Keterampilan berpikir kritis siswa pada materi kesetimbangan kimia melalui pembelajaran berbasis masalah

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH

FAJAR NUGROHO

NIM 1110016200014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Tujuan penelitian ini menganalisis keterampilan berpikir kritis yang dimiliki siswa dan mengetahui indikator keterampilan berpikir kritis siswa yang paling dominan setelah diterapkannya model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap di kelas XI MIA SMA Dharma Karya. Sampel penelitian ini sebanyak 22 siswa kelas XI. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif. Penelitian ini terdiri dari 5 tahapan yaitu orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing pengalaman individu/kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes uraian dan lembar observasi. Hasil analisis data dari tes dan observasi menunjukkan bahwa pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa secara umum telah dicapai dengan baik. Indikator keterampilan berpikir kritis siswa yang paling dominan baik pada kelompok tinggi, sedang dan rendah sama yaitu pada indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan memutuskan suatu tindakan

Kata Kunci: Berpikir Kritis, Kelompok Tinggi, Kelompok Sedang, Kelompok Rendah, Tes Uraian.


(6)

vi

This study aims to analyze students’ critical thinking skill in chemistry equibirilium with problem based learning and to find out the dominant indicator of students’ critical thinking skill as a resuls of implementation of problem based learning. This study was conducted in SMA Dharma Karya. The subject of this study were consisted of 22 students second grade. The method used in this study was descriptive quantitative. This study carried out in five stages: orientation of students on the issue, organizing students to learn, guiding experience individual / group, develop and present work, analyze and evaluate the problem-solving process. The instrument of this study was a test and observation.

The results of the analysis of data from essay test and observation showed the achievement of students’ critical thinking skill in general have achieved well. Indicators of critical thinking skill of students who achieved the most in upper group, moderate group and lower group was same. There are consider the credibility of resources and making a decisions.

Keywords: Critical Thinking Skill, Upper Group, Moderate Group, Lower Group, Essay Test.


(7)

vii

seluruh alam raya, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Segala shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan untuk Nabi besar Muhammad SAW.

Tugas akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) di Prodi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tak lepas dari dukungan dan uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (P.IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Dedi Irwandi, M.Si selaku ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

4. Tonih Feronika, M.Pd selaku dosen pembimbing I (satu), yang dengan sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Burhanudin Milama, M.Pd selaku dosen pembimbing II (dua) dan pembimbing akademi, yang juga dengan sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

6. Drs. Moh. Wahid Hasyim selaku kepala Sekolah SMA Dharma Karya

Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang tengah dipimpin.


(8)

viii terimakasih banyak atas kerjasamanya.

9. Segenap jajaran dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah mendedikasikan ilmunya kepada penulis.

10.Kedua orang tuaku tercinta; Ibunda Sringatin dan Ayahanda Parjianto terima kasih yang terbesar untuk kalian, atas bantuan moriil dan meteriil yang tidak dapat ananda balas. Ananda persembahkan semua untuk Ibu dan Bapak. Saya sungguh sangat mencintai kalian dan ingin membahagiakan kalian.

11.Kakak-kakak saya yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

12.Resti Nurul Farhati Big Thanks for you, for all motivation, attention, assistance, and many others.

13.Rekan-rekan Program Studi Pendidikan Kimia Angkatan 2010, yang telah banyak memberikan dukungan, saran, masukan, dan pendapatnya kepada penulis. Semangat berjuang sahabat-sahabat demi menggapai impian-impian kita dimasa depan. Semoga kelak kita akan berkumpul kembali dan tetap menjalin tali silaturahmi.

14.Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dan tidak sempat penulis sebutkan.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak demi kemaslahatan bersama serta bernilai ibadah di hadapan Allah SWT. Amien.

Jakarta, Februari 2015

Penulis


(9)

ix

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iv

ABSTRAK... v

KATAPENGANTAR... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KERANGKA TEORITIS, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN KERANGKA PIKIR A. Hakikat Pembelajaran ... 8

B. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 10

C. Hakikat Berpikir Kritis ... 17

D. Pembelajaran Kesetimbangan Kimia ... 23

E. Penelitian Yang Relevan ... 27

F. Kerangka Pikir ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31


(10)

x

E. Populasi dan Sampel ... 37

F. Instrumen Penelitian ... 37

G. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ... 40

H. Teknik Analisis Data... 44

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 47

B. Pembahasan... 54

BAB V PENUTUP C. Kesimpulan ... 79

D. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(11)

xi

Tabel 2.2 Kemampuan Dasar Berpikir Kritis ... 22

Tabel 3.1 Kisi-kisi Format Tes Uraian ... 38

Tabel 3.2 Kisi-kisi Format Lembar Observasi ... 38

Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Kemampuan Siswa Melalui Tes... 45

Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kemampuan Siswa Melalui Observasi ... 46

Tabel 4.1Hasil Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Tes Uraian ... 49

Tabel 4.2Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Observasi ... 51

Tabel 4.3 Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis Setiap Kelompok Siswa pada Seluruh Indikator ... 53


(12)

xii

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir ... 30 Gambar 3.1 Alur Penelitian... 32 Gambar 4.1 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Tinggi Indikator Menfokuskan

Pertanyaan ... 55 Gambar 4.2 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator Menfokuskan

Pertanyaan ... 55 Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Rendah Indikator Memfokuskan

Pertanyaan ... 56 Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Rendah Indikator Menganalisis

Argumen ... 57 Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator Menganalisis

Argumen ... 58 Gambar 4.6 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Tinggi Indikator Menganalisis

Argumen ... 58 Gambar 4.7 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator Bertanya dan

Menjawab Pertanyaan ... 60 Gambar 4.8 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Tinggi Indikator Bertanya dan

Menjawab Pertanyaan ... 60 Gambar 4.9 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Tinggi Indikator

Mempertimbangkan Apakah Sumber Dapat Dipercaya atau Tidak . 62 Gambar 4.10 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator

Mempertimbangkan Apakah Sumber Dapat Dipercaya atau Tidak . 63 Gambar 4.11 Contoh Jawaban Siswa kelompok Rendah Indikator Mendeduksi

dan Mempertimbangkan Hasil Deduksi ... 64 Gambar 4.12 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator

Mendeduksi dan Mempertimbangkan Hasil Deduksi ... 65 Gambar 4.13 Contoh Jawaban Siswa kelompok Tinggi Indikator Menginduksi dan Mempertimbangkan Hasil Induksi ... 66 Gambar 4.14 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Rendah Indikator Menginduksi


(13)

xiii

Gambar 4.17 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator Membuat dan Mempertimbangkan Nilai Keputusan ... 69 Gambar 4.18 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Rendah Indikator Membuat dan

Mempertimbangkan Nilai Keputusan ... 69 Gambar 4.19 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Tinggi Indikator Mendefinisikan

Istilah dan Mempertimbangkan Suatu Definisi ... 70 Gambar 4.20 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator Mendefinisikan

Istilah dan Mempertimbangkan Suatu Definisi ... 71 Gambar 4.21 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Tinggi Indikator

Mengidentifikasi Asumsi ... 72 Gambar 4.22 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator

Mengidentifikasi Asumsi ... 73 Gambar 4.23 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Tinggi Indikator Memutuskan

Suatu Tindakan ... 74 Gambar 4.24 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Sedang Indikator Memutuskan


(14)

xiv

Lampiran 2. RPP pertemuan ke- 2 ... 92

Lampiran 3. Lembar Validasi Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis Siswa... 99

Lampiran 4. Hasil Olah Data Tes ... 119

Lampiran 5. Cara Perhitungan Data Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 125

Lampiran 6. Data Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 126

Lampiran 7.Kisi Contoh Observasi Keterlaksanaan Keterampilan Berpikir Kritis ... 129

Lampiran 8. Lembar Observasi ... 132

Lampiran 9. Rubrik Keterlaksanaan Keterampilan Berpikir Kritis ... 135

Lampiran 10. Cara Perhitungan Data Hasil Observasi Keterampilan Berpikir Kritis ... 141

Lampiran 11. Hasil Olah Data Observasi ... 142

Lampiran 12. Tabel Hasil Analisi Keterampilan Berpikir Kritis pada Tes ... 145

Lampiran 13.Tabel Hasil Analisi Keterampilan Berpikir Kritis pada Observasi 147 Lampiran 14. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 149

Lampiran 15. Lembar Validasi Insturmen Test Uraian ... 150

Lampiran 16. Lembar Validasi Insturmen Contoh Observasi ... 151


(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan, dan memegang peranan yang sentral dalam kelangsungan hidup bangsa dan bernegara. Dalam arti sempit pendidikan dapat merupakan proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal dengan istilah pengajaran (instructional).1 Sedangkan para ahli psikologi memandang pendidikan adalah pengaruh orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosialnya dalam bermasyarakat.2 Hal ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu proses interaksi belajar mengajar yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak-anak guna mencapai kematangan dalam hidup di masyarakat. Sehingga itulah kenapa pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa dan negara.

