Transformasi Asam Oleat, Risinoleat Dan Linoleat Menjadi Dimetil Ester Dengan Katalis PdCl2 Dan Kokatalis CuCl2 Untuk Bahan Aditif Biosolar

(1)

TRANSFORMASI ASAM OLEAT, RISINOLEAT DAN LINOLEAT MENJADI DIMETIL ESTER DENGAN KATALIS PdCl2 DAN

KOKATALISCuCl2 UNTUK BAHAN ADITIF BIOSOLAR

DISERTASI OLEH

NIMPAN BANGUN 078103006

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

TRANSFORMASI ASAM OLEAT, RISINOLEAT DAN LINOLEAT MENJADI DIMETIL ESTER DENGAN KATALIS PdCl2 DAN

KOKATALIS CuCl2 UNTUK BAHAN ADITIF BIOSOLAR

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Sumatera Utara

OLEH

NIMPAN BANGUN 078103006

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Disertasi : Transformasi Asam Oleat, Risinoleat Dan Linoleat Menjadi Dimetil Ester Dengan Katalis PdCl2 Dan Kokatalis CuCl2 Untuk Bahan Aditif Biosolar Nama : Nimpan Bangun

Nomor Pokok : 078103006 Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.SeriBima Sembiring,MSc.) Promotor

(Prof.Dr.Tonel Barus) (Prof.Dr.Jamaran Kaban,MSc)

Co Promotor Co Promotor

Ketua Program Studi S3 Kimia Dekan,

(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S.,Ph.D.) (Dr.Sutarman,MSc). Tanggal lulus : 13 Januari 2011


(4)

PROMOTOR

Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, MSc Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO PROMOTOR Prof. Dr. Tonel Barus

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Organik/Bahan Alam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO PROMOTOR

Prof. Dr. Jamaran Kaban, MSc

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Organik/Bahan Alam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara Telah diuji pada Tanggal : 13 Januari 2011


(5)

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, MSc Anggota : 1. Prof. Dr. Tonel Barus

2. Prof. Dr. Jamaran Kaban MSc 3. Prof. Basuki Wirjosentono, MS., PhD 4. Prof. Dr. Harlem Marpaung

5. Prof. Dr. Yunazar Manjang


(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Nimpan Bangun NIM : 078103006 Tanda Tangan :


(7)

(8)

Transformasi Asam Oleat, Risinoleat Dan Linoleat Menjadi Dimetil Ester Dengan Katalis PdCl2 Dan Kokatalis CuCl2 Untuk Bahan Aditif Biosolar

ABSTRAK

Minyak kelapa sawit (CPO) mengandung beraneka ragam komponen kimia. Komponen utama adalah trigliserida yang mempunyai nilai potensi tinggi untuk didayagunakan sebagai bahan kimia maupun sebagai energi. Proses transesterifikasi dari trigliserida ini dapat menghasilkan metil ester campuran dan gliserol serta sedikit digliserida dan monogliserida. Untuk mendapatkan metil ester campuran bebas gliserida maka hasil transesterifikasi didestilasi pada vakum 10 cm Hg sampai 170o C. Destilat ini mengandung kaya oleat dan palmitat serta sedikit linoleat.

Isolasi oleat dan linoleat telah dilakukan dengan mendestilasi lanjutan bertingkat dalam campuran bahan pemantap. Residu yang diperoleh makin kaya oleat, kemudian diekstraksi sehingga terpisah dari bahan pemantap. Kadar oleat diperoleh di atas 70%. Campuran ini dimurnikan lebih lanjut dengan fraksinasi rekristalisasi menggunakan urea-metanol dan selanjutnya metil oleat ini diubah menjadi asam oleat dan dimurnikan dengan rekristalisasi urea-metanol. Hasil oleat didapat 83 – 95% dan mengandung 9,5% linoleat.

Fraksi destilate 170oC diubah dalam bentuk asam organik, telah dikarbonilasi dengan katalis PdCl2/CuCl2 selama 20 jam menghasilkan dimetil ester rantai

bercabang (DMEB). Reaksi katalisis menjadi 12 jam dengan konversi asam oleat 100% dengan penambahan SiO2 aerosil kedalam sistim katalis. Bahan DMEB

210 ml dicampur FAME (70% oleat) sebanyak 390 ml disebut DMEB Mix , kemudian dianalisis dengan gas kromatografi. Bahan DMEB Mix ini sebanyak 20% dicampur dengan petrodiesel 80% dinamai DMEB Mix 20. Uji performance mesin memakai bakar biosolar ini lebih hemat 7% dari bahan bakar solar serta, memberikan emisi gas CO 0,1% dan NOx adalah nol.

Kata kunci : CPO, asam oleat, anhidrid dikarboksilat, dimetil ester rantai cabang, biosolar.


(9)

ii 

Transformation Oleic Acid, Risinoleic And Linoleic Into Dimethyl Ester Carboxylic Acid Catalyzed by PdCl2 And Cocatalyst CuCl2

As Additive Biodiesel

ABSTRACT

Crude Palm oil contains various chemicals. Triglycride is a major komponen that has high potensial for many purposes. Triglycride was transesterified using KOH as a catalyst to give fatty methyl ester (FAME) along with glycrol and trace mono and di glycride. To obtine the pure FAME free from glycride, therefore the mixture product was distilled at 170oC under vacuum. The destilate contais rich oleic and palmitic but linoleic presence are in trace.

Attampt to isolation oleic and linoleic as high purity, then the ester mixture was treated with a stabililizer under vacuum destilation. From the residu, oleic was found as 70% after separation the stabilizer. A further work , the oleic was recrystalized under solution urea-metanol several times. Purity oleic acid was 83-95% and also containing linoleic acid. To study on biodiesel energy material, the FAME destilate containing oleic 70% obtained from destillation at 170oC, was carbonylated using PdCl2/CuCl2 as catalyst for 20 hours resulting branched chain

dimethyl ester named DMEB. The reaction proceeds for 12 hours with 100% oleic acid converted. The product DMEB 210 ml was mixed with the FAME 390 ml called DMEB Mix, was analysed using chromatograpy gas. The DMEB Mix was blended with petrodiesel as 20 : 80 % in volume said DMEB Mix 20 used as a diesel fuel. The results show, reduce fuel consumption 7%, gases emission CO 0,1% and no NO was detected.

.

Key words CPO, oleic acid, anhydric dicarbocylic, branching chain dimethyl ester, biodioesel


(10)

iii 

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasihNya yang rahmani kepada penulis sehingga penelitian dan desertasi ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu DTM&H.M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM & H.Sp.A(K) mantan Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk menyelesaikan pendidikan program Doktor ini.

2. Bapak Dr. Sutarman MSc selaku dekan FMIPA USU dan Prof. Dr. Eddy Marlianto MSc selaku mantan Dekan FMIPA USU yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan Doktor kimia ini.

3. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono,M.S.,Ph.D dan Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc beserta Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc,M.Phil Kimia, selaku Ketua, Seketaris dan mantan Sekretaris Program Studi Kimia Pasca Sarjana yang telah memberikan petunjuk dan arahan pada studi ini. 4. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Prof. Dr. Seri Bima Sembiring,

MSc selaku promotor, yang telah memberikan saran dan kritik utama pada penelitian disertasi ini, bersama Bapak Prof. Dr. Tonel Barus dan Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban,MSc sebagai ko-promotor yang telah membuka inspirasi pada bimbingan disertasi ini.

5. Kepada mitra penelitian Bapak Dr. Donald Siahaan dari devisi Oleo Pangan PPKS Medan dan juga Ibu Dr. Ir.Wuryaningsih dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Jakarta, yang telah banyak membantu kelancaran penelitian disertasi ini kami sampaikan terima kasih.

6. Kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan untuk pelaksanaan penelitian ini terutama para asisten di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU.


(11)

iv 

7. Bapak Dirjen Perguruan Tinggi maupun Direktur Litbang Pertanian yang telah memberikan dana proyek penelitian yang berdampak pada dukungan Finansial penyelesaian penelitian ini kami ucapkan terima kasih.

8. Ucapan terima kasih kepada segenap keluarga, terutama kepada istri yang terkasih, yang telah menerima keberadan saya dalam penelitian dan penulisan disertasi ini.

Hormat Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR PUBLIKASI xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 7

1.3 Tujuan Penelitian 8

1.4 Manfaat Penelitian 8

1.5 Metodologi Penelitian 9

1.5.1 Pembuatan Bahan Aditif dan Uji Performance Mesin 9 1.5.2 Pembuatan Metil Resinoleat dan Katalisis Karbonilasi 9

1.5.3 Metil Linoleat 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11

2.1 Pemanasan Global dan Energi 11

2.2 Energi Terpebarukan 13

2.3 Industri Bahan Baku Oleo Kimia 14 2.3.1 Sistem Spliting 15

2.3.2 Sistem Enzimatis 15

2.3.3 Transesterifikasi 16

2.4 Asam-asam Dikarboksilat Rantai Lurus 23

2.4.1 Reaksi Oksidasi 23

2.4.2 Reaksi Metatesis 24

2.5 Asam-asam Dikarboksilat Rantai Cabang 24

2.5.1 Hidroformilasi 24


(13)

vi 

2.5.3 Paladium Katalisis Karbonilasi 30 2.5.4 Slektifitas 33 2.6 Pemakaian Metil Ester (FAME) dalam Campuran Bahan Bakar 37 2.7 Bahan Bakar Aditif Organik Beroksigen 40

BAB III METODE PENELITIAN 44

3.1 Tempat dan Waktu 44

3.2 Bahan dan Alat 44

3.3 Pembuatan Metil Ester dengan Transesterifikasi 44 3.4 Pemurnian Metil Ester dari Gliserida 45 3.5 Transesterifikasi Minyak Jarak Risinus Curacas 46 3.6 Studi Karbonilasi Asam Oleat dengan Katalis PdCl2 46

3.6.1 Prosedur Reaksi Karbonilasi 46 3.6.2 Karbonilasi Asam Oleat Menjadi Anhidrid 47 3.7 Pembuatan Dimetil Ester Sebagai Bahan Aditif 47

3.8 Pembuatan Sediaan Bahan Bakar Biosolar 47 3.9 Uji Performance Mesin dan Emisi Gas Buang 48 3.10 Karbonilasi Metil Linoleat dan Risinoleat 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 49

4.1 Isolasi Metil Oleat dan Metil Risinoleat 49 4.1.1 Proses Transesterifikasi CPO 49 4.1.2 Destilasi Fraksinasi Metil Ester 51 4.1.3 Destilasi Bersama Pemantap 51 4.2 Pengayaan Metil Oleat Menggunakan Urea-Metanol 52 4.3 Pengayaan Metil Risinoleat Menggunakan Urea-Metanol 54 4.4 Studi Karbonilasi Asam Tak Jenuh 57

4.4.1 Karbonilasi Asam Oleat 57

4.4.1.1 Pengaruh Jumlah CuCl2 Terhadap Konversi Asam Oleat 57

4.4.1.2 Pengaruh lama Reaksi Terhadap Konversi Asam Oleat 59 4.4.1.3 Pengaruh Jumlah Aerosil Terhadap Konversi Asam Oleat 60 4.5 Karbonilasi Asam Oleat Menjadi Anhidrid 61


(14)

vii 

4.7 Karbonilasi Metil Linoleat 67

4.8 Plausibel siklus katalisis karbonilasi asam oleat 69 4.9 Spent Katalis 70 4.10 Uji Performance Mesin dan Emisi Gas Buang 70

4.10.1 DMEB sebagai Bahan Aditif 72

4.10.2 Emisi Gas 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 75

5.1 Kesimpulan 75

5.2 Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 76


(15)

viii 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Distribusi jenis energi terpebarukan 13 Table 2.2 Beberapa bahan kimia yang dapat dihasilkan 22

dari minyak nabati

Tabel 4.1 Pengaruh jumlah CuCl2 terhadap konversi asam oleat 58 dengan kondisi tetap : tekanan gas CO dan O2 total 100 psi , PdCl2 5 mmol, asam formiat 15 mmol, aerosil 2 mg selama 3 jam. Asam oleat 10 mmol`

Tabel 4.2 Pengaruh lama reaksi terhadap konversi asam oleat 59 dengan kondisi tetap : tekanan gas CO dan O2 total 100 psi , PdCl2 5 mmol, CuCl2 15 mmol, asam formiat 15 mmol, aerosil 2 mg. Asam oleat 10 mmol.

