xliv norma-norma tingkahlaku dipaksakan oleh kewajiban dan tuntutan peran.
Dalam berhadapan dengan sahabat, “diri” yang dinyatakan lebih dekat dengan definisi seseorang tentang dirinya dari pada “diri” yang
digambarkan konteks lain. Dalam kaitannya dengan status, disebutkan bahwa sahabat dapat menjadi indikator meletakkan seseorang dalam
hirarki status tertentu. Sebagai tambahan apa yang telah di sebutkan oleh Allan 1989: 35,
Wrigth dalam Lemme,1995: 35 menyebutkan bahwa sahabat dapat mempunyai nilai stimulasi, yaitu menambah minat dan kesempatan untuk
bersosialisasi dalam kehidupan, memperluas pengetahuan, ide, atau pandangan seseorang. Sahabat juga dapat menjadi sumber perbandingan
sosial Hays, 1988: 38, yaitu menyediakan sejumlah informasi yang dapat mengurangi keragu-raguan seseorang terhadap suatu hal.
2.2. PENYESUAIAN DIRI
2.2.1. Pengertian Penyesuaian Diri
Beberapa definisi penyesuaian diri menurut para ahli psikologi sosial adalah sebagai berikut:
Menurut Feldman 1989: 68 penyesuaian diri merupakan usaha manusia untuk memenuhi tuntutan dan tantangan yang di berikan oleh dunia di mana
mereka hidup.
xlv Penyesuaian diri menurut Grasha et all. 1990: 49 mengacu pada usaha
yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Penyesuaian diri ini juga memperhatikan keberhasilan dan kegagalan individu, menyesuaikan
keterampilan dan kemampuannya untuk menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya. Bahkan usaha yang dilakukan untuk mencapai sesuatu atau
memenuhi kebutuhan dasar agar terbebas dari masalah-masalah kehidupan yang juga di asosiasikan dengan penyesuaian diri yang kuat.
Sedangkan menurut Lazarus 1976: 17 penyesuaian diri terdiri dari dua macam proses, yaitu menyesuaikan diri pada situasi yang telah terbagi dan
mengubah situasi agar sesuai dengan kepentingan seseorang. Dapat di katakan bahwa dalam menghadapi tuntutan lingkungan tidak hanya bersikap
pasif tetapi juga melakukan tindakan yang aktif. Selain melakukan penyesuaian diri dengan situasi yang ada, manusia juga dapat mengubah
lingkungan agar sesuai dengan kebutuhan.
Sementara itu menurut Fahmi dalam Daradjat, 1982:14 penyesuaian diri adalah dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuan agar terjadi
hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya.
Berdasarkan definisi diatas maka penulis menulis menyimpulkan tentang penyesuaian diri merupakan, sebuah proses psikologis, di lakukan untuk
memenuhi tuntutan lingkungan, dan tantangan yang di berikan oleh dunia di
xlvi mana mereka hidup. Maka penyesuaian diri bertujuan untuk mengubah
kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya.
2.2.2. Karakteristik Penyesuaian Diri 2.2.2.1. Penyesuaian diri yang baik good adjusment
Seseorang yang mempunyai pola penyesuaian diri yang baik atau orang yang disebut sebagai orang yang sehat mentalnya menunjukan pola tingkah
laku atau karakteristik yang sesuai dengan yang diinginkannya. Menurut schneiders dalam Yusuf, 2004: 22 ciri-ciri orang yang well
adjusted, yaitu “yang mampu merespon kebutuhan, dan masalah secara matang, efisien, puas, dan sehat wholesome”. Yang dimaksud efisien
adalah hasil yang diperolehnya tidak banyak membuang energi, waktu, atau kekeliruan. Sementara wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan
hakikat kemanusiaannya, hubungan dengan yang lain, dan hubungannya dengan Tuhan. Orang tersebut memiliki kemampuan untuk mereaksi
kebutuhan dirinya atau tuntutan lingkunngannya secara matang, sehat, dan efisien, sehingga dapat memecahkan konflik-konflik mental, frustasi, dan
kesulitan-kesulitan pribadi dan sosialnya tanpa mengembangkan tingkah laku simtomatik seperti rasa cemas, takut, hawatir, obsesi, pobia, atau
psikomatik. Dia adalah orang yang berupaya menciptakan hubungan
xlvii interpersonal dan suasana yang berkontribusi kepada perkembangan
kepribadian yang sehat. Orang yang memiliki sikap iri hati, hasud, cemburu, atau permusuhan
merupakan respon yang “unwholesome” tidak sehat, sedangkan sikap persahabatan, toleransi, memberi pertolongan merupakan respon yang
“wholesome”. Berdasarkan pengertian diatas, maka seseorang itu dapat dikatakan memiliki
penyesuaian diri yang normal, yang baik well adjustment apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak
merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.