Pendidikan juga dapat menjadi tolak ukur kualitas dari suatu bangsa, semakin baik pendidikan suatu bangsa maka akan semakin baik kualitas bangsa tersebut dan begitu juga sebaliknya. Pendidikan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, informasi dan komunikasai pun berkembang setiap saat hingga sekarang ini. Hal itu mengakibatkan adanya persaingan yang sangat ketat di dunia pendidikan, oleh karena itu untuk menghadapinya diperlukan kualitas pendidikan yang baik dan bermutu tinggi.

Terdapat fakta yang cukup memilukan bagi pendidikan di Indonesia, dari hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) 2012, dari

1

Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran

Modul, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), h. 23

2

Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan


(16)

65 negara anggota PISA, pendidikan Indonesia berada di bawah peringkat 64.3 PISA merupakan studi internasional kemampuan literasi membaca, matematika, dan sains yang diselenggarakan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk siswa usia 15 tahun dan untuk sains perigkat indonsia pun tetap pada urutan ke 64. Hal ini menunjukan bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangat rendah, oleh karena itu dibutuhkan suatu cara agar pendidikan di Indonesia bisa lebih maju khususnya dalam pembelajaran sains.

Pembelajaran sains atau yang dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu suatu fenomena, fakta dan teori. Namun pembelajaran IPA bukan hanya sekedar mengkaji konsep-konsep, fakta-fakta ataupun teori-teori tetapi juga merupakan proses penemuan yang akan menghasilkan suatu pengalaman langsung yang dapat mengembangkan potensi siswa. Berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kemampuan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPA, dan berpikir kritis merupakan salah satu ciri dari berpikir tingkat tinggi.

Berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalanya.4 Prosesnya yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan penarikan kesimpulan. Sementara berpikir kritis yaitu pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mestinya dipercaya atau dilakukan.5 Pentingnya mengajarkan berpikir kritis tidak dapat diabaikan lagi, karena berpikir kritis merupakan proses dasar dalam suatu keadaan dinamis yang memungkinkan siswa untuk menanggulangi dan mereduksi ketidaktentuan masa datang, sehingga diharapkan siswa akan mampu menghadapi berbagai permasalahan hidup yang semakin kompleks.

3

Peringkat Indonesia di Programme for Internasional Student Assement (PISA),

http://nces.ed.gov.surveys/pisa/pisa2012/index diakses 02 Januari 2014, diakses pada 02 Januari 2014

4

Sumandi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 ), h. 55

5


(17)

Kimia merupakan salah satu rumpun dalam IPA, sehingga mempunyai karakter yang sama. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya didapatkan melalui percobaan (induktif) dan pada perkembangan selanjutnya kimia dapat diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).6 Pembelajaran kimia seharusnya menjadi pembelajaran yang menyenangkan karena penuh dengan aktifitas yang menggunakan otak kanan dan juga otak kiri sehingga dapat mengembangkan potensi siswa, namun pada kenyataannya pembelajaran kimia menjadi pembelajaran yang sulit untuk dimengerti oleh siswa dan terkesan kimia adalah pelajaran hitung menghitung dan abstrak. Hal ini salah satunya disebabkan oleh metode atau pendekatan pengajaran yang dilakukan oleh guru kurang tepat, sehingga guru yang awalnya ingin membuat pembelajaran kimia jadi menyenangkan, namun guru menggunakan metode ceramah dan cenderung monoton yang akhirnya membuat siswa menjadi bosan dan tidak dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.

Jacqualine dan Martin Brooks mengatakan mereka percaya bahwa guru lebih sering menyuruh murid membaca, mendefinisikan, mendeskripsikan, menyatakan dan mendaftar daripada menganalisis, menimpulkan, mengaitkan, mensintesiskan, mengkritik, menciptakan, mengevaluasi, memikirkan dan memikirkan ulang serta mereka juga mengeluhkan hanya sedikit sekali sekolah yang benar-benar mengajar murid untuk berpikir kritis.7 Banyak metode, pendekatan ataupun model pembelaran yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran yang bertumpu pada penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri dari PBM; Pertama, PBM merupakan aktivitas pembelajaran; Kedua, aktivitas pembelajaran diarahan untuk menyeleaikan masalah; Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara

6

Depdiknas, Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan

Penilaian Mata Pelajaran Kimia, Proyek Pengelolaan Pendidikan Menengah Umum,

(Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 7


(18)

ilmiah. 8 Peterson mengatakan bahwa fokus penekanan dalam proes pembelajaran berbasis masalah bukan saja pada saat pembelajaran itu terjadi, tetapi juga nantinya di masa datang yakni kecakapan-kecakapan yang diperoleh akibat proses itu. 9 Itu artinya apa yang diketahui siswa yaitu pengetahuan dan koten pembelajaran, kurang begitu penting dibandingkan dengan bagaimana ia mengetahuinya. Keunggulan pembelajaran berbasis masalah ini diantaranya yaitu pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi suatu pelajaran, lebih menyenangkan, dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis masalah memang mendukung untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk mengembangkan dan mengasah berpikir kritis siswa, seperti pada peneltian yang dilakukan oleh Zalia Muspita, I. W. Lasmawan, dan Sariyasa bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.10

Berdasarkan pendapat dan fakta mengenai masih rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa di Indonesia dan pembelajaran berbasis masalah yang dapat meningkatan keterampilan berpikir kritis tersebut, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul : “Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Pada Materi Kesetimbangan Kimia Melalui Pembelajaran Berbasis

Masalah.”

8

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung; Kencana, 2006), h. 214

9

M Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana

Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta Kencana,2009), h.13

10

Zalia Muspita, I. W. Lasmawan, Sariyasa, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis. Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPS Siswa

Kelas VII SMPN 1 Aikmel, (Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha


(19)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah, yaitu:

1. Masih rendahnya sistem pendidikan di Indonesia sehingga membuat peringkat Indonesia terpuruk dalam pendidikan khususnya dalam bidang sains.

2. Pembelajaran kimia yang diajarkan masih kurang mengasah keterampilan berpikir kritis siswa.

3. Tuntutan masa depan yang mengharuskan siswa mampu berpikir kritis guna menghadapi tantangan masa depan.

4. Metode atau pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru monoton sehingga dalam mengajarkan kimia sehingga siswa kurang mampu mengasah kemampuan nalarnya.

C. Pembatasan Masalah

Agar Penelitian ini lebih terarah, maka ruang lingkup masalah yang diteliti dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Keterampilan berpikir kritis yang diteliti meliputi keterampilan sesuai indikator : (1) Memfokuskan pertanyaan, (2) Menganalisis pertanyaan, (3) Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan). (4) Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, (5) Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan, (6) Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, (7) Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, (8) Membuat dan menentukan nilai pertimbangan, (9) Mengidentifikasi istilah dan pertimbangan definisi, (10) Mengidentifikasi asumsi, (11) Menentukan tindakan, (12) Berinteraksi dengan orang lain. 2. Materi yang digunakan pada kegiatan pembelajaran dibatasi pada


(20)

3. Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah model pembelajaran berbasis masalah.

