diuji performance mesin dan emisi gas yang dihasilkan.
Sebagaimana metode isolasi asam oleat maka isolasi risinoleat dilakukan dari minyak jarak risinus. Cara yang dilakukan umumnya mengikuti proses yang
dilaporkan Berdeaux Berdeaux, O 1997. Dengan metode ini metil risinoleat dapat diperoleh dengan kemurnian 97,3. Diharapkan hasil karbonilasi dapat
menghasilkan dimetil ester rantai panjang bercabang mengandung 5 atom oksigen
dengan struktur dibawah ini.
+ CO C
H
3
CH
2 5
CH O
CH
2
CH CH
2
C=O CH
2 7
COOCH
3
C H
3
CH
2 5
CH OH
CH
2
CH CH
CH
2 7
COOCH
3
lakton cincin -5
CH
3
OHH
2
SO
4
C H
3
CH
2 5
CH OH
CH
2
CH COOCH
3
CH
2
CH
2 7
COOCH
3
dimetil ester bercabang dengan 5 atom oksigen
Jika bahan baku dimulai dengan 2 buah ikatan rangkap seperti metil linoleat,
43
maka akan dihasilkan trimetil ester bercabang mengandung 6 atom oksigen.
Universitas Sumatera Utara
44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
i Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU Medan.
.2 Bahan dan Alat
kilang Pengolahan Kelapa Sawit. Minyak risinus Castor Oil
lat-alat.
sterifikasi dan reaktor karbonilasi terbuat dari stainless steel. Alat
.3. Pembuatan metil ester dengan transesterifikasi
h Pusat Penelitian Kelapa
dimasukkan 5 kg CPO dipanaskan terkontrol dan teraduk terus pada suhu kira 63ÂșC sambil divakum. Setelah dingin, kemudian
Penelitian ini dilakukan d Analisis komposisi lemak dan asam lemak dilakukan di Laboratorium Bahan
Pangan PPKS Medan maupun di Laboratorium Oleo Kimia. Analisis spektroskopi FT-IR dilakukan di Laboratorium Bea Cukai maupun di Laboratorium Fakultas
Farmasi USU Medan. Karakterisasi
1
HMR dilakukan di Laboratorium Kimia UGM dan Laboratorium Kimia LIPI Serpong. Penelitian ini berlangsung selama
3 tahun.
3 Bahan-bahan
CPO dibeli dari adalah produk India dibeli ditoko kimia. Metanol teknis dibeli ditoko kimia,
dikeringkan dengan CaO dan kemudian didestilasi dalam suasana gas N
2
sebelum digunakan. KOH, PdCl
2
, CuCl
2.
2H
2
O, THF, asam formiat, dan SiO
2
buatan EMerck dibeli dari toko kimia dan dipakai tanpa dimurnikan sebelumnya. Metil
linoleat produk Sigma dibeli dari toko kimia. Gas CO dan O
2
kemurnian tinggi dibeli dari PT Aneka Gas Medan.
A
Alat transe pemurnian digunakan terbuat dari glass.
3
Prosedure ini diadopsi dari metode yang dilaporkan ole Sawit MedanAnsori, M. N2005.
Ke dalam reaktor transesterifikasi,
Universitas Sumatera Utara