Pentingnya Bimbingan di Sekolah Menengah Atas

dapat menyelesaikan studinya sehingga dapat menentukan kariernya agar dapat merencanakan kehidupan yang masa datang, Konselor juga bertugas menggali potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing konseli sehingga dapat mengembangkan dengan kekuatan yang dimiliki. Pada dasarnya konseli mengalami kesulitan dalam menghadapi studinya, serta dalam penyesuaian di dalam lingkugannya baik keluarga, masyarakat maupun lingkungan kerjanya, disini konselor membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan dan mengatasi kesulitan tersebut.

3. Pentingnya Bimbingan di Sekolah Menengah Atas

Kebutuhan akan bimbingan adalah hal yang universal, tidak terbatas pada masa anak dan masa remaja. Bimbingan yang diberikan pada masa-masa selanjutnya akan menanmbah kemampuan anak memilih aktivitas dalam bidang pekerjaan, kemasyarakatan, dan pendidikan secara bijaksana pada masa remaja dan masa dewasa. Bimbingan preventif di sekolah menengah akan mengurangi kebutuhan bimbingan di kemudian hari. Menurut Winkel dan Hastuti 2007: 146 memasuki sekolah pada jenjang pendidikan ini tidak membawa perubahan drastis dalam rutinitas sekolah bagi siswa, karena dia sudah biasa dengan pergantian bidang studi dan tenaga pengajar dalam jadwal pelajaran. Namun, rentang umur antara 16-19 tahun yang meliputi sebagian besar dari masa remaja, merupakan masa yang sangat berarti bagi perkembangan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan harus lebih intensif dan lebih lengkap, dibanding dengan pelayanan di satuan pendidikan di bawahnya. Hurlock 1980 mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan sosial diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lainnya. Anna Freud dalam Hurlock, 1990 berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase ”mencari jati diri” atau fase ”topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Pendidikan menengah berkenaan dengan tujuan institusional ditetapkan bahwa pendidikan menengah bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial. Kebutuhan utama pada masa ini bersifat psikologis, seperti mendapat perhatian tanpa pamrih negatif apapun, mendapat pengakuan terhadap keunikan pikiran dan perasan mereka, menerima kebebasan yang wajar dalam mengatur kehidupannya sendiri tanpa dilepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga. Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam masa ini adalah rasa tanggung jawab, persiapan diri untuk memasuki corak kehidupan orang dewasa, memantapkan diri dalam memainkan peranan sebagai pria dan wanita, perencanaan masa depan sesuai dengan bidang studi dan pekerjaan yang sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan keadaan nyata dalam masyarakat. Menurut Winkel dan Hastuti 2007: 148 bimbingan kelompok maupun individual diterapkan secara seimbang. Agar pelayanan sampai pada semua siswa, sebagian besar kegiatan dilaksanakan dalam bentuk bimbingan kelompok. Namun, jika siswa remaja sangat peka dalam hal-hal yang dianggap pribadi maka kesempatan untuk konseling sewaktu-waktu harus tersedia.

4. Paradigma Bimbingan dan Konseling