D. Perumusan Masalah

Masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas keterampilan berpikir kritis siswa pada materi kesetimbangan kimia melalui pembelajaran berbasis masalah?

2. Bagaimana perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa berdasarkan kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis keterampilan berpikir kritis yang dimiliki siswa kelas XI MIA pada kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah setelah diterapkannya model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).

2. Mengetahui indikator keterampilan berpikir kritis yang paling dominan yang dimiliki oleh siswa pada kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah setelah diterapkannya model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi:

1. Guru, dapat memberian informasi yang dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam memilih dan merancang srategi, model dan metode pengajaran yang tepat agar mampu mengaah keterampilan berpikir kritis siswa.

2. Siswa, informasi ini dapat dijadikan sebagai ahan dasar untuk memperbiki cara berpikir siswa khususnya berpikir kritis siswa


(21)

sehingga dapat memecahkan masalah dan meraih prestasi baik dalam lingkup sekolah maupun msyarakat.

3. Sekolah, informasi ini dapat dijadikan acuan untuk mencari pemikiran baru untuk lebih meningkatan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.

4. Peneliti, sebagai bahan masukan teknik mengajar untuk mendukung aktivitasnya nanti di dunia kerjanya.


(22)

8

A. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran adalah istilah lain dari kegiatan belajar dan mengajar. Istilah pembelajaran sangat erat kaitannya dengan kegiaan belajar, karena dua istiah ini tidak bisa dipisahkan dan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi manusia. Untuk mngetahui hakikat dari pembelajaran maka harus mengetahui terlebih dahulu mengeni belajar.

Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap tingkatan pendidikan dan berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan tergantung dari proses yang siswa dapatkan baik disekolah, di lingkungan keluarga.1Teori lain mengatakan ”belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik bersifat eksplisit maupun implicit.”2 Dalam belajar akan menggunakan 3 ranah yaitu kognitif, afekif dan psikomotor. Banyak pendapat mengenai pengerian

belajar oeh para ahli, diantarnya menurut Skinner mengemukakan : “belajar

adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun“.3 Lebih lanjut Skinner menyebutkan dalam belajar adanya (i) kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon pebelajar, (ii) respon si pebelajar, dan (iii) konsekeunsi yang bersifat menguatkan respon tersebut.4

Belajar lebih sering dianggap sebagai suatu proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Menurut Gagne:

1

Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 59 2

Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan

Problematika Belajar Dan Mengajar, (Bandung:Alfabeta, 2003), h. 11

3

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembejaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 9 4


(23)

Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketermpilan, pengetahuan, sikap dan nilai.Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimlasi lingkungan, melewati pengolahan infromasi, menjadi kapabilitas baru.5

Berdasarkan beberapa teori mengenai belajar, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari.

Pembelajaran adalah membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama dari keberhasilan pendidikan yang ada.6 Pembelajaran merupakan proes komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untk membantu seseorang mempelajari suatu kemmpuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, memotivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya. Menurut Dunkin dan Biddle mengatakan bahwa:

Proses pembelajaran atau pengajaran berada pada empat variable interaksi yaitu (1) variabel petanda (presage variable) berupa pendidik; (2) variabel konteks (context variables) berupa pesrta didik, sekolah dan masyaraat; (3) variabel proses (process variables) berupa interaksi antara peserta didik dengan penididik; (4) variabel produk (product variables) berupa perkembangan peserta didik dalam jangka endek mupun jangka panjang. Dunkin dan Biddle selanjutnya mengatakan proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (1) kompetensi subansi materi pembelajaran

5

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembejaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 10 6

Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan


(24)

atau penguasaan materi peajaran dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran.7

Menurut Piaget , pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut, yaitu:8

1. Langkah satu: menentukan topik yang dpat dielajari oleh anak sendiri

2. Langkah dua: memilih mengemabangkan aktivitas kelas dengan topic terebut.

3. Langkah tiga: mengetahui adanya esempatan bagiguru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang poes pemecahan masalah.

4. Langkah empat: menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan , dan melakukan revisi.

Berdasarkan beberapa teori mengenai belajar dan pembelajaran maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu kegiatan guna memperbaiki perilaku atau sikap seseorang menjadi lebih baik dan meliputi 3 ranah yaitu kogniti, afektif dan psikomotorik. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan mengajarkan siswa melalui proses dua arah dari pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.

B. Pembelajaran Berbasis Masalah

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)atau yang lebih dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai sumber dari pembelajaran. PBM dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.9 Melalui proses pemecahan masalah yang dilakukan dalam pembelajaran, siswa dapat menemukan

7

Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan

Problematika Belajar Dan Mengajar, (Bandung:Alfabeta, 2003), h. 63

8

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembejaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 14-15 9

Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung; Kencana, 2006), h.214


(25)

konsep, prinsip-prinsip, dan berbagai pengalaman belajar melalui proses mentalnya sendiri, sehingga membuat siswa menjadi lebih termotivasi (menjadi lebih aktif, kritis, dan kreatif) dalam mengikuti pelajaran. Menurut Tan, pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu penemuan yang baru dalam pembelajaran karena dapat membantu siswa untuk mengoptimalkan segala potensi dan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.10

Arends mengatakan bahwa PBM berusaha untuk membantu siswa menjadi mandiri dan pembelajar yang aktif serta bimbingan dari guru yang secara berulang memberikan semangat dan penghargaan ketika siswa mengajukan pertanyaan dan mencari solusi atas masalah yang mereka hadapi akan membuat siswa belajar untuk mengaplikasikannya ke dalam kehidupan yang akan datang.11 Dengan demikian, PBM adalah sutatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi guna menjadi pembejalar yang aktif dan dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupannya di masa yang akan datang.

Masalah dalam PBM adalah masalah yang bersifat terbuka. Arinya, jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian, PBM memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang berumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBM: 12

10

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 229

11

Richard I. Arends, Learining to Teach Eighth Edition, (New York: Mc Graw Hill), h. 390 12


(26)

a. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita, rekaman video , dan yang lainnya.

b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik. c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan

epentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya. d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untu mempelajarinya.

Terdapat 3 ciri dari pembelajaran berbasis masalah yaitu: Pertama, pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBM siswa harus terlibat disetiap kegiatan yang ada.13 Itu artinya PBM tidak mengharapkan siswa bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pembelajaran, akan tetapi melalui PBM siswa mampu untuk berpikir kreatif, kritis, komunikasi, mencari, mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan permasalahan yang ada. Kedua, aktivitas pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk menyelesaikan masalah.14 Itu artinya bahwa dalam PBM masalah ditempatkan sebagai kata kunci utama dari proses pembelajaran dan tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.15 Dalam hal ini berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah suatu proses berpikir secara deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris: Sistematis artinya berpikir

13

Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung; Kencana, 2006), h.214

14

Ibid, h.214 15


(27)

ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya prosespenyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.16

2. Tahapan-tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Banyak pendapat mengenai tahapan-tahapan pembelajaran berbasis masalah diantarannya John Dewey (seorang peneliti berkebangsaan Amerika) dalam Wina yang mengatakan bahwa tahan-tahapan dalam PBM ada 6 langkah, yaitu: 17

a. Merumuskan masalah, dalam tahap ini siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

b. Menganalisis masalah, dalam tahap ini siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai pandangan.

c. Merumuskan hipotesis, dalam tahap ini siswa merumuskan berbagai kemungkinan-kemungkinan solusi pemecahan sesuai dengan ilmu yang mereka miliki.

d. Mengumpulkan data, dalam tahap ini siswa mengumpulkan data dari berbagai sumber yang berguna sebagai informasi pemecahan masalah.

e. Pengujian hipotesis, dalam tahap ini siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, dalam tahap ini siswa menggambarkan remkomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

David Johnson & Johnson dalam Wina mengemukakan ada 5 langkah PBM melalui kegiatan kelompok, yaitu: 18

a. Mendefinisakan masalah,yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masaah apa yang

16

Wina Sanjaya, Op.cit., h. 215 17

Ibid., h. 217 18


(28)

akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dn penjelasan iswa tetang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan

b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang dapat menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah.kegiatan ini nisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkiran

c. Merumuskan alternative strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahap ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan

d. Menenukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan

e. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evalusi hasil adalah evaluasi terhada akibat dari peerapan stratei yang ditetapkan.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah19

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat dalam pemecahan masalah

2 Mengorganisai siswa untuk belajar

Membantu mengidentifikasikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut 3 Membimbing pengalaman Mendorong siswa untuk mencari

19


(29)

individu/kelompok informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyeludikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

3. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaan berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi sesuatu yang baru dan komleksitas yang ada.