Penyesuaian diri normal ini memiliki karakteristik sebagai berikut Schneiders, 1964 dalam Yusuf, 2004: 27.
1. Absence of excessive emotionality terhindar dari ekspresi emosi yang berlebih-lebihan, merugikan, atau kurang mampu mengontrol diri.
2. Absence of psychological mechanisme terhindar dari mekanisme- mekanisme psikologis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi dan
sebagainya. 3. Absence of the sense of personal frustration Terhindar dari perasaan
frustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya.
xlviii 4. Rational deliberation and self-direction Memiliki pertimbangan dan
pengarahan diri yang rasional, yaitu mampu memecahkan masalah berdasarkan alternatif-alternatif yang telah dipertimbangkan secara
matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil. 5. Ability to learn Mampu belajar, mampu mengembangkan kualitas dirinya,
khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah sehari-hari.
6. Utilization of past experience Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bercermin ke masa lalu, baik yang terkait dengan keberhasilan
maupun kegagalam untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik.
7. Realistic, objective attitude Bersikap objektif dan realistik ; mampu menerima kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar ; mampu
menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk atau negatif.
2.2.2.2. Penyesuaian Diri yang Menyimpang maladjustment
Menurut Schneiders dalam Yusuf, 2004: 28 - 80 penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan proses pemenuhan kebutuhan
atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dapat
xlix juga dikatakan bahwa penyesuaian diri yang menyimpang ini adalah sebagai
tingkah laku abnormal abnormal behavior, terutama terkait dengan kriteria sosio psikologis dan agama. Penyesuaian yang menyimpang dan abnormal
ini ditandai dengan respon-respon sebagai berikut. 1. Reaksi bertahan defence reaction = flight from self
Organisme atau individu dikepung tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri need dan dari luar pressure dari lingkungan yang kadang-kadang
bersifat mengecam rasa aman egonya. Untuk melindungi rasa aman egonya, individu mereaksi tuntutan yang mengancam tersebut dengan
mekanisme pertahanan diri defence mechanism. Mekanisme pertahanan defence mechanism dapat di artikan sebagai
respon yang tidak disadari yang berkembang dalam struktur kepribadian individu, dan menjadi menetap, sebab dapat mereduksi ketegangan dan
frustasi, dan dapat memuaskan tuntutan-tuntutan penyesuaian diri. Orang ini berusaha mempertahankan diri sendiri, seolah-olah tidak
mengalami kegagalan, menutupi kegagalan, atau menutupi kelemahan dirinya sendiri dengan cara-cara atau alasan-alasan tertentu. Bentuk
reaksi ini diantaranya : 1 kompensasi : menutupi kelemahan dalam suatu hal, dengan cara mencari kepuasan dalam bidang lain 2 sublimasi :
menutupi atau mengganti kelemahan atau kegagalan dengan cara atau kegiatan yang mendapatkan pengakuan sesuai dengan nilai-nilai
l masyarakat. 3 proyeksi : melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada
pihak lain. Mekanisme pertahanan diri ini muncul dilatarbelakangi oleh dasar-dasar
psikologis, seperti : inferiority perasaan rendah diri, inadequacy perasaan tidak mampu, failure perasaan gagal dan guilt perasaan
bersalah. 2. Reaksi menyerang Agresive reaction dan Delinquency
Agresi dapat diartikan sebagai sebuah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustasi melalui media tingkah laku yang merusak,
berkuasa, atau mendominasi. Berbeda dengan mekanisme penyesuaian diri yang lainnya, reaksi agresi
tidak berkontribusi atau tidak memberikan nilai manfaat bagi kesejahteraan rohaniah individu atau penyelesaian masalah yang
dihadapinya. Agresi ini terefleksi dalam bentuk-bentuk tingkah laku verbal dan non-
verbal. Contoh yang verbal : berkata kasar, bertengkar, panggilan nama yang jelek, jawaban yang kasar, sarkasme perkataan yang menyakitkan
hati, dan kritikan yang tajam. Sementara contoh yang non-verbal diantaranya: menolak atau melanggar aturan tidak disiplin,
memberontak, berkelahi tawuran, mendominasi orang lain, dan membunuh.
li Bentuk mekanisme yang sangat dekat hubungannya dengan agresi
adalah “delinquency”, karena kedua-duanya merupakan sikap perlawanan terhadap kondisi yang memfrustasikan kebutuhan atau keinginannya.
Delinquency dapat diartikan sebagai tingkah laku individu atau kelompok yang melanggar norma moral yang dijunjung tinggi masyarakat, yang
menyebabkan terjadinya konflik antara individu dengan kelompok atau masyarakat.
