Undang-Undang Nomor 81981 KUHAP Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997

tetapi juga dalam bentuk instruksi lisan dengan menggunakan sarana komunikasi. Akan tetapi harus diperhatikan antara yang memerintah dengan yang diperintah harus ada hubungan jabatan dan dalam ruang lingkup kewenangankekuasaan menurut hukum politik meskipun tidak harus sebagi pegawai negeri. Pasal 51 ayat 2 : 113 Hukum pidana formil atau hukum acara pidana yang berlaku sekarang ini adalah berdsarkan Undang-undang yang disetujui pada tanggal 9 September 1981 dan disyahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981. Selanjutnya disyahkan menjadi Undang-Undang oleh Presiden pada tanggal 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Lembaran Negara Tahun Pasal ini menentukan bahwa melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah, tetap merupakan perbuatan melawan hukum; dan oleh karenanya tidak dapat dijadikan alasan untuk menghapuskan pidana tidak membebaskan pelakunya dari hukuman. Akan tetapi apabila perintah tersebut dilaksanakan oleh orang yang menerima perintah dengan itikad baik karena memandang perintah tersebut adalah perintah dari pejabat yang berwenang, dan pelaksanaan perintah tersebut termasuk dalam ruang lingkup tugas-tugasnya yang biasa ia lakukan, maka ia tidak dipidana.

2. Undang-Undang Nomor 81981 KUHAP

113 Pasal 51 ayat 2 KUHP berbunyi : “Perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang tidak berhak tidak membebaskan dari hukuman, kecuali jika pegawai yang dibawahnya atas kepercayaannya memandang bahwa perintah itu seakan-akan diberikan oleh kuasa yang berhak dengan sah dan menjalankan perintah itu menjadi kewajiban pegawai yang dibawah perintah tadi”. 1981 Nomor 76. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 81981 KUHAP tersebut, maka kewenangan dalam memberikanmenjatuhkan putusan atau vonis terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana adalah hakim majelis hakim. Demikian juga kewenangan untuk mengecualikanmenghapuskan hukuman juga adalah hakim. Berdasarkan KUHAP, maka jenis-jenis keputusan yang dapat dijatuhkan pengadilan majelis hakim dalam suatu perkara pidana adalah : 1. Putusan pemidanaanpenghukuman veroordeling 114 2. Putusan bebaspembebasan vrijspraak 115 3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum ontslag. 116

3. Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997

Undang-Undang Nomor 31997 ini adalah Undang-Undang tentang Pengadilan Anak yang disyahkan berlaku mulai tanggal 3 Januari 1997. Undang- undang ini ada hubungannya dengan alasan pengecualian hukuman, terutama terhadapa anak yang melakukan perbuatan pidana. Pada mulanya dalam KUHP kita diatur tentang anak yang berumur dibawah 16 tahun yang melakukan perbuatan pidana tidak dikenakan hukuman, yang merupakan salah satu alternatif dari putusan hakim, seperti yang diatur di dalam Pasal 45 KUHPidana. 114 Pasal 193 KUHAP berbunyi : “jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan indak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”. 115 Pasal 191 ayat 1 KUHAP berbunyi : “jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”. 116 Pasal 191 ayat 2 KUHAP berbunyi : “jika pengadilan berpendapat baha perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”. Dengan demikian berdasarkan pasal 45 KUHP tersebut, maka faktor umur yang msih muda, yaitu di bawah 16 tahun merupakan alasan penghapus pidana. Akan tetapi, sejak keluarnya UU Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, maka Pasal 45 KUHP ini telah dicabut, sesuai dengan bunyi Pasal 67 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Oleh karena itu berdasarkan UU tentang Pengadilan Anak sekatrang ini, amak batas umur pelaku yang tidak dapat dipidana adalah dibawah 8 delapan tahun, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 4 berbunyi : “1 Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurang-kurangnya 8 delapan tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin. 2 Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak”. Jadi apabila anak yang berumur 7 tahun misalnya melakukan suatu tindak pidana pencurian, maka anak tersebut berdasarkan Pasal 4, tidak dapat dihukum merupakan alasan penghapus pidana. Meskipun terhadap anak yang berumur dibawah delapan tahun tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik bukan diadili oleh hakim guna mengetahui apakah tindak pidana yang dilakukan anak tersebut seorang diri, atau ada orang lain yang berumur di atas delapan tahun atau dengan orang dewasa, yang ikut serta melakukan. Hal ini dipertegas dalam Pasal 5 ayat 1 Undng-Undang tentang Pengadilan Anak ini, beserta Penjelasannya. Pasal 5 ayat 1 berbunyi : “Dalam hal anak belum mencapai umur 8 Delapan tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik”. Dalam Pasal 5 ayat 1 berbunyi : “Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik terhadap anak yang melakukan tindak pidana sebelum mencapai umur 8 delapan tahun tetap diterapkan asas praduga tak bersalah. Penyidikan terhadap anak dilakukan untuk mengetahui apakah anak melakukan tindak pidana seorang diri atau ada unsur pengikutsertaan deelmening dengan anak yang berumur di atas 8 delapan tahun atau dengan orang dewasa”. Dengan demikian berdasarkan Pasal 5 ini, maka jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh anak dibawah umur delapan tahun bersama-sama dengan orang dewasa atau anak yang berumur di atas delapan tahun, maka anak yang berumur dibawah delapan tahun tidak dipidana, sedangkan orang lain yag ikut serta dapat diadili dan dijatuhi pidana dapat dihukum. Dengan demikian di Negara kita, dengan keluarnya UU tentang Pengadilan Anak ini telah membawa perubahan dalam hal alasan penghapusan pidana dari sudut faktor umur pelaku. Batas umur 8 delapan tahun bagi Anak Nakal untuk dapat diajukan ke Sidang Anak didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis, dan pedadogis, bahwa anak yang belum mencapai umur 8 delapan tahun dianggap belum dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Hal ini dipertegas dalam Penjelasan Pasal 4 ayat 1 UU No. 31997 tentang Pengadilan Anak. ....Batas umur 8 delapan tahun bagi Anak Nakal untuk dapat diajukan ke Sidang Anak didasrkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis, dan pedadogis, bahwa anak yang belum mencapai umur 8 delapan tahun dianggap belum dapat mepertanggungjawabkan perbuatannya. 117 Sedangkan dalam Task Force on Juvenile Deliquency Prevention, menentukan bahwa seyogianya batas usia penentuan seseorang sebagai anak dalam konteks pertanggungjawaban pidana ditetapkan usia terendah 10 tahun dan batas antara 16-18 tahun. Resolusi PBB yang tertuang dalam Resoluisi 4033 yaitu tentang UN Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice Beijing Rules menetapkan batas anak, adalah seseorang yang berusia 7-18 tahun. 118 Undang-undang Nomor 5 tahun 2010 ini adalah Undang-Undang tentang Grasi yang baru, menggantikan UU yang lama No. 22 Tahun 2002. Undang-