Dalam Rusman menjelaskan beberapa karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah. Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: 20

a. Permasalahan menjadi starting poin dalam belajar;

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur;

c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);

d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membeutuhkn identifikasi kebutuhn belajar dan bidang baru dalam belajar;

e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;

f. Pemanfaatan sumber yang beragam, penggunaannya, dan evluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;

20

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 232-233


(30)

g. Belajar adalah kolaboratif, kominikatif dan kooperatif;

h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan pengunaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan

j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Sehingga dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah, permasalahan merupakan kunci utama dalam proses belajar mengajarnya dan menjadi sumber belajar siswa sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki dengan membahas masalah yang diberikan guna dicari solusinya.

4. Keunggulan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Banyak keunggulan dari pembelajaran berbasis masalah ini yang telah diungkapkan para ahli, dan salah satunya menurut Wina mengatakan bahwa keunggulan pembelajaran berbasis masalah ini ada 10, diantaranya: 21

a. Pembelajaran berbasis masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.

b. Pembelajaran berbasis masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan keuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

c. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah daam kehidupa nyata.

e. Pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemechan maalah itu juga dapat mendorong untuk meakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

21

Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung; Kencana, 2006), h.220-221


(31)

f. Melalui Pembelajaran berbasis masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, dan sebagainya), pada dasarnya merupakan ara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekdar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

g. Pembelajaran berbasis masalah dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai siswa.

h. Pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk erpkir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

i. Pembelajaran berbasis masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka memiliki dalam dunia nyata. j. Pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk

secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Setelah berbagai keunggulan pembelajaran berbasis masalah yang telah dipaparkan, ternyata terdapat pula kekurangan dalam pembelajaran berbasis masaah, diantaranya: 22

a. Bagi siswa yang malas, tujuan dari PBM tersebut tidak dapat tercapai b. Membutuhkan banyak waktu dan dana

c. Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan PBM.

C. Hakikat Berpikir Kritis

1. Pengertian Berpikir Berpikir Kritis

Berpikir dalah sebuah kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang kita terima melalui pancaindra, dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran dan istilah berpikir dipergunakan untuk menunjukkan suatu bentuk kegiatan akal

22

Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung; Kencana, 2006), h.221


(32)

yang khas dan terarah.23 Ini artinya bahwa dalam berpikir seseorang melakukan kegiatan akal guna mencari suatu kebenaran dengan diperoleh melalui berbagai panca indranya yang digunakannya.

Menurut Jhonson berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.24 Berpikir kritis adalah kemampuan berpendapat dengan cara terorganisir dan Tujuan dari berikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. 25 Menurut Richard paul dalam Alec Fisher berpikir kritis adalah metode berpikir mengenai hal, subtansi atau hal apa saja, di mana si pemikir peningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.26

Menurut Edward Glaser, ia mendefinisikan berpikir kritis sebagai: 1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; 2) pengetahuan tentang metode metode pemeriksaan dan penalaran logis; 3) semacam suatu keterampilan untu memeriksa suatu keyakinan atau pengetahuan asumtif berdaarkan bukti pendukungnya dan esimpulan-kesimpulan lanjut yang diakibatannya.27 Ennis berpendapat bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.28

23

Departemen Penddikan Nasional, Pembelajaran yang Mengembangkan Criticall

Thinking, (Jakarta: Direktorat jendnral manajemen pendidikn dasar dan menengah direktorat

pembbiaan sekolah menengah atas, 2009), h. 9 24

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: Mizan Learning Centre (MLC), 2009), h.183

25

Ibid., h. 185

26

Alec Fisher, Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 4 27

Ibid, h. 3 28


(33)

Berpikir kritis mengandung dua konsep utama yaitu:

Peta kognitif dan presentasi: Peta kognitif mengandung antara lain kemampuan untuk memahami, kemampuan untuk menganalisa, kemampuan untuk mencari data pendukung, kemampuan untuk menguji data, kemampuan untuk menganalisis berbagai pendapat dan data, dan kemampuan untuk mengambil kesimpulan. Sedangkan kemampuan presentasi mencakup kemampuan untuk merumuskan gagasan, ide dan kesimpulan dalam suattu bahasa yang singkat, padat, dan logis serta menarik untuk dikaji, kemampuan untuk menyajikan, kemampuan untuk memberikan argumentasi, kemampuan untuk memahami dan menganalisis kritik dan saran, dan kemampuan untuk menympulkan serta merumuskan kembai gagasan dan ide yang telah dikembangkan.29

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai bepikir kritis dapat ditarik kesimpulan bahwa bepikir kritis adalah sebuah kegiatan terarah dan jelas dalam kegiatan mental untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah yang mengkibatkan si pemikir meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk mendapatakan pemahaman yang mendalam. Pemahaman yang mendalam ini membuat kita mengerti di balik sebuah ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari dan juga pemahaman yang mendalam dapat membantu dalam mengungkap sesuatu arti di balik kejadian.

2. Kemampuan Dasar Berpikir Kritis

Ennis menjelaskan bahwa berpikir kritis memiliki 6 kemampuan dasar, enam kemampuan dasar ini dapat dijadikan acuan apakah kita telah memiliki keterampilan berpikir kritis. terkadang kita tidak yakin dan ragu apakah kita sudah mempunyai keterampilan berpikir kritis, enam kemampuan dasar ini dapat membantu kita untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis yang dimiliki. Enam kemampuan dasar tersebut disingkat FRISCO oleh Ennis yang merupakan kepanjangan dari Focus, Reasons, Inference, Situation, Clarity dan Overview.30

29

Departemen Penddikan Nasional, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical

Thinking, (Jakarta: Direktorat jendnral manajemen pendidikn dasar dan menengah direktorat

pembbiaan sekolah menengah atas, 2009), h.11 30


(34)

a. Focus (fokus)

Hal pertama yang harus dilakukan dalam suatu situasi adalah fokus untuk mengetahui inti dari suatu masalah, isu yang beredar, pertanyaan atau masalah yang dihadapi. Dengan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi akan membatu kita mengatasi masalah yang dihadapi. Membuat kesimpilan juga akan membantu sehingga ketika berargumen akan membuat orang lain percaya. 31

b. Reason (alasan)

Alasan merupakan hal yang paling penting ketika kita membuat suatu kesimpulan atau memilih sesuatu. Kita harus mengetahui alasan yang tepat untuk mendukung kesimpulan yang kita buat sehingga dapat diterima orang lain. Dalam berargumen buatlah argument yang pro dan kontra sehingga kita dapat mengatasi segala kemungkinan yang terjadi. 32

c. Inference (penarikan kesimpulan)

penarikan kesimpulan ini merupakan tindakan sementara yang kita lakukan setelah kita sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, masalah yang kita hadapi dan alasan yang tepat untuk menyimpulkan apa yang kita pikirkan., Sehingga semua kemampuan dasar dari berpikir kritis berkaitan satu dengan yang lain. 33

d. Situation (situasi)

Situasi disini merupakan suatu momen kejadian yang dihadapi oleh seseorang ketika dalam suatu masalah atau dalam berargumen. Situasi disini bermacam-macam tergantung dengan masalah yang dihadapi. 34 e. Clarity (kejelasan)

Setelah kita fokus, mengetahui alasan yang tepat sebelum menyimpulkan sesuatu, membuat kesimpulan sementara dan mengetahui situasi yang kita hadapi sebaiknya kita harus membuat semua menjadi jelas dan mudah

31

Robert H. Ennis, Critical thinking, (New Jersey: Prentice Hall, 1985), h. 4 32

Ibid., h. 5 33

Ibid., h. 6 34


(35)

untuk dipahami atau dimengerti oleh orang lain sehingga apa yang telah dilakukan akan mudah diterima dan dianggap benar. 35

f. Overview (gambaran secara keseluruhan).