Tabel 4.3 Pengaruh aerosil terhadap konversi asam oleat 60 memakai kondisi tetap : tekanan gas CO dan O2

total 100 psi , PdCl2 5 mmol, CuCl2 45 mmol, asam formiat 15 mmol, selama 3 jam. Asam oleat 10 mmol.

Tabel 4.4 Data uji performance mesin dan emisi gas yang dihasilkan 71


(16)

ix 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Serangan nukleofile Pd hidrida dan pembentukan 6

dimetil ester bercabang

Gambar 1.2 Mekanisme perubahan Pd(0) menjadi Pd(II) 6 Gambar 2.1 Reaksi Umum Transesterifikasi 17 Gambar 2.2 Mekanisme Transesterifikasi dikatalisis dengan Asam 18 Gambar 2.3 Mekanisme reaksi transesterifikasi dikatalisis 20

oleh alkoksida

Gambar 2. 4 Reaksi ozonisasi asam oleat 23 Gambar 2.5 Siklus mekanisme hidrofomilasi propena 26

menjadi butiraldehida

Gambar 2.6 Struktur trifenil fosfina meta asam sulfonat 27 Gambar 2.7 Ni(CO)4 mengkatalisis hidrokarbonilasi alkuna 29 Gambar 2.8 Kemungkinan hasil karbonilasi etanol 31 Gambar 2.9 Mekanisme interaksi katalis terikat pada silika 35 Gambar 4.1 Kromatogram Komposisi Glisrida Hasil Transesterifikasi 49 Gambar 4.2. Kromatogram hasil analisis komposisi asam lemak 50

hasil transesterifikasi CPO Gambar 4.3. Kromatogram destilat 170oC/10cmHg 51

Gambar 4.4. Kromatogram Metil Ester FAME 73 52 Gambar 4.5 Kromatogram Asam Oleat setelah adduct Urea-Metanol 54 Gambar 4.6 GC Metil Risinoleat setelah adduct Urea-Metanol 55 Gambar 4.7 FT-IR Metil Risinoleat (97, 3%) setelah 56 adduct Urea-Metanol

Gambar 4.8 Pengaruh Jumlah CuCl2 terhadap konversi asam oleat 58 Gambar 4.9 Pengaruh lama reaksi terhadap konversi asam oleat 60 Gambar 4.10 Pengaruh jumlah aerosil terhadap konversi asam oleat 61 Gambar 4.11 Spektrum FT-IR Anhidrid turunan oleat campur linoleat 62 Gambar 4.12 Spektrum 1HNMR Anhidrid turunan oleat campur linoleat 63 Gambar 4.13 Spektrum FT-IR hasil karbonilasi metil risinoleat 65


(17)

Gambar 4.14 Spektrum 1HNMR lakton hasil karbonilasi 66 metil risinoleat

Gambar 4.15 Spektrum FT-IR hasil karbonilasi metil linoleat 67 Gambar 4.16 Spektrum 1HNMR karbonilasi metil linoleat 68 Gambar 4.17 Plausibel siklus katalisis karbonilasi asam oleat 69 Gambar 4.18 Gambaran model orientasi bahan bakar biosolar 72 Gambar 4.19 Profil emisi gas dengan 3 jenis bahan bakar diesel 73


(18)

xi 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kromatogram Metil Oleat 82 Lampiran 2 G.C hasil campuran DMEB dan FAME 83 Lampiran 3 Pengaruh jumlah CuCl2 terhadap konversi asam oleat no 1 84 Lampiran 4 Pengaruh jumlah CuCl2 terhadap konversi asam oleat no 2 85 Lampiran 5 Pengaruh jumlah CuCl2 terhadap konversi asam oleat no 3 86 Lampiran 6 Pengaruh jumlah CuCl2 (hidrat) terhadap konversi 87 asam oleat no 4

Lampiran 7 Pengaruh reaksi terhadap konversi asam oleat no 1 88 Lampiran 8 Pengaruh lama reaksi terhadap konversi asam oleat no 2 89 Lampiran 9 Pengaruh lama reaksi terhadap konversi asam oleat no 3 90 Lampiran 10 Pengaruh lama reaksi terhadap konversi asam oleat no 4 91 Lampiran 11 Pengaruh jumlah aerosil terhadap konversi asam oleat no 1 92 Lampiran 12 Pengaruh jumlah aerosil terhadap konversi asam oleat no 2 93 Lampiran 13 Pengaruh jumlah aerosil terhadap konversi asam oleat no 3 94 Lampiran 14 Pengaruh jumlah aerosil terhadap konversi asam oleat no 4 95 Lampiran 15 Data Uji Performance dan Emisi Gas Buang 96 Lampiran 16 Kesimpulan Pengujian Biodiesel Dimetil Ester 97


(19)

xii 

Transformasi Asam Oleat, Risinoleat Dan Linoleat Menjadi Dimetil Ester Dengan Katalis PdCl2 Dan Kokatalis CuCl2 Untuk Bahan Aditif Biosolar

Daftar Publikasi

1. Bangun, N. dan D. Siahaan. 2007.”Asam Dikarboksilat dan Dimetil Ester Stearat dari hasil Karbonilasi Asam Oleat Dikatalisis oleh PdCl2”, J. Pusat

Penelitian Kelapa Sawit. 15 (2): 83-90.

2. Bangun, N., S. B. Sembiring., D. Siahaan and B. B. Sirait. 2008,”Calcium Oxide is An Effective Promoter Hydrogenlysis in Ni Catalytic Hydrogenolysis of Glycerol to 1, 2-propanediol in Nonpolar Media,” Oil and Fat International Conference (OFIC), p 41. Kuala Lumpur Convention Centre, Kuala Lumpur, Malaysia, 21-23 October.

3. Bangun, N., S. B. Sembiring., T. Barus and J. Kaban. 2009.”Isolation Ricinoleic methyl ester from Castor Oil,” International Seminar on Chemistry and Polymer, Hotel Tira, Medan, Indonesia, 19 May.

4. Bangun, N. 2010.”Branched Chain Dimethyl Ester as Additive For Biodiesel,” International Oil Palm Conference (IOPC), Jogja Expo Center, Yogyakarta, Indonesia 1-3 June

5. Bangun, N., S. B. Sembiring., D. Siahaan dan A. Hutauruk.,”Pembuatan Dekilamine melalui Reduksi dan Aminasi secara insitu dari Asam Dekanoat yang diturunkan dari PKO menggunakan katalis Nikel dalam pelarut n-heksana.” J. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.” In Press 2010

       


(20)

xiii   


(21)

Transformasi Asam Oleat, Risinoleat Dan Linoleat Menjadi Dimetil Ester Dengan Katalis PdCl2 Dan Kokatalis CuCl2 Untuk Bahan Aditif Biosolar

ABSTRAK

Minyak kelapa sawit (CPO) mengandung beraneka ragam komponen kimia. Komponen utama adalah trigliserida yang mempunyai nilai potensi tinggi untuk didayagunakan sebagai bahan kimia maupun sebagai energi. Proses transesterifikasi dari trigliserida ini dapat menghasilkan metil ester campuran dan gliserol serta sedikit digliserida dan monogliserida. Untuk mendapatkan metil ester campuran bebas gliserida maka hasil transesterifikasi didestilasi pada vakum 10 cm Hg sampai 170o C. Destilat ini mengandung kaya oleat dan palmitat serta sedikit linoleat.

Isolasi oleat dan linoleat telah dilakukan dengan mendestilasi lanjutan bertingkat dalam campuran bahan pemantap. Residu yang diperoleh makin kaya oleat, kemudian diekstraksi sehingga terpisah dari bahan pemantap. Kadar oleat diperoleh di atas 70%. Campuran ini dimurnikan lebih lanjut dengan fraksinasi rekristalisasi menggunakan urea-metanol dan selanjutnya metil oleat ini diubah menjadi asam oleat dan dimurnikan dengan rekristalisasi urea-metanol. Hasil oleat didapat 83 – 95% dan mengandung 9,5% linoleat.

Fraksi destilate 170oC diubah dalam bentuk asam organik, telah dikarbonilasi dengan katalis PdCl2/CuCl2 selama 20 jam menghasilkan dimetil ester rantai

bercabang (DMEB). Reaksi katalisis menjadi 12 jam dengan konversi asam oleat 100% dengan penambahan SiO2 aerosil kedalam sistim katalis. Bahan DMEB

210 ml dicampur FAME (70% oleat) sebanyak 390 ml disebut DMEB Mix , kemudian dianalisis dengan gas kromatografi. Bahan DMEB Mix ini sebanyak 20% dicampur dengan petrodiesel 80% dinamai DMEB Mix 20. Uji performance mesin memakai bakar biosolar ini lebih hemat 7% dari bahan bakar solar serta, memberikan emisi gas CO 0,1% dan NOx adalah nol.

Kata kunci : CPO, asam oleat, anhidrid dikarboksilat, dimetil ester rantai cabang, biosolar.


(22)

ii 

Transformation Oleic Acid, Risinoleic And Linoleic Into Dimethyl Ester Carboxylic Acid Catalyzed by PdCl2 And Cocatalyst CuCl2

As Additive Biodiesel

ABSTRACT

Crude Palm oil contains various chemicals. Triglycride is a major komponen that has high potensial for many purposes. Triglycride was transesterified using KOH as a catalyst to give fatty methyl ester (FAME) along with glycrol and trace mono and di glycride. To obtine the pure FAME free from glycride, therefore the mixture product was distilled at 170oC under vacuum. The destilate contais rich oleic and palmitic but linoleic presence are in trace.

Attampt to isolation oleic and linoleic as high purity, then the ester mixture was treated with a stabililizer under vacuum destilation. From the residu, oleic was found as 70% after separation the stabilizer. A further work , the oleic was recrystalized under solution urea-metanol several times. Purity oleic acid was 83-95% and also containing linoleic acid. To study on biodiesel energy material, the FAME destilate containing oleic 70% obtained from destillation at 170oC, was carbonylated using PdCl2/CuCl2 as catalyst for 20 hours resulting branched chain

dimethyl ester named DMEB. The reaction proceeds for 12 hours with 100% oleic acid converted. The product DMEB 210 ml was mixed with the FAME 390 ml called DMEB Mix, was analysed using chromatograpy gas. The DMEB Mix was blended with petrodiesel as 20 : 80 % in volume said DMEB Mix 20 used as a diesel fuel. The results show, reduce fuel consumption 7%, gases emission CO 0,1% and no NO was detected.

.

Key words CPO, oleic acid, anhydric dicarbocylic, branching chain dimethyl ester, biodioesel


(23)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Eksploitasi sumber energi fosil seperti minyak bumi telah lama digunakan sebagai bahan bakar. Bahan ini menghasilkan emisi gas SO2, NOx dan CO2 dan sekarang

menjadi masalah dunia karena menimbulkan efek global warming. Pertemuan di Kyoto menghasilkan Protokol Kyoto mengharuskan negara Uni Eropa untuk mengurangi emisi gas disegala sektor. Pada 2004 di United Kingdom (U K) tercatat 30% konsumsi bahan bakar pada sektor transportasi dan pada sektor ini terjadi kenaikan emisi gas yang paling cepat. Untuk mengantisipasi keadaan ketergantungan energi penuh pada minyak bumi yang bercadangan terbatas dan dampaknya pada lingkungan maka Protokol Kyoto menyarankan penggunaan energi biofuel yaitu bioetanol dan biodiesel sebagai salah satu alternatif yang dapat mengurangi emisi gas SO2, NOx , CO2 dan partikulatsehingga laju efek

global warming dapat berkurang (Hammond, G. P 2008).

Biodiesel adalah biofuel, suatu ester asam lemak (FAME) yang diturunkan dari minyak atau lemak nabati maupun hewan melalui proses transesterifikasi agar dapat mencapai viskositas tertentu sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Penggunaan biodiesel sebagai energi sangat memberi keuntungan besar terutama terhadap lingkungan dibandingkan dari penggunaan minyak bumi sebagai energi.karena tidak mengandung belerang sehingga tidak memberikan emisi gas SO2 pada proses pembakaran. Bahan ini mudah terurai ( biodegradable)

dalam lingkungan berair dengan kecepatan lebih dari 98% dalam 28 hari sehingga cukup baik dari segi lingkungan (Pasqualino, J. C 2006 ).

