1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan, dan memegang peranan yang sentral dalam kelangsungan hidup bangsa dan bernegara. Dalam
arti sempit pendidikan dapat merupakan proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal dengan istilah pengajaran instructional.
1
Sedangkan para ahli psikologi memandang pendidikan adalah pengaruh orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa agar mempunyai kemampuan yang
sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosialnya dalam bermasyarakat.
2
Hal ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu proses interaksi belajar mengajar yang diberikan oleh orang dewasa kepada
anak-anak guna mencapai kematangan dalam hidup di masyarakat. Sehingga itulah kenapa pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa dan negara.
Pendidikan juga dapat menjadi tolak ukur kualitas dari suatu bangsa, semakin baik pendidikan suatu bangsa maka akan semakin baik kualitas bangsa
tersebut dan begitu juga sebaliknya. Pendidikan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, informasi dan komunikasai pun
berkembang setiap saat hingga sekarang ini. Hal itu mengakibatkan adanya persaingan yang sangat ketat di dunia pendidikan, oleh karena itu untuk
menghadapinya diperlukan kualitas pendidikan yang baik dan bermutu tinggi. Terdapat fakta yang cukup memilukan bagi pendidikan di Indonesia, dari
hasil studi Programme for International Student Assessment PISA 2012, dari
1
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, h. 23
2
Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar, Bandung:Alfabeta, 2003, h.1
65 negara anggota PISA, pendidikan Indonesia berada di bawah peringkat 64.
3
PISA merupakan studi internasional kemampuan literasi membaca, matematika, dan sains yang diselenggarakan Organisation for Economic Co-operation and
Development OECD untuk siswa usia 15 tahun dan untuk sains perigkat indonsia pun tetap pada urutan ke 64. Hal ini menunjukan bahwa sistem
pendidikan di Indonesia sangat rendah, oleh karena itu dibutuhkan suatu cara agar pendidikan di Indonesia bisa lebih maju khususnya dalam pembelajaran
sains. Pembelajaran sains atau yang dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Alam IPA
berkaitan dengan cara mencari tahu suatu fenomena, fakta dan teori. Namun pembelajaran IPA bukan hanya sekedar mengkaji konsep-konsep, fakta-fakta
ataupun teori-teori tetapi juga merupakan proses penemuan yang akan menghasilkan suatu pengalaman langsung yang dapat mengembangkan potensi
siswa. Berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kemampuan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPA, dan berpikir kritis merupakan salah
satu ciri dari berpikir tingkat tinggi. Berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses
atau jalanya.
4
Prosesnya yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan penarikan kesimpulan. Sementara berpikir kritis yaitu pemikiran yang
masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mestinya dipercaya atau dilakukan.
5
Pentingnya mengajarkan berpikir kritis tidak dapat diabaikan lagi, karena berpikir kritis merupakan proses dasar dalam suatu
keadaan dinamis yang memungkinkan siswa untuk menanggulangi dan mereduksi ketidaktentuan masa datang, sehingga diharapkan siswa akan
mampu menghadapi berbagai permasalahan hidup yang semakin kompleks.
3
Peringkat Indonesia di Programme for Internasional Student Assement PISA, http:nces.ed.gov.surveyspisapisa2012index diakses 02 Januari 2014
, diakses pada 02 Januari 2014
4
Sumandi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 , h. 55
5
Robert H. Ennis, Critical thinking, New Jersey: Prentice Hall, 1985, h. xvii
Kimia merupakan salah satu rumpun dalam IPA, sehingga mempunyai karakter yang sama. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya didapatkan
melalui percobaan induktif dan pada perkembangan selanjutnya kimia dapat diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori deduktif.
6
Pembelajaran kimia seharusnya menjadi pembelajaran yang menyenangkan karena penuh dengan
aktifitas yang menggunakan otak kanan dan juga otak kiri sehingga dapat mengembangkan potensi siswa, namun pada kenyataannya pembelajaran kimia
menjadi pembelajaran yang sulit untuk dimengerti oleh siswa dan terkesan kimia adalah pelajaran hitung menghitung dan abstrak. Hal ini salah satunya
disebabkan oleh metode atau pendekatan pengajaran yang dilakukan oleh guru kurang tepat, sehingga guru yang awalnya ingin membuat pembelajaran kimia
jadi menyenangkan, namun guru menggunakan metode ceramah dan cenderung monoton yang akhirnya membuat siswa menjadi bosan dan tidak dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Jacqualine dan Martin Brooks mengatakan mereka percaya bahwa guru
lebih sering menyuruh murid membaca, mendefinisikan, mendeskripsikan, menyatakan dan mendaftar daripada menganalisis, menimpulkan, mengaitkan,
mensintesiskan, mengkritik, menciptakan, mengevaluasi, memikirkan dan memikirkan ulang serta mereka juga mengeluhkan hanya sedikit sekali sekolah
yang benar-benar mengajar murid untuk berpikir kritis.
7
Banyak metode, pendekatan ataupun model pembelaran yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah tersebut, salah satunya adalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran yang
bertumpu pada penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri dari PBM; Pertama, PBM merupakan aktivitas pembelajaran; Kedua,
aktivitas pembelajaran diarahan untuk menyeleaikan masalah; Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara
6
Depdiknas, Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia, Proyek Pengelolaan Pendidikan Menengah Umum,
Jakarta: Depdiknas, 2003, h.
7
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2008, h.360
ilmiah.
8
Peterson mengatakan bahwa fokus penekanan dalam proes pembelajaran berbasis masalah bukan saja pada saat pembelajaran itu terjadi,
tetapi juga nantinya di masa datang yakni kecakapan-kecakapan yang diperoleh akibat proses itu.
9
Itu artinya apa yang diketahui siswa yaitu pengetahuan dan koten pembelajaran, kurang begitu penting dibandingkan dengan bagaimana ia
mengetahuinya. Keunggulan pembelajaran berbasis masalah ini diantaranya yaitu pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi suatu pelajaran, lebih menyenangkan, dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis masalah memang mendukung untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu
pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk mengembangkan dan mengasah berpikir kritis siswa, seperti pada peneltian yang dilakukan oleh Zalia
Muspita, I. W. Lasmawan, dan Sariyasa bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
10
Berdasarkan pendapat dan fakta mengenai masih rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa di Indonesia dan pembelajaran berbasis masalah yang dapat
meningkatan keterampilan berpikir kritis tersebut, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul :
“Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Kesetimbangan Kimia Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah.”
8
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, Bandung; Kencana, 2006, h. 214
9
M Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, Jakarta Kencana,2009, h.13
10
Zalia Muspita, I. W. Lasmawan, Sariyasa, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis. Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPS Siswa
Kelas VII SMPN 1 Aikmel, Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Vol ume 3 Tahun 2013. 2013, h. 1
B. Identifikasi Masalah