Kemampuan dasar terakhir dalam keterampilan berpikir kritis ini adalah membuat gambaran secara keseluruhan sehingga kita dapat mengkoreksi lagi hal-hal yang telah kita lakukan. Kemampuan keenam ini bukanlah suatu akhir dari kemampuan dasar yang telah dilakukan tetapi merupakan suatu awal kembali sehingga yang kita lakukan bersifat kontinu dan terus diasah dan diulang kembali agar kemampuan dara yang kita miliki semakin baik. 36

3. Indikator Berpikir Kritis

Dalam mengukur keteranmpilan berpikir kritis, digunakan indikator yang dibuat oleh Robert H. Ennis. Dalam bukunya yang berjudul Critical Thinking, Ennis menjelaskan dengan sangat mendalam dan terperinci mengenai berpikir kritis mulai dari pengertian, kemampuan dasar hingga indikator dari berpikir kritis.Indikator tersebut tersebut terdiri dari 5 aspek dan dijabarkan menjadi 12 indikator keterampilan berpikir kritis, diantaranya yaitu:

1) Memberikan penjelasan secara sederhana, meliputi:37 a) Memfokuskan pertanyaan

b) Menganalisis pertanyaan

c) Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan 2) Membangun keterampilan dasar, meliputi: 38

a) Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak b) Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi 3) Menyimpulkan, meliputi:39

a) Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi b) Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi

35

Robert H. Ennis, Critical thinking, (New Jersey: Prentice Hall, 1985), h. 7 36

Ibid., h. 8 37

Ibid., h. 4 38

Ibid., h. 57

39


(36)

c) Membuat dan menentukan nilai pertimbangan. 4) Memberikan penjelasan lanjut, meliputi:40

a) Mengidentifikasi istilah dan pertimbangan definisi dan juga dimensi b) Mengidentifikasi asumsi

5) Mengatur strategi dan taktik, meliputi:41 a) Menentukan tindakan

b) Berinteraksi dengan orang lain.

Menurut Edward Glaser dalam Fisher menyebutkan 12 kemampuan dasar dari berpikir kitis, yaitu:42

Tabel 2.2 Kemampuan Dasar berpikir Kritis

No Kemampuan Dasar

1 Mengenal masalah

2 Menentukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu

3 Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan 4 Mengenal asumsi –asumsi dan nilai –niai yang tidak dinyatakan, 5 Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan has 6 Menganalisis data

7 Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan

8 Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah

9 Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan

10 Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil

11 Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas

40

Robert H. Ennis, Critical thinking, (New Jersey: Prentice Hall, 1985), h. 320 41

Ibid., h. 364

42


(37)

12 Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari

Robert Duron, dkk mengdentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi: (1) Kegiatan merumuskan pertanyaan, (2) membatasi maslah, (3) menguji data-data, (4) menganalisis berbagai pendapat dan bias, (5) menghindari perimbangn yang sangat emosional, (6) menghindari penyerderhanaan berlebihan, (7) memepertimbangkan berbagai iterpretasi, dan (8) mempertimbangkan toleransi ambiguitas.43

D. Pembelajaran Kesetimbangan Kimia

Pembelajaran kesetimbangan kimia merupakan salah satu materi yang diajarkan kepada siswa. dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk bisa menggunakan keterampilan berpikir kritis yang mereka miliki, itu tercermin dalam kompetensi pada pembelajaran kesetimbangan kimia yang mengharuskan siswa untuk menganalisis, merancang, melakukan, menyimpulkan dan menyajikan hasil percobaan. Kompetensi pembelajaran kimia sebagai berikut:

1. Kompetensi

Kompetensi yang ingin dicapai pada materi kesetimbangan kimia sesuai dengan KI kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:

3.8Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran arah kesetimbangan yang diterapkan dalam industri

4.8Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran arah kesetimbangan.

2. Kesetimbangan Dinamis

Reaksi kimia merupakan reaksi kimia yang berlangsung untuk mendapatkan produk (hasil reaksi) saja dan tidak dapat menghasilkan reaktan (kembali). Jenis reaksi tersebut merupakan jenis reaksi

43

Departemen Pendidikan Nasional, Pembeajaran yang Mengembangkan Critical

Thinking, (Jakarta: Direktorat jendnral manajemen pendidikn dasar dan menengah direktorat


(38)

irreversible. Pada reaksi kesetimbangan dapat terjadi reaksi dua arah (bolak-balik) sehingga produk dapat membentuk reaktan kembali. Jenis reaksi seperti ini merupakan jenis reaksi reversible.44

Salah satu contoh reaki reversible diantaranya adalah reaksi antara Nitrogen dengan Hidrogen membentuk ammonia. Jika campuran gas Nitrogen dan hydrogen dipanaskan akan menghasilkan ammonia. Sebaliknya, jika ammonia yang trebentuk dipanaskan kembali akan terurai membentuk nitrogen dan hydrogen.

N2(g) + 3H2 (g) 2NH3 (g)

Tanda dimaksudkan untuk menyatakan reaksi bolak-balik. reaksi ke kanan disebut reaksi maju dan rekasi ke kiri disebut reaksi balik.45

3. Kesetimbangan Homogen dan Heterogen

Berdasarkan fasa reaktan dan produk suatu reaksi, kesetimbangan dapat dibedakan menjadi kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan homogen adalah reaksi kesetimbangan yang memiliki fasa reaktan dan produk sama. Contohnya sebagai berikut :46

2 NO2 (g) N2O4 (g)

H2 (g) + I2 (g) 2HI(g)

Kesetimbangan heterogen adalah reaksi kesetimbangan yang memiliki fasa reaktan dan produknya tidak sama. Contohnya sebagai berikut :47

CaCO3 (s) CaO (s) + CO2 (g)

Reaktan dan produk dalam fasa padat tidak mengalami kesetimbangan dinamis sehingga yang diperhitungkan hanya senyawa CO2 (g).48

44

Maria Suharsini dan Dyah Saptarini, Kimia dan Kecakapan Hidup Pelajaran Kimia

Untuk SMA/MA, (Jakarta : Ganexa Exact, 2007), h.106

45

Michael Purba, Kimia 2 Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 134-135 46

Maria Suharsini dan Dyah Saptarini, Op.cit., h.108 47

Ibid., h.108

48


(39)

4. Tetapan Kesetimbangan

Bentuk umum persamaan reaksi pada suhu tetap sebagai berikut a A + b B + c C x X + y Y + z Z + …

Hukum kesetimbangan menyatakan hubungan antara konsentrasi produk dan reaktan. Jika reaksi sudah mencapai kesetimbangan, konsentrasi reaksi dan produk tidak berubah lagi. Hasil kali dipangkatkan koefisien reaksinya dibagi dengan hasil kali reaktandipangkatkan koefisien reaksinya dinamakan tetapan kesetimbangan. Tetapan kesetimbangan dinyatakan sebagai berikut :49

K

=

[ܺ]ݔ + [ܻ]ݕ + [ܼ]ݖ

[ܣ]ܽ+ [ܤ]ܾ+ [ܥ]ܿ

5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Reaksi Kesetimbangan

Terdapat beberapa faktor luar yang mempengaruhi terjadinya pergesera reaksi kesetimbangan. Faktor-faktor tersebut antara lain perubahan konsentrasi, volume, tekanan, dan suhu.

a. Perubahan konsentrasi

Berdasarkan prinsip Le Chatalier jika ada usaha untuk menambah konsentrasi dari salah satu pereaksi yang sudah setimbang, maka akan terdapat reaksi yang mengkonsumsi pereaksi tambahan tersebut yang berarti akan terjadi reaksi balik yang artinya arah reaksi akan berlawanan dengan datangnya aksi.50

Pada reaksi N2 (g) + 3H2 (g) 2 NH3 (g) jika konsentrasi N2

atau H2 diperbesar, reaksi kesetimbangan bergeser ke NH3 dan jika

konsentrasi NH3 diperbesar, reaksi kesetimbangan bergeser N2 dan H2.

