Latar Belakang Latar Belakang Masalah

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu sistem totalitas fungsional dan terarah pada suatu tujuan yaitu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkemampuan tinggi serta beriman dan bertakwa, seperti yang tercantum pada tujuan pendidikan nasional dalam UU No 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut: “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab ”. Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu dalam penyelenggaraannya tidak cukup hanya dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus di dukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita - citanya. Kemampuan seperti itu tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai peserta didik. Pendidikan bermutu disekolah adalah pendidikan yang menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat dan optimal. Hurlock 1980 mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan sosial diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lainnya. Anna Freud dalam Hurlock, 1990 berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase ”mencari jati diri” atau fase ”topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Kota Metro merupakan kota pendidikan yang ada di Lampung. Visi Dinas Pendidikan Kota Metro yaitu pendidikan unggul, berwawasan global dan berakhlak mulia http:www.metrokota.go.id?page=kontenno=11. Untuk mewujudkan Kota Metro menjadi Kota Pendidikan dimana sampai saat ini berbagai program pembangunan di bidang pendidikan yang terus diprioritaskan. Mulai dari pembangunan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung keberlangsungan pembelajaran di sekolah secara optimal maupun di sisi pendukung yang lain. Dinas Pendidikan menyadari bahwa misi dan tujuan tersebut di atas dapat terwujud apabila didukung dengan penerapan tata nilai ideal yang akan sangat menentukan keberhasilan dalam melaksanakan proses pembangunan pendidikan sesuai dengan fokus prioritas yang telah ditetapkan untuk mendukung pengembangan Kota Metro sebagi Kota Pendidikan yang unggul dan sejahtera. Penetapan tata nilai yang merupakan dasar sekaligus pemberi arah bagi sikap dan perilaku semua pegawai dalam menjalankan tugas sehari-hari. Selain itu, tata nilai tersebut juga akan menyatukan hati dan pikiran seluruh pegawai dalam usaha mewujudkan fokus prioritas Dinas Pendidikan Kota Metro. Secara formal bimbingan dan konseling telah diakui sebagai bagian integral dalam proses pendidikan di Indonesia. Terdapat sejumlah peraturan dan kebijakan pemerintah yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, antara lain UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas; Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah; SK Mendikbud No. 025O1995. Bahkan dalam Dokumen Kurikulum 2004 disebutkan bahwa “sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang menyangkut tentang pribadi, sosial, belajar, dan karier”. Prayitno 2001: 66 menyebutkan bahwa bimbingan dan konseling dalam konteks sistem pendidikan nasional Indonesia ditempatkan sebagai bantuan kepada peserta didik untuk dapat menemukan pribadi, memahami lingkungan, dan merencanakan masa depan. Subjek yang ditangani konselor adalah subjek didik yang berada dalam perkembangan normal. Bimbingan dan konseling merupakan suatu hubungan yang dinamis antara konselor dan siswa, oleh karena itu pembimbing di sekolah menerima tanggung jawab yang melibatkan dirinya dalam kehidupan-kehidupan anak didik dilandasi dengan ilmunya dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Namun demikian, berbagai masalah masih dirasakan bimbingan dan konseling terutama didalam pelaksanaannya. Menurut Prayitno dkk. 2004: 9 bimbingan dan konseling merupakan keahlian pelayanan dengan paradigma layanan bantuan yang dapat bersifat pedagogis, psikologis dan religiusspiritual. Paradigma atau contoh perubahan pelayanan bimbingan dan konseling mengacu pada upaya pendidikan dengan memperhatikan faktor-faktor psikologis dan religiusspiritual individu yang dilayani dan unsur budayaetnis yang melatar belakangi individu sebagai peserta didiksiswa. Untuk terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang professional dan optimal sesuai misi yang diemban, maka layanan bimbingan dan konseling, perlu ditunjang dengan program yang komprehensif berbasiskan tugas-tugas perkembangan salah satunya mencakup komponen pelayanan dasar yang baik, konselor yang kompeten, didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, organisasi yang kuat, serta lingkungan belajar yang kondusif untuk mengantarkan peserta didik mencapai perkembangan yang optimal. Menurut Depdiknas dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal Naskah Akademik ABKIN: 2007 program bimbingan dan konseling mengandung empat komponen pelayanan yaitu pelayanan dasar, pelayanan responsif, pelayanan perencanaan individual, dan dukungan sistem. Pelaksanaan pelayanan dasar diperuntukkan bagi semua konseli dengan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas. Strategi pelaksanaan pelayanan dasar meliputi bimbingan kelas, pelayanan orientasi, pelayanan informasi, bimbingan kelompok, dan aplikasi instrumen. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling tidaklah selalu berjalan tanpa kendala. Kita ketahui bahwa bimbingan dan konseling merupakan bagian dari organisasi sekolah, sehingga elemen-elemen sekolah yang lainnya mempengaruhi jalannya pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Kendala tersebut cukup banyak ditemukan justru berasal dari diri konselor sekolah itu sendiri. Kendala yang ditemukan yaitu konselor belum mampu dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling. Sedangkan diketahui bahwa konselor sekolah merupakan pelaksana utama layanan bimbingan dan konseling. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak selalu berjalan dengan baik. Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa sekolah, peneliti menemukan ada guru pembimbing yang tidak berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling. Peneliti menemukan terdapat guru pembimbing di SMA di kota Metro yang belum melaksanakan layanan bimbingan kelas berupa curah pendapat karena belum ada jam bimbingan dan konseling di kelas pada setiap minggunya. Guru pembimbing belum mampu melakukan bimbingan kelompok dengan baik karena tidak mengetahui tahap- tahap melakukan bimbingan kelompok sehingga terlihat seperti diskusi kelompok biasa. Guru pembimbing kurang mengaplikasikan instrumen dalam mengumpulkan data siswa sehingga data yang terkumpul hanya data pribadi siswa yang berupa angket dan setelah terkumpul terkadang guru pembimbing juga tidak mengetahui informasi tentang siswa tersebut karena hanya sebatas formalitas untuk data sekolah. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis akan melakukan kajian untuk mengetahui pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang terjadi pada SMA di Metro. Dengan demikian maka penulis akan melakukan penelitia n dengan judul “ Pelaksanaan Pelayanan Dasar Bimbingan dan Konseling pada Sekolah Menengah Atas di Kota Metro Tahun Ajaran 20122013 .”

2. Identifikasi Masalah