Tingkah laku nakal delinquency dapat dipandang sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mereduksi ketegangan, frustasi dan konflik
yang disebabkan oleh tuntutan tersebut. 3. Reaksi melarikan diri dari kenyataan Escape and withdrawal reaction atau
flight from reality Reaksi escape dan withdrawal merupakan perlawanan pertahanan diri
individu terhadap tuntutan, desakan, atau ancaman dari lingkungan dimana dia hidup.
Reaksi “escape” dan “withdrawal” berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Psikologis: frustasi, konflik, ketakutan, perasaan tertindas, dan kemiskinan emosional.
2. Lingkungan keluarga: orang tua terlalu memanjakan anak, orang tua bersikap menolak terhadap anak, dan orang tua menerapkan disiplin
yang keras terhadap anak.
lii 4. Penyesuaian yang patologis flight into illness
Penyesuaian yang patologis ini berarti bahwa individu yang mengalaminya perlu mendapat perawatan khusus, dan bersifat klinis,
bahkan perlu perawatan dirumah sakit hospitalized. Yang termasuk penyesuaian yang patologis ini adalah “neurosis” dan “psikosis”.
5. Tingkah Laku Anti Sosial Antisocial Behaviour Tingkah laku anti sosial merupakan tingkah laku yang menyimpang atau
bertentangan dengan norma masyarakat baik secara formal=hukumperundang-undangan, maupun informal=adat istiadat, dan
norma agama. Contoh tingkah laku anti sosial ini, diantaranya: pemerkosaan, perzinahan, perampokan, pencurian, perjudian, penculikan,
pemalsuan ijazah, persaksian, dan pembunuhan. Tingkah laku anti sosial ini diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu:
antisocial personality psychopathy, criminal dyssocial behavior, dan juvenile delinquency Harmatz, 1978.
6. Kecenderungan dan Ketergantungan Alkohol, dan Obat Terlarang Kecanduan alkohol minuman keras atau miras dan penyalahgunaan
Narkoba Naza merupakan gejala perilaku menyimpang baik secara hukum maupun psikologis yang berdampak sangat buruk terhadap
kesehatan fisik, seperti gangguan fungsi otak, dan peradangan lambung dan usus dan psikis seperti pemalas, pembohong, penipu, pencuri dan
perasa. Sementara upaya untuk “recovery” atau penyembuhannya
liii sangat susah, lama, dan mahal. Oleh karena itu, yang perlu menjadi
perhatian utama adalah upaya preventif atau pencegahan. 7. Penyimpangan Seksual, dan AIDS
Beberapa perilaku menyimpang yang harus mendapat perhatian semua pihak dewasa ini, diantaranya penyimpangan perilaku seksual dan freesex
yang menyebabkan AIDS. Penyimpangan seksual deviation sexual merupakan salah satu problem kepribadian atau kesehatan mental.
Penyimpangan ini dapat dikategorikan sebagai “psyhopatic personality” . Dengan alasan ini, istilah “sexual psyhopath” telah digunakan secara luas
dalam bidang medis, psikologi dan kriminologi. Penyimpangan seksual merupakan perilaku abnormal, atau salah satu maladjustment, karena
sering kali merintangi penyesuaian personal dan sosial.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Daradjat 2001: 17 dalam bukunya kesehatan mental, faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah: a. Frustrasi
Frustrasi adalah proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan kebutuhan atau menyangka
bahwa akan terjadinya sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Frustrasi ini terkait dengan stress, stress sendiri terbagi dua stress yang
liv positif atau austress dan stress yang negatif atau distress. Apabila orang
tersebut mampu mengatasi stress maka sebut dengan austress dan orang yang demikian dapat dikatakan orang yang mempunyai penyesuaian diri
yang baik dan apabila orang tersebut tidak mampu mengatasi stress yang datang maka ia disebut dengan distress dan orang yang demikian itu
dapat dikatakan dengan orang yang tidak mampu menyesuaikan diri.
b. Konflik
Konflik atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain.
Menurut Zakiah konflik itu terbagi tiga yang pertama yaitu konflik terhadap dua hal yang diingini, yang tidak mungkin di ambil keduanya, misalnya
seorang gadis yang dilamar oleh dua orang pemuda yang sama-sama di cintainya, jika ia memilih A maka ia akan kehilangan yang B begitu juga
sebaliknya. Yang kedua yaitu konflik terhadap dua hal yang bertentangan, contohnya adalah seorang anak yang ingin naik gunung
tetapi oleh sang ibu dilarang, di satu sisi sang ibu tidak ingin kalau anaknya tidak mempunyai pengalaman yang menarik di saat liburan,
tetapi di sisi yang lain ibu tersebut juga takut kalau anaknya mengalami kecelakaan di jalan. Yang ketiga yaitu konflik terhadap dua hal yang tidak
diingini contohnya adalah seorang militer yang turun ke medan perang ia