Pengembangan metode transesterifikasi yang mencakup perbaikan sistim katalis maupun tanpa katalis untuk menghasilkan metil ester (Demirbas, A 2009), untuk selanjutnya dapat diubah menjadi berbagai bahan kimia seperti asam lemak jenuh maupun tak jenuh. Sahid telah mereview beberapa sumber minyak nabati yang dapat digunakan sebagai biodiesel seperti minyak biji matahari, minyak biji kapas, minyak biji lobak (rapeseed oil), minyak kelapa sawit maupun minyak kacang.


(24)

Uji performansi mesin menggunakan energi biodiesel turunan minyak biji bijian diatas pada saat awal memberikan respons mirip dengan solar, akan tetapi dalam waktu uji setelah 200 jam menggunakan blending 50% minyak biji kapas menghasilkan deposit karbon pada sistim pembakaran. Peristiwa yang sama dengan memakai blending 50% minyak biji kapas, pada 100 jam terjadi pembentukan deposit karbon pada piston mesin diesel (Sahid, E.M 2008). Minyak bijian diatas mengandung derajat ketidak jenuhan yang tinggi, karena itu tidak stabil terhadap oksidasi. Studi ketidak stabilan terhadap oksidasi dengan kecepatan 1 terhadap metil oleat meningkat tajam menjadi 41 pada metil linoleat dan 98 pada metil linolenat (Knothe, G 2005). Data ini menunjukkan bahwa meningkatnya derajat ketidaksetabilan disebabkan oleh pertambahan ikatan rangkap. Mekanisme reaksi dimulai dari proses radikalisasi atom H pada posisi alilik maupun pada posisi dekat alilik selanjutnya dengan oksigen terjadi peroksida. Pemutusan pada atom karbon ß (ß scission decomposition) menyebabkah terjadi radikal CH3. dan gas CO2 ..Reaksi dapat terjadi sebagai

berikut. (Herbinet, O 2010).

C H3

O O

CH2

- O2 H3C O

O

O

-O Adanya ketidakjenuhan biodiesel ini menyebabkan menurunnya kinerja mesin diesel. Untuk mengatasi masalah karbonisai diatas maka ketidak jenuhan pada biodiesel ini perlu dihilangkan. Salah satu metode menghilangkan ikatan rangkap ini dengan melakukan reaksi karbonilasi sehingga terbentuk ester bercabang. Dengan terbentuknya ester cabang maka kandungan oksigen yang terikat bertambah pada molekul bahan bakar sehingga pembakaran lebih sempurna (McCormick, R. L 1997). Kesempurnaan pembakaran ini memberikan efek pada menurunya kadar emisi SO2, CO dan partikulat pada kendaraan bermesin diesel.

Bahan aditif beroksigen yang telah dibuat dan dilaporkan antara lain dimetil karbonat (CH3O)2CO (Wen, L 2010) maupun 1, 1-diethoxy ethana CH3CH


(25)

(OC2H5)2 (Frusteri, F 2007). Bahan aditive ini dapat bercampur baik dan

berkinerja menurunkan emisi partikulat maupun emisi gas pada bahan bakar mesin diesel dibandingkan dengan bahan bakar tanpa aditif. Kelemahan penggunaan campuran bahan ini lebih boros karena dibutuhkan dalam jumlah lebih banyak. Kedua bahan sintesis ini mengandung oksigen yang tinggi dan memiliki rantai karbon yang pendek, karena itu sifat sinergi dengan parafin berantai panjang seperti pada bahan bakar diesel masih rendah. Sifat sinergi diperkirakan lebih baik jika molekul berantai karbon panjang yang mengandung oksigen dan bercabang berpasangan dengan bahan bakar diesel.

Telah diketahui bahwa penggunaan bahan bakar fosil terutama pada kendaran mesin diesel menimbulkan pencemaran yang sangat nyata karena menghasilkan emisi gas CO, CO2, NOx, SO2 dan partikulat yang akan menurunkan kualitas

lingkungan. Penelitian terhadap lima jenis metil ester yaitu metil ester adalah turunan minyak kelapa sawit, minyak kacang, minyak biji lobak, minyak biji kapas dan minyak goreng bekas) telah dilakukan. Hasil emisi gas buang dibandingkan dengan minyak solar menunjukkan penurunan partikulat 53- 69%; unburnhydrocarbon (UHC) 45-67%; CO 4-16%, tetapi NOx meningkat 10-23%.

Perbedaan jumlah emisi ini berhubungan erat dengan kadungan oksigen dan viskositas metil ester yang dipakai (Janaun, J 2010).

Cara untuk mendapatkan senyawa hidrokarbon yang mengandung oksigen dan bercabang ini, dapat dimulai dari asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan risinoleat serta linoleat dengan proses karbonilasi menggunakan katalis logam transisi seperti Ni, Pd dan Pt.

Reaksi karbonilasi propena yang diikuti oleh penambahan sedikit air, akan terjadi hidrokarboksilasi menghasilkan asam -2-karboksi propena-1 dan asam butenoat-2 seperti dibawah ini.

+

+ H2O C CH2

COOH C

H3

+

H3C CH CH COOH

katalis C

H3 C CH CO

Jika air sebagai nukleofil maka reaksi disebut hidrokarboksilasi. Jika air diganti dengan alkohol maka reaksi disebut hidroesterifikasi dan dihasilkan suatu ester. Pada mulanya reaksi karbonilasi yang digunakan berbasis logam nikel, baik


(26)

bentuk garam, garam komplek maupun bentuk karbonil. Senyawa Ni mengkatalisis lebih reaktif dibanding dengan senyawa paladium, karena Pd(II) cepat berubah jadi Pd(0) sehingga tidak memiliki sifat katalitik (Zagarian, D; dan Alper, H 1991).

Pada reaksi etanol dan CO dengan adanya PdCl2 menunjukkan bahwa konsumsi

PdCl2 adalah stoikiometri karena pada ahir reaksi terbentuk logam Pd(0) hasil

reduksi Pd(II) (Graziani, M 1971).

2CH3CH2OH + CO + PdCl2 C2H5 O–CO-OC2H5 +Pd +2 H+ +2 Cl

-Telah dilaporkan bahwa Pd(II) dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi karbonilasi alkuna dengan menggunakan kokatalis CuCl2 degan O2 sebagai

oksidator (Zagarian, D; dan Alper, H 1991). Misalnya fenilasetilena dikarbonilasi menggunakan katalis PdCl2, kokatalis CuCl2 dan O2 sebagai oksidator telah dapat

menghasilkan sutu dikarboksilat. Terlihat dalam reaksi ini Pd(0) yang terbentuk direoksidasi ole CuCl2/O2 menjadi Pd(II) sehingga sifat katalitik Pd(II) tetap nyata

(Zagarian, D; dan Alper, H 1991).

+ HCOOH/H2O + PdCl2 /CuCl2 THF, 25 o

C CO/O2 Ph -C CH

C CH C C O O O Ph

(1) anhidrid maleat

C C Ph HOOC COOH H

(2) asam fumarat

C

C

COOH H

Ph COOH

(3) asam maleat (1) + (2) + (3)

Selain itu styrena telah dikarbonilasi menggunakan katalis PdCl2 dengan

kokatalis CuCl2 dalam HCl, metanol, THF bersama ligan BNPA menggunakan O2

sebagai oksidator menghasilkan metil-2 fenil propionat.

CH2 + CO + CH3OH

PdCl2, CuCl2

S -( +)-BNPPA, O2(1 atm) COOCH3 CH3

+

(CH2)2COOCH3

Stirena metil -2 -fenil propionat metil -1 -fenil propionat

dapat menghasikan ester dengan kondisi yang rendah ( Kewu, Y 2005).

Reaksi reaksi karbonilasi menggunakan komplek Pd umumnya berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi. Campuran Pd(OAc)2 bersama ligan fosfin, PPh3, dppb


(27)

dipakai sebagai katalis karbonilasi senyawa alkuna menghasilkan senyawa asam karboksilat tak jenuh denga konversi 60-90% pada suhu 100-110oC dan tekanan gas CO 120 psi ( Zagarian, D dan Alper, H 1993). Jayasree melaporkan katalisis reaksi karbonilasi beberapa senyawa alkuna memakai Pd(OAc)2 bersama ligan

pyridin asam korboksilat maupun piperidin asam karboksilat menghasilkan asam karboksilat tak jenuh dengan hasil conversi 80-90% pada tekanan 1-3 atm dan suhu 100oC (Jayasree, S 1999).

Perkembangan sistem katalis karbonilasi dilakukan dengan katalis terjerat (immobilized catalyst) memakai bahan berpori dari SiO2 untuk memudahkan

penyaringan. Misalnya reaksi karbonilasi styrena berlangsung pada tekanan gas CO 3,06 MPa dan suhu 110oC dikatalisis oleh Pd(OAc)2/SiO2 mesoporous dengan

konvesi 98,12% selama 12 jam (Sarkar, B. R 2005).

Penggunaan pelarut juga sangat menentukan pada hasil reaksi yang diperoleh . Misalnya, katalis paladium gunidinumfosfina dan turunan gunidino aril telah dipakai pada karbonilasi styrena dengan pelarut air menghasilkan asam karboksilat. Reaksi kondisi bervariasi tekanan gas CO 20-75 atm dan suhu 80- 110oC menghasilkan asam karboksilat dengan konversi 96% dan slektivitas reaksi dapat mencapai 100% ( Aghmiz, A 2005).

Karbonilasi 1- alkena dengan katalis komplek [PdCl2(PhCN)2]/P(3,5-CF3C6H4)3

telah dilakukan dalam kondisi superkritis menggunakan metanol dan CO2 cair lalu

dipanaskan pada 65oC dan 150 atm selama 12 jam menghasilkan metil ester 67% ( Estorach, C. T 2008).

Dari berbagai reaksi karbonilasi menggunakan katalis Pd(II) maka yang dapat berlangsung pada suhu rendah (kamar) adalah sistim Pd(II) dengan kokatalis CuCl2 dengan oksidator oksigen.

Reaksi karbonilasi asam oleat dengan katalis PdCl2, kokatalis CuCl2

menggunakan HCOOH sebagai promotor,THF sebagai pelarut dan O2 sebagai

pengoksidasi, memberikan dimetil ester dikarboksilat 82% dalam 20 jam yang terbentuk melalui suatu anhidrid melingkar (Bangun, N dan Siahaan, D 2007). Minyak nabati seperti CPO maupun Jatropha curacas dengan proses transesterifikasi dapat menghasilkan campuran asam lemak jenuh dan tidak jenuh.


(28)

Isolasi asam lemak tak jenuh dilakukan untuk digunakan sebagai bahan umpan reaksi karbonilasi lanjutan menggantikan asam oleat maupun risinoleat komersial. Asam lemak tak jenuh dapat bereaksi dengan gas CO dengan katalis PdCl2

membentuk suatu senyawa anhidrid melingkar melalui komplek asil paladium sebagai zat antara yang terjadi karena serangan intramolekuler. Selanjutnya senyawa anhidrid ini dengan metanol dalam asam sulfat menghasilkan dimetil ester bercabang (DMEB) seperti Gambar 1.1 dibawah ini:

2HCOOH +PdCl2 (HCOO)

2PdCl2 H2 (HCOO)2PdCl2 H2 +2CH

3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH CO

(CH2)7 COOH

CH2 C

H3 (CH2)7 C

C=O PdCl H

komplek asil paladium  

C

H3 (CH2)7 C C H

CH2 (CH2)7 C=O O O

+ H+ +Pd(0) +Cl -Anhidrid melingkar

3 -oktil -undekana -dikarboksilat anhidrid

C CH2 (CH2)7

C H

C

O O

O (CH2)7

C H3

CH3OH/H2SO4

Di Metil Ester Bercabang D M E B

C

H3 (CH2)7 C CH2 (CH2)7

COOCH3

H

COOCH3

3 -oktil -undekana -dikarboksilat anhidrid

  Gambar 1.1 Serangan nukleofile Pd hidrida dan pembentukan dimetil ester

bercabang

Akibat serangan intramolekuler maka dihasilkan Pd(0) yang tidak aktif sebagai katalis karbonilasi. Supaya reaksi katalisis dapat berlangsung maka diperlukan Cu(II) sebagai oksidator, untuk mengubah Pd(0) menjadi Pd(II) seperti mekanisme dibawah ini

Pd (0) + 2 CuCl2 PdCl2 + 2 CuCl 2 CuCl + H+ + Cl- + 1/2 O2 2 CuCl2 + H2O   Gambar 1. 2 Mekanisme perubahan Pd(0) menjadi Pd(II)


(29)

Dari Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa peran CuCl2 untuk mengoksidasi Pd(0)

kembali ke Pd(II) sangat penting. H2O yang dihasilkan dari reaksi diatas dapat

menghambat oksidasi Cu(I) menjadi Cu(II) sehingga perlu bahan pengikat air dalam sistim reaksi karbonilasi tersebut dan salah satu bahan yang baik untuk maksud tersebut adlah aerosil (SiO2).

