Pemohon dan Dasar Permohonan

Adapun pada realitanya, proses peradilan yang berlaku di Indonesia masih merupakan proses peradilan orang dewasa yang jauh dari perlindungan hak-hak anak. Begitu juga mengenai penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 UU Pengadilan Anak juga dianggap terlalu rendah dengan alasan bahwa anak yang berkonflik cenderung mendapatkan kekerasan di dalam masa penyidikan tersebut. Hal ini didasarkan pada realitas dan praktik di mana pada proses pemeriksaan, anak kerap mendapatkan kekerasan, seperti terjadi penahanan bersama orang dewasa, permasalahan lingkungan yang disebabkan “over capacity” penjara di Indonesia hingga ragam masalah penahanan dan pembinaan lainnya. Disinilah urgensi Permohonan uji materil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak “UU Pengadilan Anak” ini untuk mencari memperoleh perlindungan hukum dan kepastian hukum yang adil bagi anak-anak yang masih menjadi sasaran “mesin peradilan pidana” guna menghentikan kriminalisasi anak.

1. Pemohon dan Dasar Permohonan

Permohonan Pengujian Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak terhadap Undang-Udang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh : 1. Komisi Perlindungan Anak Indonesia, berkedudukan di Jalan Teuku Umar Nomor 10-12 Menteng, Jakarta Pusat, yang diwakili oleh : Nama : Drs. Hadi Supeno, M.Si Pekerjaan : Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Disebut sebagai : .......................................................Pemohon I 2. Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan, berkedudukan di Jalan Abdul Hakim Nomor 5A, Pasar Satu Setia Budi, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, yang diwakili oleh : Nama : Ahmad Sopian, S.H., M.A Pekerjaan : Ketua Yayasan Pusat Kajian dan perlindungan Anak Medan; Disebut sebagai : ................................................................................Pemohon II Dasar Permohonan atau Pokok Permohonan adalah : Bahwa menurut para Pemohon ketentuan Pasal 4 ayat 1 UU Perlindungan Anak, sepanjang frasa, “sekurang-kurangnya 8 delapan tahun” bertentangan dengan Pasal 28B ayat 2 dan Pasal 28D ayat UUD 1945 karena batas umur Anak tersebut terlalu rendah, bukan saja tidak memenuhi rasa keadilan, akan tetapi melanggar hak konstitusional anak yang dijamin dalam Pasal 28B ayat UUD 1945. Hak tumbuh kembang anak terlanggar, karena pemidanaan anak akan membawa anak Sidang Anak merupakan bentuk perampasan kemerdekaan dan tumbuh kembang anak, karena: a. Batas usia tanggung jawab pidana anak terlalu rendah dibandingkan usia boleh bekerja. b. Batas usia tanggung jawab pidana anak melanggar hak konstitusional anak atas pendidikan. c. Usia tanggung jawab pidana anak dalam UU Pengadilan Anak jauh lebih rendah dibandingkan berbagai negara. d. Sistem Peradilan Pidana Anak, masih merupakan turunan dari sistem peradilan orang dewasa. e. Anak bukan pelaku tindak pidana otentik, namun terkait situasi lingkungan sosialnya. Bahwa secara konstitusionalnya tidak ditemukan rujukannya memberikan batas usia tanggung jawab pidana kepad anak sekurang-kurangnya 8 tahun, sehingga rujukannya semestinya ditelaah berdasarkan sejarah hukum, peraturan perundang-undangan, maupun instrumen internasional. Menurut para pemohon ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU Pengadilan Anak sepanjang frasa, “belum mencapai umur 8 delapan tahun” dianggap bertentangan dengan Pasal 28B ayat 2 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 karena terlalu rendah dalam menentukan batas usia tersebut guna dilakukan proses hukum oleh Penyidik, dimana UU Pengadilan Anak tetap mempersamakan perlakuan proses penyidikan seperti halnya penyidikan oleh “pro justisia” yang diajukan ke Sidang Anak. Menurut para Pemohon juga ketentuan Pasal 22 UU Pengadilan Anak bertentangan dengan Pasal 28B ayat 2 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan karenanya berlaku secara inskonstitusional bersyarat, karena tidak memperhatikan tindakan sebagai prioritas bukan pemidanaan, karena terdapat situasi buruk dalam pemidanaan sebagaimana fakta antara lain : a. Kekerasan; b. Kecenderungan penahanan; c. Kecenderungan penjatuhan pidana daripada tindakan; d. Proses “pro justisia” dan pidana bukan the last resort; e. Penahanan atau pemenjaraan bersama orang dewasa; f. Over capacity; g. Ragam permasalaha pembinaan. Untuk lebih jelasnya, para Pemohon mendalilkan pasal-pasal dalam UU Pengadilan Anak yang dimohonkan pengujian bertentangan dengan UUD 1945 atau setidaknya konstitusional bersyarat, yakni; 1. Pasal 1 angka 2 huruf b seoanjang frasa “... maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.” 2. Pasal 4 ayat 1 sepanjang frasa “...sekurang-kurangnya 8 delapan tahun...” 3. Pasal 5 ayat 1 sepanjang frasa “...belum mencapai umur 8 delapan tahun...” 4. Pasal 22 sepanjang frasa “... pidana atau...” 5. Pasal 23 ayat 2 huruf a sepanjang frasa “...pidana penjara...” 6. Pasal 31 ayat 1 sepanjang frasa “... di Lembaga Pemasyarakatan Anak...” Pemohon mendalilkan bahwa tiga dari enam pasal yang dimohonkan oleh para Pemohon adalah inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945, sedangkan frasa lainnya yang terdapat dalam tiga pasal lainnya, dimohonkan oleh para Pemohon untuk ditafsirkan inkostitusional bersyarat, jika proses penyidikan anak sudah menjamin perlindungan hak-hak anak dengan memperhatikan hak-hak anak memperoleh prioritas tindakan bukan pidana; Adapun Pasal-pasal yang dimohonkan untuk dinyatakan inkostitusional dan bertentangan dengan UUD 1945 adalah menyangkut isu hukuim berikut : 1. Defenisi Anak Nakal; 2. Pidana Penjara Bagi Anak Nakal; 3. Anak Nakal di Lembaga Pemasyarakatan Anak 4. Batas Usia Anak; 5. Pidana atau Tindakan.

2. Permohonan yang diajukan si Pemohon