Hal yang sama juga terjadi bila konsentrasi N2 atau H2 diperkecil, reaksi

kesetimbangan bergeser ke N2 dan H2 dan jika konsentrasi NH3

diperkecil, reaksi kesetimbangan bergeser ke NH3.51

49

Maria Suharsini dan Dyah Saptarini, Kimia dan Kecakapan Hidup Pelajaran Kimia

Untuk SMA/MA, (Jakarta : Ganexa Exact, 2007)., h. 108

50

Ralph H. Petrucci, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, (Bogor: PT Gelora Aksara Pratama, 1987), h. 200

51

Maria Suharsini dan Dyah Saptarini, Kimia dan Kecakapan Hidup Pelajaran Kimia


(40)

Oleh karena itu, jika konsentrasi reaktan diperbesar, reaksi kesetimbangan akan bergeser ke produk dan jika konsentrasi reaktan diperkecil, reaksi kesetimbangan akan bergeser ke reaktan. Hal yang sama juga terjadi jika konsentrasi produk diperbesar maka reaksi kesetimbangan bergeser ke reaktan dan jika konsentrasi produk diperkecil, reaksi kesetimbangan akan bergeser ke produk.

b. Perubahan Volume

Pada reaksi N2 (g) + 3H2 (g) 2 NH3 (g), jika volume

dipebesar, reaksi kesetimbangan bergeser ke N2 atau H2 dan jika volume

diperkecil, reaksi kesetimbagan bergeser ke NH3.

Oleh karena itu, jika volume diperbesar, reaksi kesetimbangan bergeser ke jumlah koefisien zat yang besar dan jika volume diperkecil, reaksi kesetimbangan bergeser ke jumah koefisian zat yang kecil. Tetapi perubahan volume tidak berpengaruh terhadap pergeseran reaksi kesetimbangan jika jumlah koefisien reaktan reaktan dan produk sama. c. Perubahan Tekanan

Semakin besar tekanan yag diberikan pada suatu sistem maka akan semakin kecil volumenya. Hal yang sama juga terjadi pada reaksi kesetimbangan. Jika tekanan pada campuran kesetimbangan yang berupa gas dinaikkan, maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah mol gas yang lebih kecil dan sebaliknya, jika tekanan diturunkan maka kesetimbangan akan bergeser kea rah jumlah mol gas yang lebih besar.52 Tetapi perubahan tekanan tidak berpengaruh terhadap pergeseran kesetimbangan jika jumlah oefisien antara reaktan dan produk sama.

52

Ralph H. Petrucci, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, (Bogor: PT Gelora Aksara Pratama, 1987), h. 202


(41)

d. Perubahan suhu

Gambar 2.1 Pengaruh Perubahan Suhu

Jika memperhatikan Diagram. Kamu mengetahui bahwa suhu mempunyai pengaruh terhadap pergeseran reaksi kesetimbangan. Bila suhu diturunkan, reaksi kesetimbangan bergeser ke suhu dinaikkan, reaksi kesetimbangan akan bergeser ke reaksi endoterm dan jika suhu dinaikkan, reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi eksoterm. Perubahan suhu mengakibatkan perubahan harga tetapan kesetimbangan.53

E. Penelitian Relevan

Hasil penelitian relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian dari Herti Patmawati dengan judul penelitian Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit Dengan Metode Praktikum, hasilnya menunjukan bahwa secara keseluruhan rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan metode praktikum tergolong sangat baik dengan keterampilan berpikir kritis tinggi. 54

Penelitian yang dilakukan oleh Seyed Javad Ghazi Saeed dan Sarah Nokhben Rousta dengan judul The Effect of Problem-based Learning on Critical Thinking Ability of Iranian EFL Students menyimpulkan bahwa dengan memberikan

53

Maria Suharsini dan Dyah Saptarini, Kimia dan Kecakapan Hidup Pelajaran Kimia

Untuk SMA/MA, (Jakarta : Ganexa Exact, 2007), h. 114

54

Herti Patmawati, Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran

Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit Dengan Metode Praktikum, (Ciputat: Skripsi Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Progam Studi Pendidikan Kimia, 2011) , h.

Suhu Diturunkan Suhu

Dinaikan 2 NO2 N2O4

∆H negatif

Lebih banyak membentuk

N2O4 Lebih banyak

membentuk


(42)

aktivitas yang berbasis masalah terhadap siswa dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa menjadi lebih baik.55

Penelitian yang dilakukan oleh Eka Triyaningsih dengan judul Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh Pembelajarn Berbasis Masalah (Problem Based Learning) terhadapap kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep Hama dan Penyakit Tumbuhan.56

Penelitian yang dilakukan oleh Zalia Muspita, I. W. Lasmawan dan Sariyasa dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis, Motivasi Belajar, dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VII SMPN 1 Aikmel dapat disimpulkan bahwa Berdasarkan hasil yang didapatkan, (1) Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaarn berbasis masalah terhadap kemampuan berfikir kritis siswa kelas VII SMPN 1 Aikmel. (2) Terdapat pengaruh model pembelajaarn berbasis masalah terhadap motivasi belajar siswa kelas VII SMPN 1 Aikmel. (3) Terdapat pengaruh model pembelajaarn berbasis masalah terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VII SMPN 1 Aikmel. (4) Terdapat pengaruh secara simultan penerapan model pembelajaarn berbasis masalah terhadap kemampuan berfikir kritis siswa, motivasi dan hasil belajar IPS siswa kelas VII SMPN 1 Aikmel. 57

Penelitian yang dilakukan oleh Indriana Fristanti dengan judul Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Pada Pelajaran IPS Sejarah Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa Mts Nahdlatul Lama Malang menyebutkan bahwa ternyata model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil

55

Seyed Javad Ghazi Saeed, Sarah Nokhben Rousta, The Effect of Problem-based Learning

on Critical Thinking Ability of Iranian EFL Student,(Journal of Academic and Applied Studies

(Special Issue on Applied Linguistics) Vol. 3(7) July 2013), h.1 56

Eka Triyaningsih, Pengaruh pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Terhadap kemampuan Berpikir Kritis Siswa, (Ciputat: Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Progam Studi Pendidikan biologi, 2011), h. 53 57

Zalia Muspita, I. W. Lasmawan, Sariyasa, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis, Motivasi Belajar, dan Hasil Belajar IPS Siswa

Kelas VII SMPN 1 Aikmel, (Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Vol


(43)

kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terbukti dengan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada tiap siklus mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukannya, menunjukkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mengikuti pelajaran IPS.58

F. Kerangka Berpikir

Hubungan antara keterampilan berpikir kirtis dan pembelajaran berbasis masalah serta kaitannya dengan materi kesetimbangan kimia dapat dilihat pada kerangka berpikir dalam penelitian ini yang diperlihatkan pada Gambar 2.2

58

Indriana Fristanti, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Pada Pelajaran IPS Sejarah

Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa Mts Nahdlatul Lama Malang, (Malang:


(44)

30


(45)

31

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di SMA Dharma Karya Kota Tangerang Selatan, yang beralamat Jl. Talas II/30, Pondok Cabe, Pamulang Tangerang Selatan, Banten. Waktu penelitian ini dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung yaitu pada saat semester 2.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah penenlitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau mengambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia yang sifat kajiannya menggunakan ukuran, jumlah atau frekuensi.1 Sehingga dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana keterampilan berpikir kritis siswa pada materXi kesetimbangan kimia melalui pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

C. Alur Penelitian

Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1

1


(46)