Metil risinoleat, CH3(CH2)5CH(OH)CH=CH(CH2)7COOCH3 adalah suatu

komponen minyak nabati yang dengan karbonilasi dapat menghasilkan dimetil ester bercabang yang mengandung 5 atom oksigen, berbeda dengan asam oleat yang mengandung 4 atom oksigen. Namun adanya gugus OH pada atom C12, ada kecenderungan terjadi proses eliminasi ß-hidrogen sehingga terjadi suatu keton sedangkan metil linoleat, CH3(CH2)7CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOCH3

berbeda dengan metil oleat berbeda dengan metil oleat dan metil risinoleat. Metil linoleat mempunjai dua ikatan rangkap yang berpotensi terkarbonilsi membentuk 6 atom oksigen. Posisi ikatan rangkap yang terkonjugasi

menyebabkan lebih setabil sehingga lebih sulit mengadakan adisi, dan tentu menjadi problem dalam proses karbonilasi. Jika senyawa ini dapat terkarbonilasi maka akan dihasilkan trimetil ester rantai panjang yang akan berbeda sifat aditifnya dari pada dua senyawa yang lainya. Dimetil ester bercabang (DMEB) beratom oksigen 4 ataupun 5 serta senyawa trimetil ester bercabang beratom oksigen 6 dapat memperbaiki mutu bahan bakar biosolar karena kandungan oksigen terikat lebih tinggi (McCormick, R. L 1997). Karena itu pemakaian DMEB dan trimetil ester bercabang memiliki prospek yang cerah.

1.2 Rumusan Masalah

Reaksi karbonilasi asam oleat dikatalisis oleh PdCl2 / CuCl2 berlangsung lambat

diduga karena pengaruh air dan karbonilasi risinoleat mengandung gugus alkohol mungkin terjadi eliminasi ß-hidrogen pada C12. Karbonilasi linoleat dengan

ikatan terkonjugasi mungkin sulit terjadi karena lebih stabil. Penambahan senyawa dimetil ester bercabang ataupun trimetil ester bercabang pada bahan bakar biosolar dapat mempertinggi sinergi kerja campuran tersebut sehingga


(30)

bahan ini dapat digunakan sebagai bahan aditif pada biosolar. Karena itu permasalahan yang diangkat adalah.

• Apakah penambahan bahan aditif aerosil untuk menyerap air dapat mempercepat reaksi karbonilasi asam oleat?

• Apakah kondisi reaksi karbonilasi asam oleat dapat diterapkan pada metil risinoleat dan metil linoleat?

• Apakah produk karbonilasi asam oleat dapat berfungsi sebagai bahan aditif biosolar?

1.3 Tujuan Penelitian

Kekayaan sumber daya alam pada kelapa sawit maupun minyak jarak risinus perlu dieksplorasi. Kedua minyak nabati ini dipandang perlu berhubungan dengan cadangan, daya jual dan keampuhannya sebagai energi ramah lingkungan. Pandangan dari segi ilmu kimia, bahwa dari minyak kelapa sawit dapat diturunkan berbagai bahan kimia dan cadangan ini tak terbatas karena dapat terpebaharukan. Demikian juga tanaman risinus dapat tumbuh didaerah margin hara dan lembah sehingga turunannya perlu dikaji penggunaanya sehingga bernilai jual pada masa yang akan datang.

Dalam kesempatan ini telah dilakukan penelitian dengan pemanfaatan kompenen kimia minyak CPO yaitu isolasi asam oleat sedangkan isolasi risinoleat diturunkan dai minyak jarak risinus curacas (Castor Oil). Asam oleat setelah dikarbonilasi, hasilnya dilanjutkan untuk digunakan sebagai bahan aditif energi biodiesel. Kondisi reaksi karbonilasi asam oleat ini kemudian diterapkan pada metil linoleatdan risinoleat.

Penelitian ini bertujuan untuk mendayagunakan, komponen kimia CPO dan minyak jarak risinus curacas untuk bahan energi.

1.4 Manfaat Penelitian

CPO mengandung asam oleat yang dapat ditansformasi menjadi senyawa dikarboksilat. Proses memerlukan suatu seni yang dalam hal ini menerapkan filosofi ilmu kimia, pendekatan teori yang kemudian dapat diterapkan


(31)

menghasilkan produk. Dengan demikian penelitian ini dapat berdampak pada pengembangan ilmu kimia. Produk berupa dimetil ester kemudian diterapkan sebagai energy biofuel yang ramah lingkungan, sehingga penelitian ini berguna pada industri bahan bakar.

1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Pembuatan bahan aditif dan uji performance mesin.

Penelitian ini mulai dari bahan mentah CPO sampai pada bahan aditif energi biosolar meliputi beberapa tahapan.

a.Reaksi transesterifikasi CPO menjadi metil ester asam lemak (FAME) b.Pengkayaan FAME dengan teknik rekristalisasi fraksinasi.

c.Isolasi metil oleat dan asam oleat dan metil risinoleat.

d.Reaksi karbonilasi asam oleat menjadi dimetil ester rantai cabang disebut DMEB

e. Pembuatan blending13% FAME + 7% DMEB + 80% minyak solar disebut DMEB Mix 20

f. Uji performance mesin diesel

Mesin diesel Tec Quipment TD4A001dipakai pada pengujian bahan bakar DMEB Mix 20 dengan pembanding minyak solar. Performance mesin yang diuji adalah putaran maksimum, daya, konsumsi bahan bakar spesifik dan efisiensi. Emisi gas buang dari bahan bakar yang diukur adalah CO2, CO, NOx

dan Unburned hidrokarbon (UHC).

1.5.2 Pembuatan metil risinoleat dan katalisis karbonilasi

Metil risinoleat diperoleh dari minyak castor oil. Castor oil diperlakukan reaksi transesterifikasi sama seperti terhadap CPO, menghasilkan metil ester campuran. Campuran metil ester ini kemudian difraksinasi dengan cara menambahkan larutan urea dalam metanol, kemudian didinginkan. Fase cair dipisahkan dari kristal, kemudian dinetralkan, diekstraksi dengan n-heksan. Setelah n-heksan diuapkan, diperoleh cairan kental kaya metil risinoleat. Cairan kental ini kembali dicampurkan dengan larutan urea-metanol selanjutnya didinginkan pada 5oC. Larutan dipisahkan dai padatan, dinetralkan dengan HCl, diekstraksi dengan


(32)

n-10 

heksan. Larutan ini didestilasi vakum, maka diperoleh cairan kental kemudian dianalisis dengan gas kromatogrofi.

Karbonilasi metil risinoleat dilakukan sama seperti perlakuan reaksi karbonilasi asam oleat. Hasil reaksi diuji dengan spektroskopi FT-IR dan 1HNMR.

1.5.3 Metil linoleat

Bahan metil linoleat yang dipakai murni, diperlakukan dengan reaksi karbonilasi menurut cara yang sama terhadap metil risinoleat.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanasan Global dan Energi

Energi adalah kemampuan untuk melakukan uasaha dan menghasilkan panas. Ada bermacam-macam sumber energi yang terdapat dialam ini. Pada hakekatnya sumber energi ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu fosil, renewable dan nuklir (fissile). Bahan bakar fosil terbentuk secara geologi dan tak dapat dengan cepat terpebarukan (non renewable) contohnya minyak bumi, batubara, bitumen, gas alam, oil shale dan tar sands. Sumber energi renewable seperti biomasa, tenaga air, angin, matahari, panas bumi dan energi laut. Sumber energi nuklir terutama adalah uranium dan thorium. Sejak lama manusia telah menggunakan sumber energi renewable seperti kayu bakar, maupun air namun energinya tidak efisien. Sampai saat ini minyak bumi masih merupakan sumber energi utama bagi dunia. Pada penggunaan bahan tipe hidrokarban sebagai energi maka timbul energi disertai reaksi kimia. Secara umum reaksi dapat dituliskan:

CxHy + (x+ 0,25y) O2 x CO2 + 0,5 H2O + ∆Hc

∆Hc adalah panas pembakaran, nilainya tergantung pada perbandingan jumlah karbon dengan hidrogen. Bahan hidrokarbon yang mengandung sedikit hidrogen menghasilkan CO2 yang lebih besar jika dibandingkan dengan bahan lain yang

kaya hidrogen untuk menghasilkan energi. Jadi gas alam merupakan bahan bakar yang paling bersih sedangkan bahan yang berlignin paling kotor. Saat ini emisi CO2 global hasil bahan bakar fosil , diperkirakan 30-40% berasal dari batu bara.

Emisi CO2 sudah lama terakumulasi diudara dan konsentrasinya menaik terus dan

ini menimbulkan pemanasan global ( global warming). Berdasarkan pengukuran lebih dari satu abad maka telah tercatat bahwa terdapat kenaikan suhu global 0,56oC. Kenaikan ini disebut perubahan cuaca global atau pemanasan global. Karena kenaikan emisi CO2 maka terjadi mekanisme pemanasan kembali secara

sendiri( auto-feedback mechanism of heating) dan akibat ini maka suhu global diperkirakan naik 1,5oC sampai 5,8oC pada abad yang berikut. Kenaikan suhu


(34)

12 

yang demikian tajam dapat mengakibatkan beberapa perubahan seperti daerah pertanian, perpindahan daerah penyakit tropis, pencairan es dikutub maupun naiknya pemukaan laut sebesar 9-88cm. Karena isu perubahan cuaca global maka telah dibuat kesepakatan Kyoto yang dipatuhi oleh semua negara.

Untuk menurunkan jumlah emisi CO2 dan pencemar lain sebaiknya dilakukan

dengan penghematan pemakaian bahan bakar fosil atau dengan menggunakan sumber energi bebas karbon seperti energi nuklir, energi matahari, angin, panas bumi. Penggunaan sumber energi biomasa sebagai bahan bakar akan menghasilkan CO2, tapi jumlah emisi yang sama dari udara akan dilepaskan

kepada tumbuh tumbuhan sehingga membentuk siklus dengan total karbon menjadi nol. Untuk mengurangi pemakaian ini perlu cara pemakaian energi fosil yang efisien. Karena kebutuhan energi terus meningkat dan menurut laporan, lebih dari 88% total energi yang dibutuhkan diambil dari bahan fosil. Ada kekhawatiran tentang kecepatan pengurangan cadangan akan melampaui kecepatan penemuan cadangan baru sementara ketergantungan pada pemakaian bahan bakar fosil belum dapat diselesaikan maka akan timbul krisis energi dan berbahaya pada masa mendatang ( Gupta, R. B dan Demirbas, A 2010).

Kebijaksanaan penggunaan energi pada sektor transportasi telah mendapat perhatian di United Kingdom (UK) sebagai tindak lanjut kesepakatan Kyoto. Pada 2004 sektor transportasi telah mengkonsumsi bahan bakar paling tinggi dan sektor ini menimbulkan emisi gas CO2 sebesar 30%. Untuk mencegah kenaikan laju

emisi gas CO2 ini maka pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penggunaan bahan bakar pada sektor transport. Penggantian sebagian bahan bakar fosil akan dengan biofuel telah dikaji dari sumber bahan baku, metode produksi hingga pengembangan kepada tipe bahan bakar yang lain. Ada dua jenis biofuel dapat dihasilkan di dalam negeri dari sumber tumbuh-tumbuhan melalui berbagai teknologi proses yaitu biodiesel dan bioetanol. Biofuel umumnya dijual dalam bentuk campuran berkadar 5% namun pada beberapa daerah, campuran dapat digunakan lebih dari 5%. Keberhasilan program itu telah ditunjang oleh sarana lahan perkebunan yang sesuai untuk memperoleh kebutuhan yang cukup. Selain dari biodiesel dan bioetanol telah dibuat bahan bakar generasi kedua yaitu tipe


(35)

13 

minyak biodiesel FT dan bioetanol hasil dari selulosa dan lignin. FT biodiesel ini mempunyai bilangan cetan tinggi dan kandungan kalor yang tinggi. Pemerintah Inggris (UK) telah memperhitungkan ketersediaan suplai biofuel kadar 5% pada tahun 2014 cukup untuk sektor transportasi (Hammond, G.P 2008). Pencemaran lingkungan dan aspek pemanasan global terutama oleh emisi gas CO2 hasil pembakaran menyebabkan perlu inovasi mengurangi pemakaian petroleum sebagai sumber energi. Energi alternatif yang digunakan terutama dari bahan yang terpebarukan.

