16
untuk membantu Harun. Namun, ketika kembali ke Prancis, pasukan yang membantu itu diserang dari belakang dan dibantai oleh kaum Muslim.
Rangkaian peristiwa konfliktual dalam sejarah perjumpaan Islam-Kristen di Spanyol menimbulkan tanggapan khas Barat yang cenderung negatif terhadap
Islam. Pandangan tersebut dilatari oleh keadaan yang menyakitkan -seperti larangan beribadah di muka umum, terisolasi dari ilmu pengetahuan agama
mapun sekuler- yang dialami orang Kristen dalam penguasaan kekhalifahan Bani Umayyah di Spanyol.
8
Pandangan itu akhirnya memicu bangkitnya sebuah gerakan kekristenan, yakni gerakan k
emartiran Spanyol“ yang menganggap Islam sebagai ancaman bagi kekristenan, sebagai tanda kemunculan
“antikritus“ beberapa Pendeta, menggunakan bagian-bagian Alkitab seperti: Daniel, Injil, dan Wahyu untuk
melegitimasi pandangan ini, karenanya memerangi Islam berarti memerangi Iblis, atau mati karena mempertahankan iman adalah mati bagi Kristus, mati
sebagai seorang Martir.
9
Jadi, point penting dalam melihat hubungan Islam-Kristen pada periodesasi ini yakni bahwa, pandangan negatif umat Kristen Barat terhadap kaum Islam
dilatar belakangi oleh serangkaian sikap dan perilaku kaum Islam yang keras terhadap Kristen Barat. Sikap kaum Islam terhadap Kristen inilah yang menjadi
pemicu lahirnya gerakan perlawanan dan permusuhan dengan motif religius.
1.1.4. Periode perang Salib Abad XI.
Perang Salib 1095-1272 merupakan perang untuk memperebutkan Yerusalem. Perang ini kemudian meluas menjadi konflik antar agama paling
dasyat sepanjang sejarah. Perang salib diawali dengan munculnya gerakan Kristen Militan yang juga bagian dari pasukan salib. Pemicu gerakan ini sendiri adalah
pemahaman buruk di masa Spanyol yang kemudian melekat dan mempengaruhi pikiran kaum Kristen Barat. Pecahnya Perang Salib 1095 dilatarbelakangi
8
R.W.Souther, Westren Views of Islam in the Middle Ages, Amerika:Harvard University Press,1992,19-21
9
Hugh. Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen … 2013,153-163
17
dengan motif religius, dalam artian kerinduan untuk merebut tanah suci dari kaum “kafir“ muslim dan juga motif duniawi yakni mendapatkan harta dan tanah.
10
Pada peristiwa penaklukan Yerusalem 1099, terdapat ribuan anggota pasukan dan bahkan seluruh penduduk Muslim dan orang Yahudi yang melarikan
di ke sinagoge kemudian dibantai habis, dan hanya dalam waktu dua hari, sekitar 40.000 umat Muslim dibantai habis oleh pasukan Salib. Salah satu keanehan
terjadi pada peristiwa tersebut adalah bahwa ketika orang Kristen khususnya para pendeta yang tetap memilih bertahan ketika terjadi pembantaian itu diusir oleh
pasukan Salib. Fenomena ini mempertegaskan tujuan mereka bahwa Yerusalem bukan hanya kota Kristen, melainkan kota Kristen LatinBarat. Hal ini
mengindikasikan bahwa, seruan Perang Salib oleh Paus Ubanus adalah demi alasan politik dari pada religius. Olehnya, masing-masing komunitas: Islam
maupun Kristen dapat menciptakan spirit dan komitmennya untuk membela keyakinannya dan berjuang melawan orang “kafir“.
11
Senada dengan ini, bagi Amstrong
12
, perang salib menjadi gambaran konflik, prasangka dan tindak kekerasan antara dunia Islam dan Barat. Goddard
13
melanjutkan bahwa: warisan perang salib dapat dilihat dalam enam aspek, antara lain: kecurigaan abadi terhadap kalangan Kristen Barat; mendorong ekspansi
Islam; sentimen bahwa Yeruslem merupakan tempat suci Ketiga bagi Islam; kecurigaan terhadap kaum Kristen
“dicurigai sebagai pasukan salib berikutnya“ yang hidup di bawah pemerintahan Islam; meningkatkan perkembangan antara
Islam dan Eropa Barat. Berdasarkan paparan para hali dapat disimpulkan bahwa hubungan Islam-
Kristen secara menglobal telah menampakan keadaan yang sarat dengan pertentangan. Isu global yang sentral dalam hubungan kedua agama besar di dunia
ini tidak lain adalah tentang pandangan “standar ganda“ Goddard yang dianut kedua agama ini yang memunculkan prasangka teologis dan memperkeruh
hubungan kedua agama ini.
10
Hugh. Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen … 2013,164
11
John. L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau realita? Terj. Bandung: Mizan. 1994,50-51
12
Karen Amstrong. Holly War. Londong: Maximilian. 1998, xiv.
13
Hugh. Goddard. Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen. . . 2013,164-180
18
Selanjutnya, Konfliktual interaksi Islam dengan Kekristenan Barat, yang nampak melalui konflik, kekerasan, ditaklukkan dan menaklukan antara
keduanya, mis, di Timur Tengah, spanyol hingga perang salib, , sebagaimana yang diungkapkan Esposito:
14
...Baik orang Muslim mapun Nasarani melihat yang lainnya sebagai suatu ketetapan yang untuk ditaklukan, diajak masuk
agama, atau membasmi yang lainnya dan dengan demikian sebagai musuh Tuhan“... menimbulkan dampak yang membekas dalam imajinasi kedua
komunitas. Orang Barat memandang Islam sebagai agama pedang, agama jihad. Sebaliknya, bagi kaum Muslim, Nasarani adalah agama perang salib dan ambisi
hegemoni. Dalam konteks itulah berkembang kecurigaan-kecurigaan: stereotip yang melatari pandangan Islam di seluruh dunia tentang kekristen barat dan
berimbas sampai ke komunitas kristen di seluruh dunia.
1.2.Konteks Indonesia
Jan S. Aritonang
15
, meneliti perjumpaan Islam-Kristen di Indonesia secara khusus pada tataran konseptual, dan lebih difokuskan pada perjumpaan bidang
politik di aras Nasional baik dalam konteks zaman pemerintahan penjajahan maupun pada zaman Indonesia Merdeka. Pada perjumpaan itu, bisa terjadi
persesuaian atau terlihat akrab, tetapi sebaliknya bisa juga terjadi konflik. Pembabakan perjumpaan Islam-Kristen didasarkan pada periode pemerintahan di
negeri ini, yakni antara lain:
1.2.1. Masa Portugis dan VOC 1511-1799.