Analisis Materi Kesetimbangan Kimia Analisis Literatur Pembelajaran Berbasis Masalah dan Keterampilan Berpikir Kritis Analisis Kurikulum

2013 Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas XI TAH AP 1 TAH AP 2 TAH AP 3 Pembuatan Instrumen Penelitian LO dan Tes

Uraian Perbaikan

Validitas Logis Validasi Logis RPP

Pembuatan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) Perbaikan

Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Tes Tertulis Analisis Data Pembahasan Penarikan Kesimpulan Analisis Hasil Tes

Validitas Empiris Tes Uraian

Gambar 3.1 Alur Penelitian Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan


(47)

D. Teknik Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh dari sumber, yaitu: (1) Tes uraian, tes ini berfungsi untuk menganalisis seberapa besar kemampuan berpikir kritis siswa. (2) Hasil Observasi, hasil ini berfungsi untuk menjadi data pendukung dalam penelitian ini yang dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung. Penelitian ini memalui dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

1. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian yaitu berupa penyesuaian waktu belajar disekolah dengan satuan pelajaran dan alokasi waktu yang telah ditentukan. Menyusun rencana pembelajaran di kelas yang mengacu pada teori-teori model pembelajaran berbasis masalah. Diantaranya:

a. Menganalisis materi yang dapat digunakan dalam model pembelajarn berbasis masalah. Materi yag dipilih adalah kesetimbangan kimia.

b. Membuat perencanaan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

c. Analisis materi kesetimbangan kimia dan memilih masalah yang akan diberikan.

d. Menganalisis keterampilan berpikir kritis dan menentukan indikator keterampilan berpikir kritis yang akan dikembangkan. Indikator yang digunakan yaitu: (1) (Memberikan penjelasan secara sederhana (Memfokuskan pertanyaan, Menganalisis pertanyaan, Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan). (2) Membangun keterampilan dasar (Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi). (3) Menyimpulkan (Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi,


(48)

Membuat dan menentukan nilai pertimbangan). (4) Memberikan penjelasan lanjut (Mengidentifikasi istilah dan pertimbangan definisi dan juga dimensi, Mengidentifikasi asumsi). (5) Mengatur strategi dan taktik (Menentukan tindakan, Berinteraksi dengan orang lain)

e. Membuat instrumen yang akan digunakan sebagai alat pengumulan data

f. Validasi insrumen oleh para ahli. Instrumen yang digunakan adalah tes uraian dan lembar observasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian dimulai dengan melaksanakan pretest pada kelas yang telah ditentukan, kemudian melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah kepada kelas terpilih. Kemudian dilaksanakan postest. Pada tahap ini dilakukan dua kali pertemuan yaitu:

Pertemuan pertama;

Peneliti melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan materi mengenai kesetimbangan kimia. Peneliti yang berperan sebgai guru memberikan fakta-fakta mengenai kesetimbangan kimia yang kemudian dijadikan suber masalah pada proses pembelajaran tersebut. Siswa diminta untuk duduk berkelompok guna mengadakan diskusi mengenai kesetimbangan kimia. Berbagai contoh ataupun penerapan dari kesetimbangan kimia yang ada di kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan tahapan model pembelajaran berbasis masalah maka kegiatan yang akan dilakukan yaitu:

a) Orientasi siswa pada masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dn penjelasan iswa tetang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.


(49)

b) Mengorganisai siswa untuk belajar, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang dapat menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah.kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkiran.

c) Membimbing pengalaman individu/kelompok, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahap ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan

d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.

e) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evalusi hasil adalah evaluasi terhada akibat dari peerapan strategi yang ditetapkan.

Siswa berdiskusi dengan kelompoknya, membahas masalah-masalah yang diberikan oleh peneliti untuk di diskusikan bersama mengenai percobaan yang mereka lakukan, lalu siswa diminta untuk mengemukakan pendapatnya untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada dengan menggunakan argument yang logis berdasarkan sumber yang dia dapatkan dengan terlebih dahulu memilih dan mensintesis teori-teori yang ada.

Masing-masing kelompok mengemukakan pendapatnya mengenai masalah yang telah diberikan mengenai percobaan yang telah dilakukan dan saling mengomentari pendapat kelompok lain dan akhirnya mereka membuat kesimpulan sementara dari diskusi pada hari tersebut. Siswa diminta untuk lebih mencari solusi dari permasalahan tersebut dari


(50)

berbagai sumber seusai proses pembelajaran guna mendapatkan jalan dalam emeahan masalah yang diberikan. Indikator yang ingin dicapai yaitu membandingkan berbagai sifat kesetimbangan kimia dan penerapannya, menghubungkan hubungan sebab akibat, memberi alasan kenapa hal tersebut bisa terjadi, meringkas berbagai teori yang ada, mengelompokkan berbagai kejadian yang ada disekitar siswa ke dalam sifat kesetimbangan kimia dan berpendapat

Pertemuan kedua :

Siswa kembali duduk bekelompok untuk melakukan percobaan terakhir dalam materi kesetimbangan kimia lalu siswa kembali berdiskusi mengenai percobaan yang telah diberikan. Pada akhir pertemuan peneliti mengulang kembali permasalahan sebelumnya serta mencoba mengaitkan kembali dengan percobaan sebekumnya serta memberikan kesimpulan sementara yang telah diberikan oleh siswa. Lalu, peneliti meminta setiap kelompok mengemukakan kembali gagasan final dari masalah yang telah diberikan berdasarkan hasil pencarian dari berbagai sumber yang ada dan memberikan hasil evaluasi terhadapat proses pembelajaran yang telah dilakukan. Peneliti mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan memberikan tes uraian. Tes uraian ini juga berfungsi untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa setelah mendapatkan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

1. Tahap akhir:

a. Mengolah data hasil penelitian.

b. Menganalisis dan membahas hasil temuan penelitian. c. Menarik kesimpulan.


(51)

E. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.2 Sampel adalah sebagian atau wakil pupulasi yang diteliti.3 Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA SMA Dharma Karya. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas XI MIA di SMA Dharma Karya. Untuk menentukan sampel pada penelitian ini, menggunakan penelitian ini teknik purposive sampling.

Karena yang diteliti merupakan keterampilan berpikir kritis siswa dalam bidang sains maka sampel yang di pilih merupakan kelas XI MIA yang ada di SMA Dharma Karya. Purposive sampling adalah teknik sampling dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.4 Sampel terdiri dari 22 siswa dengan dibagi menjadi 5 kelompok, dengan setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakanan pada penelitian ini adalah: a. Tes Uraian Keterampilan Berpikir Kritis

Tes Uraian adalah tes yang butir-butirnya berupa suatu pertanyaan atau suatu suruhan yang menghendaki jawaban berupa uraian-uraian yang relative panjang. Tes uraian ini dapat digunakan untuk mengungkap bagaimana siswa mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

Tes uraian ini menggunakan dimensi kognitif tingkat tinggi yaitu pada ranah kategori menganalisis dan mengevaluasi. Menganalisis berarti memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan mentukan hubungan-hubungan antarbagian itu dan hubungan antara

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta) Cet XI h. 173

3

Ibid., h.174

4


(52)

bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan5. Kata kerjanya meliputi menghubungkan, merancang dan menganalisis, Sedangkan mengevaluasi berarti mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau standar.6 Kata kerjanya meliputi memprediksi dan mengevaluasi.