2.2 Energi Terpebarukan

Bahan bakar bersumber dari fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas alam masih dapat dihasilkan dengan kecepatan alamiah, sehingga kecepatan jumlah pemakaian lebih tinggi dari pada kecepatan pembentukannya. Kondisi kecepatan kedua belah pihak yang jauh berbeda maka bahan bakar fosil tergolong bahan tak terpebarukan (non renewable). Secara global energi teperbarukan saat ini dipakai berkisar 13,6% dan diperediksi pada tahun 2040 energi terpebarukan berkisar 47,7%. Distribusi penggunaan sumber energi terpebarukan yang digunakan, diperediksikan hingga tahun 2040 dapat dilihat pada data Tabel 2.1 dibawah ini

Tabel 2.1 Distribusi jenis energi terpebarukan

Sumber energi terpebarukan dalam (109) ton Tahun 2001 Tahun 2040

Biomasa 1.008 3.271

Air terjun besar 22.7 358

Panas bumi 43,2 493

Air terjun kecil 9,5 189

Angin 4,7 688

Pans matahari 4,1 480

Sel surya 0,22 784

Listrik panas matahari 0,1 68

Energi lautan 0,05 20


(36)

14 

Sumber energi terpebarukan yang sering dijumpai misalnya dari tumbuhan hewan akan cepat diperoleh dengan menggunakan teknologi untuk menghasilkan energi sesuai yang diperlukan, karena kecepatan konsumsi dan produksi relatif sama maka disebut renewable energi. Sumber energi terpebarukan lebih menyebar dan lebih mudah didapat dari pada sumber fosil dan bahan nuklir di alam ini dan keuntungan menggunakan bahan energi terpebarukan ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Bahan renewable telah lama digunakan oleh manusia lebih dari 5 ribu tahun yang lalu. Bahan ini umumnya digunakan untuk pemanasan tapi efisiensinya sangat rendah. Saat ini energi biomasa hanya digunakan 3% dari kebutuhan energi pokok, namun pada daerah pedesaan penggunaan biomasa mencapai 50% umumnya dari bahan kayu. ( Gupta, R. B dan Demirbas, A 2010).

Dengan cara menggunakan sumber bahan energi terpebarukan secara efisien, maka sumber energi yang tersedia dialam tidak terbuang secara percuma dan yang berdampak pada krisis pemanasan global ( global warming).

2.3 Industri bahan baku oleo kimia

Perhatian dunia terhadap komponent kimia pada bahan baku terpebarukan telah beralih dari petroleum karena aspek ekonomi maupun lingkungan. Minyak tumbuhan merupakan golongan minyak yang banyak diolah sebagai bahan kimia karena mungkin ditransformasi dan juga banyak tersedia secara universal. Ada juga telah melaporkan proseses polimerisasi minyak kacang dngan tiga metode. Yang pertama secara langsung pada ikatan rangkap rantai asam lemak itu dengan bahan kopolimer stirena, divinylbenzena maupun dengan senyawa stirena mengandung silikon. Material yang dihasilkan mempunyai sifat mekanis yang kuat dan tahan api. Cara yang kedua menghasilkan gugus fungsi dari ikatan rangkap pada gliserida itu kemudian gugus itu dapat selanjutnya berpolimerisasi. Dengan teknik fotoperoksidasi oksigen singlet pada minyak biji matahari maka terjadi dehidrasi pada posisi alil asam oleat yang terkandung pada minyak itu sehingga dihasilkan bentuk enon. Senyawa ini dapat menghasilkan reaksi kimia kroslink dengan diamina aromatis. Cara yang ketiga, polimerisasi metatesis


(37)

15 

senyawa alil 10-undecenoate, 10-[2′,5′ -bis(10-undecenoyloxy)phenyl]-9,10-dihydro-9-oxa-10-phospha-phenanthrene-10-oxide, dan 1,3-bis(10-undecenoyl) glycerol untuk menghasilkan poliester yang mengandung fosfor dan gugus hidroksil. Karena itu minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh dapat menghasilkan bahan polimer termoseting (Ronda, J.C 2010).

Bahan kimia dari minyak nabati dapat dihasilkan dalam 3 katagori proses yaitu sistim splitting, enzimatis dan transesterifikasi. (Ahmad, S 2000).

a. Sistim splitting : Lemak dengan uap air serta katalis menghasilkan gliserol dan asam-asam lemak campuran.

b. Sistim enzimatis : Lemak dapat terhidrolisa dengan enzim lipase menghasilkan gliserol dan asam lemak.

c. Sistem transesterifikasi : Lemak dicampurkan dengan larutan metanol-KOH menghasilkan metil ester asam lemak campuran. Campuran ini difraksinasi, maka dapat diperoleh fraksi metil ester dengan panjang rantai berbeda beda. Rantai panjang umumnya kaya akan lemak tak jenuh seperti metil oleat meti linoleat dan metil linolenat. Jumlah kandungannya bervariasi tergantng dari bahan baku. Asam-asam lemak rantai pendek ini lebih awal keluar kemudian rantai sedang dan rantai panjang (C16 keatas). Fraksi rantai panjang tak jenuh dapat menjadi umpan

pada reaksi karbonilasi.

2.3.1 Sistim Splitting

Asam lemak untuk keperluan bahan kimia telah lama diproduksi secara komersial. Lemak dapat dihidrolisa dengan asam , maupun dengan menyabunkan kemudian diasamkan menghasilkan campuran asam lemak dan glisrin maupun hasil samping. Selain itu dapat juga terjadi dengan memberikan tekanan uap yang tinggi sehingga asam lemak terdestilasi keluar (Ruston, N. A 1952).

2.3. 2 Sistim Enzimatis

Enzim lipase dapat menghidrolisa lemak dalam kondisi yang rendah menghasilkan asam lemak dan dapat juga membentuk metil ester asam lemak. Bebagai jenis enzim lipase dan cara perlakuan telah dilaporkan. Cara yang yang


(38)

16 

menarik ialah dengan menjerat enzim ini supaya dapat digunakan berulang-ulang (Ranganathan S.V. 2008) .

2.3.3 Transeterifakasi

Usaha untuk menjadikan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel telah dicoba, namun bahan ini terhambat karena viskositas terlalu tinggi. Beberapa usaha telah dilakukan mengurangi viskositas itu seperti pengenceran, mikro emulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Perubahan kimia dari minyak menjadi ester asam lemak (FAME) secara industri dilakukan dengan reaksi transesterifikasi. Berbagai teknik reaksi transesterifikasi telah dilakukan baik dari sumber pangan maupun non pangan dengan menggunakan katalis dan juga non katalis.

Reaksi transesterifikasi membutuhkan katalis baik homogen seperti KOH, NaOH, metoksida dan katalis asam seperti asam sulfat, para toluena sulfonat. Katalis heterogen juga telah dipakai seperti oksida logam ataupun senyawa karbonat. Berbagai teknik reaksi dengan mengubah media maupun suhu dan tekanan seperti kondisi superkritis metanol dan menggunakan kosolven telah dilaporkan. Teknik reaksi yang cukup penting dan tidak mencemari lingkungan yaitu menggunakan enzim lipase digolongkan pada reaksi biokatalisis juga telah digunakan.

Transesterifikasi menggunakan katalis basa dilakukan dengan melarutkan KOH ataupun NaOH dalam metanol dalam satu reaktor. Minyak nabati diinjeksikan kedalam reaktor biodiesel diikuti kemudian larutan katalis. Campuran dipanaskan pada 67oC selama 2 jam pada tekanan 1 atm. Hasil reaksi membentuk 2 lapisan yaitu ester dan gliserol kasar. Pemisahan akan sempurna setelah dibiarkan dalam 2 jam. Kesempurnaan diperoleh dengan setling 20 jam, kemudian ditambahkan air sebanyak 5,5% voluma dari jumlah metil ester, kemudian diaduk selama 5 menit. Proses pencucian ester dilakukan dalam dua step. Pertama dicuci menggunakan air sebanyak 28% dari volume minyak dan pencucian kedua dengan larutan 1 g asam titanat per liter air sambil diaduk perlahan-lahan. Kedalam lapisan air digelembungkan udara sambil diaduk sampai diperoleh lapisan ester menjadi jernih. Setelah setling, lapisan air dipisahkan dan ahirnya ditambahkan lagi air sebanyak 28% dari jumlah minyak untuk pencucian ahir.


(39)

C H2 C H C H2 O O O C C C R R R O O O C H3 OH

+

C H2 C H C H2 OH OH OH

+

R C

O

O CH3

Trigliserida

Katalis

Glisrol

Metil ester asam lemak ( FAME )

.

Gambar 2.1 Reaksi umum transesterifikasi

Metode transesterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis asam.

m metanol sebagai katalis dapat dibuat dengan

. Minyak nabati Katalis asam yang digunakan antara lain seperti asam klorida anhidrat, asam sulfat, maupun turunan sulfonat.

Asam klorida anhidrous 5% dala

penggelembungan gas HCl kering kedalam metanol.). Pembuatan asam klorida anhidrous dapat dilakukan dengan dengan menambahkan amonium klorida kedalam asam sulfat pekat. Cara pembuatan HCl dapat juga dilakukan dengan menambahkan 5ml asetil klorida kedalam 50 ml metanol kering.

Asam sulfat dalam metanol secara umum sudah banyak dilakukan

mengalami reaksi transesterifikasi dikatalisis dengan campuran 10% asam sulfat dalam metanol sambil dipanaskan. Kemampuan katalisis asam sulfat metanol 1-2% setara dengan sifat asam klorida – metanol 5% dan katalis asam sulfat ini mudah dibuat. Transesterifikasi dengan katalis ini menghasikan alkil ester berjumlah banyak, tetapi berjalan lambat. Faktor perbandingan jumlah alkohol dengan minyak adalah penting. Kelebihan alkohol membuat glisrol sulit untuk diperoleh. Karena itu perbandingan pemakaian alkohol dengan minyak harus dibuat dengan tepat. Dengan prinsip kesetimbangan, maka pemakaian alkohol yang berlebih akan menggeser kesetimbangan kearah kanan sehingga berpengaruh pada peningkatan jumlah ester yang terbentuk. Mekanisme transesterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini


(40)

R C O O R1

H+

R C O O+ H

R1

R2OH

R C O O+ O H R2 H R1 R C O O+ H R2 R C O

O R2

HOR1

H+ Ester / Lemak

( alkohol)

Alkil Ester  

Gambar 2.2 Mekanisme Transesterifikasi dikatalisis dengan Asam

Pada Gambar diatas menunjukkan bahwa pada reaksi langkah pertama terjadi protonasi menghasilkan ion oksonium selanjutnya mengalami reaksi pertukaran dengan alkohol menghasilkan suatu intermediate. Zat intermediate ini melepaskan suatu alkohol (glisrol) dan selanjutnya menghasilkan alkil ester setelah melepaskan proton. Dalam reaksi transesterifikasi ini terjadi kesetimbangan dalam tiap langkah, karena itu jika terdapat alkohol yang berlebih maka reaksi pembentukan ester menjadi sempurna (Demirbas, A 2008).

Transesterifikasi minyak nabati dengan katalis asam relatif lambat dibandingkan dengan katalis basa, akan tetapi sangat tepat digunakan pada minyak yang mengandung asam lemak bebas sehingga perlu pengembangan metode reaksi. Pengembangan tehnik reaksi transesterifikasi minyak nabati mengandung asam lemak telah dilaporkan. Katalis yang bersifat asam, seperti asam sulfat dan para toluen sulfonat (PTS) telah digunakan pada reaksi transesterifikasi minyak nabati. Percampuran minyak nabati dengan alkohol dan katalis asam tidak dapat bercampur homogen, karena itu perlu ditambahkan pelarut organik, dimetil eter. Percobaan reaksi ini dilakukan dalam sebuah reaktor glas yang tahan tekanan. Kedalam reaktor ini dimasukkan minyak, katalis asam dan metanol. Dimetil eter dialirkan dari suatu tabung melalui pipa sampai mencapai tekanan 5 atm. Jumlah metanol divarisi 3 sampai 10 % mol sedangkan katalis dibuat 1 sampai 4% berat dari minyak. Variasi suhu reaksi dibuat 40; 60 dan 80oC. Alat ini dikocok dengan kecepatan 2,6 Hz. Hasil reaksi bahwa katalis asam para toluena sulfonat (PTSA)


(41)

lebih aktif dari pada asam sulfat. Setelah reaksi 8 jam pada 60oC dalam pelarut dimetil eter dihasilkan metil ester 90,2%.     Pada pertambahan suhu menjadi 80oC, reaksi menghasilkan metil ester 97,1% dalam 2 jam. PTSA lebih aktif dari asam sulfat diduga karena sifat hidrofobilitasnya yang tinggi sehingga mudah menyerang molekul triglisrida sebaliknya dengan asam sulfat selain sifatnya dapat mengoksidasi, kemampuannya bercampur dengan minyak (hidrofobilitasnya) rendah(Guan, G 2009).

Cara lain dengan menggunakan katalis basa organik seperti amine. Yao menampilkan 3 jenis katalis basa organik, isopropil amine (IPA), tertier butil amine (t-BA), and tertier etil amine(TEA) pada transesterifikasi minyak biji lobak dan minyak biji kacang. Katalis ini mempunyai keunggulan karena pada ahir reaksi dapat diperoleh dari campuran hasil reaksi dengan cara mendestilasi dan tidak menghasilkan sabun. Kelemahan sistim ini dibandingkan dengan katalis basa anorganik adalah suhu dan tekanan serta jumlah metanol yang dibutuhkan relatif tinggi. Untuk mengatasi kesulitan ini maka dibutuhkan KOH dalam jumlah kecil. Reaksi transesterifikasi minyak pada 190oC selama 3 jam dengan katalis campuran amine 6% berat minyak serta menambahkan KOH 367,1 mg/ kg dalam metanol 9% mol minyak. Peran KOH mempertinggi aktifitas amine sebagai katalis transesterifikasi dapat terlihat dari yield metil ester. Pada sistim katalis TEA yield metil ester meningkat dari 55,3 menjadi 94,1%, demikian juga dengan katalis DEA meningkat dari 67,5 menjadi 92,8%. Penggunaan katalis t-BA mengalami pertambahan yield metil ester dari 62,4 menjadi 91,3% ( Yao, J 2010). Berbagai tipe katalis lain juga telah dipakai misalnya natrium metoksida dan boron triflorida. Penggunaan natrium metoksida sebagai katalis transesterifikasi dapat dilakukan pada sekala yang besar. Reaksi antara natrium metoksida dengan minyak nabati bersama metanol berlangsung cepat, dalam 2- 5 menit reaksi terjadi dengan sempurna meskipun pada suhu kamar (Dermibas, A 2008). Penggunaan basa seperti NaOH, KOH sebagai katalis transesterifikasi diduga membetuk metoksida secara insitu. NaOH mula mula bereaksi dengan CH3OH menghasilkan

NaOCH3.

Na OH + HOCH3 NaOCH3 + H2O 19 


(42)

Adanya air pada reaksi transesterifikasi dapat mengganggu reaksi karena dapat menghidrolisa metil ester yang dihasilkan reaksi.

C

H2 OCOR1 C H C H2 OCOR2 OCOR3

+ 3 CH3OH Katalis

C H2 OH

C H C H2 OH OH +

R1 COOCH3 R2 COOCH3 R3 COOCH3

Minyak/Lemak Metanol Glisrol Metil ester

RCOOCH3 + H2O RCOOH + CH3OH

Metil ester Asam lemak

Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis natrium metoksida diusulkan menurut Gambar 2.3 sebagai berikut

NaOCH3 Na+ + CH3O

-R1 C

O O R2

+ CH3O- R

1 C

O

-O

O R2 CH3 + CH3OH

R1 C O

-O+ CH3

O R2 H

CH3O- +

R1 C O

O CH3 R2OH +

R2 adalah

CH2 -C H C H2 OCOR1 OCOR1

R1 adalah rantai karbon asam lemak triglisrida metoksida metoksida metoksida natrium metoksida   Gambar 2.3 Mekanisme reaksi transesterifikasi dikatalisis oleh alkoksida

Dari mekanisme ini terlihat metoksida kembali dihasilkan pada langkah berikutnya tanpa terjadi air. Adanya air menyebabkan terjadi hidrolisis sehingga


(43)

21 

metil ester yang dihasilkan menghasilkan asam, selanjutnya dapat menghasilkan sabun karena bereaksi dengan basa. Karena itu reaksi transesterifikasi dengan katalis metoksida lebih baih dibandingkan dengan memakai hidroksida dari golongan alkali. Kesulitan katalis metoksida ini ada pada penyimpanan dan penanganan (handling).Bahan ini mudah terurai pada kelembapan dan sifatnya basa membuat perlu penanganan hati-hati. Hal inilah membuat perusahaan pemasok bahan mencampur natrium metoksida bersama metanol kering( Meher, L. C 2006).

Usaha untuk memperoleh hasil transesterifikasi minyak nabati yaitu metil ester dan juga gliserol yang baik, maka digunakan metode dengan kondisi metanol superkritis. Problem terbesar pada reaksi menggunakan katalis basa adalah sulit untuk mendapatkan gliserol, karena itu telah dicoba usaha melakukan reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan metanol superkritis tanpa katalis. Hawash melaporkan transesterifikasi minyak jarak menggunakan kondisi metanol superkritis tanpa katalis. Serangkaian percobaan reaksi telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh suhu, tekanan, perbandingan mol metanol terhadap triglisrida terhadap jumlah metil ester yang dihasilkan. Zat hasil reaksi dianalisis menggunakan plat TLC dan juga dengan kromatografi cair performansi yang tinggi (HPLC). Pada TLC dapat diketahui adanya triglisrida yang belum bereaksi dan komponen yang berupa senyawa mono, diglisrida serta juga metil ester. Dengan HPLC dapat ditentukan kandungan senyawa polar seperti di, dan mono glisrida serta glisrol. Jumlah asam lemak bebas pada bahan ditentukan secara titrasi menggunakan larutan standart 0,1 N KOH dengan fenol ftalena sebagai indikator. Plat TLC berukuran 20x 20 cm dilapisi dengan bubur silika gel ( 60 G) dalam air ( 15 g silika gel/100ml air), dikeringkan diudara kemudian dipanaskan(diaktifkan) pada 110oC selama 1 jam. Sampel minyak jatropha yang sudah diesterkan dan sampel jatropha sebelum diesterkan serta sampel standart metil ester ditotolkan pada plat TLC kira kira 3 cm dari bawah. Pelarut eluen yang digunakan terdiri dari n-heksana :dietil eter : asam asetat = 80:20:1. Selanjutnya plat itu setelah dielusi, dimasukkan ke ruang berisi uap jodium, untuk melihat noda yang berbeda. Alat HPLC yang digunakan Shimadzu L C 10 dihubungkan


(44)

22 

dengan detektor refraksi index menggunakan kolom Shim-Pack SCR- 10 N (7,9 mm – 30 cm) buatan Shimadzu. Suhu dibuat 50oC dan air dipompa melalui kolom dengan kecepatan 0,5 ml/menit untuk membuat komponen terpisah. Kondisi reaksi pada 512-613 K dengan tekanan 5.7-8.6 MPa, menggunakan perbandingan alkohol : minyak adalah 10 : 43 mol menghasilkan FAME 100% (Hawash, S 2009). Prinsip dasar proses pada oleo kimia melalui reaksi transesterifikasi minyak seperti CPO, PKO maupn minyak jarak menghasilkan ester metil maupun etil telah banyak dilaporkan. Baik ester asam lemak maupun asam lemak bebas telah diubah menjadi alkohol (fatty alcohol). Melalui berbagai metode transesterifikasi trigliserida dapat dihasilkan berbagai bahan kimia secara industri

.

Table 2.2 Beberapa bahan kimia yang dapat dihasilkan dari minyak nabati

Nama minyak

Bahan hasil

Hasil hilir Penggunaan

CPO Glisrol Mono glisrida Pengemulsi

makanan 1-2 propana diol, dimetil propana

glikol (1)

Pelarut minyak wangi

RCOOCH3 RCOONa Sabun

Asam oleat

Asam azelat, asam pelargonat, 1,9-nona diamida, 1,9-nona diamina, pelargo namida.(2)

Bahan polimer, insektisida, dan pelumas

Dikarboksilat anhidrid , asam dikarboksilat rantai cabang(3)

Bahan aditif biodiesel(3) Asam

linoleat

Asam dikarboksilat anhidrid tak jenuh(4)

Bahan adesif

PKO asam

dekanoat

Dekil amine, dekil aldehid (5) insektisida

Castor oil Metil risinoleat

Lakton cincin 6 , hidroksi dimetil ester rantai cabang(6)

Aditif biodiesel kaya oksigen

1-6 ditemukan oleh Nimpan Bangun dan Seri Bima Sembiring berupa teknologi proses dan manfaat, beserta mhasiswa maupun beberapa orang luar USU.


(45)

2.4 Asam-asam dikarboksilat rantai lurus.

Struktur asam dikarboksilat dapat digolongkan sebagai rantai bercabang dan berantai lurus. Pembuatan rantai lurus dapat dilakukan dengan beberapa cara.

2.4.1 Reaksi oksidasi

Asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dapat dioksidasi dengan ozon sehingga terbentuk asam pelargonat (C9) dan asam dikarboksilat C9 disebut sebagai asam

azelat menurut reaksi dibawah ini ( Kadesch, R. G 1979).Baik asam pelargonat maupun asam azelat adalah asam berantai lurus.

C

H3 (CH2)7 CH CH (CH2)7 COOH + O3 H3C (CH2)7 HC CH (CH2)7

O O

O

COOH

+ H2O C

H3 (CH2)7 C O

OH

+

C (CH2)7 O

O H

C O

OH Asam oleat

Asam pelargonat

Asam azelat  

Gambar 2. 4 Reaksi ozonisasi asam oleat

Dengan metode yang sama oksidasi terhadap asam lemak tak jenuh yang lain dapat dihasilkan asam cebasit, maupun asam dikarboksilat C21. Proses oksidasi

dapat dibuat melalui penggunaan asam kromat, kalium permanganate maupun dengan hidrogen peroksida.

Berbeda dengan penggunaan ozon, oksidasi asam oleat dengan menggunakan larutan KMnO4 dapat menghasilkan asam asam dihidroksi, asam keto hidroksi, asam diketo stearat selain asam azelat dan asam pelargonat. Distribusi hasil reaksi oksidasi asam oleat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis emulsifier, konsentrasi asam oleat dalam emulsi dan perbandingan KMnO4 terhadap asam oleat (Garti, N dan Avni, E 1981).

Kegunaan asam dikarboksilat bermacam, C9, C10 dan C12 dipakai sebagai

plastisizer. Polivynil klorida berguna sebagai pelumas mesin , sebagai bahan intermediate, poliamida, poliester , poliuretane, adhesive coating, resin dan lain-lain ( Kadesch, R.G 1979 dan Jhonson, R.W 1984 ).


(46)

2.4.2 Reaksi metatesis

Asam lemak tak jenuh dapat ditransformasi menjadi bahan kimia lain dengan berbagai cara metatesis. Ester campuran asam lemak, hasil dari minyak biji matahari mengalami metatesis dengan katalisis heterogen memakai katalisis Re2O7 / SiO2-Al2O3 / SnBu4. Pada reaksi metatesis dengan konversi metil linoleat

81,1% dapat membentuk 20,4% senyawa dimetil ester campuran. Jika metil oleat bercampur dengan metil linoleat dilakuksn reaksi metatesis maka jumlah dimetil ester total tergantung pada total konversi linoleat (Marvey, B.B 2003).