Tabel 3.1 Kisi-kisi Format Tes Uraian

No Keterampilan

berpikir kritis

Indikator Keterampilan berpikir kritis

No Soal 1 Memberikan

penjelasan sederhana (Elementary clarification) 1. Memfokuskan pertanyaan 1, 2*

2. Menganalisis argumen 3*, 4

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan

5*, 6, 7

2 Membangun keterampilan dasar (Basic support)

4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber

8*, 9*, 10

3 Menyimpulkan (Inference)

5. Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

22*, 23

6. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi

11*, 12

7. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan

13*, 14*

4 Memberi penjelasan Lanjut (Advanced Clarification)

8. Mendefinisikan istilah 15*, 16*

9. Mempertimbangkan suatu asumsi

17*, 18, 19

5 Mengatur strategi dan taktik (Strategies and tactics)

10.Menentukan suatu tindakan

20*, 21*

Keterangan: * : Soal yang valid

5

Loin W Anderson dan David R Krathwohl, Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran,

Pengajaran dan asesmen, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010 ), h. 101

6


(53)

b. Lembar Observasi

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis.7 Observasi ini diperlukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran berbasis masalah dan juga untuk melihat secara langsung kemunculan beberapa keterampilan berpikir kritis siswa. Observasi tidak dilakukan kepada seluruh siswa melainkan hanya dilakukan kepada beberapa siswa yang dapat mewakili seluruh siswa (simple random sampling). Indikator keterampilan berpikir kritis yang diamati pada penelitian ini untuk setiap pertemuan berbeda-beda, disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

Adapun hubungan antara kegiatan yang diamati dalam proses belajar dan indikator keterampilan berpikir kritis yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Format Lembar Observasi

No. Keterampilan

Berpikir Kritis

Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

1 Elementary Clarification

(memberikan penjelasan sederhana)

Memfokuskan pertanyaan

Bertanya dan menjawab pertanyaan yang menantang

2 Basic Support (membangun keterampilan dasar)

Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber

Mengobservasi dan

mempertimbangkan hasil observasi 3 Inference (menyimpulkan) Mendeduksi dan

mempertimbangkan hasil deduksi

7

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 145


(54)

Membuat induksi dan

mempertimbangkan hasil induksi.

4 Stategies and tactics (Mengatur strategi )

dan taktik

Memutuskan suatu tindakan Berinteraksi dengan orang lain

G. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi

Agar diperoleh data yang valid dan reliabel, instrumen lembar observasi dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk mengetahui validitasnya dan proses pembelajaran direkam untuk menjaga reliabilitasnya.

1. Validitas Logis

Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.8 Validitas instrumen ini terdiri dari validitas logis dan validitas empiris.

Uji validitas logis meliputi validitas isi dan konstruksi. Validasi isi bagi sebuah instrumen adalah menunjukkan instrumen tersebut sesuai dengan isi materi konsep yang akan dievaluasi.9 Validasi konstrak sebuah instrumen menunjukkan instrumen tersebut sesuai dengan konstrak aspek-aspek kejiwaan yang akan dievaluasi.10 Validitas isi dan konstrak dilakukan dengan mengkonsultasikan setiap butir soal uraiandan lembar observasi yang akan digunakan kepada dua dosen sebagai validator ahli. 2. Validitas Empiris

Validitas empiris ini dilakukan hanya pada instrumen tes. Sebuah instrumen akan dikatakan telah memiliki validitas empiris jika telah diuji dari pengalaman.11 Untuk menguji validitas empiris instrumen yang

8

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), h.80

9

Ibid., h.81

10

Ibid., h.81

11


(55)

dibuat, tes diujicobakan kepada siswa yang bukan subjek penelitian lalu dihitung validitas setiap butir soalnya. Validitas empiris hanya dilakukan pada isntrumen tes sedangkan untuk obvservasi hanya menggunakan validitas isi dan konstruk. Untuk mengetahui validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi biserial. Rumus yang digunakan adalah : 12

� �

=

� �− � �

Keterangan :

rbis(i) = koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor i dengan

skor total

��

= rata-rata skor total responden menjawab benar butir soal nomor i

� = rata-rata skor total semua responden St = standar deviasi skor total semua responden

Pi = proporsi jawaban benar untuk butir nomor i

qi = proporsi jawaban salah untuk butir nomor i

harga rbis(i) tersebut kemudian dibandingkan dengan harga kritik r table . jika harga r bis(i) setiap butir soal > harga r table, maka soal tersebut

dinyatakan valid. Soal yang mempunyai harga r bis(i) < harga r table

mengalami revisi dan dikaji ulang sebelum digunakan dalam penelitian. a. Reabilitas

Analisis reabilitas suatu tes dan alat ukur lainnya, pada dasarnya menguji keajegan pertanyaan suatu tes apabila diberikan berulang kali pada objek yang sama.13 Suatu instrumen dapat dikatakan memiliki tingkat reabilitas yang memadai, bila instrumen tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relatif sama.14

12

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Op.cit., h.109-110 13

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Rosdakarya, 2009), h.148

14


(56)

Untuk memperoleh gambaran yang ajeg memang sangat sulit karena unsur dari kejiwaan manusia itu sendiri tidak ajeg. Misalnya kemampuan kecakapan, sikap, dan sebagainya, dapat berubah-rubah dari waktu ke waktu.15

Uji ini dilakukan dengan menggunakan rumus KR-20 dari Kuder-Ricardison. Rumus yang digunakan adalah : 16

�� = �−1� 1− 2

Keterangan :

rii = reliabilitas menggunakan persamaan KR-20

p = proporsi siswa yang menjawab benar q = proporsi siswa yang menjawab salah k = banyaknya soal

St2 = standar deviasi atau simpangan baku Adapun kriteria pengujiannya :

rii = 0.91 – 1,00 = sangat tinggi

rii = 0,71 – 0,90 = tinggi

rii = 0,41 – 0,70 = cukup

rii = 0,21 – 0,40 = rendah

rii = < 0,20 = tidak reliable

b. Daya pembeda

Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara yang bodoh (berkemampuan rendah) dengan siswa yang pandai (berkemampuan tinggi).17 Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif (-). Tanda negatif pada indeks diskriminatif digunakan jika suatu

15

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), h.101

16

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, op.cit., h.113 17


(57)

soal “terbalik” menunjukkan kualitas testee. Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai saja.18

Soatu soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :19

� = � − ��

� = � − ��

Keterangan :

D = Daya pembeda

BA = Jumlah siswa dari kelompok atas yang menjawab benar

BB = Jumlah siswa dari kelompok bawah yang menjawab benar

JA = Jumlah siswa kelompok atas

JB = Jumlah siswa kelompok bawah

Klasifikasi daya pembeda soal :20 D : 0,00-0.20 = jelek

D : 0,21-0,40 = cukup D : 0,41-0,70 = baik D : 0,71-1,00 = baik sekali

Jika dihasilkan D = negatif, soal tersebut sangat jelek dan harus dibuang. Untuk menghitung daya pembeda, perlu dibedakan kelompok kecil dengan kelompok besar. Jika jumlah sampel kurang dari 100, maka kelompok ini dibagi dua menjadi sama besar, yaitu 50 % sampel dengan skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 50 % sampel dengan skor terbawah (JB). Sedangkan jika jumlah sampel lebih dari 100, maka hanyak diambil 27 % sampel dengan skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 27 % sampel dengan skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB).21

18

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), h.226

19

Ibid., h.228

20

Ibid., h.232

21


(58)

c. Tingkat Kesukaran

Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 22

= � �

Keterangan

I = indeks kesulitan untuk setiap butir soal

B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal

N = banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksud

Kriteria yang dipakai adalah jika semakin kecil indeks yang diperoleh , semakin sulit soal tersebut. Sebaliknya, semakin besar indeks yang diperoleh, semakin mudah soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sebagai berikut : 23

0 – 0,30 = soal kategori sukar 0,31 – 0,70 = soal kategori sedang 0.71 – 1,00 = soal kategori mudah

H. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Kajian dalam penelitian deskritptif kuantitatif menggunakan ukuran, jumlah atau frekuensi dalam analisis datanya.24 Selanjutnya data ini dianalisis dan diverifikasi keabsahannya, diberi kode, diklasifikasi, diberi skor dengan analisis deskriptif. Berikut data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1. Data Hasil Tes Uraian

Tes uraian ini berbentuk soal uraian sebanyak 12 soal yang mewakili tiap indikator berpikir kritis, sesuai dengan indikator yang digunakan oleh

22

Nana Sudjana, Op.cit., h.137 23

Ibid., h.137

24


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)