Metatesis asam karboksilat tak jenuh maupun esternya bersama dengan etena (cross metatesis) dikatalisa dengan katalis Grubb; suatu komplek Ruthenium, dapat menghasilkan α,ω senyawa dikarboksilat tak jenuh dengan hasil 38-40%. Berbeda hasilnya dengan cara metatesis asam tak jenuh seperti asam oleat tanpa pelarut dan alkena lain dikatalisa oleh katalis Grubb generasi ke dua dapat menghasilkan α,ω asam dikarboksilat tak jenuh, dengan konversi >80% ( Ngo, H.L 2006 ). Reaksi dapat digambarkan seperti dibawah ini

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)COOH +CH2=CH2

CH2=CH(CH2)7COOH + CH3(CH2)7CH=CH2 Selanjutnya terjadi reaksi mengalami koupling

2 CH2=CH(CH2)7COOH HOOC(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH + CH2=CH2

Reaksi tanpa etena dapat berjalan langsung menghasilkan dikarboksilat tak jenuh dan olefin internal; disebut self metatesis

2CH3(CH2)7CH=CH(CH2)COOH HOOC(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH + CH3(CH2)7CH=CH(CH2)CH3  

Reaksi metatesis terhadap metil oleat dikatalisa dengan komplek ruthenium indenylidena phoban dapat menghasilkan diester rantai panjang. Katalis phoan ini lebih stabil dari katalis Grubb generasi 1 sehingga proses metatesisi lebih ekonomis (Forman, G.S 2006).


(47)

2.5 Asam-asam dikarboksilat rantai cabang

Asam dikarboksilat rantai cabang dapat diturunkan dari asam lemak tak jenuh melalui reaksi karbonilasi. Reaksi ini terjadi antara asam lemak dengan CO dengan pertolongan katalis disebut reaksi karbonilasi. Reaksi ini berdasarkan zat hasilnya dapat dikelompokkan menjadi hidroformilasi, hidrokarbonilasi maupun hidroesterifikasi.

2.5.1 Hidroformilasi

Reaksi hidroformilasi adalah suatu cara menghasilkan aldehide dari senyawa tak jenuh yang bereaksi dengan CO dan H2. Pioner reaksi ini adalah O. Roelen yang

saat itu bekerja untuk mencoba meresiklus olefin ke reaktor sintesis Fischer – Tropsch. Pada saat itu industri butanol dihasilkan 4 juta ton per tahun dari reaksi karbonilasi propena.

Reaksi hidroformilasi ini pada mulanya dikatalisis oleh kobalt, menurut reaksi

RCH=CH2 + CO + H2 + R C

CH3 C

O H H

bentuk normal bentuk iso

2 R CH2C

O H Kobalt

Untuk R adalah CH3maka dihasilkan n- butanol dan iso butanol

Otto Roelen pada 1938 mengoperasikan industri ini dengan katalis [Co2(CO)8]

pada 120oC-170oC dengan tekanan 200 -300 atm. Industri yang sama telah ditemukan oleh Union Carbide pada 1976 dengan katalis lain [RhCl(CO)2(PPh3)2]

didalam cairan PPh3. Fungsi cairan PPh3 untuk menstabilkan spesies katalis yang

aktif dan menutup lokasi kordinasi pada logam Rh yang membentuk insersi propena sehingga cenderung menghasilkan isomer yang linier. PBu3 telah dipakai

sebagai ligan terhadap kobalt dan memberikan kereaktifan yang tinggi serta selektifitas pembentukan isomer linier yang tinggi. Reaktifitas yang sedemikian tinggi menyebabkan produk aldehid mengalami reaksi dengan hidrogen menjadi alkohol. Pada langkah terahir berlangsung secara ireversibel menghasilkan butiraldehida sebagai hasil adisi H2 pada spesies formil metal hidrida. Pada katalis


(48)

kobalt karbonil, spesies yang aktif adalah [HCo(CO)3], berelektron 16 yang

dihasilkan oleh adisi H2 pada Co2(CO)8 menurut reaksi Co2(CO)8 2[Co(CO)

4 ]

.

[(CO)4 Co- H - H -Co(CO)4] H2

2[HCo(CO)4 ]

Hidrida spesies ini kemudian terdisosiasi menjadi 3 karbonil menghasilkan kordinasi tak jenuh 16 elektron, sehingga reaktif. Hidroformilasi dengan katalis rodium, komplek dengan [Rh (CO)12] dan [Rh (CO)16] adalah stabil, karena itu

harus dirubah menjadi komplek hidrida dengan memberi tekanan gas campuran H2 dan CO menghasilkan [HRh (CO)4] dan kemudian bersama ligan fosfin, PPh3

menghasilkan [HRh(CO)2(PPh3)2]. Spesies ini kemudian melepaskan CO

membentuk komplek 16 elektron sehingga reaktif. Komplek rhodium 1000 kali lebih reaktif dari pada kobalt, tapi harganya lebih mahal (Astruc, D 2007).

Secara umum reaksi hidroformilasi menghasilkan aldehid berantai lurus (normal) dan isomernya berantai cabang (iso). Mekanisme pembentukan butiraldehida dari propena dapat dilihat seperti Gambar 2.5 dibawah ini.

Gambar 2.5 Siklus mekanisme hidrofomilasi propena menjadi butiraldehida 26 


(49)

Perusahaan Rhône Poulenc telah berhasil mengatasi kesulitan pembiayaan katalis rhodium itu, dengan cara mempertahankan penggunaan katalis berulang-ulang. Metode yang dipakai adalah menggunakan ligan fosfina terlarut dalam air, P(m-C6H4SO3-Na)3 yang diberi nama triphenil phosphine sulfonat sodium, TPPS. Bahan ini dibuat dari sulfonasi fosfina menggunakan asam sulfat berasap menyebabkan gugus sulfonat terbentuk pada posisi meta dari cincin fenil seperti Gambar 2.6 dibawah ini.

P

SO3H

SO3H HO3S

Gambar 2.6 Struktur trifenil fosfina meta asam sulfonat

Rhodium komplek dengan ligan sulfonat memiliki sifat larut dalam air dan reaktifitas katalisis tidak berkurang. Pada ahir proses hidroformilasi, dihasilkan aldehide yang terdapat pada fase organik, sedangkan katalis rhodium berada pada fase air sehingga dapat digunakan kembali.

Pengembagan teknologi reaksi pada industri aldehid dengan cara hidroformilasi telah berlanjut pada Union Carbida. Bahan baku olefin internal telah digunakan bersama katalis rhodium komplek dengan ligan fosfite yang besar untuk menghasikan senyawa yang asimetris. Bagian ini berkembang menjadi asimetrik katalisis.

Asam lemak tak jenuh mengalami hidroformilasi dengan bantuan katalis membentuk persamaan seperti di bawah ini :

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOR CO,H2 H3C (CH2)7 C C H

O H

CH2 (CH2)7 COOR

Aldehide yang dihasilkan dapat dioksidasi menjadi asam dikarboksilat jika R=H. Kondisi reaksi bervariasi tergantung katalis yang digunakan. Reaksi hydroformilasi senyawa lemak tak jenuh memakai katalis Co2(CO)8 berlangsung

pada 100oC dengan tekanan gas H2/CO 3000-4000 psi, tetapi dengan katalis


(50)

RhCl3/PPh3 suhu operasional 90o-110oC dengan tekanan 500-2000 psi

menghasilkan konversi 95% ( Frankel dan Pryde 1977 ). Perkembangan terakhir hidroformilasi menggunakan katalis rhodium. Dengan memakai ligan phosphit yang bulky bersama rhodium karbonil asetil asetonate, hidroformilasi ester maupun asam lemak tak jenuh berlangsung lebih cepat. Telah dipelajari pengaruh perbandingan ligan dengan atom Rh, suhu, tekanan CO tekanan H2. Kecepatan

reaksi paling besar, dengan turn over frekuensi 500 mol/jam, pada perbandingan metil oleat: Rh=910 mol, suhu 80-100oC dan tekanan CO/H2=20 bar. Dalam 3

jam diperoleh konversi metil oleat 95% (Muilwijk, K. F 1997). Aldehide diatas yang diperoleh dapat dioksidasi menjadi asam dikarboksilat bercabang.

2.5.2 Hidrokarboksilasi

Karbonilasi terhadap senyawa olefine seing disebut reaksi Reppe, karene pioner reaksi ini oleh Walter von Reppe. Telah diduga bahwa reaksi diawali dengan proses insersi olefine kedalam ikatan M-H, sehingga reaksi ini menyerupai hidroformilasi. Karena itu terbentuk spesies metal alkil kemudian berpindah kepada ligan CO menghasilkan komplek asil. Komplek ini sangat mudah terserang oleh nukleofil seperti H2O, ROH, RNH2, RSH maupun RCOOH.

Sebagai contoh pada reaksi olefine dengan CO beserta H2O. R CH CH2 + CO + H2O [Fe(CO)5]

OH-,90oC CO2 + R -CH(CHO)CH3 + R -CH2 -CH2 CHO

Hidrokarboksilasi terhadap senyawa alkuna maupun olefin sejak lama telah berkembang dan menghasilkan asam-asam organik tak jenuh dan asam organik yang jenuh. Bahan baku pada awal reaksi ini ditemukan dari asetilena kemudian diubah menjadi asam akrilat, metil akrilat kemudian bahan tak jenuh ini mengalami polimerisasi menjadi poliakrilat. Melalui teknik reaksi karbonilasi seperti ini dikembangkan reaksi dengan bahan baku yang berbeda seperti propuna dan alkuna yang lain. Banyak senyawa intermediet yang mungkin diturunkan dengan reaksi karbonilasi ini. Senyawa alkuna dan senyawa olefine mempunyai ikatan pi yang dengan katalis membentuk komplek organologam, pembentukan komplek ini menyebabkan kereaktifan atom karbon terhadap nukleofil meningkat


(51)

dan karena itu terjadi adisi pada atom karbon. Reaksi karbonilasi senyawa alkuna menjadi asam tak jenuh pada mulanya dikatalisis Ni(CO)4 dengan adanya

promotor asam halida (HX). Reaksi ini membentuk hidrida HNi (CO)2X, suatu

komplek 16 elektron, mudah berkordinasi dengan alkuna. Mekanisme reaksi diduga seperti Gambar 2.7 dibawah ini.

Ni(CO)4 + HX

- 2CO HNi(CO)2 X

C C CH3

R

HNi(CO)2 X

R C C CH3

C C

CH3 H C R

Ni(CO)2X O + CO C C CH3 C H R

Ni(CO)2X O

+ CO H2O

H2O

R C C

CH3 H HOOC R C H C COOH CH3

Gambar 2.7 Ni(CO)4 mengkatalisis hidrokarbonilasi alkuna

Reaksi karbonilasi beberapa alkuna telah dilaporkan oleh Reppe. Reaksi karbonilasi asetilena dikatalisis oleh komlpek Ni(CO)4 dalam air menghasilkan asam akrilat seperti berikut

C

H CH

+

H2O H2C CH C

O OH

asetilena asam akrilat

Ni(CO)4 HX

Jika nukleofil air diganti dengan alkohol aka akan dihasilkan ester akrilat m menurut reaksi dibawah ini.


(52)

C

H CH CO H2C CH C O CH3

O + CH3OH

+  

Nikel tetrakarbonil (Ni(CO)4 merupakan suatu katalis reaksi karbonilasi paling

efektif pada awal kreasi oleh Walter von Reppe. Bahan ini telah dibuat dalam sekala besar menurut reaksi berikut ini.

NiX2

+

5 CO

+

H2O Ni(CO)4

+

CO2

+

2 HX  

Senyawa asetilen bereaksi dengan air dengan katalis Ni(CO)4 menghasilkan asam

akrilat dengan yield di atas 90% pada suhu 150o C dan tekanan 30 atm. Metil asetilen dapat membentuk metil metakrilat dengan reaksi karbonilasi dalam metanol dengan katalis Ni(CO)4. Asam lemak tak jenuh dapat dipandang sebagai molekul olefin sehingga dapat membentuk reaksi hidrokarboksilasi menurut reaksi dibawah ini.

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH

CO,H2O

C

H3 (CH2)7 C

COOH H

CH2 (CH2)7 COOH

Asam oleat telah diubah menjadi dikarboksilat melalui reaksi hidrokarboksilasi dengan katalis nikel halida pada suhu dan tekanan yang tinggi. Pembentukan asam dikarboksilat ini dipublikasikan dalam bentuk paten (Falbe, J 1970)

Hidrokarboksilasi asam oleat dengan katalis PdCl2/PPh3 telah dapat menghasilkan

9(10)-asam karboksi stearat dengan yield 85-99% tergantung kondisi reaksi. Pada umumnya reaksi karbonilasi dengan katalis ini terjadi isomerisasi baik pada tekanan rendah maupun pada suhu tinggi. Katalis yang lebih baik dapat digunakan dari campuran Pd/C, trifenilfosfine, hidrogen klorida. Konversi asam oleat makin tinggi pada suhu 140-150oC dan tekanan 4000 psi. Untuk penggunaan katalis PdCl2 0,5%., PPh3 2%, air 110 mol suhu 160oC tekanan 4000 psi selama 6 jam,

konversi asam oleat 89,8%. Jika PdCl2 1%., PPh3 2%, air 110 mol suhu 140oC

tekanan 4250 psi selama 4 jam maka diperoleh konversi 99,4% ( Frankel dan Pryde 1977 ).

2.5.3 Paladium katalisis karbonilasi

Paladium sebagai katalis karbonilasi pada awalnya tidak popular dibandingkan dengan nikel. Katalisis karbonilasi menggunakan Pd pertama sekali diperkenalkan


(53)

pada 1962 di paten Jerman. Perbedaan pokok antara unsur Pd, Ni dan Co sebagai katalis adalah bahwa Pd(II) mengkatalisis karbonilasi senyawa alkuna bertindak sebagai promotor dan berlangsung secara stoikiometri dan pada ahir reaksi membentuk Pd(0) sehingga reaksi berhenti. Tsuji telah melaporkan karbonilasi olefin dalam alkohol menggunakan paladium klorida sebagai katalis. Zat yang dihasilkan senyawa organoklor ( Tsuji, J 1964 ). Reaksinya seperti dibawah ini:

RCH=CH2+CO+ROH+PdCl2 RCH(Cl)CH2COOR+Pd0+HCl

Graziani melaporkan reaksi etanol dengan karbon monoksida pada tekanan atmosfer dan suhu (20-40oC) menghasilkan etilkloro karbonat, etil asetat dan logam paladium. Spekulasi reaksi karbonilasi etanol dengan katalis paladium dituliskan pada Gambar 2.8 dibawah ini

C O Pd

2-H Cl H Cl C H3 H C H O C H3

+ 2H+ + 2Cl- + Pd(0) PdCl2 + H3C CH2OH

+ CH2O C Cl

O

C H3

+ C

O

OCH2CH3 CH2

C H3

asetaldehid kloro etil karbonat etil asetat CO

  Gambar 2.8 Kemungkinan hasil karbonilasi etanol

Dalam laporan telah dipostulatkan terjadi komplek hidrida [HPd(CO)Cl2]yang

reaktif namun kurang stabil. Pembentukan spesies ini diduga terjadi dari pemecahan ikatan O- H dari alkohol menyebabkan posisi proton ß terabstraksi ke Pd menghasilkan asetaldehid, sebagai salah satu jalur reaksi yang terjadi pada karbonilasi etanol diatas. Spesies hidrida ini sangat reaktif, sehingga cepat bereaksi menghasilkan Pd(0) sejalan dengan terjadinya oksidasi alkohol menjadi zat hasil (Graziani, M 1971).

Karbonilasi metanol dengan katalis paladium asetat dengan adanya ligan pospin maka dihasilkan dimetil oksalat 87 % dengan tekanan 40 atm dan suhu 800C.


(54)

Besarnya hasil ditentukan oleh perbandingan mol palladium dengan posphin maupun jenis fosfina yang digunakan. Intermediet pada reaksi ini diyakini adalah alkoksi karbonil komplek; Pd (COOCH3)(OAc)(PPh3)2. Dari hasil karbonilasi ini

maka diperoleh bahwa menggunakan ligan tri aril phospin bentuk orto adalah paling baik.

2 EtOH + CO + PdCl2 + Na2CO3 (EtO)2CO + Pd + 2 NaCl + 2 NaHCO3

Dengan perbandingan mol phosphine terhadap palladium sama dengan 2 dan selama 2 jam dengan tekanan 40 atm dan suhu 800C diperoleh dimetil oksalat 100% dan tidak ada dihasilkan dimetil karbonat. Pada pengamatan ini telah terjadi pemisahan logam paladium (Rivetti, F 1979).

Karbonilasi alkuna terminal dengan katalis paladium klorida dan kokatalis CuCl2

menghasilkan anhidrat maleat, asam maleat dan asam fumarat. Reaksi katalisis berlangsung pada udara terbuka dengan mengalirkan gas CO dan O2 ke dalam

larutan PdCl2, CuCl2, asam formiat dalam THF selama 3-8 jam. + HCOOH/H2O + PdCl2 /CuCl2 THF, 25

o C CO/O2 Ph -C CH

C CH C C O O O Ph

(1) anhidrid maleat

C C Ph HOOC COOH H

(2) asam fumarat

C

C

COOH H

Ph COOH

(3) asam maleat (1) + (2) + (3)

 

Perbandingan mol PdCl2 (10 mol): CuCl2(10-20 mol) dapat menghasilkan 75%

phenyl maleat anhidrid. Dengan kondisi yang sama karbonilasi senyawa 3,3-dimetil butuna dihasilkan 49% campuran tertier butil maleat anhidrid dengan trtier butil asam maleat. Perubahan sifat bulky Ph dengan t-Bu memberikan perubahan pada hasil reaksi. Selain itu jumlah zat hasil reaksi dipengaruhi oleh jenis pelarut, kecepatan aliran gas, dan jenis alkuna yang dipakai. Dalam reaksi ini dipostulatkan bahwa ikatan Pd-H mengalami insersi oleh O2 menghasilkan

paladium hidro prokso komplek. Reaksi terhadap alkuna internal tidak dapat berlangsung (Zagarian, D and Alper. H 1991). Sistim reaksi senyawa alkuna dengan katalis Pd(II) menggunakan CuCl2/O2 berlangsung peristiwa oksidasi


(55)

menghasilkan senyawa dikarbonil disebut karbonilasi reaksi oksidasi. Berbeda dari cara karbonilasi diatas, senyawa alkuna dengan menggunakan campuran Pd(II) bersama ligan phosphine dapat menghasilkan senyawa monokarbonil. Reaksi ini menggunakan suhu dan tekanan tinggi dan menghasilkan campuran dua isomer seperti reaksi dibawah ini

+

C C

COOH H R

H Pd(OAc)2 , PR3

HCOOH

100 -110oC

R -C CH

C C H H HOOC R + CO

+ H2O

Jumlah hasil reaksi dipengaruhi oleh faktor gugus R, jenis ligan fosfine yang digunakan dan juga terdapat perbedaan reaktifitas antara katalis PdCl2 dan

Pd(OAc)2. Pengamatan pengaruh lama reaksi terhadap hasil reaksi adalah

berbanding lurus (Zagarian, D dan Alper, H 1993).

Perkembangan katalisis karbonilasi senyawa alkuna dengan mudah menghasikan ester maupun asam asam tak jenuh pada posisi α,ß (α,ß unsaturated carboxylic acid/esters) .Material ini mendapat perhatian penting karena kebutuhan bahan dasar polimer maupun bahan kimia dan obat obatan. Karbonilasi senyawa aril asetilena seperti 4-isobutilfenilasetilena dan 4-metoksinaftilasetilena dapat menghasilkan obat anti inflammatory seperti S-ibuprofena dan S-naproxena. Reaksi umum karbonilasi senyawa 4-isobutilasetilena ditulis seperti berikut

CH C H3

C H3

CH2C

CH CH

CH CH

C C CH + CO, H2O CH CH2C

C H3 C H3 CH CH CH C CH C COOH CH2

H2 reduksi

CH C H3

C H3

CH2C CH CH C CH CH C COOH CH3 H ibuprofene 4 -isobutilfenilasetilene 2.5.4 Slektifitas

Reaksi katalisis karbonilasi senyawa tak jenuh selalu menghasilkan produk campuran bentuk isomernya. Untuk memperoleh zat hasil yang diinginkan lebih


(56)

tinggi dari pada isomernya maka dilakukan kontrol. Perlakuan ligan pada katalisis karbonilasi telah menunjukkan kontribusi pada slektifitas reaksi.

R1 C C R2 + CO + R'OH Pd(OAc)2, PR3, p - tsa

C CH

R1 R2

COOR'

CH C

R1 R2

COOR' +

2 -pyridin asam karboksilat

isomer 1 isomer 2

Untuk R1 adalah 4-isobutilfenil asetilena dan R2 adalah H dengan reaksi

karbonilasi dapat menghasilkan ibuprofen dengan katalis Pd.

Peggunaan katalis Pd(OAc)2 berupa senyawa komplek maupun dalam bentuk

campuran dengan ligan fosfina baik bidentat maupun monodentat pada reaksi karbonilasi alkuna telah dapat berlangsung pada tekanan CO yang rendah. Sistim katalis karbonilasi Pd(PPh3)4, Pd(OAc)2/dppf, Pd(OAc)2/PPh3/dppb maupun

Pd(dba)2/4PPh3 dilaporkan belangsung lambat dengan slektivitas reaksi yang

rendah.Untuk mempercepat reaksi dan menaikkan slektivitas pada karbonilasi fenilasetilen dan turunannya maka telah dilaporkan suatu sistim katalis menggunakan Pd(OAc)2/monofosfine/asam p-toluena sulfonat monohidrat(p-tsa)/ asam 2-pyridin karboksilat (pyca) maupun dengan ligan asam 2- piperidin karboksilat (pypca). Produk bentuk cabang dihasilkan dengan slektivitas 98% pada tekanan 1-3 atm CO dan suhu 100oC. Juga dilaporkan bahwa penggunaan senyawa alkuna internal dapat mengalami reaksi karbonilasi namun berlangsung lebih lambat dan slektifitas yang rendah (Jayasree, S 1999).

Katalisis karbonilasi secara sistim homogen menggunakan katalis paladium komplek mendapat perhatian karena selain slektivitas yang tinggi dapat berlangsung dengan kecepatan relatif tinggi. Masalah yang muncul adalah metode resiklus katalis paladium, yang belum banyak mendapat perhatian. Salah satu cara untuk meresiklus katalis paladium dilaporkan oleh B. R. Sakar dalam reaksi karbonilasi alkuna, alkena maupun alkohol menghasilkan senyawa ester. Katalis berinti paladium seperti Pd(pyca)(PPh3)(OTs) dengan beberapa ligan campuran

seperti struktur dibawah ini telah diikatkan secara kimia kepada bahan berpori


(57)

supaya katalis ini tetap pada fase heterogen (padat) sewaktu dipisahkan dan tidak mencemari lingkungan (Sarkar, B. R dan Chaudhari, R. V 2005). Interaksi antara katalis dan senyawa silika sebagai pengikat menurut mekanisme reaksi pada Gambar 2.9 berikut ini.

atau

Gambar 2.9 Mekanisme interaksi katalis terikat pada silika

Katalis paladium komplek telah dimodifikasi kearah pemakaian air sebagai pelarut reaksi. Pada sistim ini terjadi reaksi dalam 2 fase, yaitu fase organik dan fase organik. Komplek itu mengandung ligan yang dapat terlarut dalam air, sementara paladium berada pada fase organik yang mengkatalisis reaksi karbonilasi pereaksi. Ligan seperti ini dapat dibuat dari senyawa fosfor dan senyawa nitrogen. Ligan natrium trifenilfosfina sulfonat(TPPS) maupun gunidium fosfina dan gunidino aril dicampur dengan Pd(OAc)2 telah digunakan digunakan

pada reaksi hidrokarboksilasi styrena dalam air sebagai pelarut menurut reaksi dibawah ini:

R CH2+ CO + H2O R COOH

CH3

R

COOH +

Katalis

Dari pengamatan rekasi ini menunjukkan ligan turunan aril guanidium lebih stabil dan menghasilkan reaksi lebih slektif dari gunidium fosfina (Aghmiza, A 2005). Kedua reaksi diatas ini terjadi pada kondisi tinggi dengan katalis paladium komplek.

Berhubungan dengan sistesis obat obatan maka reaksi karbonilasi terhadap stirene maupun turunan stirena sebagai bahan prokiral. Reaksi karbonilasi terhadap styrene dalam methanol /THF dimasukkan PdCl2, CuCl2, ligan, BNPPA dan

menggunakan HCl dengan berbagai konsentasi menurut reaksi dibawah ini.


(1)

Lampiran 11


(2)

Lampiran 12

  Pengaruh jumlah aerosil terhadap konversi asam oleat no 2


(3)

Lampiran 13


(4)

Lampiran 14


(5)

Lampiran 15

Data Uji Performansi dan Emisi Gas Buang

   

  Kromatogram hasil karbonilasi entri 13

 

Kromatogram hasil karbonilasi entri 15

                   


(6)

Lampiran 16